Pagi-pagi sekali Katherine sudah bangun. Padahal waktu masih menunjukkan pukul lima pagi. Katherine menguap sejenak, menatap lurus ke depan. Wajahnya terlihat muram dan matanya tampak sembap karena terlalu lama menangis semalam. Dia melirik ke samping melihat Frederick tengah mengerutkan dahi saat mendengar bunyi grasak-grusuk akibat ulahnya barusan.Secara perlahan Frederick membuka mata, pandangan keduanya langsung bertemu."Katherine kenapa sudah bangun, matahari belum terlihat, ayo tidur lagi." Pelan dan agak serak suaranya, ciri khas seseorang yang baru saja bangun tidur. Katherine menggeleng cepat. "Aku ingin menemui Karl."Frederick menghela napas pendek kemudian duduk tegak. Menyentuh pelan punggung tangan kanan Katherine. "Katherine tidurlah dulu, kau kurang tidur. Ini masih pagi, nanti saja kita bertemu Karl.""Tapi Fred aku ingin sekali bertemu lelaki itu!" protes Katherine. Jika semalam dia mengalah. Tapi, hari ini dia tak mau menghilang kesempatan untuk bertemu Karl. F
"Kau!" Lea meradang. Secepat kilat mengangkat tangan kanan ke udara hendak menampar Katherine.Namun, pergelangan tangannya ditangkap Frederick seketika. Lea terkesiap. Pandangannya langsung terhubung dengan Frederick. Frederick menatapnya sangat tajam sampai-sampai Lea diserang kepanikan mendadak. Telapak tangannya mulai berkeringat dingin sekarang. "Pang—er—an," ucap Lea terbata-bata."Apa kau ingin dihukum mati juga hah?!" geram Frederick, mencekal pergelangan tangan Lea dengan sangat kuat dan erat. Hingga terdengarlah rintihan pelan keluar dari bibir Lea. Lea menelan ludah berkali-kali saat atmosfer di sekitar terasa sangat dingin dan mencekam sekarang. "Maaf Pangeran aku, ahk!" Lea tersentak. Frederick menghempas kuat tangannya tiba-tiba hingga mengakibatkan dia terhuyung-huyung ke belakang sejenak. Secepat kilat Lea menahan tubuhnya agar tidak terjatuh. "Shfft ...." desis Lea seraya mengusap pelan pergelangan tangan kanan. Napas Frederick semakin memburu. Sama seperti Kath
Dalam keadaan remang-remang. Lea tak dapat melihat wajah si pelaku. Namun, sosok tersebut memakai sweater hitam lengkap dengan tudung, masker dan kacamata hitam.Napas Lea mulai tersendat-sendat. Lehernya dicekik dengan sangat kuat sekarang. Sampai-sampai kedua kakinya pun bergerak ke sana kemari. Menahan sesak dan sakit di sekujur leher karena cekikkan begitu erat. Seolah-olah ada dendam kesumat yang dimiliki si pelaku padanya."Le—pas kan aku," kata Lea berusaha menarik tangan sosok itu namun tenaganya tak mampu. Pasokan udara di paru-parunya mendadak berkurang. Hingga terdengarlah suara batuk di sekitar. Di balik tudung hitam, sosok itu menyeringai tipis. Seakan-akan menikmati apa yang tengah dilakukannya saat ini. Dia mencekik brutal sang korban hingga wajah Lea tampak merah dan bibirnya mulai pucat pasi. "Le ..., pas ...." Lea masih berusaha memberontak. Dengan sekuat tenaga mengangkat tangan kanan hendak membuka tudung jaket. Akan tetapi, sosok itu tiba-tiba melompat turun dar
Lea tak sempat meneruskan ucapan kala tengkuknya dipukul. Dia pingsan di tempat. Secara bersamaan pula sang pelayan masuk bersama pengawal istana. Dalam keadaan temaram, mereka menyipitkan mata, menajamkan penglihatan. "Berhenti kau!" pekik sang pengawal lalu berlari mendekati si pelaku. Pelayan wanita pun mengekori dari belakang.Sosok itu hanya menoleh sekilas kemudian secepat kilat menerobos jendela kaca Lea hingga hancur berkeping-keping. Dia berlari lincah bak meteor yang jatuh ke bumi. "Hei kau!" Sang pengawal kesal setengah mati karena tidak berhasil menangkap si pelaku. Meskipun begitu dia tetap mengabari pengawal lainnya untuk menutup gerbang istana dan berjaga-jaga di sekitar. Dia pun berencana akan mencari si pelaku dan mengabari pihak kerajaan telah terjadi kejahatan di dalam istana. "Astaga kasihan Nona Lea," ujar pelayan wanita seketika. Berjongkok sambil menatap penuh iba keadaan luka Lea yang tampak menggenaskan. Lelaki itu mengalihkan pandangan ke bawah lalu berk
