Sudah sejak lama setelah kejadian mengenaskan itu terjadi, Erhan tidak lagi terlihat ceria. Teman-teman yang selalu ada bersama dia, perlahan pergi meninggalkannya. Sudah beberapa kali, Edward mencarikan perawat buat kakaknya itu. Dari yang paruh baya hingga gadis seksi, sudah dia bawa, tapi Erhan malah membuat mereka berhenti bekerja dalam hitungan hari. Erhan adalah tipe pria yang jika tidak suka, maka dia tidak akan suka, tapi jika dia menyukai sesuatu, maka dia akan perjuangkan, hingga mendapatkannya. Saat bertemu Melisa, Edward punya keyakinan padanya, yang melebihi gadis-gadis lain. Dia merasa Melisa punya daya tarik yang kuat, yang bisa meluluhkan Erhan. Melisa, si gadis manja yang baru mau belajar mengecap kerasnya kehidupan. Gadis yang akan berubah dan merubah kehidupannya sendiri dan kehidupan Erhan. ***"Pa. Gimana kalo aku ngekos aja. Biar Papa gak capek bolak balik antar jemput aku." Melisa mengutarakan keinginannnya, kepada Surya pagi itu, saat mereka sedang sarapan
Tolong Maafkan Ayah 63"Aku gak mau dilamar dulu Pa. Aku baru aja kerja." Ujar Melisa. "Tapi Kak, Ridwan ini anaknya sudah mapan. Punya pekerjaan tetap, juga dari keluarga baik-baik. Kalo kamu tolak, nanti gimana soal jodoh kamu? Papa udah seneng banget sama Ridwan," ucap Surya. Melisa melengos. "Orang belum kenal udah main lamar-lamar aja. Kalo dia mau, yah kenal dulu. Penjajakan dulu Pa. Nama lengkapnya aku gak tau, liat mukanya aja baru tadi.""Kamu percaya aja sama Papa, Kak. Gak mungkin Papa kasih kamu yang gak baik. Apalagi ini menyangkut kehidupan kamu. Masa depan kamu." Surya menekan setiap kata pada kalimatnya. Berusaha meyakinkan anak gadis satu-satunya itu. Supaya mau menerima pinangan Ridwan. "Sebenarnya, aku agak ragu Pa. Apa Ridwan ini udah tau yah, kalo aku wanita yang gak punya rahim? Coba Papa kasih tau dulu." Suara Melisa melemah. Sebuah fakta menyakitkan yang harus dimiliki oleh dirinya. Satu kebenaran, jika Melisa tidak akan pernah bisa melahirkan keturunan sa
Tolong Maafkan Ayah 64"Melisa, bisakah aku jatuh cinta padamu?" Erhan mengulang pertanyaannya. Air mata yang sedari tadi di tahan Melisa, akhirnya berjatuhan di pangkuannya. Dia tidak berani mengangkat wajahnya menatap Erhan. Sesak di hati semakin menjadi, saat ingat kejadian di rumahnya. Haruskah dia menerima pernyataan cinta Erhan, atau menolaknya?Jika dia menerima, dan Surya bersikukuh menginginkan Ridwan, Erhan pasti akan terluka, karena Melisa tidak akan mungkin membantah ayahnya. Jika dia menolak cinta Erhan, bukan hanya Erhan yang terluka, tapi dirinya juga akan menderita. Ya Allah. Di saat Melisa sudah merasakan, hidupnya akan berubah, ujian datang lagi tanpa belas kasihan, menyerang sisi hatinya yang baru mulai menyembuhkan luka. Erhan menatap gadis pujaan hatinya. Nampak ada sesuatu yang salah dengan Melisa. Dia harus bisa membuat Melisa bicara. "Mel."Sepi. Isak pelan Melisa, tertangkap pendengaran Erhan. "Kamu menangis? Apa aku salah ngomong yah? Aku salah ngomong
Dua jam kemudian, rumah Surya sudah sepi. Namun, keluarga inti Haji Hasan masih duduk di sana. Menunggu waktu yang tepat untuk bicara dengan Surya. Masih ada beberapa tetangga di dapur, yang membantu mencuci piring. Haji Hasan angkat bicara. "Maafkan kami Pak Surya. Istri saya baru saja membawa kabar, yang harus Bapak klarifikasi secepatnya."Suasana tiba-tiba saja menjadi tegang. Ridwan menatap kedua orang tuanya dengan penuh pertanyaan. "Baik Pak Haji. Berita apa itu?" tanya Surya. Murni mendelik kesal. Wanita itu berusaha menahan amarah yang sedari tadi dia tahan. "Istri saya baru saja mengetahui, anak bungsu anda adalah pemakai narkoba, dan mantan istri anda adalah seorang pembunuh. Mereka sekarang sedang mendekam dalam penjara. Anak anda ada yang meninggal bunuh diri. Apakah itu benar Tuan?" tanya Haji Hasan. Surya terkesiap. Kebenaran yang tidak dapat dielak. Memang nyatanya seperti itu. "Ya Pak Haji. Benar. Saya tidak bisa menutupi hal tersebut dari kalian. Tapi, semua i
