Share

Bagian 210

Author: Nay Azzikra
last update Last Updated: 2022-01-23 16:31:24

Dari Lik Udin aku tahu, kalau Bapak seperti biasa ada di sawah. Ibu berkeliling jualan sambil membawa Aira. Dan untungnya, Lik Udin yang sedianya akan ke desa sebelah, melihat.

Rani sudah aku beri obat penenang dan saat ini tertidur pulas. Lik Udin melanjutkan lagi niatnya untuk ke rumah teman di desa sebelah.  Kupandangi tubuh Rani yang terbaring di atas kasur kapuk di kamar kami.

Tentang permintaannya untuk memiliki gelang seperti punya Nia, apa aku harus meminta maaf seperti saran Mbak Eka? Setelahnya meminta Nia untuk meminjamkan gelang itu padaku? Tapi, keenakan Nia nanti. Merasa di atas awan.

Ya Allah, kenapa menderita seperti ini hidupku?

Aku keluar kamar dan duduk termenung di ruang tamu. Ibu terlihat pulang sambil menggendong Aira yang mulutnya berdarah. Wanita yang melahirkanku itu terus mengomel.

“Kenapa?” tanyaku panik dan tergopoh mengambil tubuh Aira. Anak semata wayangku malah menjerit histeris saat lengannya tersent

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Ning Wahy
ya Alloh kapan mereka sadar Aira itu lama2 juga sakit jiwa
goodnovel comment avatar
Mom L_Dza
Iyan kagak taubat².... bercermin dan intropeksi diri itu akhlak yang penting
goodnovel comment avatar
Masrianti MamaKinan Rifqireefa
tunggu anaknya mati dulu baru dia insyaf tu, mbahnya jg begok, terlalu membiarkan cucunya keras otak, slalu menuruti keinginan cucunya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 211

    “Heh! Sudah, sudah! Jangan ngeledekin orang seperti itu. Bersyukur bukan kalian yang berada di posisi Iyan dan Rani,” ucap istri imam mesjid terdengar samar.Aku berjalan cepat agar lekas sampai rumah. Mengajak Ibu untuk memeriksa Aira ke puskesmas terdekat.Di ruang serba putih kami bertiga berada saat ini. Bukan hanya bertiga, ada banyak pasien lain. Akan tetapi, kami dipisahkan oleh kelambu yang tinggi. Ruang penginapan yang berpenghuni empat pasien menjadi pilihan untuk menginap Aira. Sesuai dengan kelas BPJS yang kami miliki.“Cuma terkilir saja. Ini bengkaknya saya kasih obat. Sementara juga saya kasih obat tidur agar Aira tidak menangis,” ucap Dokter jaga siang tadi. Ibu sedang pamit pulang untuk mengurus keperluan Bapak.Aku memandangi tubuh Aira yang pulas. Dengkur halusnya menandakan kalau dia begitu terlelap. Bibirnya tambah besar dengan bekas darah mulai mongering. Setetes air mata mengenai pipi ini. Benarkah kamu anak

    Last Updated : 2022-01-23
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 212

    AgamAnti pikir, masih bisa mengelabuiku? Aku tertawa, mendengar wanita yang masih berstatus sebagai istri siri-ku mengharapkan aku untuk menjadi sasaran kemarahan dirinya juga orang tuanya.Memilih kembali menjalani pulang ke tempat ternyaman saat ini.Hari-hari berlalu seperti biasanya. Anti masih selalu menelpon, namun tidak pernah aku angkat. Memilih menyibukkan diri dengan kegiatan baru yang sudah terlihat hasilnya. Apalagi menjelang bulan puasa, harga cabai kian merangkak naik.Sore itu, aku sengaja jalan-jalan sore mencari angina. Jalan kaki, tidak menggunakan motor. Saat melewati terminal yang kebetulan dekat dengan kantor, tidak sengaja bertemu dengan Laila. Dia baru saja membeli keperluan di warung sepertinya. Aku menyapa Laila. Kembali, debar halus itu hadir, melihat senyum manis tanpa polesan make up.“Tumben jalan kaki, Mas?” Tanya Laila saat langkah kami hanya berjarak dua meter saja.“Eh, iya, La! Melemaskan

    Last Updated : 2022-01-24
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 213

