Share

Bab 3

Author: Amih Lilis
last update Last Updated: 2021-06-04 05:04:56

Kak Audy:

Ra, hari ini aku sama Sean mau on the way ke Paris buat honeymoon. Nanti kalo kerjaan kamu udah beres. Nyusul, ya!

Aku hanya bisa menghela napas panjang. Kala membaca chat yang di kirimkan Kak Audy siang tadi padaku, tetapi baru bisa kubaca malam hari.

Memilih mengabaikan pesan itu, aku pun melemparkan ponselku ke pojok tempat tidur, dan merebahkan tubuhku yang terasa penat sekali. Bukannya aku tak ingin membalas chat itu. Hanya saja ... aku cuma bingung harus balas apa?

Pasalnya, Aku baru saja tiba di Hotel, setelah seharian berjibaku dengan masalah kantor cabang yang ternyata cukup rumit.

Kepalaku sudah penat, dan tubuhku juga sudah sangat lelah karena belum istirahat sedikitpun dari pagi. Jadi, tolong biarkan aku tidur dulu. Boleh, kan? Lagi pula, aku harus balas apa, coba?

Oke? Aku gak mau janji. Lihat nanti? Aku tak ingin mereka mengharap. Atau ... ‘gak bisa’, kesannya kasar sekali. Iya kan? Maka dari itu, dari pada pusing lebih baik aku diam saja. Toh, aku juga gak ada keinginan menyusul mereka.

Buat apa? Mereka ‘kan sedang honeymoon. Pastinya, tidak mau diganggu sama sekali. Kalau aku sampai nekat ikut. Aku hanya akan jadi obat nyamuk saja di sana. Terima kasih. Aku cukup tau diri, dan lebih baik tetap di sini.

Selain karena aku gak ada keinginan untuk ikut honeymoon bersama Kak Sean. Aku juga tak mau membuatnya makin tak nyaman dengan kehadiranku.

Cukuplah aku dibenci karena jadi benalu di kehidupan rumah tangga mereka. Cukup moment ijab kabul mereka yang kuhancurkan. Aku tak ingin merusak apapun lagi.

Bagiku, menyandang status sebagai istri Kak Sean saja, itu sudah cukup. Untuk hak dan kewajiban, aku akan mengalah. Karena memang itulah yang harus aku lakukan, iya kan? Bahkan kalau perlu, aku ingin tinggal terpisah saja dari Kak Sean dan Kak Audy setelah ini. Supaya mereka bisa lebih bahagia tanpa harus memikirkan kebahagiaanku.

Ah, percaya diri sekali aku. Kehadiranku saja sudah jadi masalah. Mana mungkin mereka repot-repot memikirkan kebahagiaanku. Konyol sekali!

***

Selepas kabar kepergian bulan madu Kak Audy dan Kak Sean. Aku sengaja menenggelamkan diri dalam pekerjaanku. Aku tak ingin menyia-nyiakan sedikitpun waktuku di sini, dan mengacaukan semuanya. Meski sebenarnya ini sulit untukku yang masih awam, tapi aku harus sudah mulai belajar, kan?

Untung ada Selly, sekretaris Papi yang setia menemaniku, dan mengajarkan aku banyak hal. Hingga aku mulai bisa menghadapi masalah yang sedang kami hadapi. Big thanks untuk Selly.

Lagi pula, aku memang harus mulai belajar mengambil alih pekerjaan Papi mulai sekarang, kan? Karena sekarang, perusahaan ini jadi tanggung jawabku. Jadi, aku harus benar-benar belajar, dan sudah bukan waktunya bermanja lagi.

Mama Sulis setiap hari menelponku dan menanyakan, kapan aku pulang? Mungkin beliau kesepian di rumah sendirian. Karena anak dan menantunya belum ada yang kembali.

