Ting ... Ting ... "Asallamualaikum. Maaf, apakah kita bisa berkenalan?"Melisa yang sedang fokus menulis surat lamaran kerja, harus menghentikan kegiatannya sebentar, karena suara notifikasi pesan masuk di ponselnya. Nomor baru. Klik. Ada yang mengajak kenalan. Siapa dia? Klik foto Profil. Seorang pria tampan dengan wajah teduh. Pakai baju koko warna peach lengkap dengan kopiah hitam, menambah manis dan teduh wajahnya.Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Dia sudah terlambat. Melisa sudah tidak sempat lagi membalas pesan itu. Bahkan tidak mencoba mengingat, apakah dia pernah bertemu dengan si pria atau tidak. Dimasukannya semua surat-surat, lalu pergi. Dari Mira sepupunya, Melisa tau jika ada penerimaan karyawan di salah satu PT, yang baru saja di resmikan. Dia sudah mendapatkan izin Surya supaya bisa bekerja. Entah pekerjaan seperti apa nanti yang akan dia kerjakan, mengingat selama ini, Melisa tidak pernah bekerja. Dengan langkah gugup, Melisa memasuki ruang hrd. Sudah ba
Sinar mentari menyirami permukaan bumi yang lembab. Menggeser waktu dengan cepat. Menuntun setiap makhluk untuk lebih cepat bergerak, karena waktu tidak pernah menunggu siapapun. Melisa yang sudah siap sejak subuh, duduk menunggu Surya selesai bersiap-siap. Ayahnya itu akan mengantarkan dia bekerja untuk pertama kalinya. Tidak bisa dikatakan bagaimana senangnya hati Surya, melihat perubahan dalam diri anak gadisnya itu. Melisa pernah mengutarakan keinginannya untuk bekerja. Baru bicara saja, Surya sudah sangat bersyukur, apalagi hari ini dia mulai bekerja. "Kakak dapet kerja di bagian apa?" tanya Surya, saat mereka sudah di mobil. "Gak tau di mana Pa. Yang penting dapet kerjaan aja udah seneng aku." ucap Melisa dengan gembira. Sangat jelas dia begitu bahagia. Senyum terus terukir di bibirnya. Pekerjaan ini, akan menjadi salah satu kesibukan buat Melisa, agar dia tidak terlalu mengingat kejadian sial dalam hidupnya. Betapa dia menyimpan sedih dan lara, karena dia bukanlah wanita
Pertemuan bisnis itu, sekaligus dengan acara kumpul sahabat. Edward adalah teman Calvin. Mereka satu sekolah, satu kompleks tempat tinggal saat masih di Jerman. Dan sekarang, saat pindah ke Indonesia pun, mereka tetap bersama.Dari Calvin, Edward mendapatkan hunian di Bonafit Hills. Dan bisa berkerja sama dengan Perusahaan ArOne dan perusahaan keluarga Kusuma. Inggrid berjalan mendahului Melisa lalu bergabung dengan yang lainnya. Sedangkan Melisa, hanya bisa duduk di tempat yang disediakan untuk perusahaan mereka. Gadis itu mengamati sekitarnya dengan seksama. Bukan main suksesnya anak-anak ayahnya ini. Cafe ini sangat ramai, di dominasi anak muda. Tempat pertemuan mereka adalah ruangan yang terpisah, namun masih bisa melihat keadaan di sekitar cafe. Karena hanya di batasi dengan dinding kaca.Karyawan yang seliweran kesana-kemari, dan para ojek online yang mengantri pesanan, membuktikan, menu makanan di sini, memang berkualitas. Tentu saja, karena Arga adalah seorang koki handal.