    Dari informasi yang diberikan Dirman, Pak Irsya mau menemui aku di sebuah tempat wisata hutan di dekat sini. Aku disuruh menunggu di sana.Dirman dengan setia menemani, namun dalam jarak yang tiak dekat. Dirinya ingin memberikan kami privasi.Kini, aku duduk berhadapan dengan Pak Irsya di sebuah papan kayu yang terletak diantar bunga-bunga di taman.Mengatur napas dan menyiapkan mental untuk menghadapi sikap ayah tiri anak-anakku yang mungkin tidak akan bersahabat.“Katakan! Ada perlu apa sampai jauh-jauh kamu menemuiku kemari?” tanpa basa-basi, Pak Irsya langsung bertanya.“Pak Irsya, maaf! Saya tahu, saya lancang. Saya tahu, kesalahan saya terhadap anak-anak, juga Nia, sangat banyak,”“Semua sudah berlalu. Mereka bertiga sudah bahagia,” Pak Irsya langsung memotong ucapanku.“Bolehkah saya bertemu anak-anak, Pak? Tolong, izinkan saya bertemu dengan Dinta dan Danis. Karena bagaimanapun, saya a

    Last Updated : 2022-01-24
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 214

    Dokter sudah kembali ke ruangannya. Tinggallah aku berdua dengan Anti. Canggung, itu pasti! Kami bukan pasangan istri seperti yang lain.“Kenapa bisa jatuh?” hanya kalimat itu yang terlintas untuk membuka percakapan.“Licin tadi mulai gerimis. Maklum, Mas! Aku kan hidup sendiri. ke mana-mana tidak ada yang mengantar,” jawaban Anti seolah ingin memojokkanku.“Itu pilihan yang kamu ambil sendiri, Anti! Jadi, segala resiko harus ditanggung,” Anti terdiam tidak menjawab.“Suster, ini tidak perlu opname, kan?” aku bertanya pada perawat yang melintas.“Tidak perlu, Pak. Sebentar lagi kalau resep sudah keluar, anda menebus obat dan ke bagian administrasi. Setelah itu boleh pulang.”“Kamu mau pulang sama siapa?”“Ya sama kamu-lah, mas! Kenapa musti tanya?”“Ya, barangkali mau menghubungi orang tua kamu,” ujarku enteng. Sudah tidak ada rasa k

    Last Updated : 2022-01-24
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 215

    NiaTetes-tetes embun masih tersisa dari dedaunan di depan rumah. Hujan semalam meninggalkan dingin yang masih terasa di sekitar rumah. Sehingga diri, malas beranjak keluar.Aku berdiri termenung di depan jendela. Hawa segar dan dingin menyeruak di hidung ini. Sebuah tangan melingkar di perut.“Serius amat? Tidak sedang mengingat masa lalu ‘kan?” harum tubuhnya membuat hati ini sangat nyaman. Kusandarkan kepala pada dada bidangnya. Sebuah kecupan kurasakan di ubun-ubun. “Kenapa diam?” tanyanya kemudian. Aku masih dalam posisi memejamkan mata. Menikmati setiap degup jantung yang berbunyi dari pria yang telah memberikanku banyak hal.“Aku sedang menikmati waktu. Ingin rasanya menghentikannya untuk selamanya, agar tubuh kita tidak pernah terpisah,” jawabku sembari memegang lengan kekar yang kini menaikkan lingkarannya ke dada.“Jangan menggombal. Masih pagi. Nanti terjadi hal yang diinginkan bagaimana?&r

    Last Updated : 2022-01-25
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 216

    Keadaan mereka bukan urusanku saat ini. Mau bahagia atau susah, aku dari dulu sudah berkomitmen untuk tidak mau tahu urusan mereka. Hanya menghargai Jamilah saja. Namun, ada yang menarik perhatianku. Mas Agam tidak sama Anti? Kenapa? Ah, sudahlah! Aku tidak mau tahu.Obrolan kami melebar ke mana-mana. Dinta dan danis bermain di halaman rumah Jamilah yang luas. Dan ada ayunan di sana.Sebuah motor berhenti. Jamilah keluar untuk melihat.“Ni, itu ibunya Agam …” wajah Jamilah terlihat pucat.“Hah? Serius kamu, Mil? Aku pamit,, ya?”“Jangan, Ni! Aku udah nyuruh orang masak. Kamu harus makan di sini. Udah jauh-jauh datang kok, Ni …”“Tapi kan, Mil …”“Gak papa, Ni! Sekalian, kamu pamer kalau kamu udah kaya sekarang,” ucap Jamilah berbisik mendekat padaku,”Aku jadi ingat, pertemuan kamimbeberapa hari yang lalu. Ah, males sekali rasanya. Terd

    Last Updated : 2022-01-25
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 217