Sebenarnya, aku merasa bersalah sih, sudah ninggalin Mama Sulis seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi? Aku belum siap kembali ke rumah itu, walau tanpa adanya Kak Sean dan Kak Audy. Aku merasa, di sana bukan tempatku. Mengerti, kan?

Sementara Mama Sulis menelepon untuk menanyakan kepulanganku. Kak Audy pun tiap hari juga menelpon untuk memberi kabar padaku, tentang perjalanan bulan madunya. Kadang, malah disertai kiriman photo mesra. Lalu nanti ujung-ujungnya dia akan bertanya, kapan aku nyusul?

Namun, semuanya selalu aku balas dengan kata yang sama. Yaitu, Maaf. Atau enjoy your trip. Tentu saja, memang aku harus jawab apa selain kata itu?

Sebenarnya, kadang aku heran dengan Kak Audy. Sikap humble-nya itu, apa benar-benar nyata? Apa dia memang setulus itu menerimaku sebagai madunya? tidak ada rasa sakit hati menjalani poligami ini? Atau, merasa apa gitu dengan pernikahan ini?

Karena memang, meski kini status kami sudah menjadi madu. Kak Audy masih saja bersikap, seolah-olah tak ada apapun antara kami. Dia malah kadang masih suka curhat padaku layaknya teman.

Seperti saat ini. Waktu aku baru saja ingin memejamkan mataku untuk tidur. Kak audy meneleponku dan mengajakku curhat tentang suami kami.

Katanya, Kak Sean nyebelin hari ini. Karena tidak membiarkannya keluar dari Hotel sama sekali. Alasannya sih, karena salju sedang turun dengan lebat. Tapi toh, momen ini juga digunakan Kak Sean untuk membuatnya tak bergerak dari tempat tidur.

Untuk meyakinkan curhatannya, Kak Audy bahkan sampai mengirimkan foto Kak Sean, yang sedang tidur terlelap di sampingnya, dengan keadaan setengah naked. Hanya ditutupi selimut, bagian pinggang hingga lututnya. Membuat aku tersipu malu diam-diam di tempatku.

“Makanya kamu ke sini buruan, Ra. Biar bisa gantian sama aku untuk layanin dia. Soalnya, dia gak puas kalau cuma satu ronde. Aku sampai harus minum vitamin ekstra buat layanin dia,” celoteh Kak Audy dengan  riang.

Apa aku boleh cemburu? Apa boleh aku berharap bisa berada di posisi Kak Audy saat ini? Ah, sepertinya tidak. Karena pemeran pendukung tidak punya hak untuk cemburu, iya kan?

“Begitu, ya? Jaga kesehatan kalau gitu, Kak. Jangan sampai Kakak sakit karena terlalu lelah.” Aku hanya bisa menjawab sekenanya saja, karena aku tak mungkin menyuarakan apa yang sangat ingin aku teriakan saat ini. Setelah itu, aku pun sebisa mungkin mencari alasan. Agar bisa menutup hubungan telepon itu secepatnya.

Aku mencoba untuk tidak sakit hati selama ini. Tapi luka itu terlanjur tergores di hatiku, dan makin berdarah seiring berjalannya waktu. Aku berusaha untuk tidak cemburu pada yang dimiliki Kak Audy. Tapi apa daya, aku hanyalah manusia biasa yang juga punya sifat iri. Lagipula, bukankah aku juga istrinya? Lalu, harus bagaimana aku menghadapi semua ini?

***

Seminggu setelahnya. Akhirnya aku kembali ke Jakarta. Namun, bukan untuk menetap, melainkan untuk pamit pada Mama Sulis, karena jatah ijin kuliahku sudah berakhir. Aku harus kembali melanjutkan kuliah di Ausie, hingga dua tahun ke depan.

“Coba kamu chat Sean, Ra. Bagaimanapun, dia itu suami kamu. Kamu tetap wajib mengabarinya sebagai seorang istri.” Mama Sulis memberikan wejangannya.

