Dua jam kemudian, rumah Surya sudah sepi. Namun, keluarga inti Haji Hasan masih duduk di sana. Menunggu waktu yang tepat untuk bicara dengan Surya. Masih ada beberapa tetangga di dapur, yang membantu mencuci piring. Haji Hasan angkat bicara. "Maafkan kami Pak Surya. Istri saya baru saja membawa kabar, yang harus Bapak klarifikasi secepatnya."Suasana tiba-tiba saja menjadi tegang. Ridwan menatap kedua orang tuanya dengan penuh pertanyaan. "Baik Pak Haji. Berita apa itu?" tanya Surya. Murni mendelik kesal. Wanita itu berusaha menahan amarah yang sedari tadi dia tahan. "Istri saya baru saja mengetahui, anak bungsu anda adalah pemakai narkoba, dan mantan istri anda adalah seorang pembunuh. Mereka sekarang sedang mendekam dalam penjara. Anak anda ada yang meninggal bunuh diri. Apakah itu benar Tuan?" tanya Haji Hasan. Surya terkesiap. Kebenaran yang tidak dapat dielak. Memang nyatanya seperti itu. "Ya Pak Haji. Benar. Saya tidak bisa menutupi hal tersebut dari kalian. Tapi, semua i
Melisa berlari masuk ke dalam rumah Erhan, sesaat setelah memarkirkan mobilnya. Kakinya dengan lincah berayun menaiki tangga ke lantai dua. Suasana yang sepi, mengingatkan dirinya akan sang kekasih yang tidak terlihat sejak tadi. Melisa ingin secepatnya menyelesaikan tugas yang di berikan Edward, supaya dia bisa mencari keberadaan Erhan.Jika memang harus menyusul ke Jogja, Melisa rela melakukannya. Erhan tidak boleh salah paham dengan apa yang dilakukan Melisa beberapa hari ini. Tangan mulus Melisa, bergerak dengan cepat. Mengambil map dan meletakkan laporan dari kantor ke atas meja kerja Edward. Selanjutnya, dia mencari amplop coklat besar, yang diminta oleh Edward. Kepalanya celingukan kesana kemari. Dia memberanikan diri membuka laci meja, untuk mencari amplop tersebut. Di lacipun tidak ada. Melisa mencari di bawah kolong meja, kursi. Kolong sofa minimalis di ruangan itupun tidak luput dari jangkauan mata Melisa. Nihil. Dia mengambil ponsel di saku jasnya. 'Pak. Amplop cokla
"Tolong jangan lakukan itu pada saya. Bukankah lamaran itu dibatalkan atas persetujuan bersama? Yang menolak saya adalah keluarga anda, Pak Ustad," Melisa memelas, memohon kepada Ridwan, yang nampak sudah dirasuki nafsu setan. Pria itu menyekap Melisa di gudang bekas penampungan padi, yang sudah tidak terpakai. Melisa berangkat pagi-pagi sekali dari rumah. Lusa adalah hari pernikahannya dengan Erhan. Pagi itu, dia bersikeras ingin ikut menjemput keluarga Erhan yang datang dari Jerman. Meskipun Erhan sudah melarang, tapi Melisa tetap kekeuh untuk ikut menjemput. Tidak disangka, Ridwan mengikuti mobilnya dari belakang, dan mencegat dia di persimpangan jalan yang sunyi. Ridwan terkekeh, sambil mengelap tetesan keringat di dahinya. Dia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk bisa menyeret Melisa masuk ke dalam gudang kosong itu. "Saya hanya tidak rela, melihat kamu menjadi istri sepupu saya yang sombong itu. Dari dulu saya membenci mereka berdua. Mama dan Papa saya selalu membandingka
"Hah ... Brengsek. Lepaskan dia. Dia tidak punya sangkut paut dengan masalah ini. Kamu. Ngapain kamu masuk campur, setan? Berapa pria lumpuh itu membayarmu?"Pria muda itu melengos."Aku gak bercanda Ridwan. Kartika sedang hamil anakmu. Dia juga belum tau soal lamaran kamu pada Melisa. Orang tuamu juga tidak tau, kau sudah punya istri. Oh. Kamu memang licik Ridwan. Bersembunyi di balik jabatan Ustad. Ternyata, kamu buaya ganas."Ridwan mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangan. Melepaskan Melisa, sama saja dengan melepaskan ikan yang sudah terkait di ujung mata kail. Namun, mengejarnya juga bagaikan mempertaruhkan nyawa. Dia kenal dengan baik pria muda di depannya ini. Adik tingkat di pesantren tempat mereka menimba ilmu dulu.Pria yang tampan, jago bela diri dan juga sangat badung. Guru-gurunya sangat kewalahan mengatasi pria muda ini. Hampir setiap hari, dia terlibat kasus pemukulan murid yang lain, hingga akhirnya pihak pesantren menyerah, lalu mengeluarkannya dari asram
