"Siapa itu?" Katherine memperhatikan dengan seksama sosok di hadapannya saat ini. Sosok tersebut tiba-tiba memutar badan. "Iya, ada apa?" tanyanya dengan kening berkerut kuat.Rupanya sangat asing, pemuda yang umurnya sepantaran dengan Grace. Akan tetapi, dalam sekian detik rahang Katherine mengetat seketika. "Apa kau yang membunuh supir Papaku hah?!" pekik Katherine melototkan mata. Membuat Frederick dan Logan yang baru saja sampai, melebarkan pupil mata mereka pula. Keduanya memindai penampilan pemuda itu dari atas ke bawah. Wajahnya terlihat hitam dan berantakan, kalau dipikir-pikir secara logika mana ada pembunuh yang hanya diam ketika dituduh. Terlebih, penampilan pemuda ini tak sesuai dengan citra seorang pembunuh. Pemuda itu malah mengerutkan dahi. "Apa Anda sedang berhalusinasi, kenal saja tidak, ada-ada saja," ujarnya sambil menggelengkan pelan sejenak. "Kau!" Katherine mulai geram, terlebih sikap pemuda di hadapannya tak ada sopan santunnya. Dia hendak memukul namun Fr
Kerutan di dahi William semakin terlihat jelas. Dia menggerakkan mata ke arah pintu tiba-tiba. Di mana Zara dan Lea diseret paksa oleh kedua orang pengawal. Lalu menyembul juga raja, ratu dan Frederick serta Logan. "Papa, para pengawal ini menyakitiku!" Lea menjerit histeris sambil meneteskan air mata. Tentu saja air mata buaya. "Sayang, tolong aku, istri dan anakmu ini disakiti!" seru Zara, tak kalah dramatis. Dari tadi dia berusaha memberontak. Namun, tenaganya tak mampu menandingi pengawal istana tersebut.William bertambah bingung, secepat kilat menatap raja dan ratu, meminta penjelasan apa yang telah terjadi saat ini. Meskipun masih duduk di atas ranjang, lelaki bertubuh gemuk itu perlahan membungkukkan badan. "Raja, Ratu, apa yang terjadi? Mengapa istri dan putri keduaku ditahan?" tanyanya amat penasaran. James dan Celine tak langsung menanggapi. Melempar pandang pada Frederick, putra tunggalnya itu. Berbicara, melalui sorot mata. William tampak mulai panik tatkala Lea da
Mendengar hal itu, wajah William merah padam. Dalam kesadaran penuh melayangkan tamparan yang sangat kuat di pipi Zara seketika. Plak!!!Zara cepat-cepat memegang pipi kirinya yang terasa sangat pedas sekarang. Dia tercengang, kumpulan manusia yang berada di ruangan pun sama, amat terkejut dengan reaksi William.Zara baru saja sadar akan perbuatannya. Karena bertindak di luar kendalinya barusan. Wajah Zara mendadak panik dan mulai ketakutan sekarang. Dia tatap dalam pria yang masih menjadi suaminya itu kembali. "Ternyata aku salah sangka selama ini, ya kau benar, aku memang masih mencintai Sonya. Mau ada seribu wanita cantik pun di depan mataku, Sonya tetaplah pemenangnya. Selama ini aku pikir kau wanita baik-baik. Tapi nyatanya kau tak lebih dari seekor ular berbisa!" kata William dengan napas kian memburu. "Aku kecewa padamu, aku mengangkatmu dari jalanan karena kasihan padamu dan Lea. Kau tidak pantas menyandang gelar bangsawan, maka dari itu mari kita bercerai!" lanjutnya kemb
Muka Frederick bertambah merah. Dia tidak mungkin salah melihat, yakin bila ada seseorang mengintip di balik pohon. Dengan cepat melangkah menuju pohon. "Aku bilang–"Perkataannya seketika terjeda tatkala seekor kelinci menyembul dari balik pohon. Langkah kaki Frederick otomatis terhenti."Astaga, lucu sekali," celetuk Logan tanpa sadar melihat kelinci putih lumayan besar itu menghampiri mereka sambil melompat-lompat. Hewan mamalia itu terlihat kegirangan dengan kedatangan para manusia di hutan tersebut. Ia masih melompat, mengira manusia mengajaknya bermain.Logan mengulum senyum melihat tingkah binatang tersebut. Berbeda dengan Frederick mendengus dingin."Berhentilah bermain Logan, tugas kalian belum selesai cepat bawa mayat itu ke istana sekarang!" perintah Frederick kembali.Para pengawal mengangguk serempak kemudian mulai melaksanakan tugas mereka. Mengangkat Karl ke tandu. "Cepatlah, sepertinya hujan akan turun sebentar lagi." Frederick mendongak sekilas, melihat matahari mer