Aku hanya bisa memasang senyum miris, tapi tidak berani berkomentar apapun atas wejangannya itu. Faktanya, aku bahkan tidak punya nomor ponsel Kak Sean sejak dulu.

Sedikit cerita tentang kami. Aku dan Kak Sean memang tetangga dari dulu. Tapi, sikap Kak Sean yang memang cuek dari sejak kanak-kanak. Membuatku tak pernah bisa akrab dengannya.

Apalagi, dulu Kak Sean itu termasuk anak aktif yang suka berorganisasi, dan jarang sekali ada di rumah. Membuatku jarang bertemu dengannya, walau status kami adalah bertetangga.

Paling hanya berpapasan sekilas saja. Itupun kalau dia sedang ada di Rumah, saat aku mengunjungi Mama Sulis.

Tak pernah ada obrolan antara aku dan Kak Sean sejak dulu. Karena dinginnya sikap Kak Sean, membuatku tidak pernah betah lama-lama di dekatnya. Sekalipun hanya sekedar menegur jika berpapasan.

Lagi pula, aku main ke sana juga buat ketemu Mama Sulis, kok. Bukan untuk ketemu Kak Sean. Jadi, ya aku fokus sama Mama Sulis aja.

Setelah itu, hubungan kami pun makin jauh sejak aku memilih meneruskan kuliah di Luar Negri. Aku juga jarang pulang. Karena biasanya Papi yang berkunjung ke tempatku, jika sedang masa liburan.

Jadi tak pernah merepotkan aku untuk kembali ke tanah air. Toh, hanya Papi keluargaku satu-satunya, dan kebiasaan Papi itulah, yang membuat aku tak punya alasan untuk pulang ke Jakarta selama ini.

Itulah kenapa, saat Papi pergi. Rasa kesepian itu benar-benar terasa sekali. Apalagi dengan wasiat Papi yang mengharuskan aku menikah dengan Kak Sean, yang benar-benar tak kukenal sama sekali kepribadiannya. Bahkan aku juga tidak pernah tahu, kalau dia ternyata sudah diangkat jadi wakil Dirut oleh Papi sejak setahun yang lalu. Karena Papi memang tak suka membicarakan soal pekerjaan saat bersamaku.

Papi hanya ingin menghabiskan family time, yang jarang bisa kami nikmati. Jadi, ketika bersama. Dia akan berusaha menjadi seorang ayah yang baik untukku.

“Nanti Rara chat Kak Audy saja.”

Hanya itu jawaban yang bisa kuberikan saat ini. Namun, bukannya mengerti. Mama Sulis malah terlihat menatapku sendu. Sebelum menghela napas berat.

“Sampai kapan kamu akan menghindari Sean, Ra? Yang suami kamu itu Sean, loh. Bukan Audy. Jadi kalau kamu mau minta izin, ya harusnya kepada Sean langsung. Bukan lewat orang lain,” tegur Mama Sulis lagi.

Harus bagaimana caraku menjelaskan pada Mama Sulis? Kalau aku bukannya tidak mau bicara langsung dengan Kak Sean, tapi aku bicara lewat Kak Audy, karena memang hanya nomer Kak Audy dan Mama Sulis yang ku punya di sini.

“Loh, Kak Audy ‘kan bukan orang lain, Mah. Dia ‘kan juga istrinya Kak Sean,” terangku mengingatkan.

“Iya, Mama tahu itu. Tapi, alangkah lebih baiknya, kalau kamu bicara langsung dengan Sean, tanpa menggunakan mulut orang lain. Karena bagaimana pun, di sini yang punya posisi suami itu Sean. Kepala rumah tangga kalian itu Sean, dan Sean berhak tahu apapun aktivitas istri-istrinya. Dengan cara bicara langsung, bukan malah maen titip-titipan pesan seperti ini,” jelas Mama Sulis masih bersikukuh.

Aku hanya bisa menunduk saja mendengarnya. Karena merasa tertohok mendengar ucapan Mama Sulis barusan.

