"Jadi dia calon istri kamu?"
"Hubungan kami memang lebih dari sekedar atasan dan karyawan, kami diam-diam berkencan di luar kantor. Tapi untuk menikah, kayaknya masih terlalu dini.""Banyak alasan, kalau kamu cuma mau main-main, jangan sia-siakan waktu orang lain. Lebih baik kamu akhiri hubungan kalian, kakek kasihan sama wanita ini, harusnya dia mencari pasangan yang akan membawanya ke pelaminan, bukan hanya dijadikan kedok semata!""Kakek tenang saja, waktu yang Carla habiskan bersamaku tak akan jadi sia-sia. Lagipula bukannya aku tak mau serius sama Carla, aku hanya tak mau terburu-buru menikah. Hubungan kami juga baru dimulai secara resmi, jadi tolong beri kami waktu.""Satu bulan! Kalau satu bulan kamu masih tidak mau menikahinya, lebih baik kamu lepaskan dia. Biarkan dia bebas menentukan jodohnya sendiri. Jangan kamu tahan tanpa punya harapan akan masa depan! Baik kakek ataupun papa kamu, tidak ada yang mempermainkan wanita. Jadi jangan rusak tradisi keluarga kalau kamu hanya ingin main-main, mengerti?""Liam mengerti kakek, satu bulan lagi Liam akan berikan keputusannya dan Liam yakin tak akan mengecewakan kalian. Benar 'kan, Carla?"Carla mencengkram erat tepian wastafel, geram kala mengingat percakapan beberapa saat lalu antara Liam bersama kakeknya yang juga disaksikan oleh keluarga besar Atmaja. Carla tak habis pikir kenapa bosnya bisa seenteng itu menanggapi soal pernikahan yang diusulkan oleh kakeknya."Menikah? Sama bos rese kayak dia?" Carla berdecih, membayangkannya saja membuat sekujur tubuhnya merinding. "Ogah banget! Lagian aku juga nggak kepikiran mau nikah sekarang, aku harusnya fokus buat kesembuhan mama bukan malah terjebak dalam sandiwara sialan ini!" Kepala Carla pening memikirkan situasinya yang rumit gara-gara ulah bosnya. "Aku harus bicara lagi sama pak Liam, ya, aku harus bilang kalau aku nggak bisa lanjutin sandiwara ini!"Carla pun bergegas keluar dari toilet, menuju berlangsungnya tempat acara launching Willona Cosmetic. Namun, setibanya di tempat itu, Carla dibuat heran dan bertanya-tanya ketika melihat kerumunan yang menjadi pusat perhatian seluruh pengunjung. Tapi kemudian Carla mengabaikannya karena menurutnya tidak penting, ia memilih kembali ke tempat semula untuk menemui Liam."Benarkah yang ada di foto itu Anda, Mbak Andita Salim?""Apakah Anda punya hubungan spesial dengan William Atmaja?""Apakah ini settingan atau semacam trik marketing, mengingat Anda merupakan model ambasador dari Willona kosmetik?"Sementara di tempat lain, Liam mengeraskan rahangnya ketika menyaksikan kelakuan wanita gila yang sudah berhasil menarik atensi semua tamu undangan. Mata tajamnya beradu dengan sorot mata Andita yang tersenyum miring kepadanya seolah sedang mengejeknya. Tentu saja Liam makin geram, tak bisa mentolerir perbuatan wanita itu yang merusak semua rencananya dengan pengakuan gilanya barusan kepada para wartawan."Kenapa kalian tidak tanyakan langsung pada William Atmaja? Apakah kami settingan, atau kami memang memiliki hubungan yang cukup spesial?" Namun, sepertinya wanita bernama Andita Salim itu tak mengenal rasa takut, meski ditatap tajam oleh Liam, ia malah kembali bersuara dengan ucapannya yang mampu memancing gosip-gosip miring kian merajalela.Shit!Liam melotot ketika para awak media berbalik menoleh ke arahnya. Beruntung suara dari belakang segera menyelamatkan dirinya dan juga jadi solusi untuk terbebas dari situasi mengerikan ini!"Pak Liam." Carla yang baru tiba terlihat bingung melihat beberapa reporter berbalik menyorot ke arahnya. Dan tanpa diduga, Liam tiba-tiba menarik pinggangnya. Carla melotot, tersentak kaget ketika sesuatu yang kenyal menyambar bibirnya.Hening!Dunia Carla seolah berhenti, keriuhan orang-orang di sekitarnya tak lagi terdengar. Ia bagaikan patung yang sedang dilecehkan, hanya diam membeku saat ciuman itu berlangsung cukup intens dan membuatnya serasa dihempas ke dasar jurang penyesalan.Oh my God! My first kiss, kena begal! Jerit Carla dalam hati ketika kesadaran mengambil alih tubuhnya, tapi ia tak berdaya dalam rengkuhan Liam yang masih melancarkan aksi gilanya. Dasar bos gila! Kurang ajar!Hawa dingin berhembus kencang, dinginnya menembus kulit sampai ke sendi dan saraf-saraf kewarasan Carla. Seperti otaknya yang tiba-tiba tumpul, seluruh sarafnya seketika tak berfungsi dengan semestinya, mengakibatkan tubuhnya membeku dalam beberapa menit."Carla Ananda Yosefh, mulai detik ini kamu pasangan saya. Jangan menolak apalagi membantah, ini perintah mutlak atau kamu akan saya