Kirana dikejutkan dengan Aldi yang tiba-tiba membuka pintu kamar mandi. Ia segera meletakkan ponsel Aldi di sebarang tempat.
"Sudah selesai mandinya, Mas? Ini aku sudah siapkan pakaian kerjanya Mas. Setelah itu kita sarapan bersama." "Aku hari ini gak kerja, tolong siapkan baju rumahan di lemari sebelah sana!" Tunjuk Aldi ke arah lemari yang ia maksud. "Bukannya hari ini kamu sudah mulai bekerja kembali, Mas?" Tanya Kirana. "Aku masih libur, Minggu depan baru masuk kantor lagi." Jawab Aldi dengan santainya, padahal baru kemarin ia mengatakan jatah cutinya hanya dua hari. "Jadi kamu membohongi aku, Mas?" "Kalau aku gak berbohong, kamu pasti menolak untuk pulang cepat ke rumah ibuku." "Keterlaluan kamu, Mas. Padahal orang tuaku ingin kita sedikit lebih lama berada di sana." "Memangnya salah jika aku mengajak kamu ke sini. Disini juga rumah Ibu." "Sudahlah, Mas. Aku malas berdebat." Kirana pergi menuju ke ruang makan setelah menyiapkan kembali baju ganti yang diminta oleh Aldi. Saat di meja makan ternyata semuanya sudah berkumpul kecuali suaminya. Kirana segera ikut bergabung dengan ibu mertua dan iparnya. "Pagi, buk..." "Aldi gak ikut sarapan?" Tanya, bu Nuri. "Mas Aldi katanya nyusul, buk." "Terus kamu sarapan gak nungguin Aldi, seharusnya tugas istri itu melayani suami dengan baik." Bentak bu Nuri. "Dengerin itu kata ibuk, Mbak. Masa Mas Aldi disuruh sarapan sendiri." "Mas Aldi sebentar lagi juga turun, buk. Jawab Kirana. Di kamar, Aldi yang sudah rapi dengan pakaian santainya mencari ponselnya yang ternyata tidak ada di atas meja rias. "Mana ponselku?" Batin Aldi, ia masih ingat betul tadi menyimpan ponselnya di atas meja rias sebelum pergi ke kamar mandi. Aldi mencari ponselnya yang ternyata berada di atas tempat tidur. Saat membuka ponselnya, Aldi dikejutkan dengan pesan dari nomor yang tidak dikenal. "Mas Aldi, kamu harus tanggung jawab atas apa yang sudah kamu lakukan semalam. Kalau gak, aku akan datang dan menemui istri kamu, Mas." Isi pesan dari Sandra. Kurang ajar... Aldi langsung menghubungi nomor Sandra saat itu juga. Sandra yang memang menunggu Aldi membalas pesannya terus menatap layar ponselnya. Tiba-tiba dering telpon masuk, Sandra segera mengangkatnya. [Hallo, Mas] Sapa Sandra [Gak usah basa-basi, katakan apa yang kamu inginkan!] [Kamu, Mas. Aku ingin kamu] Jawab, Sandra dengan beraninya. [Cukup, aku sudah menikah dan kamu tau itu. Lagi pula bukankah kamu hanya seorang wanita penghibur, itu memang sudah menjadi pekerjaanmu bukan?] [Aku memang bekerja sebagai wanita penghibur, Mas. Tapi tidak sampai harus melayani pria] Jawab, Sandra yang amarahnya mulai memuncak. Kirana yang menunggu suaminya di meja makan, ia merasa heran kenapa Aldi lama sekali. Akhirnya, Kirana menyusul Aldi ke kamarnya. Saat ia hendak membuka pintu, terdengar suara Aldi yang sedang memaki seseorang. [Dasar wanita jal**g, kamu pasti menjebak ku] [Hebat kamu Mas, setelah apa yang sudah kamu lakukan. Sekarang kamu bilang aku wanita jal**g.] [Aku gak akan pernah bertanggung jawab, semua itu terjadi karena kamu yang membawaku ke hotel bukan?] [Aku hanya ingin menolong kamu, Mas. Kalau tau akhirnya akan seperti ini lebih baik aku tidak menolong mu semalam.] Ucap, Sandra sambil menangis. [Aku gak