“Lag ipula, Ra. Kalau kamu kaya gini terus. Gimana kalian bisa jadi dekat? Ingat, kalian itu sekarang bukan cuma tetangga lagi. Tapi sudah jadi suami istri yang sah. Kamu harus sering berinteraksi dengan Sean. Supaya timbul perasaan cinta. Layaknya suami istri pada umumnya. Bahkan, kalau bisa kamu juga harus bisa membuat Sean memperlakukan kamu, seperti dia memperlakukan Audy di dalam hidupnya. Karena kamu juga istrinya. Kamu berhak mendapatkan apa yang Audy dapatkan.”

Bolehkan aku bertanya bagaimana caranya? Karena jika aku boleh jujur. Aku juga ingin sekali merasa di inginkan di dalam rumah tangga ini. Hanya saja .... aku takut membuat Kak Sean makin membenciku.

Tuhan, bisakah aku melakukan itu? Bersediakah Kak Sean membagi cintanya untuk Kak Audy, kepadaku? Apa boleh aku berharap Tuhan?

Akhirnya, setelah berdebat lumayan alot dengan Mama Sulis. Aku pun mengalah dan meminta nomor ponsel Kak Sean setelahnya.

Karena tak ingin mendebat Mama Sulis lebih dari ini. Aku pun mengirimkan chat pada Kak Sean, seformal yang aku bisa. Berharap dia tidak marah, karena aku sudah mengganggu acara bulan madunya.

Me:

Kak Sean, ini Rara. Maaf kalau kedatangan pesan ini mengganggu acara kakak di sana. Rara tidak bermaksud melakukannya, sungguh. Karena sebenarnya Rara cuma ingin minta izin saja, untuk kembali ke Aussie dan melanjutkan kuliah hingga selesai. Rara harap, Kak Sean tidak keberatan memberikan izin. Terima kasih.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Blgnya ndak mau jd yg kedua skrg berharap cintanya sean. Plin plan dh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Nomor Dua   Bab 4

    *Happy Reading*Kak SeanIyaHanya itu balasan yang kudapat, dari chat panjang lebarku waktu itu.Setelah itu, aku pun benar-benar pergi ke Ausy. Untuk melanjutkan pendidikanku, lalu sejak itu hilang kontak dengannya.Terhitung sudah hampir satu tahun sejak aku kembali ke sini. Monash universty. Tempatku menimba ilmu sekarang. Kami tak pernah bertukar kabar sama sekali.Kami benar-benar hilang kontak.Namun hanya dengan saja, sementara dengan Mama Sulis, aku masih sering bertukar kabar. Juga Kak Audy, yang kadang masih ingat memberi kabar tentang suami kami, dan kehidupan bahagianya di sana.Ya! Dia masih dengan baik hatinya, memberi dan membagi kabar itu padaku. Termasuk kabar kehamilannya beberapa bulan lalu, yang sayangnya harus di kuret karena janinnya tidak berkembang.Kasihan sekali. Padahal, katanya Kak Sean sudah sang

    Last Updated : 2021-06-04
  • Istri Nomor Dua   Bab 5

    *Happy reading*"Kalau begitu kenapa kamu gak berani hanya memilih Audy saja, dan meninggalkan perusahaan Rara?"Degh!Tunggu!Itu maksudnya apa?Hening pun kembali menyapa. Membuat aku kembali menunggu dengan harap cemas, akan jawaban Kak sean setelah ini.Namun, sampai waktu berlalu pun, Kak Sean ternyata tak memberikan jawaban juga. Hingga Mama Sulis pun kembali mendesaknya."Jawab Mama, Sean!""Karena Sean gak mau membuat Audy menderita sebagai istri Sean, Ma! Jadi Sean gak boleh kehilangan pekerjaan saat itu. Sean harus bertanggung jawab akan hidup dan kebahagiaan Audy saat itu."Lalu, bagaimana dengan aku?!Ingin sekali aku berteriak seperti itu. Namun, rasanya suaraku tercekat dalam tenggorokan, dan tak bisa keluar tanpa membuatku sesak.Tuhan, ternyata pernikahan ini benar-benar ti