pecat!" Suara serak seksi yang menyapa gendang telinga, berhasil menyadarkan Carla pada kewarasan. Ia membulatkan mata menyadari posisinya begitu intim dengan atasannya."Pak ...." lirih Carla tertahan, matanya berkedip-kedip menyambut sorotan kamera yang masih tertuju padanya. Dalam kebingungan, ia bersusah payah menerka apa yang tengah terjadi. Hingga ingatannya kembali mengulang reka adegan ketika bosnya tiba-tiba menarik pinggang dan mencium bibirnya tanpa izin. Sontak Carla menoleh, matanya beradu dengan mata Liam yang masih mempertahankan posisinya."Ikuti saja Carla, kecuali kamu sudah bosan bekerja di kantor saya. Jika kamu bisa mengatasi ini dengan baik, saya akan berikan bayaran yang setimpal untukmu," bisik Liam, lalu ia melepaskan jas yang dikenakan kemudian memakaikannya kepada Carla yang masih setia menatapnya dengan raut kebingungan. "Bersandiwaralah, bayaran yang akan kamu terima sesuai dengan seberapa hebat kamu berakting," tambah Liam.Carla menelan ludah, dalam hitungan detik bosnya menarik bahunya agar mendekat. Kini mereka berdua menatap ke arah para reporter yang bersiap mengajukan banyak pertanyaan, ditambah sorotan lampu dari kamera membuat Carla kian gugup. Namun, genggaman tangan Liam mengejutkannya. Ia mendongak, melihat senyuman manis yang untuk pertama kalinya ditunjukkan oleh seorang William Atmaja kepadanya.Manis, kayak permen nano nano. Carla membatin, tanpa sadar ia memandang penuh damba pada bosnya. Hingga suara seorang reporter berhasil membuatnya kembali sadar."Pak Liam, bisa jelaskan siapa wanita yang berada di samping Anda?""Apakah wanita yang ada di samping Anda adalah wanita yang sama dengan wanita yang sedang jadi perbincangan publik saat ini?""Apa hubungan Anda dengan wanita ini?""Bagaimana tanggapan Anda mengenai pengakuan model Andita Salim tentang wanita yang ada di foto bersama Anda dalam pose cukup intim?"Sebenarnya Liam sangat muak dengan berbagai pertanyaan konyol yang diajukan para pemburu berita itu. Ia benci jika harus diwawancarai mengenai hal-hal yang bersifat pribadi, ia lebih suka membahas tentang bisnis ketimbang harus membeberkan apa yang tidak seharusnya jadi konsumsi publik. Tapi, semua sudah terlanjur terjadi, ia harus memberikan pernyataan tegas untuk menepis semua rumor tak sedap dan pengakuan dari seorang model yang menjadikan skandalnya untuk pansos. Meski memang benar wanita itu adalah wanita yang sama dengan wanita yang ada di foto, tetap saja Liam tak akan membiarkan wanita itu memanfaatkan berita panas tersebut untuk kepentingan pribadinya."Ya benar, wanita yang ada di samping saya ini," Liam mencengkram erat bahu Carla sampai membuat sang empu refleks menoleh, mata mereka saling beradu sepersekian detik. "dia pasangan saya, wanita yang saya cintai dan akan menjadi calon istri saya." Liam kembali menatap ke arah kamera. "Apakah saya salah jika mencium kekasih saya sendiri? Kenapa harus dibuat heboh?" Liam terkekeh, menertawakan para awak media yang termakan oleh sandiwaranya."Siapa nama pasangan Anda dan sejauh mana hubungan kalian?""Akankah kalian menikah dalam waktu dekat?""Lalu, bagaimana dengan pernyataan model Andita Salim yang mengklaim sebagai wanita di foto?"Liam tersenyum miring, iris kecoklatannya menyorot Andita yang masih berdiri kaku di belakang para awak media. Kau akan menyesal karena sudah menggali kuburanmu sendiri, Andita Salim!"Tentu, kami akan menikah. Tapi saya tidak bisa jelaskan kapan itu, doakan saja semoga semuanya lancar tanpa ada halangan apa pun. Sehingga kami bisa melangsungkan pernikahan secepatnya. Iya 'kan Sayang?" Tangan Liam berpindah ke pinggang Carla, diiringi tatapan pria itu yang menjurus kepada mata Carla.Carla gelagapan, tapi ia tetap berusaha untuk terlihat tenang. Meski jantungnya tengah kocar-kacir akibat elusan tangan Liam yang lancang mendarat di pinggangnya. "I-iya." Carla memaksakan senyumnya di depan kamera. Menahan tangannya agar tidak brutal, karena rasanya ia ingin sekali menjambak rambut bosnya sekarang juga. Kalau perlu ia akan menjedotkan kepala bosnya ke tembok agar kembali waras.William Atmaja benar-benar sinting! Pikir Carla yang masih tak habis pikir dengan pengakuan gila bosnya dan menyeretnya dalam skandal percintaan palsu ini."Kalian dengar, 'kan? Jadi untuk pengakuan model Andita Salim ...." Mata Liam kembali menyorot Andita yang masih mematung menatapnya dengan marah. "Silakan minta konfirmasi pada yang bersangkutan. Saya sudah menjawab semuanya, jadi tidak ada yang perlu saya klarifikasi lagi. Sekian dan