minta kamu tolong, jadi stop minta pertanggung jawaban dariku. Kalau sampai kamu berani mengadu pada istriku, lihat saja hidup kamu gak akan pernah tenang.] Ancam, Aldi. [Aku gak takut, liat saja aku akan tunjukkan buktinya ke istri kamu. Kalau aku gak bisa memiliki kamu, istri kamu juga gak bisa.] [Bukti apa maksud kamu?] Tutt...tuuttt...tuuutttt... Sandra mematikan sambungan teleponnya. Brengsek... Kirana yang sedang berada dibalik pintu akhirnya masuk. "Kamu kenapa, Mas?" Tanya, Kirana yang berpura-pura tidak tahu apa-apa. "Sejak kapan kamu disitu?" Aldi terlihat sedikit gugup. "Baru saja, Mas. Kenapa kamu masih di kamar, kita semua mengganggu Mas untuk sarapan." "Ya sudah, ayo kita sarapan." Aldi merangkul pundak Kirana menuju meja makan. "Pagi, buk." Sapa, Aldi. "Pagi, Aldi. Ayo kita sarapan." Ajak, bu Nuri. Kirana mengambilkan sepiring nasi goreng dan satu telur ceplok di atasnya untuk suaminya. "Ini, Mas." "Makasih, sayang." Kirana hanya tersenyum, dalam hatinya ia merasa aneh dengan sikap suaminya yang tiba-tiba baik padanya. Kirana sebenarnya curiga dengan suaminya, namun ia memilih diam dan akan menyelidiki sendiri nantinya. Sebab ia tau, jika bertanya pada suaminya pasti ujung-ujungnya hanya bertengkar. "Sebenarnya apa yang kamu sembunyikan, Mas. Apa ada wanita lain selain aku, lalu siapa yang kamu larang untuk mengadu padaku?" Batin, Kirana yang bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. "Sayang..." Kirana yang sedang melamun langsung tersentak kaget. "I...iya, Mas. Kenapa?" "Itu makanan di piring mau di anggurin, ayo makan jangan malah melamun." "Iya, Mas. Maaf." Kirana melanjutkan sarapannya, ia berusaha menelan makanan ke mulutnya. Meskipun sebenarnya ia tidak nafsu makan. "Kirana, nanti kamu bereskan kalau sudah selesai makan. Jangan lupa cuci piring dan pakaian ibu juga adik-adik kamu, nanti ambil saja di kamar!" Perintah, Bu Nuri di hadapan Aldi. "Iya, buk." Kirana malas berdebat, jadi ia langsung mengiyakan apa yang diperintahkan ibu mertuanya. "Mas, kenapa ibu jadi kasar padaku. Ibu sampai menyuruh aku melakukan semua pekerjaan rumah sendirian, padahalkan ada Tania yang juga bisa ibu suruh." Tanya, Kirana berharap suaminya dapat membelanya. "Kamu turutin saja apa kata ibuk, tunjukkan kalau kamu itu menantu yang bisa diandalkan. Lagian, Tania juga harus fokus sama kuliahnya." "Kalian ternyata sama saja." Batin, Kirana. "Mas sarapannya sudah selesai, kalau gitu Mas ke kamar duluan ya sayang." "Ya sudah, Mas." Kirana segera membereskan meja makan lalu mencuci piring kotor bekas mereka sarapan. Dengan cekatan, hanya dalam waktu satu setengah jam rumah sudah rapi. Cucian juga sudah selesai Kirana kerjakan. Kirana sejak masih gadis memang rajin bebenah, jadi tidak heran jika ia bisa menyelesaikan tugasnya dengan cepat. Sekarang saatnya, Kirana masak untuk makan siang. Tapi, ia ingat di kulkas stok bahan makanan sudah habis. Itu artinya, Kirana harus belanja. Tiba-tiba, bu Nuri keluar dari kamarnya. Ia sedikit takjub melihat rumah yang begitu rapi, padahal sebelum Kirana tinggal disini rumah belum pernah serapi ini. "Bagus juga hasil kerja anak itu." Batin, bu Nuri. Bu Nuri bergegas mencari Kirana yang ternyata sedang berada di depan kulkas yang masih