    Last Updated : 2021-06-04
  • Istri Nomor Dua   Bab 6

    *Happy reading*"Tolong ambilkan minum, saya haus!" ujar Kak Sean saat sudah masuk, sebelum menghempaskan diri di sofa yang ada di Apartemen-ku, lalu memijat keningnya beberapa kali.Sepertinya, dia memang lelah sekali. Karenanya, ku iya kan saja permintaannya. Tanpa banyak komentar.Aku segera berjalan menuju dapur, dan mengambilkan apa yang dia mau. Letak dapur memang tidak jauh dari ruang tamu, di mana Kak Sean tengah duduk. Hingga membuat aku tak butuh waktu lama untuk kembali menghampirinya lagi."Ini, Kak." Aku menyodorkan air dalam gelas bening.Kak Sean terlihat melirik sekilas. Ia lalu mengambil gelas itu."Makasih." Pria itupun lalu menenggak minumannya dengan rakus.Melihat Kak Sean yang tiba-tiba datang begini. Jelas membuatku heran bercampur penasaran juga.Untuk apa Kak Sean kemari? Ada masalah apa?Entahlah, aku tak merasa senang sedikitpun, mendapati kehadirannya di sini. Karena aku tahu

    Last Updated : 2021-06-08
  • Istri Nomor Dua   Bab 7

    *Happy reading*"Kenapa melihat saya seperti itu? Mau ngerengek? Atau mau ngadu lagi sama Mama? Ngadu aja, saya udah gak perduli. Karena apapun yang kamu lalukan, tidak akan pernah membuat saya simpatik sama kamu. Camkan itu!"Butuh beberapa detik, untukku bisa menguasai diri dan rasa sakit akan ucapan Kak Sean tersebut.Namun setelahnya, aku pun mencoba tersenyum, dan mengangguk mengerti pada pernyataan itu."Ya, Kak. Rara tau. Dan Rara juga gak akan berharap lebih pada kakak, ataupun pernikahan ini. Karena Rara sadar posisi Rara di mana." Aku pun mencoba menjawab sebijak yang aku bisa."Bagus kalau kamu memang sadar diri," ucap Kak Sean setelahnya."Kalau begitu, sekarang tunjukan kamarnya. Karena saya lelah ingin segera istirahat!"Aku kembali mengangguk. Sebelum berdiri dari dudukku, dan menunjukan satu-satunya kamar yang ada di Apartemen ini.Begini, sebenarnya ini bukan Aprtemen mewah seperti dalam bayangan kalain. Ini ha

    Last Updated : 2021-06-09
  • Istri Nomor Dua   Bab 8

    *Happy reading*"RARA?!"Degh!"Iya, Kak!"Aku pun segera menyahut, saat mendengar teriakan Kak Sean dari dalam kamar. Juga segera menghampirinya.Demi Tuhan, ini masih pagi. Kenapa suara Kak Sean sudah menggelegar seperti itu? Apa lagi sekarang yang mengganggunya?"Kenap--Astagfirullah!"Namun saat aku sampai kamar dan hendak menegurnya, aku pun langsung dikejutkan dengan tampilannya, yang masih bertelanjang dada. Bahkan hanya memakai handuk saja untuk menutupi daerah intimnya.Astaga!Dia apa-apaan, sih?"Ck, gak usah sok suci kamu!"Tak kusangka, Kak Sean malah berdecak kesal setelahnya."Cuma liat begini saja sok-sok nyebut istighfar. Saya yakin kamu pasti sudah sering liat, kan? Secara kamu itu tinggal di Luar Negri, jauh dari orang tua, lagi. Pasti kehidupan kamu itu bebas selama ini, iya kan? Jadi, liat cowo bertelanjang dada seperti ini. Bukan hal tabu kan, buat kamu?" tuduhnya kemudian