terima kasih." Liam tersenyum puas, menarik Carla untuk pergi dari hadapan kerumunan para reporter."Kami permisi dulu, sudah malam, kasian kekasih saya sudah sangat lelah dan butuh istirahat." Liam menoleh pada Carla, mengedipkan sebelah matanya. "Ayo Sayang."Jantung aman? Sepertinya tidak. Carla seolah terbius oleh kedipan mata Liam, sampai-sampai ia menurut begitu saja ketika pria itu membawanya pergi dari ballroom, meninggalkan para reporter yang masih berusaha mengejar untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan gila lainnya. Beruntung staff keamanan berhasil menyelamatkan keduanya sampai ke mobil Liam yang sudah stand by di depan lobi.Liam bisa bernapas lega setelah mobil yang dikemudikannya meluncur bebas membelah jalanan ibu kota yang cukup lenggang di malam hari. Ia mengendurkan ikatan dasi yang serasa mencekik lehernya sepanjang wawancara dadakan barusan. Tapi sekarang ia sangat lega, beban yang mengusik pikirannya sudah teratasi dengan mudah.Namun, sepertinya hal tersebut tak berlaku bagi Carla yang sedang duduk di sampingnya. Wanita itu terus menghela napas berat dan dalam setiap kali menggulir layar ponselnya. Matanya menatap nanar setiap postingan akun gosip yang dibanjiri berbagai komenan dari netizen. Dari yang manis, asem, pahit sampai pedas mengkombinasi komenan setiap postingan yang menampilkan wajahnya. Bahkan warga twitter dengan cepat berhasil mengulik identitasnya, mungkin sebentar lagi aibnya juga akan segera terekspose ke publik.Ah, Carla benci menjadi selebritas dadakan seperti ini! Rasanya ia ingin bunuh diri saja ketimbang harus viral karena skandal terkutuk yang diciptakan oleh bosnya. Bolehkah Carla bunuh saja pria itu? Ia sangat berhasrat ingin menjadikan bos nggak ada ahlak itu sebagai santapan Moly, kucing ras anggora yang sudah ia pelihara selama tiga tahun terakhir."Akting kamu lumayan, walau masih kaku. Sebaiknya kamu sering-sering berlatih untuk kedepannya agar terlihat lebih natural." Suara berat Liam spontan menarik atensi Carla dari ponselnya.Carla mendengkus pelan, menatap lapar bosnya. Kalau saja ia bisa berubah jadi vampir, maka ia akan langsung menancapkan taringnya di leher mulus pria itu. Sayangnya Carla tidak bisa merealisasikan khayalannya itu."Kedepannya? Maksud Pak Liam apa? Bukankah semuanya sudah selesai? Jadi sandiwara kita juga—""Kata siapa?" Liam menyela, menoleh pada Carla dengan senyuman miring tercetak jelas di kedua sudut bibirnya. "Kita akan terus bersandiwara, Carla. Dan kamu tidak punya pilihan kecuali kamu sudah siap mengundurkan diri dari AKH," ujar Liam.Seketika mata Carla membola mendengar ucapan bosnya. "A-apa?""Ah, satu lagi. Cuma saya yang berhak memutuskan kapan sandiwara ini akan berakhir, jadi sebaiknya kamu jangan macam-macam. Cukup berakting dengan bagus, siapa tahu setelah ini kamu bisa jadi artis sinetron," kata Liam, kembali fokus pada jalanan di depannya. "Sepertinya kamu cocok untuk jadi pemeran teraniaya di sinetron termehek-mehek."Sontak, Carla melotot, apalagi ketika Liam terkekeh menertawakan dirinya. Tangan Carla terkepal erat, gemas sekali ingin mencakar-cakar wajah bosnya itu.Cukup!Carla tidak bisa diam saja terus-terusan diinjak-injak begini oleh bosnya. Ia harus melawan, memangnya siapa laki-laki itu seenak jidat mengatur-atur hidupnya. Carla tak akan membuang-buang waktunya hanya untuk meladeni sandiwara bodoh yang hanya akan terus merugikannya. Lebih baik ia dipecat, masih banyak pekerjaan lain yang bisa ia dapatkan tanpa perlu merasakan ditindas begini!"Tapi saya nggak bisa melanjutkan sandiwara ini lagi," ucap Carla dengan tekad penuh nyali, "jadi saya akan berhenti. Kalau memang saya akan dipecat, silakan, tapi tolong bayar penuh pesangon saya—aaa!!!"Liam terkesiap, sontak membanting stir ke kanan dan berhenti mendadak di bahu jalan. Napasnya memburu, tatapannya menajam ketika menoleh pada Carla yang masih berusaha mengatur napasnya saking terkejutnya karena kepalanya nyaris membentur dasbor. "Apa kamu bilang? Pesangon?"Carla menelan ludah, nyalinya mendadak menghilang begitu saja ketika mendengar suara keras Liam. Bahkan ia tak berani menatap bosnya, pasalnya mata Liam yang seakan bersiap loncat dan menerkamnya. Itu sangat mengerikan. Namun, ia tak bisa mundur lagi, dengan mengais sisa keberaniannya Carla pun menyahut, "Iya, pesangon, gaji saya satu minggu dan bayaran saya buat hari ini karena sudah jadi pacar pura-pura Pak Liam."Carla memberanikan diri menatap bosnya, menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh