Share

Bagian 156

Penulis: Nay Azzikra
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-12 11:24:29

Hari-hari kulalui dengan rasa yang semakin damai. Kini, aku mulai belajar menekuni dunia pertanian. Memanfaatkan halaman kantor yang luas, aku membeli plastik sebagai media tanam untuk menyibukkan hari-hari yang sepi.

Puluhan polybag berjajar rapi, sengaja aku bentuk menjadi beberapa kelompok agar nanti saat tumbuh bisa menjadi taman yang indah. Namun, kebanyakan aku isi dengan tanaman yang bisa dimakan seperti cabe dan sayur-syuran. Hanya beberapa saja yang aku isi dengan bunga. Kesibukanku lumayan menyita waktu. Sehingga saat malam tiba, aku langsung tertidur dan tidak lagi begadang sendiri meratapi nasib.

Menurut Dina yang rajin memberi kabar menyuruhku pulang, penyakit Rani semakin parah. Dalam kondisi lemah, Iyan harus berjuang mengobati sang istri. Ada rasa kasihan, namun sesekali keluargaku harus diberi pelajaran. Agar suatu hari nanti bisa menghormati dan menghargaiku, tidak hanya di saat diriku jaya, atetapi juga dikala susah.

Aku juga mulai akrab de

Nay Azzikra

Terima kasih yang masih setia mengikuti cerita ini. Cerita yang pernah menduduki posisi best seller selama berbulan-bulan di sebuah aplikasi ini adalah cerita yang terinspirasi dari sebuah kisah nyata. Semoga pembaca semua diberikan kesehatan dan limpahan rezeki. Mohon maaf atas segala kekurangan dalam hal menulis. Karena cerita ini adalah buku pertama dari penulis, sehingga masih jauh dari kata sempurna.

| 10
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (24)
goodnovel comment avatar
Tati Cinqi
sy suka bgt mba dgn ceritay, bnr2 mexentuh hti. smgt bt mba nya smga sukses n smkin terinspirasi lgi. the best bgt
goodnovel comment avatar
Ayang Sary
ini katanya mmg kisah nyata mbak...
goodnovel comment avatar
Ayang Sary
cerita rumah tangga yang banyak kita temukan disekitar kita, tapi cerita agam dan nia adalah cerita paling rumit mendapatkan mertua yang hadehhh, klo saya mungkin udah saya racun mertua sama ipar kek gtu plus ponakannya.hahahha...untung aja bukan disaya, kalau disaya mungkin lain cerita lagi,wkkwkw
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 157

    Beberapa hari setelahnya, diriku rajin berangkat ke mesjid lebih awal saat waktu ashar. Seolah ada sebuah alarm dalam hati yang mengingatkanku pada seorang wanita bersuara merdu, yang belakangan kuketahui namanya Laila. Dan akan memilih berlama-lama hanya untuk menyaksikannya mengajar anak-anak di mesjid. Beberapa kali, ktatapan kami bertemu. Dia langsung berpaling, saat melihatku sedang memperhatikannya. Sampai di suatu sore yang ke sekian kalinya, sebuah kesempatan mempertemukan kami untuk bercakap-cakap. Saat itu, hendak ada kegiatan maulid Nabi di mesjid, dan kami berdua ikut dilibatkan menjadi panitia.“Mas Agam bisa pergi ke kota untuk membeli keperluan yang tidak tersedia di toko sini?” Tanya salah seorang panitia.“Bisa!” Jawabku mantap.“Tapi ini banyak lho, Mas … harus dua orang …”Karena tidak ada orang lain lagi yang bisa berangkat bersamaku, akhirnya dengan terpaksa, Laila menyanggupinya

