"Pangeran, sepertinya Karl dari arah barat!" pekik Logan seketika sambil berlari kencang menuju sumber suara.Tembakan terdengar lagi. Frederick bersama para pengawal lainnya pun berlari dengan sangat gesit. Tak berselang lama, sampailah mereka di tebing sungai. Frederick mengerutkan dahi kala tak terlihat batang hidung Karl. "Di mana dia?! Sisir semua tempat ini!" perintah Frederick kepada pengawal-pengawal istana. Mereka mengangguk cepat lalu mencari keberadaan Karl, dengan masuk ke hutan dan menengok ke bawah sungai. "Pangeran, kemarilah lihat ini." Logan berjongkok lalu menyipitkan mata tatkala melihat tetesan darah di sekitar tebing. Dia sentuh sedikit darah tersebut dengan jari telunjuknya. Dengan sigap Frederick mendekat. "Ada apa?""Pangeran ini bekas darah, sepertinya ada seseorang yang tertembak?" Logan mendongak sembari mengangkat tangannya, menunjukkan bukti bahwa ada aksi penembakan di sini. Frederick mengerutkan dahi dan menyentuh sejenak darah yang berada di jari
Mendengar hal itu mereka bergegas pergi ke kamar Lea. Sementara Lea, di dalam kamar, meraung-raung histeris sambil melempar semua alat kosmetiknya ke lantai. Dia bagai orang kesurupan, menjerit histeris sambil menangis kencang. Sekarang, rambut dan pakaiannya terlihat acak-acakan dan berantakan."Nona hentikan!" Di depan pintu kamar, seorang pelayan wanita berseru nyaring. Berharap Lea berhenti melempar-lempar barang. Terlebih ada pecahan kaca parfum berhamburan di lantai saat ini.Pelayan itu tampak takut-takut, ingin mendekat tapi takut diserang. Jadi, dia berdiri di ambang pintu sambil mencoba berbicara dengan Lea. Meskipun tak ada tanda-tanda Lea akan berhenti. Lea mengacuhkan sang pelayan. Berjalan ke sana kemari, mengambil vas, buku, semua barang-barang yang dapat dijangkaunya. "Tidak mungkin, testpack ini pasti salah!" jeritnya, menangis tersedu-sedan.Sudah beberapa minggu ini Lea merasa ada yang aneh pada tubuhnya. Lea merasa bahwa dia tengah berbadan dua. Karena tak kunju
Mendengar suara yang tak asing, Katherine mengalihkan pandangan, melihat Zara berlari kecil mendekati Lea. Zara tak memberi hormat padanya, raja dan ratu. Sangking panik dia melewati begitu saja orang yang berpengaruh di negara denmark tersebut. "Mama!" Masih duduk di lantai, air mata Lea turun semakin deras. Zara berjongkok kemudian memeluk erat-erat anaknya. "Apa yang terjadi padamu Nak? Tidak mungkin kau ...." Lea tak menjawab, malah menelusupkan wajahnya ke tubuh Zara. Menumpahkan segala kesedihannya pada sang ibu. Pundaknya tampak bergetar kuat sekarang, sampai-sampai Zara ikut menitikkan air mata pula. Pemandangan ini tak luput dari para bangsawan yang baru saja datang ke istana. Mereka berbisik-bisik satu sama lain, heran dan penasaran apa yang terjadi.Zara kendurkan sedikit pelukan lalu kembali bertanya,"Nak, kau tidak mungkin hamil 'kan?"Sudah kedua kalinya Lea tak juga menjawab. Dia masukkan lagi kepalanya ke tubuh Zara. Zara mendengus pelan lalu menoleh ke arah pela
Situasi semakin tak kondusif. Zara diam-diam tersenyum penuh kemenangan sambil memeluk Lea dengan erat sedari tadi. Sedangkan Katherine menghampiri para bangsawan tiba-tiba sambil melempar senyum tipis. Melihat Katherine mendekat. Para bangsawan mendadak bungkam.Katherine tahu para bangsawan hanya berani mengumpatnya dari kejauhan. Dan sekarang, dia ingin melihat keberanian para bangsawan tersebut ketika berhadapan langsung dengannya. Terlebih sekarang dia melihat Flo berada di kerumunan para bangsawan dan tadi sempat mencelanya juga. "Ulangi sekali lagi," kata Katherine mengedarkan pandangan di sekitar. "Apa kalian punya bukti kalau aku yang menganiaya Lea?"Tak ada tanggapan, mereka saling lempar pandangan. Memandang Katherine dengan bibir terkatup rapat. Para bangsawan tak berkutik dan mulai ketakutan tatkala merasakan atmosfer di sekitar terasa tak sangat nyaman. Katherine menyeringai tipis lalu memandang ke arah Flo dengan sangat dingin. "Flo, tadi kau mengatakan aku pantas