terbuka. "Kirana..." Panggil, bu Nuri. Kirana menoleh "Iya, buk." Jawab Kirana. "Kamu ngapain berdiri disitu?" "Ini, buk. Kirana mau masak untuk makan siang, tapi stok bahan makanannya habis. Cuma ada telur, itupun hanya ada dua buk." "Ya sudah kamu belanja, ngapain malah berdiri di depan situ." Perintah, bu Nuri. "Iya, buk. Kalau gitu aku minta uang ke Mas Aldi dulu." Kirana hendak beranjak pergi ke kamar untuk mencari suaminya. "Eh, Kirana. Ngapain minta uang ke Aldi, tinggal pakai uang kamu kan bisa. Jangan apa-apa bergantung sama suami." "Tapi, buk. Kirana kan sudah gak kerja lagi, Kirana punya uang dari mana?" Jawab bohong Kirana yang sebenarnya ia mempunyai tabungan dari hasil kerjanya dulu saat masih gadis. "Orang tua kamu itu kaya, Kirana. Masa kami kesini gak dikasih apa-apa?" "Ada buk, tapi gak banyak." "Pakai saja uang itu, lagian Aldi juga belum tentu punya uang. Uangnya sudah habis untuk mahar pernikahan yang kamu minta. Ya sudah sana cepat pergi ke warung, sekalian isi stok kulkas untuk beberapa ke depan!" Perintah, bu Nuri lalu pergi meninggalkan menantunya. Astagfirullah... Kirana sampai mengelus dada melihat kelakuanku ibu mertuanya. Kemudian, Kirana masuk ke kamarnya untuk mengambil uang untuk belanja ke warung bu Imah yang tidak jauh dari rumah mertuanya. Saat masuk ternyata Aldi suaminya sedang tidur, lebih tepatnya pura-pura tidur setelah mendengar ganggang pintu dibuka oleh Kirana. Setelah mengambil uang, Kirana sedikit merapikan diri dan pakaiannya lalu pergi berbelanja. Di kamar, Aldi ternyata sedang bertukar pesan dengan Sandra. Ia takut dengan bukti yang dimiliki oleh Sandra. "Aku akan transfer uang ke kamu, anggap saja aku membayarmu untuk semalam." Pesan terkirim ke Sandra. "Kamu gak takut kalau foto ini sampai ke istri kamu, Mas?" Sandra mengirimkan fotonya saat di ranjang bersama Aldi. Sialan, ternyata ini memang sudah ia rencanakan. "Oke, sekarang apa yang sebenarnya kamu inginkan?" "Sudah aku katakan, aku ingin kamu Mas. Nanti malam kamu datang temui aku, untuk lokasinya aku yang menentukan." "Jangan malam ini, istriku bisa-bisa curiga. Karena semalam aku sudah tidak pulang." "Gampang, aku tinggal kirim foto ini ke istri kamu." Aldi terlihat begitu marah, baru kali ini ada seorang wanita yang berani memerintahnya. Namun, Aldi tidak punya pilihan selain menurutinya. "Aku memang tidak mencintai, Kirana. Tapi belum saatnya aku bercerai sekarang, dendamku belum tuntas. Bahkan ini baru permulaan." Ucap Aldi pada dirinya sendiri. Dendam apa sebenarnya yang dimaksud Aldi...?Sandra telah mengirimkan lokasi pertemuan mereka, mereka akan bertemu di sebuah cafe yang berada tidak jauh dari tempat tinggal Sandra.Kirana melihat gelagat suaminya merasa curiga, apalagi semenjak ia melihat pesan yang meminta suaminya untuk tanggung jawab. Di tambah lagi ia mendengar suaminya yang sedang menghubungi seseorang dan terlihat sangat marah.Kirana sengaja tidak menyinggung apapun tentang pesan itu ke suaminya. Ia takut nantinya akan terjadi salah paham yang dapat menyebabkan pertengkaran dalam rumah tangga mereka.Malam hari, setelah Kirana selesai melaksanakan sholat isya', ia memakai pakaian tidur pendek dan sedikit menerawang. Aldi yang berada di atas ranjang tempat tidur memandang istrinya dengan penuh senyuman. "Waw... Istriku cantik banget" puji Aldi"Biasa aja, Mas. Gak usah gombal."Tanpa berpikir lama, akhirnya Aldi menarik dan mengukung Kirana di bawahnya. Kirana tentu sudah tidak dapat berkutik lagi.Dengan sangat bernafsu, Aldi mencumbui setiap inci tubuh