    Last Updated : 2021-06-10
  • Istri Nomor Dua   Bab 9

    *Happy reading*Aku pun memilihkan. Kaos berkerah tinggi warna putih, dengan jas warna abu-abu tua untuk Kak Sean. Dipadukan celana bahan hitam, dan sepatu pantopel hitam juga.Awalnya, Kak Sean tidak mau memakai baju pilihanku, karena katanya, "Saya mau ke kantor Rara. Bukan mau nongkrong. Pilihan baju kamu itu gak ada resmi-resminya. Saya udah biasa pake dasi tiap ke kantor. Jangan coba ubah gaya saya."Aku tahu itu, dilihat dari semua baju beserta puluhan dasi berbagai motif, yang di bawanya pun, Aku tahu kok, Kak Sean memang terbiasa berpakaian formal tiap ke Kantor.Cuma masalahnya di sini adalah ... Kak Sean gak bisa memasang dasi sendiri, pun aku. Karena, dia biasa di urusi Kak Audy dan Mama Sulis. Sementara aku lama hidup jauh dari papi dan belum pernah punya pacar orang kantoran. Jadi, ya ... aku belum belajar hal itu sama sekali.Akan tetapi, mungkin se

    Last Updated : 2021-06-11
  • Istri Nomor Dua   Bab 10

    *Happy reading*"Baiklah, Rara pulang sekarang."Walaupun begitu, toh pada akhirnya, aku kembali mengalah, dan menuruti titah Kak Sean. Karena sekali lagi, aku katakan. Aku malas ribut dengannya.Sabar, Ra! Dia cuma seminggu di sini. Jangan cari gara-gara dengannya, kalau tidak mau imagemu makin buruk di matanya.Itulah sugesti yang selalu ku tekankan dalam hati. Jika aku mulai kesal dengan segala tingkah laku Kak Sean.Lagipula dia benar, kok. Surgaku kini memang ada di kakinya. Karenannya, semenyebalkan apapun dia, aku tetap tak boleh membuatnya marah. Takutnya dia mengutukku dengan mulut sadisnya, yang berakhir malah jadi doa untuk hidupku.Jangan sampai!"Hay, guys! Aku balik duluan, ya?"Setelah menutup telpon Kak Sean, aku pun berpamitan pada teman-temanku, yang langsung membuat mereka menyuarakan keberatannya.Namun, mau bagaimana pun, rengekan keberatan mereka tak akan mampu membuat aku tetap be

    Last Updated : 2021-06-12
  • Istri Nomor Dua   Bab 11

    *Happy reading*"Morning, dear!"Aku langsung menoleh ke sebelah kanan, saat mendengar sapaan yang lumayan familier untukku, ketika aku sedang mengunci rumah sebelum berangkat ke kampus hari ini.Tenang saja, hari ini gak ada drama dari Kak Sean lagi, kok. Karena aku sudah belajar dari hari kemarin dalam mengurus suamiku itu. Hingga tak ada alasan lagi buat Kak Sean untuk mengomeliku.Sekarang, pria itu sudah berangkat ke kantor, setelah menghabiskan sarapan yang tumben mau dia sentuh."Morning, An," balasku dengan Riang, saat melihat keberadaan Ana. Tetangga loft, yang sangat baik hati.Ana itu seorang janda, yang memutuskan tidak menikah lagi setelah suaminya meninggal.Ana bilang, cintanya pada suaminya kekal, hingga tak bisa menerima pria manapun lagi.Lagipula, kini umurnya sudah lebih dari 50 tahun. Dia sudah tak me