    “Maaf, Bu! Itu rumah Rani dan Iyan. Aku tidak berhak ke sana,” jawabku lirih. Entah Ibu mendengar atau tidak.“Agam! Jangan seperti itu terus! Hentikan permusuhan kalian. Ibu ingin anak-anak Ibu akur.”“Bu, besok aku ke sana. Setelah salat Id,” aku memutus telepon karena sudah tidak ingin lagi membahas tentang Iyan.Paginya, setelah salat, aku benar-benar meluncur ke rumah Ibu. Bagaimanapun, mereka orang tua yang harus aku mintai maaf.Sesampainya di rumah masa kecilku dulu, suasana sangat berbeda dengan tahun lalu. Dulu, rumah selalu ramai. Menjadi tujuan semua sanak family setelah melangsungkan salat sunah. Entah kenapa, sekarang sangat sepi. Aira duduk di tepi teras, melihat lalu lalang orang yang tidak ada satupun yang menyapa.“Aira …” aku memanggil gadis kecil yang telihat semakin kurus. Aira menoleh, dan tersenyum semringah.“Pakde …” anak Iyan berlari menubrukk

    Last Updated : 2022-01-25
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 218

    Aku meluncur menuju kediaman Anti. Tapi rumah masih sepi. Aku memberanikan dii membuka pintu sambil memanggil namanya.“Ya, Mas, aku di kamar.” Mendengar jawaban itu, gegas langkah kaki ini tertuju pada kamarnya.“Bagaimana?”“Mulai pegal ini pinggang,” seketika napas keluar dari mulut ini. Bayanganku di jalan tadi, Anti sudah dalam keadaan yang benar-benar mau melahirkan.“Jadi, belum mau lahiran gitu?” tanyaku memastikan.“Coba kamu panggil bidan Mas!”“Baik,” jawabku dan langsung berdiri.”Kamu tidak kenapa-napa, aku tinggal sendiri?” beberapa langkah aku berheni dan menoleh.“Gak papa, Mas,” jawabnya masih dengan nada seperti biasanya. Itu artinya, Anti memang belum merasakan kontraksi.Kulajukan motor melewati jalan gang yang di kanan kirinya terdapat rumah yang rata-rata halamannya ditumbuhi pohon-pohon mangga yang rindang. Sete

    Last Updated : 2022-01-28

Latest chapter

  • Istri Lima Belas Ribu   Ending

    Part 11 POV Dania (Ending) Lelah hati tatkala harus menghadapi banyak hal. Akhirnya aku menyerah pada keadaan. Aku tidak akan memaksakan takdir apapun sekarang. Selalu bertemu dengan orang-orang yang membuat hati ini sakit hati, membuatku semakin sadar kalau hanya keluarga Laura saja yang baik padaku. Melihat penghianatan Nindi dan juga sikap Cika yang masih dingin dan membenciku, membuat hati ini sudah memutuskan. Aku akan menghilang dari hidup orang-orang yang mengenalku. Untuk apa mempedulikan Cika yang sangat membenciku? Baginya, Ines adalah ibunya. Setelah Nindi keluar dari rumah, Laura menelpon malam-malam dan menangis. Ia mengatakan kalau pacarnya ternyata selingkuh dan dia seorang diri. Laura menanyakan perkembangan hubunganku dengan Cika, dan aku menjawab apa adanya. “Cika tidak akan pernah bisa menerimaku. Itu kenyataannya,” jawabku sudah pasrah dengan keadaan. “Dania, aku minta maaf, bisakah kamu kembali kesini? Hidup bersamaku dan aku menarik semua ucapanku kemarin,” p

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 10

    Part 10Tiga hari tinggal bersama, dia tetap masih diam. Makananku tetap disiapkan, tetapi menunggu aku keluar untuk makan sendiri. Dia sama sekali tidak seperti dulu yang memanggilku, menyiapkan baju ganti dan segala keperluanku. Akhirnya, pagi ini kuberanikan diri untuk mengajaknya berbicara.“Apa aku akan diusir seperti Nindi?” tanyaku pelan. Dia yang lagi-lagi berkutat dengan laptop--mengangkat wajah.“Pilihlah mana dari milikku yang akan kamu ambil, Cika! Sisanya, bila kamu tidak mau, maka akan kujual. Kamu bisa gunakan untuk keperluan hidupmu. Itu jika kamu mau,” jawabnya tanpa ekspresi ramah.Aku memainkan jari jemariku. Bingung hendak menjawab apa. Ponselnya berdering dan dia langsung mengangkatnya. Aku masih berdiri mendengarkan dia berbicara dengan orang yang kukira ada di luar negeri.Meski sudah lama tidak pernah belajar bahasa asing lagi, tetapi aku tahu apa arti dari ucapan yang disampaikan seseorang dari seberang telepon sana. Speaker ponsel yang dihidupkan membuatku bi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 9