“Kamu belum tidur, Sayang?” Tanya Aldi.“Aku nungguin kamu, Mas. Kita ini masih pengantin baru, tapi kamu pergi-pergi terus, sebenarnya apa yang kamu lakukan di luaran sana?” Tanya balik Kirana.“Mas diundang makan malam sama bos di kantor.” Jawab Aldi beralasan.“Selarut ini, Mas?” Tanya Kirana tak percaya.“Sudahlah, Mas ngantuk.” Jawab Aldi kemudian tidur membelakangi, Kirana.Seketika, Kirana meneteskan air mata, ia tak menyangka ternyata begini sifat asli suaminya. “Entah kenapa firasatku mengatakan kamu sedang berbohong, Mas.” Ucap Kirana dalam hati dengan masih berlinang air mata.Tiba-tiba terdengar ponsel, Aldi yang terus berbunyi tanda pesan masuk. Namun diabaikan oleh, Aldi. Sepertinya dia benar-benar tertidur sehingga tak menyadari ada pesan masuk.Setelah memastikan, Aldi benar-benar tidur, Kirana pelan-pelan mengambil ponsel milik suaminya. Ia penasaran siapa yang mengirimkan pesan tengah malam begini, Kirana mencoba beberapa kali membuka sandi ponsel suaminya, mulai dar
Kehidupan, Kirana sangat berbeda dari sebelum ia menikah dengan, Aldi. Bukannya bahagia, Kirana justru hidup menderita. Rasanya ingin sekali, Kirana menelpon dan mengadu pada orang tuanya, tapi ia mengurungkan niatnya. Biar bagaimanapun ia sudah berumah tangga, ia harus ikhlas menjalani ini semua. Selain itu, Kirana tak ingin membuat orang tuanya khawatir, apalagi yang mereka tau, Aldi adalah laki-laki yang baik.“Kamu kenapa?” Tanya Aldi saat melihat, Kirana masuk kamar dengan mata yang masih merah karena habis menangis.“Ibu melarang aku makan, Mas. Padahal aku sangat lapar, kamu bahkan tak menyisakan sarapan pagi untukku, dan saat aku hendak makan, Ibu datang dan membuang makananku.” Ujar Kirana berharap, Aldi membelanya.“Lagian kamu kenapa gak ikut sarapan, malah nyalahin, Ibuku.” Jawab Aldi.“Mas, kenapa kamu tidak mengerti perasaanku, Ibu selalu menyalahkan aku dan suka marah-marah.” “Sudahlah, Kirana. Kalau kamu menjadi menantu yang baik, gak mungkin, Ibu marah-marah.” Ucap A
Sebagai seorang istri sekaligus menantu yang tinggal seatap dengan mertua, Kirana kini bisa merasakan apa yang pernah teman-temannya ceritakan bahwa tidak ada mertua yang benar-benar bisa menyayangi menantunya.Dulu aku mengelak dengan pernyataan itu, aku selalu membanggakan calon ibu mertua dan juga iparku pada teman-teman kantorku sebelum aku mengundurkan diri. Kini aku justru merasakan itu semua, Dengan derai air mata aku berusaha menguatkan diriku sendiri. Karena suamiku sendiri enggan untuk membelaku di depan, Ibu Mertua dan kedua iparku.“Kenapa nasibku begini, Tuhan. Aku baru saja tinggal beberapa hari disini, tapi tempat ini sudah seperti neraka.”Tiba-tiba terdengar seseorang membuka gagang pintu, Kirana bergegas menghapus air matanya karena tak ingin terlihat menangis.“Ibu manggil tuh, disuruh beresin piring kotor bekas sarapan tadi.” Ucap Aldi, lalu ia langsung berbaring di atas tempat tidur.“Kenapa harus aku, Mas? Kan ada, Tania.” Jawab Kirana.Kemudian, Aldi langsung be