dengan keputusannya kali ini, meski resikonya cukup fatal karena ia akan kehilangan pekerjaan. Tapi jika dilanjutkan juga Carla tidak yakin dirinya bisa tetap bekerja di bawah tekanan Liam, ditambah sandiwara sialan yang kini menempatkannya dalam situasi paling menyedihkan karena jadi perbincangan publik. Di mana banyak sekali netizen yang mengomentari dirinya, dari yang iri sampai yang menghujatnya habis-habisan. Carla tidak bisa membiarkan itu terus berlanjut dan membuat hidupnya jadi tidak damai."Sebaiknya Pak Liam cari orang lain saja untuk diajak bersandiwara, karena waktu saya terlalu beharga untuk melakukan hal tidak berguna seperti itu. Atau Pak Liam bisa ajak wanita yang tadi, sepertinya dia lebih cocok buat jadi patner sandiwara Pak Liam—aaa!!!" Carla memekik, ketika bahunya tiba-tiba didorong kasar oleh Liam sampai membentur pintu samping. Matanya melebar saat beradu tatap dengan mata Liam yang mengungkungnya. "Pak Liam," cicit Carla ketakutan."Memangnya kamu siapa?" sergah Liam penuh emosi. "Memangnya kamu siapa berhak menentukan semuanya, hah? Kamu lupa, kamu sudah menyepakatinya dan kamu tidak bisa mundur!""Ta-tapi Pak," Meski tergagap Carla memberanikan diri membantah, "kesepakatannya dari awal tidak begini. Pak Liam cuma suruh saya jadi pacar pura-pura, bukan calon istri, apalagi Pak Liam sampai cium saya di depan banyak orang. Itu sudah melanggar kesepakatan dan saya berhak mengakhiri kesepakatan ini!"Liam tertegun, ucapan Carla benar. Ia mengakui tindakannya memang salah. Tidak seharusnya ia melakukan hal itu tanpa konfirmasi dengan Carla, tapi semuanya terlalu tiba-tiba dan mendesak. Liam tidak bisa memikirkan hal lain, hanya itu yang tercetus di kepalanya makanya tanpa pikir panjang ia mencium Carla di depan banyak orang."Minggir!" Carla mendorong kasar Liam, buru-buru melepas sabuk pengamannya. "Saya turun di sini saja, Pak Liam nggak perlu antar saya. Besok saya akan urus surat pengunduran dirinya!"Melihat Carla akan keluar dari mobil, sontak Liam menahannya. Tatapannya melembut, ada sorot penyesalan di matanya. Ia menghela napas panjang, lalu berkata, "Kita bicarakan lagi ini besok, sekarang saya antar kamu pulang. Sudah malam, saya nggak mau kamu kenapa-napa dan disalahkan nantinya. Bagaimanapun malam ini kamu adalah tanggung jawab saya.""Enggak!" Carla menepis tangan Liam dari pergelangan tangannya, "Saya bisa pulang sendiri. Pak Liam nggak usah khawatir, kalaupun terjadi apa-apa sama saya ini bukan salah Pak Liam dan Pak Liam juga nggak perlu bertanggung jawab."Namun, Liam tetap merasa kalau Carla malam ini adalah tanggung jawabnya. Karena ia yang membawa Carla ke acara itu dan sudah sepatutnya ia mengantarkan Carla pulang dengan selamat. Tapi kenapa wanita ini harus keras kepala begini, sejujurnya Liam paling malas meladeni wanita keras kepala begini, menyusahkan! Makanya Liam sama sekali tidak berminat buat menikah, karena wanita hanya akan merepotkan dengan banyak sifat mereka yang menyebalkan! Tetapi karena ia tidak bisa membiarkan Carla pulang sendirian malam-malam begini, mau tidak mau Liam harus mengalah dan membujuk Carla untuk pulang bersamanya."Maaf."Carla terkejut, tidak menduga kalau atasannya akan meminta maaf. Ini seperti bukan bosnya, karena bos galaknya tidak pernah sudi buat minta maaf sekalipun ia salah. Menurutnya atasan itu selalu benar! Terus kenapa sekarang mendadak minta maaf? Kesambet apa dia?"Hari ini saya kelewatan, saya minta maaf. Kamu pasti lelah, saya juga lelah, kita perlu istirahat. Jadi obrolan hari ini kita simpan dan diskusikan lagi besok. Jangan terlalu gegabah mengambil keputusan di saat sedang emosi, pikirkan baik-baik, apakah tawaran saya menguntungkan atau merugikan kamu. Kamu juga bisa mengajukan syarat kalau mau, kita bisa perbarui lagi kesepakatannya agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.""Eh!" Carla terkesiap, saat tangan Liam menarik sabuk pengamannya dan memasangkannya kembali. Carla menelan ludah, merasakan perasaan aneh menelusup ke dalam dada dan mengacaukan kewarasannya."Kenapa?" Liam selesai memasangkan sabuk pengaman, tapi tidak bergegas kembali ke posisinya semula malah diam menatap Carla.Carla buru-buru menggeleng, menepis pikiran jorok yang sempat mampir di kepalanya. Ganteng dari Hongkong! Jelas-jelas dia kayal Hulk, menyeramkan! Juga mengutuk pemikirannya yang sempat menilai kalau wajah atasannya tampan kayak artis Korea favoritnya. "Enggak apa-apa!" cetus Carla, membuang muka sengaja menghindari tatapan Liam."Ponsel kamu