Share

Bagian 161

Author: Nay Azzikra
last update Last Updated: 2022-01-12 11:34:17

“Kamu sudah tidak membutuhkan aku lagi kan, An? Aku pergi,, ya?” Kuhampiri dia yang sedang duduk, dan mengusap kepalanya. Anti bergeming menatapku. Aku tersenyum. Ada kalanya memang mengalah diperlukan, setidaknya untuk mendamaikan hati sendiri. “Aku hanya akan datang bila kamu meminta. Bila tidak, maka aku akan etap tinggal di kantor. Jika kamu tidak bisa menghubungi aku, kamu tahu ke mana harus mencariku. Aku tidak akan lari dari tanggungjawab, hanya saja, tempat ini terlalu mewah dan tidak nyaman untuk kutempati. Daripada perasaan was-was selalu menghantui, lebih baik, aku hanya datang hanya jika kamu memanggil. Aku pergi,, ya? Jangan lupa minum obatnya!” Kuusap perut yang mulai membuncit. Dan seketika, denyutan dari dalam sana terasa di telapak tanganku. “Dia bergerak, apar mungkin. Cepat makan!” Aku tersenyum dan berlalu pergi.

Wahai Allah, kenapa perasaan ini selalu KAU siksa? Tanyaku dalam hati.

Andai saja, Anti dan keluargany

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Kaswati Wijaya
ya ampun ini orang , itu kepalanya harus digada kali ya, supaya encer ....
goodnovel comment avatar
Mom L_Dza
Iyan... iyan.. itu hasil dari yang kamu tanam
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Masih juga nyalahin agam, dasarnya aja gak punya otak km iyan, kurang apa agam sama km sekekuarga ha tolol banget sih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 162

    Banyak Ustadz sudah kami panggil untuk mengobati, namun nyatanya, masih seperti ini. Tambah hari, semakin parah saja keadaannya. Bahkan, selalu mengejar Aira untuk dicekik. Aku benar-benar merasa bingung. Di tengah kondisiku yang belum sehat harus menghadapi istri tercinta setiap hari berteriak-teriak. Keadaannya benar-benar sudah mirip orang gila. Akhirnya, memasungnya adalah jalan yang dipilih.Dalam kondisi seperti ini, betapa akhirnya diriku mengakui, bahwa keberadaan Mas Agam sangat penting. Berkali-kali Ibu memohon agar kakak kandungku itu mau pulang, membantuku, tapi selalu menolak. Ah, jahat sekali dia. Dimana naluri dia? Dimana rasa peduli dan kasih sayang yang dulu ia limpahkan pada adik ipar, menantu kebanggaan di rumah ini?Apa yang sebenarnya ada dalam otak Mas Agam? Kenapa begitu tega membiarkan Bapak seorang diri berjuang menyembuhkan istriku? Sementara dirinya enak-enakan bersantai di kantornya.Suatu ketika, dari seorang kerabat, aku diberi kaba

    Last Updated : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 163

    Aku tersentak, manakala lenguhan suara Rani terdengar. Mengabaikan Bapak dan Ibu yang komat-kamit, diriku langsung membuka kasar pintu. Unting tidak terkunci. Dan betapa emosi ini memuncak, melihat istriku hampir saja disetubuhi dalam keadaan jiwa yang tidak sadar. Seluruh pakaiannya telah terlepas. Dan, kulihat tangan hitam dan jelek itu tengah memegang buah dada Rani.Tanpa ampun kuseret tubuh kurus dengan bau menyengat itu. Kulayangkan tinju berkali-kali meskipun aku sedang tidak bertenaga.“Bia*ab, kepa*at, dukun cab*l. Akan kubunuh kau.” Terdengar suara Ibu menjerit melihat Rani tergeletak tidak memakai sehelai bajupun. Bapak mungkin tidak jadi masuk karena malu. Kuseret tubuhnya keluar kamar, dan menghempaskannya ke tembok.“Iyan, ada apa ini?” Bapak bertanya bingung.“Ada apa? Bapak lihat tidak Rani tadi telan*ang? Dia hampir diperkosa, Pak …” Aku berteriak. Perutku terasa sakit, dan setelahnya aku sudah t