Tama mendorong tubuh, Sandra hingga ia tersungkur di lantai. Sandra merasakan sakit di lututnya, namun ia tetap tersenyum senang.“Mas, kamu jahat banget. Tolongin, ini sakit.” Ucap Sandra bersandiwara.“Sayang, ini tidak seperti yang kamu lihat. Aku tidak mengenal perempuan ini, dia tiba-tiba ingin bertemu denganku hari ini.” Terang Tama.“Gak kenal kamu bilang, Mas. Kalian saling berpelukan tapi kamu masih berani bilang tidak mengenal wanita ini?” Tanya Ratih merasakan sesak di dada.“Aku gak bohong, Sayang, kamu harus percaya.” “Mas, tega kamu ya berpura-pura tidak mengenalku. Bukankah ini bukan pertemuan pertama kita.” Sahut Sandra semakin memperkeruh keadaan.“Cukup, apa mau kamu sebenarnya.” Bentak Tama.“Kamu yang cukup, Mas. Jadi selama ini kalian bermain api di belakangku, tega kamu, Mas. Dan kamu wanita tidak tau diri, dia ini laki-laki beristri. Masih banyak laki-laki lajang di luaran sana.” Ratih berusaha menahan air matanya, hatinya teramat sakit menerima kenyataannya in
Entah apa yang sebenarnya keluarga ini inginkan, mereka selalu memperlakukanku dengan buruk di rumah ini, padahal sebelum aku menikah dengan, Mas Aldi mereka semua bersikap sangat baik. Aku benar-benar dibuat bingung, apalagi sekarang suamiku justru mengganggu, Mas Tama dan Mbak Ratih. Rasanya aku sangat ingin bertanya langsung pada suamiku, namun aku khawatir ia melakukan hal yang lebih jika mengetahui aku sudah mulai mencurigainya.“Dari mana kamu, Ki?” Tanya Aldi saat, Kirana baru saja masuk kamar.“Dari depan bantuin, Ibu angkat belanjaannya.” Jawab Kirana.“Kamu kenapa lancang mengangkat handphone, Mas?” “Maksud, Mas Aldi apa? Aku gak ngerti.”“Jangan bohong kamu, Ki. Kalau bukan kamu yang angkat lalu siapa?” Tanyanya lagi.“Ya mana aku tau, bukannya handphone, Mas selalu terkunci. Kenapa sekarang jadi menuduhku?” Jawab Kirana berbohong.“Tapi disini terlihat jelas ada notifikasi panggilan masuk dan diangkat.”“Siapa tau, Mas yang angkat sendiri. Mas ngigau kali.”“Masa orang me
Kirana pulang dengan perasaan campur aduk, kecewa, marah dan sakit hati dengan semua yang sudah ia dengar. Suami yang seharusnya melindungi istrinya justru ia yang paling menyakiti. Pernikahan macam apa ini, sebenarnya apa tujuan kamu menikah denganku, Mas?Kirana pulang naik taksi, dengan berlinang air mata ia tetap berusaha kuat. Ingin sekali aku mengadu pada kedua orang tuaku, tapi mereka pasti akan kecewa. Aku takut darah tinggi, Bapak kumat lagi.“Dari mana kamu, Kirana?” Tanya Nuri melihat menantunya turun dari mobil.“Dari luar, Bu.” Jawab Kirana lalu pergi ke kamarnya.“Mbak, Kirana kenapa, Bu? Matanya sembab begitu seperti habis nangis.” Tanya Tania pada Ibunya “Ibu juga gak tau, tadi, Ibu liat dia baru saja pulang diantar taksi.” Jawab Nuri.“Aneh, pulang-pulang malah nangis. Jadi penasaran dia dari mana.” Ujar Tania.Tak berselang lama, Aldi pulang. Nuri dan Tania yang masih berada di ruang tamu siap mengintrogasi, Aldi.“Aldi sini cepetan.” Panggil Nuri padahal, Aldi baru