kayaknya bunyi dari tadi, sebaiknya kamu lihat siapa tahu penting," ucap Liam yang menyadari getar ponsel Carla di dalam tas.Carla memang sengaja menonaktifkan suara ponselnya karena bosnya akan marah kalau mendengar suara bising nada dering ponsel. Carla pun buru-buru mengecek ponselnya di dalam tas, perasaannya mendadak tidak enak. Seperti yang Liam bilang, memang ada panggilan masuk di ponselnya dari nomor rumah sakit. Perasaan Carla makin tidak karuan saat mengangkat panggilan tersebut. "Halo."Liam memperhatikan raut wajah Carla yang mendadak berubah saat menerima panggilan masuk di ponselnya. Seakan mampu membaca situasi, Liam yakin terjadi sesuatu makanya muka Carla tampak syok."Ba-baik saya akan segera ke sana." Carla menutup sambungan telepon."Ada apa?" tanya Liam, khawatir melihat Carla tertunduk lesu dan saat wanita itu mendongak, betapa terkejutnya Liam melihat mata Carla berair. Seakan air mata yang menggenang di pelupuk matanya akan tumpah ruah, membanjiri wajahnya."Pak Liam, tolong antarkan saya ke rumah sakit," lirih Carla, tidak berdaya."Kondisi pasien kian memburuk. Pasien tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk melakukan tindakan operasi pengangkatan tumor. Kita harus sesegera mungkin melakukan operasinya."Ucapan dokter beberapa saat lalu masih terngiang-ngiang jelas di pikiran Carla. Bagaimana dokter menjelaskan kondisi ibunya yang sempat mengalami penurunan kesadaran, efek dari penyakit yang dideritanya. Kanker otak stadium II! Tidak pernah Carla bayangkan sang mama akan mengidap penyakit ganas mematikan tersebut. Dua minggu sebelumnya ia membawa mamanya ke rumah sakit karena mengeluh sakit kepala yang tidak sembuh-sembuh dan terakhir kali beliau juga sempat mengalami penurunan kesadaran. Saat itulah Carla baru mengetahui bahwa mamanya mengidap kanker otak stadium II dan dokter menyarankan agar segera dilakukan operasi pengangkatan tumor. Namun, waktu itu Carla terkendala biaya. Tabungannya hanya cukup untuk membayar biaya rawat inap dan pemeriksaan awal. Sedangkan untuk operasi pengangkatan tumor membutuhk
"Liam, kamu di mana sekarang?" Suara nyaring sang mama memenuhi seisi mobil, ketika panggilan itu Liam loud speaker karena dirinya harus fokus mengemudi. "Jawab Liam, di mana kamu sekarang? Bisa-bisanya kamu kabur setelah membuat keributan?"Keributan? Liam memutar bola mata malas. Ia tidak merasa membuat keributan, malah dirinya baru saja membuat pertunjukan spektakuler. Ya, walaupun pertunjukan dadakan itu di luar skenarionya. Seandainya saja wanita licik bernama Andita Salim itu tidak memprovokasi dirinya dengan menyulut percikan api lebih dulu, maka Liam tidak akan menyiramkan bensin lebih banyak. Tentu saja pertunjukan itu tidak akan pernah terjadi, pertunjukan yang sekarang sukses jadi headline berita di mana-mana. "Liam!" Suara sang mama kian melengking, deru napasnya terdengar memburu menunjukkan betapa emosinya beliau saat ini. "Kamu dengar mama nggak sih?"Liam menghela napas kasar, lalu menjawab, "Lagi di jalan, Ma. Bentar lagi Liam ke situ.""Kamu sudah antar Carla pulang
"Hei!" Andita Salim memekik, ketika ia hampir saja tersungkur ke lantai setelah Liam mendorongnya dengan kasar. "Apa kamu tak bisa bersikap lembut dengan wanita?" protesnya, menatap Liam sepenuhnya. Liam berdecih, ekspresinya seakan menjelaskan satu jawaban atas pertanyaan Andita barusan. Tidak! Tentu saja tidak! Memangnya siapa juga yang menganggap Andita sebagai wanita yang harus diperlakukan dengan lembut? Pasalnya di mata Liam sendiri, Andita hanyalah medusa licik yang sangat ingin ia singkirkan dari hidupnya. "Apa yang kau lakukan di sini?" Liam enggan berbasa-basi. "Sebaiknya kau pergi sekarang dan berhenti membuat drama! Dan satu hal yang perlu kamu tahu, saya tidak sudi terlibat skandal apa pun denganmu! Jadi berhenti untuk menyeret nama saya dalam rumor murahan yang kamu ciptakan!""Rumor?" Meski wajah Liam terlihat tidak bersahabat dan terkesan mengintimidasi, nyatanya itu sama sekali tidak membuat Andita gentar. Malah dengan berani Andita mendekat ke hadapan Liam, menepis
