Pemandangan yang membuat hatinya mulai menghangat. Di mana Frederick tengah menggendong anaknya sambil mengembangkan senyuman. Kini penampilan Frederick tidak seperti kemarin. Rambut panjangnya sudah dipotong, terlihat bersih dan segar. Akan tetapi, tubuhnya masih tetap kurus. Katherine bertanya-tanya, apa Frederick sekarang sudah berubah tidak seperti dulu, yang kerap kali melukai hatinya dan lebih memilih Victoria dari pada dirinya. Katherine hanya bisa menerka-nerka. Kendati demikian, trauma yang ditorehkan membuat Katherine menutup diri sekarang."Katherine?" Frederick baru sadar jika di dalamnya ada Katherine. Dia mengembangkan senyuman, melihat keadaan Katherine sekarang. Lamunan Katherine mendadak buyar. Dengan cepat dia menggelengkan kepala lalu melangkah cepat, mendekati Frederick."Tubuhmu sudah baikan, kemarilah, lihatlah anak kita malah tidur lagi, padahal tadi sudah diberi susu," kata Frederick lagi seraya melirik buah hatinya yang digendongnya sejak tadi. Bayi mungil
Sentuhan tangan Frederick membuat Katherine tertegun. Sebuah sentuhan yang sudah lama tidak dia rasakan. Rasa rindu di relung hatinya membuncah seketika. Ingin sekali dia memeluk Frederick. Namun, Katherine tak mau menunjukkan rasa rindunya pada Frederick saat ini.Katherine tak menepis sentuhan tersebut. Membiarkan Frederick memegang tangannya saat ini. "Katherine, aku mohon ini demi anak kita. Pikir ulang lagi keputusanmu." Frederick mengulangi perkataannya. Sinar matanya dipenuhi kesedihan. Frederick berharap hati Katherine dapat luluh. "Tapi Fred, aku tidak mencintaimu ...." 'Maafkan aku Frederick. Saat ini aku ingin menjaga diriku sendiri.' Katherine bermonolog di dalam hati sambil mengigit bibir bawah, menahan agar air matanya tak tumpah sekarang. Frederick membeku. Jantungnya terasa akan melompat keluar tatkala mendengar balasan Katherine. Kendati demikian, dia tak peduli jika Katherine tidak membalas perasaannya."Walaupun kau tidak mencintaiku, aku mohon demi anak kita ja
Katherine terpaku di tempat. Pemandangan di depan membuat dirinya mulai bimbang sekarang. Namun, alam sadarnya mengingatkannya untuk memikirkan kembali permintaan Frederick. Katherine tidak mau mengambil keputusan dengan cepat, yang bisa saja membuatnya terluka lagi. "Katherine, kau mendengarkan aku kan?" Jauh di lubuk hatinya Frederick berharap Katherine mau menuruti perkataannya, meskipun wanita yang entah sejak kapan masuk ke dalam hatinya, tidak mencintainya. Katherine mengerutkan dahi, masih mempertimbangkan permintaan Frederick. "Akan kupikirkan lagi Fred," balas Katherine pada akhirnya membuat Frederick tersenyum sumringah. Sangking senangnya lelaki itu memajukan wajah hendak mengecup pipi Katherine. Namun, Katherine bergerak cepat dengan mundur selangkah. Senyum Frederick langsung menghilang detik itu pula. "Jangan senang dulu Fred, permintaanmu masih kupertimbangkan lagi, bisakah kau keluar dari kamar sekarang, aku mau beristirahat," ujar Katherine dengan raut wajah beg
"Liana, Frederick!" Dalam keadaan muka merah padam, Katherine mendekat sambil melayangkan tatapan tajam pada Liana. "Jangan sentuh anakku!" lanjut Katherine.Pasalnya Liana sedikit lagi mengambil Frederick dari stroller. Sungguh pemandangan yang membuat darahnya naik. Katherine tidak rela, wanita yang pernah menaruh rasa pada Frederick menyentuh anaknya.Terlebih Frederick saat ini tak melarang, justru mempersilakan Liana mendekati stroller. Di mana Alexander tengah tertidur dengan sangat pulas di dalamnya.Mendengar namanya dipanggil, Frederick menoleh ke arah Katherine. Liana juga begitu. "Ada apa Sayang?" tanya Frederick dengan kerutan tajam di dahi. Katherine mendengus lantas mengambil dengan kasar stroller. "Tidak usah memanggilku Sayang!" Katherine melirik tajam Liana. "Dan kau jangan sentuh Alex, kalau mau bermesraan jangan di depan anakku!" sembur Katherine kesal. Liana dan Frederick tampak kebingungan kemudian saling lempar pandang. Liana tanpa sengaja berpapasan dengan