    Part 9“Mbak Dania, aku minta maaf, Mbak, aku akui memang salah dan aku akan meminta dia untuk keluar dari rumah Mbak Dania asalkan Mbak Dania masih mengizinkan aku untuk tetap di sini. Aku akan menjaga Cika, Mbak, aku janji,” kata Nindi sambil bersimpuh dan memegang kaki dia.“Aku sudah tidak butuh siapapun lagi, Nindi. Aku akan membiarkan orang-orang yang hanya memanfaatkanku dan juga orang-orang yang tidak menyukaiku untuk pergi dari hidupku. Aku tidak akan memaksakan takdir bahagia bersamaku, jadi, kamu tidak perlu bersimpuh meminta, karena aku sudah akan menghapusmu dari daftar orang-orang yang kukenal,” jawab dia santai.Seketika aku memandang wajah cantik itu. Ada sebuah perasaan terluka di sana. Jika dia benar-benar tidak mau lagi mengurusku, maka, siapa yang akan mengurusku lagi? Tiba-tiba saja ketakutan besar menguasai hati.Wajah itu, dia tidak mau melihat padaku. Padahal, aku berharap itu.Nindi masih bersimpuh sambil menangis.“Dimana mobilku, Nindi?” tanya dia datar.“Ee

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 8

    Part 8POV CikaAku memilih masuk dan duduk di atas hamparan pasir meski terik matahari terasa sangat menyengat di kulit. Benar-benar bingung hendak minta tolong dan mengadu pada siapa, maka kuputuskan untuk menangis seorang diri.“Ya Allah, kirimkan bantuan untukku. Ya Allah, ampuni aku jika aku selama ini nakal dan banyak dosa. Ya Allah, aku janji, jika aku mendapatkan pertolongan untuk masalahku ini, aku akan kembali sholat seperti saat di pondok dulu. Jika ada orang yang menolongku, maka aku akan menjadikannya sahabat,” ucapku sambil menangis.Lama aku berada dalam posisi ini, hingga leher terasa pegal, lalu aku mengangkat kepala. Saat menoleh, ternyata ada seseorang yang duduk di sebelahku dan dia melakukan hal yang sama.Menatapku.Deg.Jantungku berpacu lebih cepat tatkala mendengar orang itu memanggil namaku. Dia sosok yang kurindu, tetapi juga kubenci.“Kenapa kamu berpanas-panasan sendirian di sini?” ucapnya sambil berteriak.Aku diam, enggan menjawab. Teringat olehku Nindi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 7

    Part 7POV DaniaAku menatap tubuh Nyonya dan Tuan yang terbujur kaku di rumah sakit dengan darah bersimbah di sekujur tubuh mereka–dengan hati yang sangat hancur.Baru sebentar kembali bekerja bersama mereka yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri, tetapi harus merasakan sakitnya kehilangan. Nyonya dan Tuan tewas dalam kecelakaan tunggal. Mobil yang mereka tumpangi menabrak sebuah pohon dan nyawa mereka langsung hilang di tempat itu juga.Tak tahu lagi harus berusaha tegar seperti apa. Karena mereka berdua adalah keluarga yang kumiliki saat ini dan kenapa takdir selalu tidak berpihak padaku?Mayat Nyonya dan Tuan dimakamkan dua hari kemudian setelah berbagai prosesi keagamaan mereka berdua berlangsung. Kini, saat semua pelayat pergi, aku hanya berdua saja dengan anak semata wayang Nyonya yang berusia dua puluh tahun.“Aku akan melanjutkan kuliah di negara sebelah. Kamu jika masih mau di sini, maka harus mencari pekerjaan lain. Karena aku sudah tidak bisa membayarmu. Rumahku aka