"Tidak, tolong!" pekik Grace, menahan sakit. Xavier mendekat dengan sangat cepat manakala Grace meraung kesakitan sambil menutup mata dan memegang kepalanya sedari tadi.Xavier diserang kepanikan mendadak. Dia belum menyadari jika bagian belakang Grace berdarah. "Hei kau sadarlah!" Xavier menahan tubuh Grace dan menepuk pelan pipi Grace. "Xavier cepat tahan bagian belakang kepalanya, lihatlah ada darah!" Wanita yang selalu dipanggil Xavier dengan sebutan 'nona' ikutan panik. Pupil mata Xavier spontan melebar. Secepat kilat memegang kepala Grace. Detik selanjutnya gadis muda itu pingsan di tempat.Xavier dan wanita itu kian panik. Xavier guncang-guncang tubuh Grace sejenak. Namun, tak ada tanda-tanda adanya pergerakkan. "Xavier sebaiknya kita bawa dia ke kota sekarang!" teriak wanita bermata abu-abu itu seketika. Xavier tak langsung mengiyakan. Ekspresi wajahnya berubah dan kini tak enak dipandang. "Tapi Nona banyak orang jahat di sana, sebaiknya kita dia ke rumah saja sekarang
Setelah mengajukan pertanyaan, Katherine buru-buru menundukkan kepala. Tak berani memandang ke depan. Semenjak melakukan hubungan badan selayaknya suami istri. Cinta di hati Katherine kian bertambah. Perhatian dan kehangatan yang diberikan Frederick bagaikan angin segar bagi kehidupannya. Salahkah Katherine berharap di kehidupan kali ini mendapatkan cinta dari Frederick? Dari pria yang dulunya pernah diterpa kemalangan sama sepertinya. Suasana mendadak hening. Katherine dengan sabar menanti jawaban. Berharap tanggapan Frederick membuat hatinya tidak gelisah lagi. Riak muka Frederick pun menjadi datar sekarang. Mata elang itu menatap Katherine dengan seksama. Tatapannya terlihat aneh seakan-akan tengah berperang dengan batinnya saat ini. "Kau tidak lupa dengan perjanjian kita di awal 'kan?" Frederick mulai menanggapi. Sejak tadi pandangannya tak lepas dari wajah Katherine. Katherine tersenyum getir. Tanggapan yang dilontarkan Frederick menandakan kontrak nikah akan tetap terus b
"Apa?" Celine melebarkan mata sampai-sampai membuat Frederick menoleh ke arahnya sekarang. Secepat kilat ia mengubah ekspresi wajah sambil sesekali melirik Frederick tengah menghampirinya perlahan. "Baiklah, terima kasih atas laporannya, kembalilah bekerja," kata Celine kemudian. Orang kepercayaan Celine itu pun berkata,"Baik Ratu." Sebelum melenggang pergi membungkuk dengan hormat kepada Celine dan Frederick. "Ada apa Ma?" Dalam jarak yang cukup dekat Frederick langsung bertanya. Dia tampak penasaran. Celine membuang napas pelan sejenak. Lalu memerintah asisten istana yang masih berada di ruangan untuk keluar. Asisten wanita itu mengangguk kemudian berlalu pergi. "Bukan apa-apa, hanya permasalahan di kota," balas Celine.Frederick tak menanggapi malah menatap Celine dengan tatapan menyelidik. Lelaki itu meninggalkan jahe yang sudah teriris di talenan dan saat ini menunggu air di panci agar hangat. Hal itu membuat Celine mulai cemas. Berharap Frederick tidak mengetahui kebohonga
Keadaan udara di sekitar mendadak dingin. Frederick tak segera menjawab. Memandangi Logan tanpa mengedipkan kelopak matanya sama sekali. Logan buru-buru menundukkan kepala. Baru saja menyadari kesalahannya karena telah membuat Frederick marah. Keringat dingin mulai mengalir di telapak tangannya sekarang."Maafkan aku Pangeran, aku tidak bermaksud membuat hati Anda terluka. Namun, tidak ada salahnya menerima kenyataan bila Victoria sudah tiada." Meski takut, Logan memberanikan diri membuka suara kembali. Dia tidak mau melihat sang tuan terlalu lama terjebak di masa lalu. Tak ada tanggapan. Frederick terdiam dengan sorot mata tajam, setajam elang, yang siap memangsa sang lawan."Aku tahu Anda masih mencintai Nona Victoria, tapi tidak salah mencoba membuka hati pada Putri Katherine." Lagi Logan berbicara. Biarlah, dia tak peduli lagi bagaimana reaksi Frederick. Sebagai tangan kanan, tak ada salahnya memberi nasihat sedikit. "Diamlah Logan! Masalah percintaanku biar aku urus sendiri.