Aldi tidak menyangka, Kinanti sudah mengetahui semuanya, atau jangan-jangan, Kinanti memang pergi mengikutiku bertemu dengan, Sandra tadi. Aldi mencoba berkelit, ia tidak mau semua yang sudah direncanakannya gagal hanya karena, Kirana sudah mengetahui semuanya.“Sa,,,Sandra siapa, Sayang. Aku tidak mengerti maksud kamu?” Jawab Aldi gugup. “Ya ampun, kenapa aku bisa keceplosan begini.” Batin Kirana.“Itu, Mas. Maksud aku, siapa tau, Mas Aldi kenal sama, Sandra. Soalnya dulu kan, Mas Aldi pernah bilang punya teman namanya, Sandra.” Jawab Kirana berharap suaminya percaya.Aldi kembali mengingat-ingat, ternyata benar dia pernah mengatakan itu pada, Kirana. Tapi apa mungkin itu yang dimaksud, Kirana. Aku harus lebih hati-hati sekarang, jangan sampai, Kirana curiga.“Gak mungkin lah, Sayang. Sandra temanku itu sudah menikah dan punya anak, gak mungkin dia mau menjalin hubungan sama suami orang.” Jawab Aldi.“Siapa tau aja, Mas, kalau memang benar aku kan bisa minta tolong kamu buat ngasih
Aldi tidak menyangka, Kinanti sudah mengetahui semuanya, atau jangan-jangan, Kinanti memang pergi mengikutiku bertemu dengan, Sandra tadi. Aldi mencoba berkelit, ia tidak mau semua yang sudah direncanakannya gagal hanya karena, Kirana sudah mengetahui semuanya.“Sa,,,Sandra siapa, Sayang. Aku tidak mengerti maksud kamu?” Jawab Aldi gugup. “Ya ampun, kenapa aku bisa keceplosan begini.” Batin Kirana.“Itu, Mas. Maksud aku, siapa tau, Mas Aldi kenal sama, Sandra. Soalnya dulu kan, Mas Aldi pernah bilang punya teman namanya, Sandra.” Jawab Kirana berharap suaminya percaya.Aldi kembali mengingat-ingat, ternyata benar dia pernah mengatakan itu pada, Kirana. Tapi apa mungkin itu yang dimaksud, Kirana. Aku harus lebih hati-hati sekarang, jangan sampai, Kirana curiga.“Gak mungkin lah, Sayang. Sandra temanku itu sudah menikah dan punya anak, gak mungkin dia mau menjalin hubungan sama suami orang.” Jawab Aldi.“Siapa tau aja, Mas, kalau memang benar aku kan bisa minta tolong kamu buat ngasih
Kirana pulang dengan perasaan campur aduk, kecewa, marah dan sakit hati dengan semua yang sudah ia dengar. Suami yang seharusnya melindungi istrinya justru ia yang paling menyakiti. Pernikahan macam apa ini, sebenarnya apa tujuan kamu menikah denganku, Mas?Kirana pulang naik taksi, dengan berlinang air mata ia tetap berusaha kuat. Ingin sekali aku mengadu pada kedua orang tuaku, tapi mereka pasti akan kecewa. Aku takut darah tinggi, Bapak kumat lagi.“Dari mana kamu, Kirana?” Tanya Nuri melihat menantunya turun dari mobil.“Dari luar, Bu.” Jawab Kirana lalu pergi ke kamarnya.“Mbak, Kirana kenapa, Bu? Matanya sembab begitu seperti habis nangis.” Tanya Tania pada Ibunya “Ibu juga gak tau, tadi, Ibu liat dia baru saja pulang diantar taksi.” Jawab Nuri.“Aneh, pulang-pulang malah nangis. Jadi penasaran dia dari mana.” Ujar Tania.Tak berselang lama, Aldi pulang. Nuri dan Tania yang masih berada di ruang tamu siap mengintrogasi, Aldi.“Aldi sini cepetan.” Panggil Nuri padahal, Aldi baru