    Last Updated : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 164

    “Aku kok, malah punya feeling, itu punya Rani sendiri, Yan …” dengan ragu-ragu, Lik Udin menyampaikan pendapatnya. Ini sungguh membuatku semakin tidak terima.“Istriku wanita baik-baik, Lik. Jangan ngaco kalau ngomong.”“Terus, kamu mau bilang, kalau yang tidak baik itu Nia sama Agam? Ingat, Yan! Selama ini, Nia dikorbankan oleh Agam. Dan Agam sendiri begitu pedulinya terhadap kamu dan keluarga kecilmu, lho. Apakah ini bukan hal yang aneh? Agam waktu itu sangat menyayangi Rani lebih dari Nia, rela mengorbankan apa saja demi kebahagiaan istri kamu. Jujur saja, saat itu aku merasa sangat heran.”“Jaga bicaranya, Lik! Jangan memperkeruh suasana. Wajar saja Mas Agam lebih sayang Rani, lha Rani itu penurut, tidak pembangkang seperti Mbak Nia. Lagipula, Rani itu istri aku, jadi tidak masalah lah, kalau Mas Agam membelikan ini itu untuk Rani. Apalagi Aira, dia anak aku, yang juga masih darah daging Mas Agam.” Sungg

    Last Updated : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 165

    Ada sebuah kertas berisikan nama, Mas Agam, bapak, dan juga Ibu. Aku semakin bingung, karena, mengapa hanya nama mereka bertiga saja yang tertulis?“Itu milik siapa, ustadz?” Tanyaku tidak bisa menahan penasaran. Sedangkan beliau hanya memberikan telapak tangan, tanda kalau masih belum bisa menjawab.“Maaf, ini nama siapa sja yang tertulis di sini?” Sembari memegangi kertas, Ustadz bertanya, memandang kami satu per satu seakan meminta penjelasan. Lik Udin meminta kertas tadi.“Ini nama kedua mertua Rani, dan kakak iparnya. Ini orangnya. Sedangkan kakak iparnya sudah tidak tinggal di sini lagi.” Lik Udin menjelaskan sambil menunjuk Bapak dan Ibu.“Hahahahahahahaha hihihihihihihihihi hiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii …” Rani tertawa mirip suara kuntilanak. Kami yang ada di sini bergidik ngeri. Suasana sangat mencekam meskipun siang hari. Bu Lik yang rumahnya pas di sebelah masuk dari pintu samping.

    Last Updated : 2022-01-13
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 167

    Sekitar dua jam lebih sudah berlalu, dari sejak pertama kali Ustadz datang. Kini, dia berpamitan hendak pulang dengan membawa benda-benda jimat tadi.“Ustadz, kenapa dibawa? Kenapa tidak dibakar saja, biar cepat hangus?” Bapak mertuaku seperti ketakutan. Entah karena apa.“Saya perlu tahu, siapa saja yang terlibat dengan benda ini.”“Dibakar saja, jangan memperpanjang masalah! Yang penting Rani sembuh. Saya yakin itu bukan milik anak saya. Itu pasti kiriman orang yang membenci anak kami.”“Agar tidak menimbulkan korban berikutnya. Kalau anak Bapak memang tidak terlibat dengan hal ini, tidak usah panik dan takut, Pak! Kebenaran pasti akan terungkap. Dengan izin Allah tentunya.”“Ya tidak bisa seperti itu. Ini anak saya, yang berhak menentukan adalah saya. Udah, bawa sini saja barang itu, biar saya yang membakarnya.” Setengah ngotot, pria yang dulu menjadi wali nikah saat ijab qabulku itu, b

    Last Updated : 2022-01-13
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 168

    “Santai, Mas Udin, saya tidak masalah. Toh, ini bukan pekerjaan enak, ini sangat beresiko besar. Dan saya mensinyalir, orang tua Rani terlibat di dalamnya. Ini cukup kita berdua yang tahu ya, Mas Udin?” “Iya Ustadz, saya sebenarnya juga curiga dengan sikap kedua orang tua Rani. Mereka begitu ketakutan.” “Biarkan saja, karena apa pun itu tidak akan menimpa pada orang-orang yang tidak terlibat. Percayalah! Bermain benda-benda syirik seperti itu, hanya akan merugikan kita di kemudian hari.” Setelah saling pamit, akhirnya, telepon kami berakhir. Siang harinya, sesuai janji, Pak Ustadz kembali mengantarkan benda itu ke rumah Kang Hanif. Aku berada di sana karena memang, kehadiran beliau karena aku yang membawa. Kulihat Rani sudah mau beraktivitas seperti biasanya, meskiun tidak berdagang lagi. Tapi, tetap ada yang berbeda yang kulihat dari sorot matanya. Seperti bukan Rani sepenuhnya. “Kami minta maaf ya, Pak Ustadz, karena bapak kand

    Last Updated : 2022-01-13
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 169

