~ Pukul 23.00 wib ~
' Jadi dia sering tidur dengan wanita itu? ' Olivia tersenyum sinis dengan hati yang geram. Sebuah pesan masuk di ponsel yang ia pegang, menginformasikan apa yang terjadi hari ini dari seorang informan bayaran yang ia tugaskan untuk mencari tahu apa saja yang di lakukan Elgard di luar sana. Olivia menatap tajam layar ponsel yang menampilkan rekaman video Elgard sedang berpelukan dengan Chelsea di butik wanita itu. Pria itu masuk ke dalam butik di gandeng Chelsea dengan mesra dan tak keluar dari tempat itu hingga sore tadi. Sudah jelas apa saja yang mereka lakukan selama ini. Tak ada batasan. Wajahnya merah padam oleh amarah yang memuncak.' Aku benar-benar tak bisa mentolerir lagi apa yang kamu perbuat, Elgard! ' ujarnya dengan suara parau, seraya mengepalkan kedua telapak tangan hingga mengeluarkan suara berdecit. ' Kamu kira apa pernikahan ini? Sandiwara? Aku sudah berusaha mempertahankan rumah tangga kita, tapi kamu malah semakin keterlaluan! ' napasnya terasa semakin memburu. ' Tidak ada lagi yang perlu di pertahankan! Aku muak dan jijik melihat tingkah lakumu! Kali ini aku benar-benar akan mundur! ' lirih Olivia, air mata kesedihan menciptakan bening di sudut matanya. Suara langkah kaki menaiki anak tangga, terdengar dari arah pintu kamar yang tak tertutup. ' Siapa itu? ' lirih Olivia pelan sembari menyeka air mata.' Apa dia pulang? Tumben.' Olivia bergegas mengambil hijab, segera memakainya. Selama enam bulan menikah, Elgard jarang pulang ke rumah. Mungkin bisa di hitung hanya beberapa kali pria itu menginjakkan kakinya di rumah ini, itupun tidak untuk menginap. Ia lebih memilih tinggal di apartemen pribadi miliknya atau menghabiskan waktu bersama kekasihnya entah di mana. Hal tersebut di lakukan Elgard sejak hari pertama pernikahan mereka, tepatnya hari yang seharusnya menjadi malam pertama mereka, tetapi pria itu malah bersama Chelsea, tak sudi tinggal bersama Olivia apalagi menyentuhnya sebagai istri. Elgard bahkan tak pernah sekalipun melihat aurat istrinya sendiri dari balik baju panjang dan hijab yang wanita itu kenakan, tak tertarik bahkan merasa jijik. Tampak Elgard berdiri di depan pintu kamar. Pria itu terlihat kacau. Olivia pasang wajah dingin, berdiri di jendela kamar tanpa menyambut kedatangan suaminya tersebut. Tak berucap sepatah katapun, Elgard masuk ke dalam kamar. Ia menatap Olivia yang diam seribu bahasa, tak menyambut kepulangan nya dengan senyuman seperti yang wanita itu lakukan biasanya jika dirinya datang untuk sekedar singgah sebentar demi membuat keluarga besarnya tak curiga. " Aku mau mandi!" Ucap Elgard ketus. Olivia mengernyit heran, sejak kapan pria itu mandi di rumah ini? " Kenapa diam? Siapkan air mandiku, aku mau berendam air hangat." Titahnya dengan keangkuhan. Olivia tergelak, mencibir." Aku bukan pembantu! Kalau kamu butuh bantuan, minta tolong baik-baik. Bukan memerintah!" Balas Olivia tak kalah dingin. Elgard terhenyak, wanita itu membalas ucapannya dengan bergaya angkuh juga. " Minta tolong baik-baik? Kamu pikir kamu siapa? Di mataku, kamu lebih rendah dari seorang pembantu, aku tidak butuh bantuanmu!" Elgard senang sekali menyerang mental Olivia. " Ya sudah! Urus dirimu sendiri!" Olivia tak ada keinginan untuk berdebat, rasa mual melihat pria yang seharian ini bersama wanita lain, semakin besar. Ia berjalan untuk keluar kamar, tak ingin berada di ruangan yang sama dengan Elgard. " Kamu! Siapa yang menyuruhmu pergi?! Aku belum selesai!" Bentak Elgard, tak suka di abaikan. " Apa aku butuh izin dari kamu untuk keluar dari kamar ini? Bahkan untuk keluar dari rumah ini pun aku tidak akan meminta izin darimu. Siapa kamu?!" Balas Olivia sinis. Elgard terkesiap, Olivia semakin berani melawannya? Ia berjalan mendekati istrinya