Operasi pengangkatan tumor otak mama Carla berjalan lancar. Namun, kondisi beliau masih lemah dan harus terbaring di ruangan ICU, bahkan untuk bernafas dibantu ventilator dan Carla hanya bisa memandangi tubuh lemah mamanya dari balik jendela kaca ruang ICU. "Ma." Carla meratapi tubuh ringkih mamanya yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Dadanya terasa nyeri melihat satu-satunya orang yang disayang masih belum juga sadarkan diri sejak operasi berakhir dini hari tadi. "Mama cepetan bangun ya, Ma. Jangan tinggalin Carla sendirian, Carla nggak siap," lirih Carla, perasaannya makin tidak karuan. Terlebih ketika bayangan masa lalu kembali mengingatkannya akan sakitnya kehilangan sosok yang paling disayang. Ya, Carla pernah berada di posisi itu. Momen di mana dirinya sampai terpuruk karena harus menghadapi kenyataan bahwa papanya meninggalkannya untuk selamanya karena kecelakaan. Tidak hanya itu, sepeninggalan papanya merubah drastis kehidupan Carla dan mamanya, membuat ia maki
Carla duduk gelisah, meremas jemari tangannya yang basah berkeringat dingin. Jantungnya berdetak di luar kendali, matanya berkali-kali melirik ke sana-sini mencari pengalihan dari seseorang yang tengah menatap intens dirinya. Mati aku! Dalam hati Carla berkali-kali merutuk. Ia tidak habis pikir akan terjebak dalam kondisi serumit ini. Kalau semalam ia masih tahan banting hanya dicecar pertanyaan wartawan, tapi sekarang? Mana bisa tahan banting kalau yang mencecar calon mertua ... ralat calon mertua pura-pura. "Carla."Carla berharap waktu cepat berlalu, atau setidaknya ia memiliki jurus menghilang dalam sekejap mata. Jujur ia tidak nyaman duduk berhadapan dengan istri CEO perusahaan, rasanya ia akan gila menanggapi berbagai pertanyaan yang dilemparkan oleh wanita itu. Karena ia sendiri bingung harus menjawab apa, atas pertanyaan yang mungkin akan dilayangkan terhadapnya. Kalau saja kemarin Liam memberikan pengarahan terlebih dahulu, mungkin dirinya tidak akan kesulitan menghadapi si
Liam berdiri di depan lobi, berulang kali melirik pada jam tangannya. Sudah hampir setengah jam ia menunggu, tapi orang yang dinanti tidak kunjung muncul. Hal itu membuat kekesalannya kian bertumpuk di dalam dada sampai ke ubun-ubun. Liam berdecak, tak bisa mentolerir lebih lama lagi. Batas kesabarannya sudah habis untuk menunggu Carla, yang entah bagaimana ceritanya bisa bersama dengan mamanya saat ini. Kalau bukan karena mamanya juga, Liam tak akan sudi menunggu begini, mungkin juga ia akan langsung memecat Carla saat di telepon tadi. "Itu mobil Nyonya Willona, Pak." Suara Putra dari samping menginterupsi Liam, menarik pandangannya menuju arah yang dimaksud Putra. Liam mendengkus pelan ketika mobil milik mamanya berhenti tepat di depannya. Lalu kaca jendela belakang turun ke bawah, menampilkan sosok mamanya yang menyunggingkan senyuman lebar."Maaf ya Liam, mama pinjem Carla bentar buat nemenin sarapan," ucap Willona, tanpa menunjukkan rasa bersalah sedikit pun.Sebentar? Rasanya
Kesepian di keramaian. Mungkin itu definisi yang tepat untuk Carla sekarang. Duduk sendiri menikmati minuman bewarna merah menyala dengan rasa manis yang membekas di lidahnya. Ditemani hingar bingar musik fun yang malah terdengar membosankan di telinganya. Tatapan Carla beralih dari gelas di tangannya menuju ke arah pelaminan, memperhatikan sejenak wajah cantik mempelai wanita dengan gaun putih bagaikan princess disney. Menakjubkan!Membayangkan betapa megahnya pesta pernikahan yang diadakan di salah satu ballroom hotel ternama di kota metropolitan. Dari dekorasi sampai makanan dan pengiring musik, Carla sudah bisa menebak budget yang dikeluarkan pasti gila-gilaan dan perempuan miskin sepertinya hanya bisa bermimpi untuk pesta pernikahan semewah ini. Ngomong-ngomong soal pesta pernikahan, sejujurnya Carla tidak mengenal siapa yang menikah. Semua orang yang ada di ruangan besar ini tampak asing baginya, bahkan ia merasa kecil di antara para tamu undangan dengan dandanan glamor ala so
Mobil Range Rover warna hitam mengkilap memasuki pelataran gedung PT. Atmajaya Karya Husada. Perusahaan yang bergerak di bidang kontruksi dan merupakan anak cabang dari perusahaan Atmajaya Group. Mobil itu berhenti di depan lobi, menarik atensi setiap mata yang memandang ketika beberapa orang berpakaian formal berjejer di depan lobi utama. Pria berpakaian serba hitam segera memosisikan diri di depan pintu penumpang, membukakan pintu untuk orang penting di perusahaan Atamjaya Karya Husada atau biasa disebut AKH. "Selamat pagi Pak," sapa pria itu dengan sopan, membungkukkan sedikit badannya sebagai penghormatan pada atasannya."Pagi," balas pria yang keluar dari mobil, ekspresinya datar. Namun, sorot matanya begitu tegas, menatap lurus ke depan seiring dengan langkah kakinya. Ia tampak berkharisma.Pria berstelan jas rapi yang membalut tubuh atletis, dipadu dengan wajah tampan, berahang tegas, hidung mancung, alis tebal dan kaca mata hitam bertengger di atas hidung menutup mata beriri