    Dengan keterangan yang disampaikan Ustadz Sukron, bapak Rani terlihat memerah wajahnya.“Jangan ngarang, Pak Ustadz! Anak saya tidak pernah melakukan hal itu. Jangan main tuduh sembarangan.”“Ini yang saya lihat, Pak. Kalau anda tidak percaya, maka saya memilih mundur. Saya tidak ingin dikira menuduh. Toh, kedatangan saya ke sini, itu karena anda yang mengundang. Bukan saya datang sendiri berniat untuk menjatuhkan anak anda.”“Saya memanggil anda, bukan untuk berbicara omong kosong, tapi untuk menyembuhkan anak saya, supaya dia bisa kembali menjalani hidup dengan normal.” Aku sengaja diam, menyaksikan tontonan lucu. Debat antara dua orang yang membawa dan yang dibawa. Terdengar hembusan napas panjang dari mulut Ustadz Sukron, pria berpawakan besar itu menatap tajam pada besan dari kakak kandungku itu.“Saya punya cara dalam menyembuhkan pasien saya. Dan hal yang paling awal adalah memaparkan gejala-gejala awal, ha

    Last Updated : 2022-01-14
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 170

    “Oh, tidak mau. Saya sudah diusir dan dituduh anda tadi. Kenapa? Apa takut, rahasia anda akan terbongkar? Sehingga melarang saya untuk berbicara?”“Ustadz, saya mohon, masuklah kembali, tapi, jangan katakan apa pun itu tentang apa yang dilakukan Rani!”“Tidak, saya sudah sakit hati dengan perkataan anda tadi. Saya mau pulang.” Mengabaikan informasi rahasia yang kudengar, aku segera berlari dan memegang tangan Ustadz Sukron, sebenarnya aku sendiri tidak suka dengan Ustadz yang bersekutu dengan jin, yang terkenal dengan istilah dukun putih tapi, tidak ada cara lain selain meminta tolong dia.“Tolong, Ustadz … saya mohon. Laukan sesuai dengan tata cara Ustadz, kali ini, saya yang meminta.” Seperti menimbang sebentar, akhirnya, Ustadz Sukron setuju juga.Seperti awal tadi, cara menjinakkan Rani adalah dengan mengajaknya berduel, mengeluarkan jurus-jurus, lalu Rani dilumpuhkan.“Pak Tola

    Last Updated : 2022-01-14

Latest chapter

  • Istri Lima Belas Ribu   Ending

    Part 11 POV Dania (Ending) Lelah hati tatkala harus menghadapi banyak hal. Akhirnya aku menyerah pada keadaan. Aku tidak akan memaksakan takdir apapun sekarang. Selalu bertemu dengan orang-orang yang membuat hati ini sakit hati, membuatku semakin sadar kalau hanya keluarga Laura saja yang baik padaku. Melihat penghianatan Nindi dan juga sikap Cika yang masih dingin dan membenciku, membuat hati ini sudah memutuskan. Aku akan menghilang dari hidup orang-orang yang mengenalku. Untuk apa mempedulikan Cika yang sangat membenciku? Baginya, Ines adalah ibunya. Setelah Nindi keluar dari rumah, Laura menelpon malam-malam dan menangis. Ia mengatakan kalau pacarnya ternyata selingkuh dan dia seorang diri. Laura menanyakan perkembangan hubunganku dengan Cika, dan aku menjawab apa adanya. “Cika tidak akan pernah bisa menerimaku. Itu kenyataannya,” jawabku sudah pasrah dengan keadaan. “Dania, aku minta maaf, bisakah kamu kembali kesini? Hidup bersamaku dan aku menarik semua ucapanku kemarin,” p

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 10

    Part 10Tiga hari tinggal bersama, dia tetap masih diam. Makananku tetap disiapkan, tetapi menunggu aku keluar untuk makan sendiri. Dia sama sekali tidak seperti dulu yang memanggilku, menyiapkan baju ganti dan segala keperluanku. Akhirnya, pagi ini kuberanikan diri untuk mengajaknya berbicara.“Apa aku akan diusir seperti Nindi?” tanyaku pelan. Dia yang lagi-lagi berkutat dengan laptop--mengangkat wajah.“Pilihlah mana dari milikku yang akan kamu ambil, Cika! Sisanya, bila kamu tidak mau, maka akan kujual. Kamu bisa gunakan untuk keperluan hidupmu. Itu jika kamu mau,” jawabnya tanpa ekspresi ramah.Aku memainkan jari jemariku. Bingung hendak menjawab apa. Ponselnya berdering dan dia langsung mengangkatnya. Aku masih berdiri mendengarkan dia berbicara dengan orang yang kukira ada di luar negeri.Meski sudah lama tidak pernah belajar bahasa asing lagi, tetapi aku tahu apa arti dari ucapan yang disampaikan seseorang dari seberang telepon sana. Speaker ponsel yang dihidupkan membuatku bi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 9