Melisa berlari masuk ke dalam rumah Erhan, sesaat setelah memarkirkan mobilnya. Kakinya dengan lincah berayun menaiki tangga ke lantai dua. Suasana yang sepi, mengingatkan dirinya akan sang kekasih yang tidak terlihat sejak tadi. Melisa ingin secepatnya menyelesaikan tugas yang di berikan Edward, supaya dia bisa mencari keberadaan Erhan.Jika memang harus menyusul ke Jogja, Melisa rela melakukannya. Erhan tidak boleh salah paham dengan apa yang dilakukan Melisa beberapa hari ini. Tangan mulus Melisa, bergerak dengan cepat. Mengambil map dan meletakkan laporan dari kantor ke atas meja kerja Edward. Selanjutnya, dia mencari amplop coklat besar, yang diminta oleh Edward. Kepalanya celingukan kesana kemari. Dia memberanikan diri membuka laci meja, untuk mencari amplop tersebut. Di lacipun tidak ada. Melisa mencari di bawah kolong meja, kursi. Kolong sofa minimalis di ruangan itupun tidak luput dari jangkauan mata Melisa. Nihil. Dia mengambil ponsel di saku jasnya. 'Pak. Amplop cokla
"Tolong jangan lakukan itu pada saya. Bukankah lamaran itu dibatalkan atas persetujuan bersama? Yang menolak saya adalah keluarga anda, Pak Ustad," Melisa memelas, memohon kepada Ridwan, yang nampak sudah dirasuki nafsu setan. Pria itu menyekap Melisa di gudang bekas penampungan padi, yang sudah tidak terpakai. Melisa berangkat pagi-pagi sekali dari rumah. Lusa adalah hari pernikahannya dengan Erhan. Pagi itu, dia bersikeras ingin ikut menjemput keluarga Erhan yang datang dari Jerman. Meskipun Erhan sudah melarang, tapi Melisa tetap kekeuh untuk ikut menjemput. Tidak disangka, Ridwan mengikuti mobilnya dari belakang, dan mencegat dia di persimpangan jalan yang sunyi. Ridwan terkekeh, sambil mengelap tetesan keringat di dahinya. Dia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk bisa menyeret Melisa masuk ke dalam gudang kosong itu. "Saya hanya tidak rela, melihat kamu menjadi istri sepupu saya yang sombong itu. Dari dulu saya membenci mereka berdua. Mama dan Papa saya selalu membandingka
"Hah ... Brengsek. Lepaskan dia. Dia tidak punya sangkut paut dengan masalah ini. Kamu. Ngapain kamu masuk campur, setan? Berapa pria lumpuh itu membayarmu?"Pria muda itu melengos."Aku gak bercanda Ridwan. Kartika sedang hamil anakmu. Dia juga belum tau soal lamaran kamu pada Melisa. Orang tuamu juga tidak tau, kau sudah punya istri. Oh. Kamu memang licik Ridwan. Bersembunyi di balik jabatan Ustad. Ternyata, kamu buaya ganas."Ridwan mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangan. Melepaskan Melisa, sama saja dengan melepaskan ikan yang sudah terkait di ujung mata kail. Namun, mengejarnya juga bagaikan mempertaruhkan nyawa. Dia kenal dengan baik pria muda di depannya ini. Adik tingkat di pesantren tempat mereka menimba ilmu dulu.Pria yang tampan, jago bela diri dan juga sangat badung. Guru-gurunya sangat kewalahan mengatasi pria muda ini. Hampir setiap hari, dia terlibat kasus pemukulan murid yang lain, hingga akhirnya pihak pesantren menyerah, lalu mengeluarkannya dari asram
Pasca kejadian kebakaran itu, Anatasya sudah mulai beraktifitas lagi seperti biasa. Luka di tubuhnya sudah sembuh. Hanya bekas-bekasnya saja yang masih terlihat di permukaan kulit. Pelaku kejahatan dan dalang dari kebakaran itu, telah dijebloskan ke dalam penjara. Niken pantas untuk mendapatkan hukuman, karena sudah bermain-main dengan nyawa orang lain. "Ok semuanya. Semangat yah. Hari ini, hari terakhir syuting. Kita doakan film ini menembus box office perfilman Indonesia. Kalian semua akan saya kasih bonus." Kata produser film. Tentu saja semuanya merasa senang. Kali ini bonus mereka besar, karena film yang mereka garap, mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat. Apalagi setelah kejadian kecelakaan yang dialami oleh pemeran utama film ini. Dunia perfilman heboh dengan isu sabotase. Banyak yang beranggapan, ada orang yang sengaja ingin melenyapkan Acha, karena iri hati. Wawan tersenyum pongah. Merasa dia mendapatkan triple hoki. Mendapatkan Renata, film yang disutradarainya,