Pasca kejadian kebakaran itu, Anatasya sudah mulai beraktifitas lagi seperti biasa. Luka di tubuhnya sudah sembuh. Hanya bekas-bekasnya saja yang masih terlihat di permukaan kulit. Pelaku kejahatan dan dalang dari kebakaran itu, telah dijebloskan ke dalam penjara. Niken pantas untuk mendapatkan hukuman, karena sudah bermain-main dengan nyawa orang lain. "Ok semuanya. Semangat yah. Hari ini, hari terakhir syuting. Kita doakan film ini menembus box office perfilman Indonesia. Kalian semua akan saya kasih bonus." Kata produser film. Tentu saja semuanya merasa senang. Kali ini bonus mereka besar, karena film yang mereka garap, mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat. Apalagi setelah kejadian kecelakaan yang dialami oleh pemeran utama film ini. Dunia perfilman heboh dengan isu sabotase. Banyak yang beranggapan, ada orang yang sengaja ingin melenyapkan Acha, karena iri hati. Wawan tersenyum pongah. Merasa dia mendapatkan triple hoki. Mendapatkan Renata, film yang disutradarainya,
"Dek. Gimana sama proyek pembuatan pelabuhan baru, di Pulau Kudamati? Kamu mau tinggal di sana selama pengerjaan, atau bolak balik dari sini?"Anaya dan Arga ada di ruang meeting perusahaan ArOne. Membahas tentang proyek baru yang mereka menangkan. Meeting sudah selesai. Para staf sudah bubar, tapi mereka berdua masih betah duduk di ruangan itu. "Aku belum tau Bun. Tapi biar aku konsentrasi sama pengerjaan proyek, lebih baik tinggal di sana aja yah, Bun. Sekalian eksplor tempat baru. Siapa tau bisa buka cabang cafe sama resto aku," ujar Arga antusias. Bangga dan bahagia, melihat anak laki-laki tumbuh menjadi anak yang baik, soleh, dan rajin seperti Arga. Itu yang selalu dirasakan Anaya. Dia berharap, bukan hanya karier dan kepribadian Arga saja yang baik. Melainkan jodoh juga demikian. Anaya berharap, wanita yang nanti Arga pilih untuk menjadi pendamping hidupnya, adalah wanita yang mencintai Arga sepenuh hati. "Bunda mendukung apapun yang jadi keputusan kamu, Sayang. Kapan kamu k
POV ErhanAku dan adikku adalah anak yatim piatu. Kami ditinggalkan untuk selamanya, oleh kedua orang tua kami karena kecelakaan.Karena kecelakaan juga, akhirnya aku menderita kelumpuhan. Kelumpuhan ini, sudah terjadi sejak lima tahun lalu. Satu tahun menjalani pengobatan dan terapi intens, akhirnya aku sembuh. Sebagai pewaris dari banyaknya harta kedua orang tua kami, aku dan adikku sering didekati oleh orang-orang yang hanya menyukai kami karena apa yang kami miliki. Keluarga mami dan papi mengincar harta yang ditinggalkan oleh mereka. Ada saja yang mereka lakukan untuk bisa mendapatkan harta itu. Kami berdua beruntung, karena kami sudah ditetapkan sebagai ahli waris dari semua kekayaan mereka, sebelum kecelakaan itu terjadi.Aku meminta dokter ahli yang menangani ku waktu itu, untuk merahasiakan kesembuhanku. Aku ingin menyaring orang-orang di sekelilingku. Apakah mereka masih mau bersahabat dengan orang lumpuh yang kehilangan semangat hidup? Tepat seperti dugaanku. Bahkan wani
"Woi. Buka pintunya. Siapa saja di luar. Buka pintunya!" teriak Ridwan. Tangan kanannya terkilir, dan tangan kirinya bengkak, karena jatuh terbentur balok. Pria itu terus menggedor-gedor pintu gudang itu. "Tolongin woi." Teriaknya sekali lagi. Ridwan mengumpat. Memaki dan berteriak histeris. Pukulan Angkasa tadi, membuat tubuhnya lemas, tulang-tulangnya terasa remuk. Sekarang pintu dikunci dari luar. Kesakitan, haus dan lapar, mendera tubuh Ridwan. Sudah hampir satu jam, tenaganya terkuras untuk berteriak. Dia jatuh lemas di atas lantai. Di tengah-tengah keadaannya yang kritis, Ridwan tersenyum jahat. Hatinya sedikit merasa puas, karena bisa melukai Melisa. Sudah dipastikan, mereka tidak akan jadi menikah tiga hari lagi. Dia juga merasa, jika Kartika, kekasihnya itu, dalam keadaan baik-baik saja. Erhan tidak mungkin melukai, wanita yang juga pernah dia cintai. Apalagi, Kartika sekarang dalam keadaan hamil. Beberapa saat kemudian, Ridwan mendengar suara ketukan kuat dari luar. P