    Part 9“Mbak Dania, aku minta maaf, Mbak, aku akui memang salah dan aku akan meminta dia untuk keluar dari rumah Mbak Dania asalkan Mbak Dania masih mengizinkan aku untuk tetap di sini. Aku akan menjaga Cika, Mbak, aku janji,” kata Nindi sambil bersimpuh dan memegang kaki dia.“Aku sudah tidak butuh siapapun lagi, Nindi. Aku akan membiarkan orang-orang yang hanya memanfaatkanku dan juga orang-orang yang tidak menyukaiku untuk pergi dari hidupku. Aku tidak akan memaksakan takdir bahagia bersamaku, jadi, kamu tidak perlu bersimpuh meminta, karena aku sudah akan menghapusmu dari daftar orang-orang yang kukenal,” jawab dia santai.Seketika aku memandang wajah cantik itu. Ada sebuah perasaan terluka di sana. Jika dia benar-benar tidak mau lagi mengurusku, maka, siapa yang akan mengurusku lagi? Tiba-tiba saja ketakutan besar menguasai hati.Wajah itu, dia tidak mau melihat padaku. Padahal, aku berharap itu.Nindi masih bersimpuh sambil menangis.“Dimana mobilku, Nindi?” tanya dia datar.“Ee

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 8

    Part 8POV CikaAku memilih masuk dan duduk di atas hamparan pasir meski terik matahari terasa sangat menyengat di kulit. Benar-benar bingung hendak minta tolong dan mengadu pada siapa, maka kuputuskan untuk menangis seorang diri.“Ya Allah, kirimkan bantuan untukku. Ya Allah, ampuni aku jika aku selama ini nakal dan banyak dosa. Ya Allah, aku janji, jika aku mendapatkan pertolongan untuk masalahku ini, aku akan kembali sholat seperti saat di pondok dulu. Jika ada orang yang menolongku, maka aku akan menjadikannya sahabat,” ucapku sambil menangis.Lama aku berada dalam posisi ini, hingga leher terasa pegal, lalu aku mengangkat kepala. Saat menoleh, ternyata ada seseorang yang duduk di sebelahku dan dia melakukan hal yang sama.Menatapku.Deg.Jantungku berpacu lebih cepat tatkala mendengar orang itu memanggil namaku. Dia sosok yang kurindu, tetapi juga kubenci.“Kenapa kamu berpanas-panasan sendirian di sini?” ucapnya sambil berteriak.Aku diam, enggan menjawab. Teringat olehku Nindi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 7

    Part 7POV DaniaAku menatap tubuh Nyonya dan Tuan yang terbujur kaku di rumah sakit dengan darah bersimbah di sekujur tubuh mereka–dengan hati yang sangat hancur.Baru sebentar kembali bekerja bersama mereka yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri, tetapi harus merasakan sakitnya kehilangan. Nyonya dan Tuan tewas dalam kecelakaan tunggal. Mobil yang mereka tumpangi menabrak sebuah pohon dan nyawa mereka langsung hilang di tempat itu juga.Tak tahu lagi harus berusaha tegar seperti apa. Karena mereka berdua adalah keluarga yang kumiliki saat ini dan kenapa takdir selalu tidak berpihak padaku?Mayat Nyonya dan Tuan dimakamkan dua hari kemudian setelah berbagai prosesi keagamaan mereka berdua berlangsung. Kini, saat semua pelayat pergi, aku hanya berdua saja dengan anak semata wayang Nyonya yang berusia dua puluh tahun.“Aku akan melanjutkan kuliah di negara sebelah. Kamu jika masih mau di sini, maka harus mencari pekerjaan lain. Karena aku sudah tidak bisa membayarmu. Rumahku aka