Kesepian di keramaian. Mungkin itu definisi yang tepat untuk Carla sekarang. Duduk sendiri menikmati minuman bewarna merah menyala dengan rasa manis yang membekas di lidahnya. Ditemani hingar bingar musik fun yang malah terdengar membosankan di telinganya. Tatapan Carla beralih dari gelas di tangannya menuju ke arah pelaminan, memperhatikan sejenak wajah cantik mempelai wanita dengan gaun putih bagaikan princess disney. Menakjubkan!Membayangkan betapa megahnya pesta pernikahan yang diadakan di salah satu ballroom hotel ternama di kota metropolitan. Dari dekorasi sampai makanan dan pengiring musik, Carla sudah bisa menebak budget yang dikeluarkan pasti gila-gilaan dan perempuan miskin sepertinya hanya bisa bermimpi untuk pesta pernikahan semewah ini. Ngomong-ngomong soal pesta pernikahan, sejujurnya Carla tidak mengenal siapa yang menikah. Semua orang yang ada di ruangan besar ini tampak asing baginya, bahkan ia merasa kecil di antara para tamu undangan dengan dandanan glamor ala so
Liam berdiri di depan lobi, berulang kali melirik pada jam tangannya. Sudah hampir setengah jam ia menunggu, tapi orang yang dinanti tidak kunjung muncul. Hal itu membuat kekesalannya kian bertumpuk di dalam dada sampai ke ubun-ubun. Liam berdecak, tak bisa mentolerir lebih lama lagi. Batas kesabarannya sudah habis untuk menunggu Carla, yang entah bagaimana ceritanya bisa bersama dengan mamanya saat ini. Kalau bukan karena mamanya juga, Liam tak akan sudi menunggu begini, mungkin juga ia akan langsung memecat Carla saat di telepon tadi. "Itu mobil Nyonya Willona, Pak." Suara Putra dari samping menginterupsi Liam, menarik pandangannya menuju arah yang dimaksud Putra. Liam mendengkus pelan ketika mobil milik mamanya berhenti tepat di depannya. Lalu kaca jendela belakang turun ke bawah, menampilkan sosok mamanya yang menyunggingkan senyuman lebar."Maaf ya Liam, mama pinjem Carla bentar buat nemenin sarapan," ucap Willona, tanpa menunjukkan rasa bersalah sedikit pun.Sebentar? Rasanya
Carla duduk gelisah, meremas jemari tangannya yang basah berkeringat dingin. Jantungnya berdetak di luar kendali, matanya berkali-kali melirik ke sana-sini mencari pengalihan dari seseorang yang tengah menatap intens dirinya. Mati aku! Dalam hati Carla berkali-kali merutuk. Ia tidak habis pikir akan terjebak dalam kondisi serumit ini. Kalau semalam ia masih tahan banting hanya dicecar pertanyaan wartawan, tapi sekarang? Mana bisa tahan banting kalau yang mencecar calon mertua ... ralat calon mertua pura-pura. "Carla."Carla berharap waktu cepat berlalu, atau setidaknya ia memiliki jurus menghilang dalam sekejap mata. Jujur ia tidak nyaman duduk berhadapan dengan istri CEO perusahaan, rasanya ia akan gila menanggapi berbagai pertanyaan yang dilemparkan oleh wanita itu. Karena ia sendiri bingung harus menjawab apa, atas pertanyaan yang mungkin akan dilayangkan terhadapnya. Kalau saja kemarin Liam memberikan pengarahan terlebih dahulu, mungkin dirinya tidak akan kesulitan menghadapi si
Operasi pengangkatan tumor otak mama Carla berjalan lancar. Namun, kondisi beliau masih lemah dan harus terbaring di ruangan ICU, bahkan untuk bernafas dibantu ventilator dan Carla hanya bisa memandangi tubuh lemah mamanya dari balik jendela kaca ruang ICU. "Ma." Carla meratapi tubuh ringkih mamanya yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Dadanya terasa nyeri melihat satu-satunya orang yang disayang masih belum juga sadarkan diri sejak operasi berakhir dini hari tadi. "Mama cepetan bangun ya, Ma. Jangan tinggalin Carla sendirian, Carla nggak siap," lirih Carla, perasaannya makin tidak karuan. Terlebih ketika bayangan masa lalu kembali mengingatkannya akan sakitnya kehilangan sosok yang paling disayang. Ya, Carla pernah berada di posisi itu. Momen di mana dirinya sampai terpuruk karena harus menghadapi kenyataan bahwa papanya meninggalkannya untuk selamanya karena kecelakaan. Tidak hanya itu, sepeninggalan papanya merubah drastis kehidupan Carla dan mamanya, membuat ia maki