    Last Updated : 2021-06-16

Latest chapter

  • Istri Nomor Dua   Last extra part

    Pov Kenneth” “Bang?”“ “Hm ....”“ “Itu siapa?”“ Kairo mengangkat wajahnya dengan kesal, sebelum mengikuti arah pandangku.” “Maba,” jawabnya singkat. Membuat aku kesal sekali.” Abang kembarku ini memang pelit sekali berkata-kata. Seakan setiap kata dia ucapkan itu harus membayar.” “Ck, Dari baju yang dia pakai pun, gue juga bisa nebak kalau di masih Maba.” Aku berdecak cukup keras, menyuarakan kekesalanku pada pria yang lahir tiga menit lebih awal dariku.” “Kalau begitu, kenapa masih tanya?” gumamnya kemudian, membuat kekesalanku makin menjadi-jadi.”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 3

    “Loh, Kak Sean? Udah pulang? Kok, gak ngabarin? Gimana kabar Kakak sama Kak Audy? Baikkan?”“ Aku cukup terkejut melihat keberadaan Kak Sean di Ruang tamu kediamanku, saat baru saja menidurkan Kean yang lumayan rewel hari ini.” Kak Sean tidak menjawabku. Hanya tersenyum tipis, sebelum menyerahkan sebuah amplop padaku.” “Aku baru datang. Sengaja langsung ke sini untuk memberikan itu padamu,” ucapnya sendu, tidak seperti biasanya.” Entah kenapa, aku melihat kesedihan yang teramat sangat dalam matanya.” “Ini apa?” tanyaku kemudian, sambil menerima amplop yang sepertinya berisi surat di dalamnya.” “Baca aja, itu dari Audy.”“ Eh?”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 2

    *Happy Reading*” “Saya terima nikah dan kawinnya Andara prameswari Binti Matheo Prameswari dengan mas kawin tersebut, tunai!”“ “Bagaimana para saksi? Sah?”“ “Sah ....”“ Alhamdulilah ....” Rasa haru pun menyeruak tak terbendung, saat moment itu kembali terulang dalam hidupku.” Meski ini memang bukan yang pertama ku alami. Tapi rasa haru ini benar-benar pertama kali aku rasakan dan ....” Terima kasih Tuhan. Akhirnya aku punya hari bahagiaku sendiri.” Aku benar-benar tak pernah menyangka akan punya kesempatan lagi, bisa merasakan moment ini kembali dalam hidupku, setelah semua yang sud

  • Istri Nomor Dua   Extra part 1

    *Happy Reading*”“Andara Prameswari. Kau ku talak.”“Alhamdulilah ....”Senyumku pun langsung terbit, setelah mendengar kata talak kembali diucapkan pria ini.”Please ... tolong jangan bilang aku gila. Karena apa? Karena ini memang harus dilakukan, agar aku bisa meraih kebahagiaanku yang sudah menunggu.”“Makasih ya, Kak,” ucapku tulus, seraya menatap pria yang sekarang sudah sah ku sebut Mantan suami.”Iya, dia adalah Sean Abdilla, yang baru saja mengucapkan kata talak untuk kedua kalinya terhadapku.”Kenapa bisa begitu? Ya ... karena aku sendiri sebenarnya selama ini r

  • Istri Nomor Dua   Epilog

    “Sudahlah, Nak. Jangan menangis lagi.” Mama Sulis terus membelai rambutku, mencoba menenangkan aku yang benar-benar tak bisa menghentikan tangis.”Bagaimana tidak? Aku harus menerima kenyataan kembali ditinggalkan, oleh pria yang sangat penting dalam hidupku. Juga pria yang sudah aku labeli akan menjadi pasangan hidup sampai tua nanti.”Demi Tuhan. Tujuanku ke Rumah ini kan, untuk menyelesaikan masa lalu, agar bisa hidup tenang dengan pria itu.”Tetapi pria itu malah seenaknya pergi, tanpa memberi kabar apapun padaku. Seakan aku ini sudah tak penting dan ....”“Apa perlu kita pesan tiket ke London sekarang. Agar kamu bisa menyusul Dokter Ken ke sana?” usul Kak Sean kemudian. Tampak ikut bersalah akan kejadian itu.”