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 6

    Part 6POV CIKAAku menatap rumah besar itu, mungkin untuk yang terakhir kalinya. Meski keberadaanku tidak diakui di sini, tetapi nyatanya, belasan tahun diriku hidup di sana.Walaupun tanpa kenangan indah, tetapi aku bisa melakukan apapun di rumah itu. Kini, aku harus melangkah pergi untuk yang terakhir kalinya. Hati benar-benar sadar, jika memang diri ini tiada lagi diharapkan oleh mereka. Kehadiranku di rumah itu hanya untuk mengukir kisah sedih.Hari ini aku pergi dengan naik taksi. Pulangnya, memilih berjalan menyusuri jalanan komplek perumahan elit yang semuanya memiliki pagar yang tinggi. Sengaja memilih berjalan kaki, hanya sekadar ingin menikmati rasa yang sangat menyesakkan dalam dada ini. Rencananya, nanti akan pulang dengan naik bus. Di dekat gerbang perumahan ini ada sebuah halte.Langkah kaki ini berjalan lambat. Aku sadar kini aku sudah benar-benar sendiri, dan sebentar lagi, bisa saja harus tiba-tiba hidup dengan sosok yangtidak kukenal sama sekali. Aku Cika, harus ber

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 5

    Part 5Sebuah ketukan di luar pintu kamar membuat Cika beranjak dari tempat tidurnya. Ia yang sudah setengah mengantuk terpaksa bangun untuk menemui orang yang sudah pasti itu Nindi. Dengan memicingkan mata, Cika menatap perempuan yang masih lajang itu yang sudah siap dengan koper besar.“Mbak Nindi mau pergi?” Seketika mata Cika yang semula setengah mengantuk terbuka sempurna.“Iya,” jawab Nindi singkat dan ragu.Napas Cika mulai narik turun. Antara takut dan kaget.“Mbak Nindi, aku sama siapa di sini?” tanya Cika mulai menampakkan ketakutannya.“Sudah saatnya kamu belajar hidup mandiri , Cika. Tidak mungkin aku akan terus bersama dengan kamu. Ibu kamu saja sudah pergi. Dan keluarga kamu saja sudah tidak memperdulikan keberadaanmu lagi. Masa aku yang bukan siapa-siapa kamu harus bertahan di sini? Aku punya impian untuk menikah, aku punya keluarga yang harus aku rawat. Jadi, aku akan pergi sekarang dan mulai saat ini, kamu hidup di sini sendiri,” jelas Cika.“Mbak Nindi, tidak bisakah

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 4

    Part 4 Cika merasa sangat kesepian dengan hidup yang dijalani saat ini. Bingung karena setiap hari yang dilakukan hanyalah makan dan tidur saja. Hendak keluar untuk sekadar mencari kesenangan bersama teman-temannya pun susah dilakukan karena rumah yang ditempatinya saat ini cukup jauh dengan rumah kawan semasa ia sekolah. Bermain ponsel juga membuat kepalanya pusing. Nindi juga lebih banyak menghabiskan waktu di kantor. Jika malam minggu tiba, gadis yang sudah dewasa itu akan keluar bersama dengan sang kekasih dan pulang jika sudah dini hari saat Cika sudah terlelap dalam mimpi. Dua bulan sudah dilalui Cika hidup seorang diri di rumah besar peninggalan Dania. Di suatu pagi, Cika yang baru saja bangun menemui Nindi yang tengah sarapan pagi. Dengan langkah berat dan kepala tertunduk berjalan pelan menghampiri Nindi yang sedang sarapan. “Kenapa?” tanya Nindi saat Cika sudah sampai di hadapannya. “Pembantu yang katanya mau datang itu, apa tidak ada kabarnya?” tanya Cika ragu. Sikap ke

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 3

    Part 3Langit mulai gelap. Tidak ada bintang satupun di sana. Aku mulai menoleh ke kanan dan kiri mencari sebuah tumpangan yang bisa membawaku pulang. Entah pulang kemana. Dalam keadaan bimbang, aku membuka ponsel. Ternyata Rindi menelpon banyak ke nomorku. Ia juga berkirim pesan. Aku membukanya, tetapi hanya di bagian akhir yang kubaca.[Kamu kemana saja?][Kenapa belum pulang?][Cika, balas pesanku!][Cika, kamu kemana? Cepat pulang]Aku takut, tetapi tidak mungkin aku mengatakan kalau saat ini sedang di bandara. Akhirnya, aku memilih mencari taksi dengan berjalan keluar bandara. Tidak ada tempat lagi untuk pulang selain rumah Dania dan aku berharap Rindi sedang menungguku di sana. Aku sangat takut.Seketika bernapas lega saat kulihat Rindi tengah menungguku dengan cemas. “Dari mana saja kamu?” tanyanya cemas dengan wajah marah.Kali ini aku tidak akan melawannya. Dia satu-satunya orang yang masih peduli berada di sisiku. Aku diam sambil memainkan ujung kuku.“Cika, kamu dari mana?”

DMCA.com Protection Status