"Hei!" Andita Salim memekik, ketika ia hampir saja tersungkur ke lantai setelah Liam mendorongnya dengan kasar. "Apa kamu tak bisa bersikap lembut dengan wanita?" protesnya, menatap Liam sepenuhnya. Liam berdecih, ekspresinya seakan menjelaskan satu jawaban atas pertanyaan Andita barusan. Tidak! Tentu saja tidak! Memangnya siapa juga yang menganggap Andita sebagai wanita yang harus diperlakukan dengan lembut? Pasalnya di mata Liam sendiri, Andita hanyalah medusa licik yang sangat ingin ia singkirkan dari hidupnya. "Apa yang kau lakukan di sini?" Liam enggan berbasa-basi. "Sebaiknya kau pergi sekarang dan berhenti membuat drama! Dan satu hal yang perlu kamu tahu, saya tidak sudi terlibat skandal apa pun denganmu! Jadi berhenti untuk menyeret nama saya dalam rumor murahan yang kamu ciptakan!""Rumor?" Meski wajah Liam terlihat tidak bersahabat dan terkesan mengintimidasi, nyatanya itu sama sekali tidak membuat Andita gentar. Malah dengan berani Andita mendekat ke hadapan Liam, menepis
"Liam, kamu di mana sekarang?" Suara nyaring sang mama memenuhi seisi mobil, ketika panggilan itu Liam loud speaker karena dirinya harus fokus mengemudi. "Jawab Liam, di mana kamu sekarang? Bisa-bisanya kamu kabur setelah membuat keributan?"Keributan? Liam memutar bola mata malas. Ia tidak merasa membuat keributan, malah dirinya baru saja membuat pertunjukan spektakuler. Ya, walaupun pertunjukan dadakan itu di luar skenarionya. Seandainya saja wanita licik bernama Andita Salim itu tidak memprovokasi dirinya dengan menyulut percikan api lebih dulu, maka Liam tidak akan menyiramkan bensin lebih banyak. Tentu saja pertunjukan itu tidak akan pernah terjadi, pertunjukan yang sekarang sukses jadi headline berita di mana-mana. "Liam!" Suara sang mama kian melengking, deru napasnya terdengar memburu menunjukkan betapa emosinya beliau saat ini. "Kamu dengar mama nggak sih?"Liam menghela napas kasar, lalu menjawab, "Lagi di jalan, Ma. Bentar lagi Liam ke situ.""Kamu sudah antar Carla pulang
"Kondisi pasien kian memburuk. Pasien tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk melakukan tindakan operasi pengangkatan tumor. Kita harus sesegera mungkin melakukan operasinya."Ucapan dokter beberapa saat lalu masih terngiang-ngiang jelas di pikiran Carla. Bagaimana dokter menjelaskan kondisi ibunya yang sempat mengalami penurunan kesadaran, efek dari penyakit yang dideritanya. Kanker otak stadium II! Tidak pernah Carla bayangkan sang mama akan mengidap penyakit ganas mematikan tersebut. Dua minggu sebelumnya ia membawa mamanya ke rumah sakit karena mengeluh sakit kepala yang tidak sembuh-sembuh dan terakhir kali beliau juga sempat mengalami penurunan kesadaran. Saat itulah Carla baru mengetahui bahwa mamanya mengidap kanker otak stadium II dan dokter menyarankan agar segera dilakukan operasi pengangkatan tumor. Namun, waktu itu Carla terkendala biaya. Tabungannya hanya cukup untuk membayar biaya rawat inap dan pemeriksaan awal. Sedangkan untuk operasi pengangkatan tumor membutuhk
"Jadi dia calon istri kamu?""Hubungan kami memang lebih dari sekedar atasan dan karyawan, kami diam-diam berkencan di luar kantor. Tapi untuk menikah, kayaknya masih terlalu dini.""Banyak alasan, kalau kamu cuma mau main-main, jangan sia-siakan waktu orang lain. Lebih baik kamu akhiri hubungan kalian, kakek kasihan sama wanita ini, harusnya dia mencari pasangan yang akan membawanya ke pelaminan, bukan hanya dijadikan kedok semata!""Kakek tenang saja, waktu yang Carla habiskan bersamaku tak akan jadi sia-sia. Lagipula bukannya aku tak mau serius sama Carla, aku hanya tak mau terburu-buru menikah. Hubungan kami juga baru dimulai secara resmi, jadi tolong beri kami waktu.""Satu bulan! Kalau satu bulan kamu masih tidak mau menikahinya, lebih baik kamu lepaskan dia. Biarkan dia bebas menentukan jodohnya sendiri. Jangan kamu tahan tanpa punya harapan akan masa depan! Baik kakek ataupun papa kamu, tidak ada yang mempermainkan wanita. Jadi jangan rusak tradisi keluarga kalau kamu hanya in
Carla duduk tertunduk seraya meremas-remas jemari tangannya yang basah berkeringat. Di hadapannya duduk Liam dan mamanya yang sedari tadi melemparkan sorot menyelidik kepadanya. Entah pikiran macam apa yang bercokol di dalam kepala wanita paruh baya itu, setelah pengakuan konyol sepihak yang dilakukan oleh bosnya dan yang pasti Carla tahu kalau sesuatu yang sangat buruk akan menimpa dirinya setelah ini."Dia yang duluan mencium Liam. Padahal Liam sudah bilang buat nggak cium-cium di tempat sembarangan. Harusnya kamu bisa lebih menahan diri lagi, Carla. Lihatlah, gara-gara ketidaksabaran kamu, kita jadi ketahuan, kan."Jantung Carla rasanya seolah akan berhenti berdetak ketika mengingat kembali fitnah keji macam apa yang dilayangkan bosnya kepada dirinya. Mencium? Yang benar saja! Seumur hidup, bahkan Carla belum pernah berciuman, apalagi sampai nekad mencium atasannya sendiri. Itu sangat tidak masuk akal, harusnya nyonya Willona tidak mempercayai omong kosong itu, tapi sepertinya wani