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 6

    Part 6POV CIKAAku menatap rumah besar itu, mungkin untuk yang terakhir kalinya. Meski keberadaanku tidak diakui di sini, tetapi nyatanya, belasan tahun diriku hidup di sana.Walaupun tanpa kenangan indah, tetapi aku bisa melakukan apapun di rumah itu. Kini, aku harus melangkah pergi untuk yang terakhir kalinya. Hati benar-benar sadar, jika memang diri ini tiada lagi diharapkan oleh mereka. Kehadiranku di rumah itu hanya untuk mengukir kisah sedih.Hari ini aku pergi dengan naik taksi. Pulangnya, memilih berjalan menyusuri jalanan komplek perumahan elit yang semuanya memiliki pagar yang tinggi. Sengaja memilih berjalan kaki, hanya sekadar ingin menikmati rasa yang sangat menyesakkan dalam dada ini. Rencananya, nanti akan pulang dengan naik bus. Di dekat gerbang perumahan ini ada sebuah halte.Langkah kaki ini berjalan lambat. Aku sadar kini aku sudah benar-benar sendiri, dan sebentar lagi, bisa saja harus tiba-tiba hidup dengan sosok yangtidak kukenal sama sekali. Aku Cika, harus ber

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 5

    Part 5Sebuah ketukan di luar pintu kamar membuat Cika beranjak dari tempat tidurnya. Ia yang sudah setengah mengantuk terpaksa bangun untuk menemui orang yang sudah pasti itu Nindi. Dengan memicingkan mata, Cika menatap perempuan yang masih lajang itu yang sudah siap dengan koper besar.“Mbak Nindi mau pergi?” Seketika mata Cika yang semula setengah mengantuk terbuka sempurna.“Iya,” jawab Nindi singkat dan ragu.Napas Cika mulai narik turun. Antara takut dan kaget.“Mbak Nindi, aku sama siapa di sini?” tanya Cika mulai menampakkan ketakutannya.“Sudah saatnya kamu belajar hidup mandiri , Cika. Tidak mungkin aku akan terus bersama dengan kamu. Ibu kamu saja sudah pergi. Dan keluarga kamu saja sudah tidak memperdulikan keberadaanmu lagi. Masa aku yang bukan siapa-siapa kamu harus bertahan di sini? Aku punya impian untuk menikah, aku punya keluarga yang harus aku rawat. Jadi, aku akan pergi sekarang dan mulai saat ini, kamu hidup di sini sendiri,” jelas Cika.“Mbak Nindi, tidak bisakah

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 4

    Part 4 Cika merasa sangat kesepian dengan hidup yang dijalani saat ini. Bingung karena setiap hari yang dilakukan hanyalah makan dan tidur saja. Hendak keluar untuk sekadar mencari kesenangan bersama teman-temannya pun susah dilakukan karena rumah yang ditempatinya saat ini cukup jauh dengan rumah kawan semasa ia sekolah. Bermain ponsel juga membuat kepalanya pusing. Nindi juga lebih banyak menghabiskan waktu di kantor. Jika malam minggu tiba, gadis yang sudah dewasa itu akan keluar bersama dengan sang kekasih dan pulang jika sudah dini hari saat Cika sudah terlelap dalam mimpi. Dua bulan sudah dilalui Cika hidup seorang diri di rumah besar peninggalan Dania. Di suatu pagi, Cika yang baru saja bangun menemui Nindi yang tengah sarapan pagi. Dengan langkah berat dan kepala tertunduk berjalan pelan menghampiri Nindi yang sedang sarapan. “Kenapa?” tanya Nindi saat Cika sudah sampai di hadapannya. “Pembantu yang katanya mau datang itu, apa tidak ada kabarnya?” tanya Cika ragu. Sikap ke

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 3

    Part 3Langit mulai gelap. Tidak ada bintang satupun di sana. Aku mulai menoleh ke kanan dan kiri mencari sebuah tumpangan yang bisa membawaku pulang. Entah pulang kemana. Dalam keadaan bimbang, aku membuka ponsel. Ternyata Rindi menelpon banyak ke nomorku. Ia juga berkirim pesan. Aku membukanya, tetapi hanya di bagian akhir yang kubaca.[Kamu kemana saja?][Kenapa belum pulang?][Cika, balas pesanku!][Cika, kamu kemana? Cepat pulang]Aku takut, tetapi tidak mungkin aku mengatakan kalau saat ini sedang di bandara. Akhirnya, aku memilih mencari taksi dengan berjalan keluar bandara. Tidak ada tempat lagi untuk pulang selain rumah Dania dan aku berharap Rindi sedang menungguku di sana. Aku sangat takut.Seketika bernapas lega saat kulihat Rindi tengah menungguku dengan cemas. “Dari mana saja kamu?” tanyanya cemas dengan wajah marah.Kali ini aku tidak akan melawannya. Dia satu-satunya orang yang masih peduli berada di sisiku. Aku diam sambil memainkan ujung kuku.“Cika, kamu dari mana?”

DMCA.com Protection Status