Lea sangat murka dan kesal. Setiap kali mendengar kata video, dia merasa jijik!"Lihatlah kau memperlihatkan sifatmu sebenarnya," balas Katherine kemudian.Bukannya marah dengan tanggapan Lea. Katherine malah mengulum senyum. Adik tirinya itu telah memperlihatkan sifat aslinya barusan. "Apa maksudmu?" Dengan napas memburu Lea pun bertanya. Dia masih berada di atas ranjang, berbaring dengan posisi setengah duduk. Untuk sesaat Katherine tertawa pelan kemudian secara perlahan melipat tangan di dada."Tadi kau mengatakan aku seperti ular dan memiliki hati yang busuk tapi nyatanya kaulah yang menunjukkan sifat-sifat itu, apa kau tidak sadar mengatai aku jalang dan mengatakan aku pantas mati. Hm aneh, atas dasar apa kau mengatakan aku pantas mati? Apa kau Tuhan sesuka hati mengambil nyawa manusia?" lontar Katherine, pelan dan lembut, dengan senyum manis mengembang di bibir. Lea sempat terdiam. Kendati demikian, sorot matanya yang merah menyala tak memudar. Perubahan suasana hatinya membu
Setelah menanggapi Logan berlalu pergi dengan sangat cepat, meninggalkan Katherine yang sekarang terlihat terkejut dan mulai cemas.Di lain sisi. Tepatnya di hutan. Karl berlari dengan sangat kencang. Dalam keadaan terluka parah dia menerobos hutan belantara itu. Berkat Zara, dia dapat melarikan diri dari istana tadi. Karl semakin mempercepat gerakan kakinya saat melihat ke belakang sekilas Frederick mengejarnya saat ini.'Sial!' umpat Karl sedikit kesal lalu berlari lebih cepat dari sebelumnya. Meskipun sedikit kesusahan bergerak karena luka yang didapatkan lumayan banyak. Karl tidak patah arang. Sementara itu di belakang Frederick tak melepaskan pandangannya dari depan. Kedua mata birunya itu terlihat menyala-nyala. Sedikit lagi dia akan menggapai tubuh Karl. Begitu melihat Karl berlari dengan lincah, dia bergerak lebih gesit lagi. Dor!Di depan sana Karl baru saja melesatkan timah panas ke arah Fredrick sambil menyeringai tajam.Frederick terperanjat kala hampir saja ditembak.
"Pangeran, sepertinya Karl dari arah barat!" pekik Logan seketika sambil berlari kencang menuju sumber suara.Tembakan terdengar lagi. Frederick bersama para pengawal lainnya pun berlari dengan sangat gesit. Tak berselang lama, sampailah mereka di tebing sungai. Frederick mengerutkan dahi kala tak terlihat batang hidung Karl. "Di mana dia?! Sisir semua tempat ini!" perintah Frederick kepada pengawal-pengawal istana. Mereka mengangguk cepat lalu mencari keberadaan Karl, dengan masuk ke hutan dan menengok ke bawah sungai. "Pangeran, kemarilah lihat ini." Logan berjongkok lalu menyipitkan mata tatkala melihat tetesan darah di sekitar tebing. Dia sentuh sedikit darah tersebut dengan jari telunjuknya. Dengan sigap Frederick mendekat. "Ada apa?""Pangeran ini bekas darah, sepertinya ada seseorang yang tertembak?" Logan mendongak sembari mengangkat tangannya, menunjukkan bukti bahwa ada aksi penembakan di sini. Frederick mengerutkan dahi dan menyentuh sejenak darah yang berada di jari
Mendengar hal itu mereka bergegas pergi ke kamar Lea. Sementara Lea, di dalam kamar, meraung-raung histeris sambil melempar semua alat kosmetiknya ke lantai. Dia bagai orang kesurupan, menjerit histeris sambil menangis kencang. Sekarang, rambut dan pakaiannya terlihat acak-acakan dan berantakan."Nona hentikan!" Di depan pintu kamar, seorang pelayan wanita berseru nyaring. Berharap Lea berhenti melempar-lempar barang. Terlebih ada pecahan kaca parfum berhamburan di lantai saat ini.Pelayan itu tampak takut-takut, ingin mendekat tapi takut diserang. Jadi, dia berdiri di ambang pintu sambil mencoba berbicara dengan Lea. Meskipun tak ada tanda-tanda Lea akan berhenti. Lea mengacuhkan sang pelayan. Berjalan ke sana kemari, mengambil vas, buku, semua barang-barang yang dapat dijangkaunya. "Tidak mungkin, testpack ini pasti salah!" jeritnya, menangis tersedu-sedan.Sudah beberapa minggu ini Lea merasa ada yang aneh pada tubuhnya. Lea merasa bahwa dia tengah berbadan dua. Karena tak kunju