Sudah sejak lama setelah kejadian mengenaskan itu terjadi, Erhan tidak lagi terlihat ceria. Teman-teman yang selalu ada bersama dia, perlahan pergi meninggalkannya. Sudah beberapa kali, Edward mencarikan perawat buat kakaknya itu. Dari yang paruh baya hingga gadis seksi, sudah dia bawa, tapi Erhan malah membuat mereka berhenti bekerja dalam hitungan hari. Erhan adalah tipe pria yang jika tidak suka, maka dia tidak akan suka, tapi jika dia menyukai sesuatu, maka dia akan perjuangkan, hingga mendapatkannya. Saat bertemu Melisa, Edward punya keyakinan padanya, yang melebihi gadis-gadis lain. Dia merasa Melisa punya daya tarik yang kuat, yang bisa meluluhkan Erhan. Melisa, si gadis manja yang baru mau belajar mengecap kerasnya kehidupan. Gadis yang akan berubah dan merubah kehidupannya sendiri dan kehidupan Erhan. ***"Pa. Gimana kalo aku ngekos aja. Biar Papa gak capek bolak balik antar jemput aku." Melisa mengutarakan keinginannnya, kepada Surya pagi itu, saat mereka sedang sarapan
Tolong Maafkan Ayah 63"Aku gak mau dilamar dulu Pa. Aku baru aja kerja." Ujar Melisa. "Tapi Kak, Ridwan ini anaknya sudah mapan. Punya pekerjaan tetap, juga dari keluarga baik-baik. Kalo kamu tolak, nanti gimana soal jodoh kamu? Papa udah seneng banget sama Ridwan," ucap Surya. Melisa melengos. "Orang belum kenal udah main lamar-lamar aja. Kalo dia mau, yah kenal dulu. Penjajakan dulu Pa. Nama lengkapnya aku gak tau, liat mukanya aja baru tadi.""Kamu percaya aja sama Papa, Kak. Gak mungkin Papa kasih kamu yang gak baik. Apalagi ini menyangkut kehidupan kamu. Masa depan kamu." Surya menekan setiap kata pada kalimatnya. Berusaha meyakinkan anak gadis satu-satunya itu. Supaya mau menerima pinangan Ridwan. "Sebenarnya, aku agak ragu Pa. Apa Ridwan ini udah tau yah, kalo aku wanita yang gak punya rahim? Coba Papa kasih tau dulu." Suara Melisa melemah. Sebuah fakta menyakitkan yang harus dimiliki oleh dirinya. Satu kebenaran, jika Melisa tidak akan pernah bisa melahirkan keturunan sa
Tolong Maafkan Ayah 64"Melisa, bisakah aku jatuh cinta padamu?" Erhan mengulang pertanyaannya. Air mata yang sedari tadi di tahan Melisa, akhirnya berjatuhan di pangkuannya. Dia tidak berani mengangkat wajahnya menatap Erhan. Sesak di hati semakin menjadi, saat ingat kejadian di rumahnya. Haruskah dia menerima pernyataan cinta Erhan, atau menolaknya?Jika dia menerima, dan Surya bersikukuh menginginkan Ridwan, Erhan pasti akan terluka, karena Melisa tidak akan mungkin membantah ayahnya. Jika dia menolak cinta Erhan, bukan hanya Erhan yang terluka, tapi dirinya juga akan menderita. Ya Allah. Di saat Melisa sudah merasakan, hidupnya akan berubah, ujian datang lagi tanpa belas kasihan, menyerang sisi hatinya yang baru mulai menyembuhkan luka. Erhan menatap gadis pujaan hatinya. Nampak ada sesuatu yang salah dengan Melisa. Dia harus bisa membuat Melisa bicara. "Mel."Sepi. Isak pelan Melisa, tertangkap pendengaran Erhan. "Kamu menangis? Apa aku salah ngomong yah? Aku salah ngomong
Dua jam kemudian, rumah Surya sudah sepi. Namun, keluarga inti Haji Hasan masih duduk di sana. Menunggu waktu yang tepat untuk bicara dengan Surya. Masih ada beberapa tetangga di dapur, yang membantu mencuci piring. Haji Hasan angkat bicara. "Maafkan kami Pak Surya. Istri saya baru saja membawa kabar, yang harus Bapak klarifikasi secepatnya."Suasana tiba-tiba saja menjadi tegang. Ridwan menatap kedua orang tuanya dengan penuh pertanyaan. "Baik Pak Haji. Berita apa itu?" tanya Surya. Murni mendelik kesal. Wanita itu berusaha menahan amarah yang sedari tadi dia tahan. "Istri saya baru saja mengetahui, anak bungsu anda adalah pemakai narkoba, dan mantan istri anda adalah seorang pembunuh. Mereka sekarang sedang mendekam dalam penjara. Anak anda ada yang meninggal bunuh diri. Apakah itu benar Tuan?" tanya Haji Hasan. Surya terkesiap. Kebenaran yang tidak dapat dielak. Memang nyatanya seperti itu. "Ya Pak Haji. Benar. Saya tidak bisa menutupi hal tersebut dari kalian. Tapi, semua i
Melisa berlari masuk ke dalam rumah Erhan, sesaat setelah memarkirkan mobilnya. Kakinya dengan lincah berayun menaiki tangga ke lantai dua. Suasana yang sepi, mengingatkan dirinya akan sang kekasih yang tidak terlihat sejak tadi. Melisa ingin secepatnya menyelesaikan tugas yang di berikan Edward, supaya dia bisa mencari keberadaan Erhan.Jika memang harus menyusul ke Jogja, Melisa rela melakukannya. Erhan tidak boleh salah paham dengan apa yang dilakukan Melisa beberapa hari ini. Tangan mulus Melisa, bergerak dengan cepat. Mengambil map dan meletakkan laporan dari kantor ke atas meja kerja Edward. Selanjutnya, dia mencari amplop coklat besar, yang diminta oleh Edward. Kepalanya celingukan kesana kemari. Dia memberanikan diri membuka laci meja, untuk mencari amplop tersebut. Di lacipun tidak ada. Melisa mencari di bawah kolong meja, kursi. Kolong sofa minimalis di ruangan itupun tidak luput dari jangkauan mata Melisa. Nihil. Dia mengambil ponsel di saku jasnya. 'Pak. Amplop cokla