Entah apa yang sebenarnya keluarga ini inginkan, mereka selalu memperlakukanku dengan buruk di rumah ini, padahal sebelum aku menikah dengan, Mas Aldi mereka semua bersikap sangat baik. Aku benar-benar dibuat bingung, apalagi sekarang suamiku justru mengganggu, Mas Tama dan Mbak Ratih. Rasanya aku sangat ingin bertanya langsung pada suamiku, namun aku khawatir ia melakukan hal yang lebih jika mengetahui aku sudah mulai mencurigainya.“Dari mana kamu, Ki?” Tanya Aldi saat, Kirana baru saja masuk kamar.“Dari depan bantuin, Ibu angkat belanjaannya.” Jawab Kirana.“Kamu kenapa lancang mengangkat handphone, Mas?” “Maksud, Mas Aldi apa? Aku gak ngerti.”“Jangan bohong kamu, Ki. Kalau bukan kamu yang angkat lalu siapa?” Tanyanya lagi.“Ya mana aku tau, bukannya handphone, Mas selalu terkunci. Kenapa sekarang jadi menuduhku?” Jawab Kirana berbohong.“Tapi disini terlihat jelas ada notifikasi panggilan masuk dan diangkat.”“Siapa tau, Mas yang angkat sendiri. Mas ngigau kali.”“Masa orang me
Tama mendorong tubuh, Sandra hingga ia tersungkur di lantai. Sandra merasakan sakit di lututnya, namun ia tetap tersenyum senang.“Mas, kamu jahat banget. Tolongin, ini sakit.” Ucap Sandra bersandiwara.“Sayang, ini tidak seperti yang kamu lihat. Aku tidak mengenal perempuan ini, dia tiba-tiba ingin bertemu denganku hari ini.” Terang Tama.“Gak kenal kamu bilang, Mas. Kalian saling berpelukan tapi kamu masih berani bilang tidak mengenal wanita ini?” Tanya Ratih merasakan sesak di dada.“Aku gak bohong, Sayang, kamu harus percaya.” “Mas, tega kamu ya berpura-pura tidak mengenalku. Bukankah ini bukan pertemuan pertama kita.” Sahut Sandra semakin memperkeruh keadaan.“Cukup, apa mau kamu sebenarnya.” Bentak Tama.“Kamu yang cukup, Mas. Jadi selama ini kalian bermain api di belakangku, tega kamu, Mas. Dan kamu wanita tidak tau diri, dia ini laki-laki beristri. Masih banyak laki-laki lajang di luaran sana.” Ratih berusaha menahan air matanya, hatinya teramat sakit menerima kenyataannya in
Sebagai seorang istri sekaligus menantu yang tinggal seatap dengan mertua, Kirana kini bisa merasakan apa yang pernah teman-temannya ceritakan bahwa tidak ada mertua yang benar-benar bisa menyayangi menantunya.Dulu aku mengelak dengan pernyataan itu, aku selalu membanggakan calon ibu mertua dan juga iparku pada teman-teman kantorku sebelum aku mengundurkan diri. Kini aku justru merasakan itu semua, Dengan derai air mata aku berusaha menguatkan diriku sendiri. Karena suamiku sendiri enggan untuk membelaku di depan, Ibu Mertua dan kedua iparku.“Kenapa nasibku begini, Tuhan. Aku baru saja tinggal beberapa hari disini, tapi tempat ini sudah seperti neraka.”Tiba-tiba terdengar seseorang membuka gagang pintu, Kirana bergegas menghapus air matanya karena tak ingin terlihat menangis.“Ibu manggil tuh, disuruh beresin piring kotor bekas sarapan tadi.” Ucap Aldi, lalu ia langsung berbaring di atas tempat tidur.“Kenapa harus aku, Mas? Kan ada, Tania.” Jawab Kirana.Kemudian, Aldi langsung be
Kehidupan, Kirana sangat berbeda dari sebelum ia menikah dengan, Aldi. Bukannya bahagia, Kirana justru hidup menderita. Rasanya ingin sekali, Kirana menelpon dan mengadu pada orang tuanya, tapi ia mengurungkan niatnya. Biar bagaimanapun ia sudah berumah tangga, ia harus ikhlas menjalani ini semua. Selain itu, Kirana tak ingin membuat orang tuanya khawatir, apalagi yang mereka tau, Aldi adalah laki-laki yang baik.“Kamu kenapa?” Tanya Aldi saat melihat, Kirana masuk kamar dengan mata yang masih merah karena habis menangis.“Ibu melarang aku makan, Mas. Padahal aku sangat lapar, kamu bahkan tak menyisakan sarapan pagi untukku, dan saat aku hendak makan, Ibu datang dan membuang makananku.” Ujar Kirana berharap, Aldi membelanya.“Lagian kamu kenapa gak ikut sarapan, malah nyalahin, Ibuku.” Jawab Aldi.“Mas, kenapa kamu tidak mengerti perasaanku, Ibu selalu menyalahkan aku dan suka marah-marah.” “Sudahlah, Kirana. Kalau kamu menjadi menantu yang baik, gak mungkin, Ibu marah-marah.” Ucap A