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 158

    “Santai, Gam … dulu kamu tidak seperti ini? Aku kangen masa-masa bisa bercanda bersamamu seperti dulu … ““Aku bukan yang dulu, Dir. Sekarang ini, aku berbeda. Bukan lagi pria terhormat sepertimu. Tidak ada waktuku untuk bisa bercanda. Aku sibuk memikirkan hidupku yang sengsara.” Dirman seketika diam, menyadari kalau aku sebnarnya sedang marah.Tak berapa lama, dirinya pamit pergi.“Mas, aku mau naik ojek saja … nanti, barangnya aku yang bawa.” Laila berdiri sambil mengambil tas dan mengalungkan di pundak.“Laila, jangan! Kita akan pulang sama-sama.” Aku bergegas bangun dan membuntutinya. Untungnya kedai ini bayar dulu sebelum makan, jadi aku bisa langsung membujuk wanita itu agar pulang bersamaku. Dia terus berjalan cepat, melewati kendaraanku yang berada di tempat parkir. “Laila berhenti! Aku minta maaf untuk semuanya. Tapi tolong, jangan pulang sendiri!” setelah berada di

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 159

    “Ayah sudah tidak punya rumah lagi, Dek …” Danis diam, melihatku yang sedang menangis. Nia berdir, dan menghilang. Sepertinya ingin memberikan waktu untukku bisa bersama hanya dengan anak-anak. Atau karena suaminya melarang untuk tidak bicara denganku?“Ayah kenapa tidak punya rumah lagi?” Akhirnya suara Dinta keluar juga untuk menyapaku. Kali ini tangisku benar-benar pecah. Merasa bersyukur sekali, anak yang pernah aku zalimi akhirnya mau bertegur sapa denganku.“Karena Ayah dulu jahat sama Kakak, sama Adek …” jawabku terbata.“Ayah sudah makan, belum?” Dinta bertanya lagi.“Sudah, Ayah sudah makan … Kakak sama Adek sudah makan belum?”“Sudah …” jawab mereka kompak.“Ayah pengin ketemu kalian, boleh?”“izin Papa dulu ya, Yah?” Danis dengan polosnya menjawab. Aku mengangguk.“Kakak, Ayah minta

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 160

    “Ini resepnya, Pak … ingat ya, Pak, lebih sabar hadapi istri. Kalau kata orang jawa bilang, ini gawan bayi. Bayinya pas hamil penginnya apa gitu. Itu yang mempengaruhi perubahan sikap sang ibu. Ini mitos jawa ya, Pak, kalau secara medis ya seperti yang saya jelaskan tadi.”“Iya, Dok … terima kasih.” Aku menerima uluran resep yang diberikan, berjalan keluar membuntuti Anti.“Mau pulang atau ke mana lagi?” Tanyaku setelah menebus obat dan berada di tempat parkir.“Pulang saja, Mas …” aku mengangguk.Sepanjang jalan, kebimbangan melanda diri ini, hendak pulang ke rumah Anti atau ke kantor? Menilik apa yang dijelaskan dokter tadi, ada benarnya juga. Bisa jadi kemarahan Anti itu disebabkan oleh kehamilannya. Tapi, bagaimana dengan sikap orang tuanya terhadap aku? Apakah ini juga karena perubahan hormon yang ada dalam tubuh mereka?Ah, aku jadi bingung.“Mas …&

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 161

    “Kamu sudah tidak membutuhkan aku lagi kan, An? Aku pergi,, ya?” Kuhampiri dia yang sedang duduk, dan mengusap kepalanya. Anti bergeming menatapku. Aku tersenyum. Ada kalanya memang mengalah diperlukan, setidaknya untuk mendamaikan hati sendiri. “Aku hanya akan datang bila kamu meminta. Bila tidak, maka aku akan etap tinggal di kantor. Jika kamu tidak bisa menghubungi aku, kamu tahu ke mana harus mencariku. Aku tidak akan lari dari tanggungjawab, hanya saja, tempat ini terlalu mewah dan tidak nyaman untuk kutempati. Daripada perasaan was-was selalu menghantui, lebih baik, aku hanya datang hanya jika kamu memanggil. Aku pergi,, ya? Jangan lupa minum obatnya!” Kuusap perut yang mulai membuncit. Dan seketika, denyutan dari dalam sana terasa di telapak tanganku. “Dia bergerak, apar mungkin. Cepat makan!” Aku tersenyum dan berlalu pergi.Wahai Allah, kenapa perasaan ini selalu KAU siksa? Tanyaku dalam hati.Andai saja, Anti dan keluargany