  • Istri Nomor Dua   Bab 55

    “Kalau begitu, apa Kakak keberatan jika aku bilang kita impas?” ucapku kemudian, setelah cukup lama membiarkan Kak Sean larut dalam penyesalannya.”Sayangnya, Kak Sean malah menggeleng, dan tersenyum miring saat mengalihkan atensinya padaku.”“Kurasa kata impas lebih tepat diucapkan Papimu, Ra. Karena kamu tak punya salah apapun di sini. Hanya aku saja yang bodoh sudah menjadikanmu alat untuk balas dendam. Jadi, kamu tak pantas mengucapkan hal itu,” balasnya dengan bijak.”Ah, i see.”“Kalau begitu. Apa ini sudah cukup untuk kakak, agar tak menggangguku lagi. I mean, Kakak gak akan meminta aku kembali sama Kakak lagi, kan? Karena aku benar-benar tidak--”“&ldqu

  • Istri Nomor Dua   Bab 54

    “Terima kasih karena sudah datang, dan membuat Mama bisa tertawa bahagia seperti itu lagi,” ucap Kak Sean. Saat kami akhirnya punya kesempatan duduk berdua, seraya memperhatikan interaksi Mama Sulis dan Kean di Taman samping Rumah.”Ya, aku memang membawa serta Kean ke Rumah ini. Bukan sengaja sebenarnya. Hanya saja, tadi saat aku akan ke sini. Kean terbangun dan rewel sekali tak ingin ditinggalkan. Makanya, sekalian saja kubawa. Toh, ini rumah Neneknya juga, kan?”“Kamu tahu, rasanya saya sudah lama sekali tak melihat Mama tertawa lepas seperti itu,” gumamnya lagi, tak melepaskan sedikitpun pandangan dari Mama Sulis.”Tatapan matanya syarat akan rasa haru, dan binar bahagia yang tak pernah aku lihat selama ini.”Tentu saja

  • Istri Nomor Dua   Bab 53

    “Rara gak tahu, Bund,” ungkapku akhirnya, sambil menunduk lesu. Setelah sebelumnya berpikir cukup lama sesuai titah Bunda barusan.”Entahlah, aku juga bingung mendeskripsikan perasaanku saat ini. Karena jujur saja, hal itu tak pernah aku pikirkan sebelumnya.”Karena bagiku, kebahagiaan Kean itu di atas segalanya, jadi aku tak terlalu memikirkan diriku sendiri. Yang penting Kean bahagia, maka aku pun pasti akan ikut bahagia.”Bukankah saat kita menjadi seorang ibu, itu berarti sudah bukan saatnya egois lagi. Karena kepentingan anak itu di atas segalanya.”Jadi ... apa salah jika aku berpikir demikian dan melupakan keinginan hatiku sendiri?”“Gak tahu siapa yang kamu cintai sebena

  • Istri Nomor Dua   Bab 52

    “Rara gak pernah bilang gitu, Bun!” batahku cepat tanpa sadar, membuat Bunda lumayan berjengit kaget di tempatnya. Melihatnya, aku langsung gelagapan karena merasa bersalah sudah mengagetkan Bunda Karina.“Eh, maaf, Bund. Rara gak maksud ngomong keras sama Bunda,” ucapku kemudian, menyuarakan permintaan Maafku. Bunda hanya tersenyum menanggapinya dan menepuk tanganku satu kali.“Gak papa, Bunda ngerti, kok,” jawabnya pengertian. “Tapi, apa yang kamu bilang barusan ... beneran?” Bunda Karin lalu mengembalikan topik obrolan.“Ah, iya, Bund. Beneran, Kok! Rara gak pernah ngomong kayak gitu sama Ken.” Aku pun mencoba meyakinkan Bunda.“Lho, tapi Kata Ken, waktu itu kamu ngobrol dengan mantan mertuamu dan&mdash

DMCA.com Protection Status