Author minta maaf di bab sebelumnya ada kesalahan, karena author menulis letak kejadian di pantai padahal seharusnya di lautan. Sudah author revisi tadi, mohon maaf ya apabila membuat kakak-kakak kebingungan :)
"Marquis William?" Frederick keheranan melihat William berdiri di hadapannya dengan tangan terkepal erat. Sejak tadi tangan kanannya bergerak di depan wajah William. Sementara William baru saja berkhayal mendaratkan pukulan di wajah Frederick. Bagaimana tidak, sambutan kepadanya di luar dugaan. Di saat Katherine menghilang, Frederick masih bisa tersenyum seperti tadi. Sebagai seorang ayah, sungguh sakit hati William. Lelaki tua itu tak tahu saja, Frederick pun ketar-ketir saat ini. Apakah William sudah mengetahui kepergian Katherine dari istana atau tidak. Namun, untuk sekarang dia berusaha untuk tetap tenang. Akan tetapi, ekspresi William membuatnya makin gelisah. Dia dapat melihat sinar mata William dipenuhi kebencian. William tak menyahut, masih tenggelam dengan imajinasinya. Sampai pada akhirnya Frederick menepuk pelan pundak William."Marquis, Anda tidak apa-apa, 'kan?" tanya Frederick.William lantas tersadar, mengeluarkan dehaman kecil sejenak lalu berkata,"Aku tidak apa-apa
"Kau masih mengatakan rindu aku atau tidak Victoria?!" teriak Frederick dengan napas memburu bak badai di tengah gurun pasir. Pupil mata Victoria kian melebar. Tampak syok dan lidahnya mendadak lumpuh sekarang. "Sayang, pria ini tidak pantas untukmu, akulah yang pantas, mari kita rajut lagi hubungan kita, lihatlah anak kita di rumah merindukanmu," ujar lelaki itu dengan tatapan memelas. Kedua tangannya diborgol di belakang. Sekarang Victoria tak mampu berkata apa-apa lagi.Dia membeku di tempat tanpa mengedipkan mata sejak tadi.Kesunyian menerpa sekitar. Dalam sebulan ini Frederick tidak hanya mencari tahu keberadaan Katherine. Dia juga mencari apa yang terjadi pada Victoria beberapa tahun silam.Berdasarkan informasi dari seorang mata-mata, Frederick mendapatkan kabar mengejutkan bila selama ini Victoria berselingkuh dengan pria lain sampai-sampai wanita itu mengandung. Victoria berpura-pura terjun dari kapal, seolah-olah dia bunuh diri. Padahal tidak.Kala itu, ketika mendengar
Frederick masih mencoba. Mengamati wajah sosok di hadapannya sekarang. Sosok yang sudah lama dia cari-cari, siapa lagi kalau bukan Grace.Grace berdiri mematung, melihat lelaki yang dia hindari dalam beberapa bulan ini.'Aduh bagaimana ini?' batin Grace sejenak, tengah memutar otak agar bisa kabur. "Kau Grace kan? Ternyata kau masih hidup–""Maaf Tuan, sepertinya Anda salah orang! Aku permisi!" Dengan kecepatan cahaya Grace berlari sangat kencang dari Frederick. Frederick membelalakan mata lantas dengan tergesa-gesa mengejar Grace di tengah-tengah kerumuman manusia."Hei Grace berhenti! Mau ke mana kau?!" Entah mengapa perasaannya mulai tertuju pada Katherine sekarang. Frederick menyakini bila Grace saat ini tahu di mana Katherine. Frederick semakin mempercepat langkah kaki namun tiba-tiba Grace hilang dari pandangannya dan hilang di antara kumpulan manusia. "Argh! Sial!" umpat Frederick sambil menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Grace. Tak jauh dari Frederick berdiri
Frederick dan Logan mengikuti William secara diam-diam dari belakang. Namun, sungguh malang untuk kedua kalinya Frederick kehilangan jejak. William sangat gesit seperti ular. Sesudah masuk gang kecil, ada gang lagi yang dimasuki. Bukan hanya satu melainkan ada empat gang sekaligus. Meskipun begitu Frederick tetap memberi perintah pada Logan dan para pengawalnya mencari William dengan masuk ke semua gang. "Aku yakin Marquis William pasti tahu di mana Katherine!" celetuk Frederick, menyugar sesaat rambut panjangnya tersebut. Frederick sangat frustrasi. Katherine begitu sulit ditemukan, seakan-akan dia selalu diberi hambatan untuk mencari sang istri. Sementara itu, William yang menyadari telah diikuti membuang napas pelan karena telah berhasil melarikan diri dan sekarang dia tengah mengambil rute yang aman untuk sampai ke tempat persembunyian Katherine.Tak berselang lama, William telah sampai di rumah berlapis kayu tersebut dan langsung disambut Sonya serta Katherine di ruang tamu.