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 162

    Banyak Ustadz sudah kami panggil untuk mengobati, namun nyatanya, masih seperti ini. Tambah hari, semakin parah saja keadaannya. Bahkan, selalu mengejar Aira untuk dicekik. Aku benar-benar merasa bingung. Di tengah kondisiku yang belum sehat harus menghadapi istri tercinta setiap hari berteriak-teriak. Keadaannya benar-benar sudah mirip orang gila. Akhirnya, memasungnya adalah jalan yang dipilih.Dalam kondisi seperti ini, betapa akhirnya diriku mengakui, bahwa keberadaan Mas Agam sangat penting. Berkali-kali Ibu memohon agar kakak kandungku itu mau pulang, membantuku, tapi selalu menolak. Ah, jahat sekali dia. Dimana naluri dia? Dimana rasa peduli dan kasih sayang yang dulu ia limpahkan pada adik ipar, menantu kebanggaan di rumah ini?Apa yang sebenarnya ada dalam otak Mas Agam? Kenapa begitu tega membiarkan Bapak seorang diri berjuang menyembuhkan istriku? Sementara dirinya enak-enakan bersantai di kantornya.Suatu ketika, dari seorang kerabat, aku diberi kaba

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 163

    Aku tersentak, manakala lenguhan suara Rani terdengar. Mengabaikan Bapak dan Ibu yang komat-kamit, diriku langsung membuka kasar pintu. Unting tidak terkunci. Dan betapa emosi ini memuncak, melihat istriku hampir saja disetubuhi dalam keadaan jiwa yang tidak sadar. Seluruh pakaiannya telah terlepas. Dan, kulihat tangan hitam dan jelek itu tengah memegang buah dada Rani.Tanpa ampun kuseret tubuh kurus dengan bau menyengat itu. Kulayangkan tinju berkali-kali meskipun aku sedang tidak bertenaga.“Bia*ab, kepa*at, dukun cab*l. Akan kubunuh kau.” Terdengar suara Ibu menjerit melihat Rani tergeletak tidak memakai sehelai bajupun. Bapak mungkin tidak jadi masuk karena malu. Kuseret tubuhnya keluar kamar, dan menghempaskannya ke tembok.“Iyan, ada apa ini?” Bapak bertanya bingung.“Ada apa? Bapak lihat tidak Rani tadi telan*ang? Dia hampir diperkosa, Pak …” Aku berteriak. Perutku terasa sakit, dan setelahnya aku sudah t

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 164

    “Aku kok, malah punya feeling, itu punya Rani sendiri, Yan …” dengan ragu-ragu, Lik Udin menyampaikan pendapatnya. Ini sungguh membuatku semakin tidak terima.“Istriku wanita baik-baik, Lik. Jangan ngaco kalau ngomong.”“Terus, kamu mau bilang, kalau yang tidak baik itu Nia sama Agam? Ingat, Yan! Selama ini, Nia dikorbankan oleh Agam. Dan Agam sendiri begitu pedulinya terhadap kamu dan keluarga kecilmu, lho. Apakah ini bukan hal yang aneh? Agam waktu itu sangat menyayangi Rani lebih dari Nia, rela mengorbankan apa saja demi kebahagiaan istri kamu. Jujur saja, saat itu aku merasa sangat heran.”“Jaga bicaranya, Lik! Jangan memperkeruh suasana. Wajar saja Mas Agam lebih sayang Rani, lha Rani itu penurut, tidak pembangkang seperti Mbak Nia. Lagipula, Rani itu istri aku, jadi tidak masalah lah, kalau Mas Agam membelikan ini itu untuk Rani. Apalagi Aira, dia anak aku, yang juga masih darah daging Mas Agam.” Sungg