Katherine menyeringai tatkala Zara melototkan matanya sekarang. Tidak hanya itu Lea pun akhirnya berhenti menangis, sinar matanya dipenuhi ketakutan sekarang. Zara tiba-tiba bangkit berdiri lalu menghampiri. "Tidak usah Nak, mama minta maaf karena terlalu emosional tadi, mama akan bertanya pada Lea nanti dan semoga saja orang yang memperkosanya mau bertanggungjawab," kata Zara, air mata masih mengalir perlahan di kedua pipinya. Dia melirik ke kanan dan ke kiri, di mana para bangsawan kembali saling berbisik satu sama lain, tampak penasaran siapa yang menghamili Lea. Katherine masih tersenyum, begitu senang melihat Zara mulai ketakutan dan cemas saat ini. "Apa Mama tidak penasaran dengan pelaku yang hampir memperkosaku?" Zara mengangguk kaku. Masih memainkan perannya sebagai ibu yang perhatian di hadapan semua orang lain. Namun, di dalam hati dia mengutuki Katherine saat ini. "Iya Nak, mama sangat penasaran, untuk saat ini mari kita masuk ke dalam, lihatlah orang mulai
Di situasi genting seperti ini, William masih sempat memanggil nama putri kandungnya. Katherine, pelabuhan cinta pertama dan jantung hatinya itu. Tembakan masih terdengar di sekitar. Dia berhasil menghindar meski satu peluru kembali menembus kulitnya barusan.William berlari dengan sekuat tenaga, menerobos hutan belantara. Ketiga pria di belakang, masih menembak William sambil tertawa terbahak-bahak."Berhentilah Tuan, buatlah pekerjaan kami kali ini lebih mudah!" teriak salah seorang pria. Menarik pelatuk lagi. Tetapi, William berhasil mengelak.William berdecak sedikit. "Sial, oh come on William, mana kemampuanmu dulu," gumamnya pelan. Sambil berlari dia melirik sekilas kemudian mengarahkan pistol ke belakang dan menembak ke tiga pelaku tersebut. Dulu, ketika masih muda kemampuan menembak William di atas rata-rata. Namun, sekarang karena usianya kian bertambah, kemampuannya dalam menembak agak lambat. Dor!"Argh!" Satu pria langsung tumbang. Peluru menembus di bagian kening. Wil
"Siapa itu?" Katherine memperhatikan dengan seksama sosok di hadapannya saat ini. Sosok tersebut tiba-tiba memutar badan. "Iya, ada apa?" tanyanya dengan kening berkerut kuat.Rupanya sangat asing, pemuda yang umurnya sepantaran dengan Grace. Akan tetapi, dalam sekian detik rahang Katherine mengetat seketika. "Apa kau yang membunuh supir Papaku hah?!" pekik Katherine melototkan mata. Membuat Frederick dan Logan yang baru saja sampai, melebarkan pupil mata mereka pula. Keduanya memindai penampilan pemuda itu dari atas ke bawah. Wajahnya terlihat hitam dan berantakan, kalau dipikir-pikir secara logika mana ada pembunuh yang hanya diam ketika dituduh. Terlebih, penampilan pemuda ini tak sesuai dengan citra seorang pembunuh. Pemuda itu malah mengerutkan dahi. "Apa Anda sedang berhalusinasi, kenal saja tidak, ada-ada saja," ujarnya sambil menggelengkan pelan sejenak. "Kau!" Katherine mulai geram, terlebih sikap pemuda di hadapannya tak ada sopan santunnya. Dia hendak memukul namun Fr
Kerutan di dahi William semakin terlihat jelas. Dia menggerakkan mata ke arah pintu tiba-tiba. Di mana Zara dan Lea diseret paksa oleh kedua orang pengawal. Lalu menyembul juga raja, ratu dan Frederick serta Logan. "Papa, para pengawal ini menyakitiku!" Lea menjerit histeris sambil meneteskan air mata. Tentu saja air mata buaya. "Sayang, tolong aku, istri dan anakmu ini disakiti!" seru Zara, tak kalah dramatis. Dari tadi dia berusaha memberontak. Namun, tenaganya tak mampu menandingi pengawal istana tersebut.William bertambah bingung, secepat kilat menatap raja dan ratu, meminta penjelasan apa yang telah terjadi saat ini. Meskipun masih duduk di atas ranjang, lelaki bertubuh gemuk itu perlahan membungkukkan badan. "Raja, Ratu, apa yang terjadi? Mengapa istri dan putri keduaku ditahan?" tanyanya amat penasaran. James dan Celine tak langsung menanggapi. Melempar pandang pada Frederick, putra tunggalnya itu. Berbicara, melalui sorot mata. William tampak mulai panik tatkala Lea da