Grace dan Xavier mematung di tempat. Melihat Frederick berdiri di hadapan mereka sekarang dalam keadaan basah kuyup.Frederick tak langsung menyapa atau pun melempar senyum. Dia terdiam. Menatap Grace dan Xavier dengan tatapan datar. Akhirnya setelah penantian yang cukup lama. Dia dapat menemukan rumah yang disinyalir tempat persembunyian Katherine. Dan benar saja belum juga dia menggerakkan bibir. Teriakan Katherine dari salah satu ruangan, mengagetkannya. "Grace, Xavier! Bantu aku, aku akan melahirkan sebentar lagi!" pekik Katherine. Pupil mata Frederick semakin melebar. Tanpa bertanya pada Xavier dan Grace. Lelaki itu menyelenong masuk ke dalam rumah dan melangkah cepat menuju sumber suara. Grace dan Xavier bergeming, berdiri tanpa sedikit pun mengedipkan mata. Sedetik kemudian keduanya segera tersadar lantas berlari cepat menuju kamar Katherine. "Katherine!" Bola mata berwarna biru itu semakin membulat. Tatkala melihat sang istri ternyata mengandung dan sebentar lagi akan mel
"Tenanglah dulu Nak. Anakmu bersama Papanya sekarang di istana,"ucap Sonya membuat Katherine mulai gelisah. "Ma, kenapa anakku bersama Frederick. Aku ingin ke istana sekarang." Katherine hendak mencabut selang infus di tangan. Namun, Sonya dengan cepat menahan. "Besok saja, tunggu kau pulih. Tubuhmu masih lemah Katherine."Sonya tak menjawab pertanyaan barusan. Katherine semakin resah. Dia belum mendekap anaknya sama sekali namun sudah dipisahkan. Katherine tidak tahu saja jika Sonya, William dan Frederick membuat rencana agar hati Katherine dapat luluh."Tapi Ma, kenapa anakku dibawa ke istana, aku belum sempat memeluknya, kenapa kalian tega melakukan ini padaku?" Katherine sudah tidak mampu lagi membendung air mata. Berjauhan dengan buah hatinya, membuat dia tersiksa sekarang. Secara perlahan air mata membasahi kedua pipinya."Katherine, setelah kau pulih kau bisa bertemu putramu. Sekarang mama mohon beristirahatlah dulu. Anakmu dalam keadaan baik-baik saja sekarang. Tapi keadaan
Pemandangan yang membuat hatinya mulai menghangat. Di mana Frederick tengah menggendong anaknya sambil mengembangkan senyuman. Kini penampilan Frederick tidak seperti kemarin. Rambut panjangnya sudah dipotong, terlihat bersih dan segar. Akan tetapi, tubuhnya masih tetap kurus. Katherine bertanya-tanya, apa Frederick sekarang sudah berubah tidak seperti dulu, yang kerap kali melukai hatinya dan lebih memilih Victoria dari pada dirinya. Katherine hanya bisa menerka-nerka. Kendati demikian, trauma yang ditorehkan membuat Katherine menutup diri sekarang."Katherine?" Frederick baru sadar jika di dalamnya ada Katherine. Dia mengembangkan senyuman, melihat keadaan Katherine sekarang. Lamunan Katherine mendadak buyar. Dengan cepat dia menggelengkan kepala lalu melangkah cepat, mendekati Frederick."Tubuhmu sudah baikan, kemarilah, lihatlah anak kita malah tidur lagi, padahal tadi sudah diberi susu," kata Frederick lagi seraya melirik buah hatinya yang digendongnya sejak tadi. Bayi mungil
Sentuhan tangan Frederick membuat Katherine tertegun. Sebuah sentuhan yang sudah lama tidak dia rasakan. Rasa rindu di relung hatinya membuncah seketika. Ingin sekali dia memeluk Frederick. Namun, Katherine tak mau menunjukkan rasa rindunya pada Frederick saat ini.Katherine tak menepis sentuhan tersebut. Membiarkan Frederick memegang tangannya saat ini. "Katherine, aku mohon ini demi anak kita. Pikir ulang lagi keputusanmu." Frederick mengulangi perkataannya. Sinar matanya dipenuhi kesedihan. Frederick berharap hati Katherine dapat luluh. "Tapi Fred, aku tidak mencintaimu ...." 'Maafkan aku Frederick. Saat ini aku ingin menjaga diriku sendiri.' Katherine bermonolog di dalam hati sambil mengigit bibir bawah, menahan agar air matanya tak tumpah sekarang. Frederick membeku. Jantungnya terasa akan melompat keluar tatkala mendengar balasan Katherine. Kendati demikian, dia tak peduli jika Katherine tidak membalas perasaannya."Walaupun kau tidak mencintaiku, aku mohon demi anak kita ja