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12

Bab terbaru

  • Istri Lima Belas Ribu   Ending

    Part 11 POV Dania (Ending) Lelah hati tatkala harus menghadapi banyak hal. Akhirnya aku menyerah pada keadaan. Aku tidak akan memaksakan takdir apapun sekarang. Selalu bertemu dengan orang-orang yang membuat hati ini sakit hati, membuatku semakin sadar kalau hanya keluarga Laura saja yang baik padaku. Melihat penghianatan Nindi dan juga sikap Cika yang masih dingin dan membenciku, membuat hati ini sudah memutuskan. Aku akan menghilang dari hidup orang-orang yang mengenalku. Untuk apa mempedulikan Cika yang sangat membenciku? Baginya, Ines adalah ibunya. Setelah Nindi keluar dari rumah, Laura menelpon malam-malam dan menangis. Ia mengatakan kalau pacarnya ternyata selingkuh dan dia seorang diri. Laura menanyakan perkembangan hubunganku dengan Cika, dan aku menjawab apa adanya. “Cika tidak akan pernah bisa menerimaku. Itu kenyataannya,” jawabku sudah pasrah dengan keadaan. “Dania, aku minta maaf, bisakah kamu kembali kesini? Hidup bersamaku dan aku menarik semua ucapanku kemarin,” p

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 10

    Part 10Tiga hari tinggal bersama, dia tetap masih diam. Makananku tetap disiapkan, tetapi menunggu aku keluar untuk makan sendiri. Dia sama sekali tidak seperti dulu yang memanggilku, menyiapkan baju ganti dan segala keperluanku. Akhirnya, pagi ini kuberanikan diri untuk mengajaknya berbicara.“Apa aku akan diusir seperti Nindi?” tanyaku pelan. Dia yang lagi-lagi berkutat dengan laptop--mengangkat wajah.“Pilihlah mana dari milikku yang akan kamu ambil, Cika! Sisanya, bila kamu tidak mau, maka akan kujual. Kamu bisa gunakan untuk keperluan hidupmu. Itu jika kamu mau,” jawabnya tanpa ekspresi ramah.Aku memainkan jari jemariku. Bingung hendak menjawab apa. Ponselnya berdering dan dia langsung mengangkatnya. Aku masih berdiri mendengarkan dia berbicara dengan orang yang kukira ada di luar negeri.Meski sudah lama tidak pernah belajar bahasa asing lagi, tetapi aku tahu apa arti dari ucapan yang disampaikan seseorang dari seberang telepon sana. Speaker ponsel yang dihidupkan membuatku bi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 9

    Part 9“Mbak Dania, aku minta maaf, Mbak, aku akui memang salah dan aku akan meminta dia untuk keluar dari rumah Mbak Dania asalkan Mbak Dania masih mengizinkan aku untuk tetap di sini. Aku akan menjaga Cika, Mbak, aku janji,” kata Nindi sambil bersimpuh dan memegang kaki dia.“Aku sudah tidak butuh siapapun lagi, Nindi. Aku akan membiarkan orang-orang yang hanya memanfaatkanku dan juga orang-orang yang tidak menyukaiku untuk pergi dari hidupku. Aku tidak akan memaksakan takdir bahagia bersamaku, jadi, kamu tidak perlu bersimpuh meminta, karena aku sudah akan menghapusmu dari daftar orang-orang yang kukenal,” jawab dia santai.Seketika aku memandang wajah cantik itu. Ada sebuah perasaan terluka di sana. Jika dia benar-benar tidak mau lagi mengurusku, maka, siapa yang akan mengurusku lagi? Tiba-tiba saja ketakutan besar menguasai hati.Wajah itu, dia tidak mau melihat padaku. Padahal, aku berharap itu.Nindi masih bersimpuh sambil menangis.“Dimana mobilku, Nindi?” tanya dia datar.“Ee