“Kamu belum tidur, Sayang?” Tanya Aldi.“Aku nungguin kamu, Mas. Kita ini masih pengantin baru, tapi kamu pergi-pergi terus, sebenarnya apa yang kamu lakukan di luaran sana?” Tanya balik Kirana.“Mas diundang makan malam sama bos di kantor.” Jawab Aldi beralasan.“Selarut ini, Mas?” Tanya Kirana tak percaya.“Sudahlah, Mas ngantuk.” Jawab Aldi kemudian tidur membelakangi, Kirana.Seketika, Kirana meneteskan air mata, ia tak menyangka ternyata begini sifat asli suaminya. “Entah kenapa firasatku mengatakan kamu sedang berbohong, Mas.” Ucap Kirana dalam hati dengan masih berlinang air mata.Tiba-tiba terdengar ponsel, Aldi yang terus berbunyi tanda pesan masuk. Namun diabaikan oleh, Aldi. Sepertinya dia benar-benar tertidur sehingga tak menyadari ada pesan masuk.Setelah memastikan, Aldi benar-benar tidur, Kirana pelan-pelan mengambil ponsel milik suaminya. Ia penasaran siapa yang mengirimkan pesan tengah malam begini, Kirana mencoba beberapa kali membuka sandi ponsel suaminya, mulai dar
Sandra telah mengirimkan lokasi pertemuan mereka, mereka akan bertemu di sebuah cafe yang berada tidak jauh dari tempat tinggal Sandra.Kirana melihat gelagat suaminya merasa curiga, apalagi semenjak ia melihat pesan yang meminta suaminya untuk tanggung jawab. Di tambah lagi ia mendengar suaminya yang sedang menghubungi seseorang dan terlihat sangat marah.Kirana sengaja tidak menyinggung apapun tentang pesan itu ke suaminya. Ia takut nantinya akan terjadi salah paham yang dapat menyebabkan pertengkaran dalam rumah tangga mereka.Malam hari, setelah Kirana selesai melaksanakan sholat isya', ia memakai pakaian tidur pendek dan sedikit menerawang. Aldi yang berada di atas ranjang tempat tidur memandang istrinya dengan penuh senyuman. "Waw... Istriku cantik banget" puji Aldi"Biasa aja, Mas. Gak usah gombal."Tanpa berpikir lama, akhirnya Aldi menarik dan mengukung Kirana di bawahnya. Kirana tentu sudah tidak dapat berkutik lagi.Dengan sangat bernafsu, Aldi mencumbui setiap inci tubuh
Kirana dikejutkan dengan Aldi yang tiba-tiba membuka pintu kamar mandi. Ia segera meletakkan ponsel Aldi di sebarang tempat."Sudah selesai mandinya, Mas? Ini aku sudah siapkan pakaian kerjanya Mas. Setelah itu kita sarapan bersama." "Aku hari ini gak kerja, tolong siapkan baju rumahan di lemari sebelah sana!" Tunjuk Aldi ke arah lemari yang ia maksud."Bukannya hari ini kamu sudah mulai bekerja kembali, Mas?" Tanya Kirana."Aku masih libur, Minggu depan baru masuk kantor lagi." Jawab Aldi dengan santainya, padahal baru kemarin ia mengatakan jatah cutinya hanya dua hari."Jadi kamu membohongi aku, Mas?" "Kalau aku gak berbohong, kamu pasti menolak untuk pulang cepat ke rumah ibuku.""Keterlaluan kamu, Mas. Padahal orang tuaku ingin kita sedikit lebih lama berada di sana.""Memangnya salah jika aku mengajak kamu ke sini. Disini juga rumah Ibu.""Sudahlah, Mas. Aku malas berdebat."Kirana pergi menuju ke ruang makan setelah menyiapkan kembali baju ganti yang diminta oleh Aldi.Saat di