Katherine segera mendorong dada Frederick kemudian memalingkan muka ke samping. Pipinya langsung merah merona, malu, karena Logan melihat mereka berciuman barusan."Ada apa? Kenapa kau suka sekali mengangguku?" kata Frederick sangat ketus. Sebab kegiatannya diganggu barusan dan membuat mood-nya rusak dalam sekejap. Logan tersenyum hambar, baru sadar karena berlebihan dalam menegur Frederick. Kendati demikian dia pun mendekat lalu berkata,"Maafkan aku Pangeran, aku sama sekali tidak bermaksud menganggu kegiataan Anda. Tapi, ada hal penting yang harus aku sampaikan sekarang."Frederick mengeluarkan decakan kesal. "Apa tidak bisa ditunda dulu? Sudah pergi kau sana! Menganggu saja, apa kau iri melihat kami bemesraan hah?!" balas Frederick sambil tersenyum meremehkan. "Tidak bisa Pangeran, ini sangatlah gawat, bisa saja ada penyusup yang berusaha menghancurkan hari bahagia Pangeran dan Putri." Melihat mimik muka Logan yang tampak panik, Frederick mengubah ekspresi wajah. Kini kedua mat
Grace membelalakkan mata tiba-tiba saat mendengar penuturan Xavier. Katherine, Frederick dan Logan juga terlihat terkejut. "Xavier, apa-apaan kau?" bisik Grace sambil melirik ke arah pria tua itu. Grace sangat bingung dengan situasi saat ini. Apa Xavier sudah gila? Mengatakan dia adalah kekasihnya!"Diamlah, bantu aku dulu Grace, aku tidak mau menikah dengan wanita pilihan mama tiriku,"balas Xavier. "Tenanglah, ini hanya kamuflase saja, jangan kau pikirkan."Xavier menggengam erat tangan Grace kemudian. Berharap Robert, tangan kanan papanya percaya dengan perkataannya barusan. Xavier tengah menahan amarahnya karena tatapan Robert sekarang mengingatkan dia pada mama tirinya. Grace yang berdiri di samping dari tadi, merasakan bila Xavier tampak sangat berbeda hari ini. Grace dapat menebak aksi kabur Xavier ada sangkut pautnya dengan kedatangan pihak kerajaan kerajaan Norwegia pagi ini. "Tapi—" "Oh ya ampun, benarkah wanita ini kekasih Anda Pangeran Xavier?" Robert menginterupsi pemb
"Apa yang kau lakukan di sini?!" Grace naik pitam karena Xavier berada di dalam kamarnya sekarang. Ditambah lagi lelaki itu baru saja keluar dari kamar mandi dalam keadaan setengah basah. Handuk putih yang menempel di pinggang Xavier membuat pikiran Grace melayang-layang sekarang. Tanpa muka berdoa Xavier pun menoleh. "Ck, kau tidak lihat aku baru selesai mandi," katanya. "Iya, iya aku tahu kau baru selesai mandi, tapi kenapa di kamarku? Kenapa tidak di kamarmu saja hah?!" Grace berseru dengan sorot mata berapi-api karena sekarang Xavier mengibas-ibaskan rambut ke segala arah membuat wajahnya kecipratan air. "Astaga, apa kau lupa? Kita sudah menjadi suami istri, mulai dari sekarang kita akan sekamar, kalau kita tidak sekamar Pangeran Frederick dan Putri Katherine akan curiga," balas Xavier melangkah cepat menuju walk in closet.Grace terpaku. Baru sadar jika sekarang sudah menjadi istri Xavier. Kini wajahnya berubah panik, memikirkan nasib ke depannya. "Xavier, sampai kapan kita
Dengan sekuat tenaga Katherine mendorong dada Frederick. Semburat merah muncul tiba-tiba di kedua pipi Katherine. Dia sekali-kali melirik Celine dan James yang saat ini mengulum senyum."Frederick malu tahu," kata Katherine sambil menabok pelan pundak Frederick. Lalu menundukkan kepala. Katherine sangat malu karena kedua mertuanya harus menyaksikan kejadian barusan. "Dengan istri sendiri untuk apa malu, benar tidak Pa?" Frederick malah tersenyum angkuh seraya melirik ke arah James."Haha, tidak apa-apa Katherine. Aku malah senang melihat kalian mesra seperti sekarang, aku harap kau dapat mengubah keputusanmu," balas James.Katherine memberanikan diri mengangkat dagu. Lalu melempar senyum hambar. Dia masih dilema dengan keputusannya, apakah bertahan atau berpisah dengan Frederick."Kau dengar itu Sayang, Papa saja tidak marah, sudah jangan malu, sekarang ayo kita sarapan, lihatlah raja kita masih tidur," kata Frederick seraya melirik ke Alexander, masih tertidur pulas di stroller. K