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 8

    Part 8POV CikaAku memilih masuk dan duduk di atas hamparan pasir meski terik matahari terasa sangat menyengat di kulit. Benar-benar bingung hendak minta tolong dan mengadu pada siapa, maka kuputuskan untuk menangis seorang diri.“Ya Allah, kirimkan bantuan untukku. Ya Allah, ampuni aku jika aku selama ini nakal dan banyak dosa. Ya Allah, aku janji, jika aku mendapatkan pertolongan untuk masalahku ini, aku akan kembali sholat seperti saat di pondok dulu. Jika ada orang yang menolongku, maka aku akan menjadikannya sahabat,” ucapku sambil menangis.Lama aku berada dalam posisi ini, hingga leher terasa pegal, lalu aku mengangkat kepala. Saat menoleh, ternyata ada seseorang yang duduk di sebelahku dan dia melakukan hal yang sama.Menatapku.Deg.Jantungku berpacu lebih cepat tatkala mendengar orang itu memanggil namaku. Dia sosok yang kurindu, tetapi juga kubenci.“Kenapa kamu berpanas-panasan sendirian di sini?” ucapnya sambil berteriak.Aku diam, enggan menjawab. Teringat olehku Nindi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 7

    Part 7POV DaniaAku menatap tubuh Nyonya dan Tuan yang terbujur kaku di rumah sakit dengan darah bersimbah di sekujur tubuh mereka–dengan hati yang sangat hancur.Baru sebentar kembali bekerja bersama mereka yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri, tetapi harus merasakan sakitnya kehilangan. Nyonya dan Tuan tewas dalam kecelakaan tunggal. Mobil yang mereka tumpangi menabrak sebuah pohon dan nyawa mereka langsung hilang di tempat itu juga.Tak tahu lagi harus berusaha tegar seperti apa. Karena mereka berdua adalah keluarga yang kumiliki saat ini dan kenapa takdir selalu tidak berpihak padaku?Mayat Nyonya dan Tuan dimakamkan dua hari kemudian setelah berbagai prosesi keagamaan mereka berdua berlangsung. Kini, saat semua pelayat pergi, aku hanya berdua saja dengan anak semata wayang Nyonya yang berusia dua puluh tahun.“Aku akan melanjutkan kuliah di negara sebelah. Kamu jika masih mau di sini, maka harus mencari pekerjaan lain. Karena aku sudah tidak bisa membayarmu. Rumahku aka

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 6

    Part 6POV CIKAAku menatap rumah besar itu, mungkin untuk yang terakhir kalinya. Meski keberadaanku tidak diakui di sini, tetapi nyatanya, belasan tahun diriku hidup di sana.Walaupun tanpa kenangan indah, tetapi aku bisa melakukan apapun di rumah itu. Kini, aku harus melangkah pergi untuk yang terakhir kalinya. Hati benar-benar sadar, jika memang diri ini tiada lagi diharapkan oleh mereka. Kehadiranku di rumah itu hanya untuk mengukir kisah sedih.Hari ini aku pergi dengan naik taksi. Pulangnya, memilih berjalan menyusuri jalanan komplek perumahan elit yang semuanya memiliki pagar yang tinggi. Sengaja memilih berjalan kaki, hanya sekadar ingin menikmati rasa yang sangat menyesakkan dalam dada ini. Rencananya, nanti akan pulang dengan naik bus. Di dekat gerbang perumahan ini ada sebuah halte.Langkah kaki ini berjalan lambat. Aku sadar kini aku sudah benar-benar sendiri, dan sebentar lagi, bisa saja harus tiba-tiba hidup dengan sosok yangtidak kukenal sama sekali. Aku Cika, harus ber

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 5

    Part 5Sebuah ketukan di luar pintu kamar membuat Cika beranjak dari tempat tidurnya. Ia yang sudah setengah mengantuk terpaksa bangun untuk menemui orang yang sudah pasti itu Nindi. Dengan memicingkan mata, Cika menatap perempuan yang masih lajang itu yang sudah siap dengan koper besar.“Mbak Nindi mau pergi?” Seketika mata Cika yang semula setengah mengantuk terbuka sempurna.“Iya,” jawab Nindi singkat dan ragu.Napas Cika mulai narik turun. Antara takut dan kaget.“Mbak Nindi, aku sama siapa di sini?” tanya Cika mulai menampakkan ketakutannya.“Sudah saatnya kamu belajar hidup mandiri , Cika. Tidak mungkin aku akan terus bersama dengan kamu. Ibu kamu saja sudah pergi. Dan keluarga kamu saja sudah tidak memperdulikan keberadaanmu lagi. Masa aku yang bukan siapa-siapa kamu harus bertahan di sini? Aku punya impian untuk menikah, aku punya keluarga yang harus aku rawat. Jadi, aku akan pergi sekarang dan mulai saat ini, kamu hidup di sini sendiri,” jelas Cika.“Mbak Nindi, tidak bisakah

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 4

    Part 4 Cika merasa sangat kesepian dengan hidup yang dijalani saat ini. Bingung karena setiap hari yang dilakukan hanyalah makan dan tidur saja. Hendak keluar untuk sekadar mencari kesenangan bersama teman-temannya pun susah dilakukan karena rumah yang ditempatinya saat ini cukup jauh dengan rumah kawan semasa ia sekolah. Bermain ponsel juga membuat kepalanya pusing. Nindi juga lebih banyak menghabiskan waktu di kantor. Jika malam minggu tiba, gadis yang sudah dewasa itu akan keluar bersama dengan sang kekasih dan pulang jika sudah dini hari saat Cika sudah terlelap dalam mimpi. Dua bulan sudah dilalui Cika hidup seorang diri di rumah besar peninggalan Dania. Di suatu pagi, Cika yang baru saja bangun menemui Nindi yang tengah sarapan pagi. Dengan langkah berat dan kepala tertunduk berjalan pelan menghampiri Nindi yang sedang sarapan. “Kenapa?” tanya Nindi saat Cika sudah sampai di hadapannya. “Pembantu yang katanya mau datang itu, apa tidak ada kabarnya?” tanya Cika ragu. Sikap ke

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 3

    Part 3Langit mulai gelap. Tidak ada bintang satupun di sana. Aku mulai menoleh ke kanan dan kiri mencari sebuah tumpangan yang bisa membawaku pulang. Entah pulang kemana. Dalam keadaan bimbang, aku membuka ponsel. Ternyata Rindi menelpon banyak ke nomorku. Ia juga berkirim pesan. Aku membukanya, tetapi hanya di bagian akhir yang kubaca.[Kamu kemana saja?][Kenapa belum pulang?][Cika, balas pesanku!][Cika, kamu kemana? Cepat pulang]Aku takut, tetapi tidak mungkin aku mengatakan kalau saat ini sedang di bandara. Akhirnya, aku memilih mencari taksi dengan berjalan keluar bandara. Tidak ada tempat lagi untuk pulang selain rumah Dania dan aku berharap Rindi sedang menungguku di sana. Aku sangat takut.Seketika bernapas lega saat kulihat Rindi tengah menungguku dengan cemas. “Dari mana saja kamu?” tanyanya cemas dengan wajah marah.Kali ini aku tidak akan melawannya. Dia satu-satunya orang yang masih peduli berada di sisiku. Aku diam sambil memainkan ujung kuku.“Cika, kamu dari mana?”

DMCA.com Protection Status