itu, geram. " Aku suamimu! Jangan coba-coba keluar dari rumah ini tanpa izin dariku!" Tegasnya. " Sejak kapan kamu merasa menjadi suamiku? Bukankah setiap bertemu, kamu selalu ingin menceraikan ku? Kamu ingin menikahi kekasih kamu itu kan? Maka silahkan! Aku tidak akan menghalangi lagi hubungan kalian karena aku tidak peduli." Olivia menantang mata Elgard dengan sorot mata tajam. Elgard merasa panas mendengar Olivia bicara dengan nada angkuh seperti itu. Hanya dirinya saja yang boleh, wanita itu tak punya hak untuk melawan balik. " Aku tidak akan menceraikanmu!" Olivia terkejut mendengar ucapan Elgard, sekarang berbeda lagi. " Kenapa? Kamu takut papa Haris menghapus nama kamu sebagai pewarisnya? " Sindir Olivia dengan tersenyum miring. Elgard terperanjat, ternyata Olivia tahu akan hal itu. " Apa yang kamu bicarakan? Kamu tau_" Elgard agak tergugup, ia menatap Olivia dengan tatapan menyelidik. " Amu tau semuanya, Elgard! Aku juga tau kalau kamu sedang tidur sepuasnya dengan kekasih kamu itu, lalu di pergoki oleh papa kamu, kan? " Olivia bersidekap dada dengan senyuman mencemooh. Elgard cukup kaget, bagaimana Olivia bisa tahu? " Kamu yang adukan ini semua ke papa sampai aku di ancam akan di hapus dari ahli warisnya?" Tuduh Elgard. " Aku mengadu? Maaf ya, kalau aku mau, aku bisa mengadukannya sejak awal dulu. Tapi itu tidak aku lakukan. Karena aku masih mencoba menutupi aib kamu. Dan sekarang aku tidak peduli sama sekali tentang kamu!" Cibir Olivia. Elgard merasa kesal, Olivia benar-benar angkuh. " Kamu tidak peduli? Lalu apa namanya? Kamu mendatangi Chelsea dan menyuruhnya untuk menjauhiku? Kamu cemburu kan? Kami takut kehilangan aku kan? Kamu takut kehilangan fasilitas mewah seperti yang kamu nikmati sekarang setelah menikah denganku!" Elgard berdecih, memandang rendah pada Olivia. " Aku tidak cemburu apalagi takut kehilangan kamu. Aku cuma sedang berusaha mempertahankan pernikahan kita. Karena aku sangat menghormati sebuah ikatan suci pernikahan. Tapi sayang, kamu yang tidak mau menjaganya. Dan sekarang, aku tidak akan melakukan apapun lagi untuk mempertahankannya. Aku pikir melepas kamu adalah jalan terbaik untuk hidupku!" Elgard semakin mendekat pada posisi berdiri Olivia, tak terima akan ucapan wanita itu. " Sayangnya, aku yang tidak akan menceraikanmu." Ucapnya menegaskan." Benar! Aku masih mempertahankan pernikahan ini demi jabatan sebagai pengganti papaku di perusahaan keluarga Nugroho. Kamu mau apa?!" Elgard tertawa menyeringai, menertawakan Olivia yang ia lihat begitu menyedihkan. Di pertahankan bukan karena cinta, tapi harta. " Wow, kamu merasa hebat? Dengar tuan Elgard. Lakukan apa yang kamu mau, maka aku akan melakukan apa yang aku mau!" Olivia berlalu dari hadapan Elgard, muak melihat tinggah pria itu. " Apa yang akan kamu lakukan?" Elgard menahan langkah Olivia, memegang pergelangan tangan istrinya. Olivia menatap tangannya di sentuh, sontak menepis kasar tangan Elgard. Tak sudi, kulit pria itu bekas bertukar keringat dengan wanita lain yang tak halal untuknya. Elgard terhenyak, Olivia menampakkan wajah jijik padanya. Hatinya tak terima dengan sikap wanita itu. " Aku tidak ada niat hidup bersamamu lagi. Kalau kamu tidak mau menceraikanku, maka aku yang akan menggugat cerai kamu!" Tegas Olivia berwajah serius. " Oh ya?" Elgard tertawa mengejek." Memangnya kamu bisa apa? Kamu mau bercerai? Kamu tidak takut penyakit ayah kamu semakin parah? Jangan merasa hebat kamu, OLIVIA SERAPHINA!" " Itu yang selalu kamu katakan, bahwa aku tidak bisa bercerai dari kamu karena penyakit ayahku. Jangan sok tau kamu. Itu ayahku, kamu tidak usah memikirkannya. Aku bisa mengatasi masalah keluargaku. Yang penting aku bisa lepas dari pria seperti kamu!" Olivia balik menertawakan Elgard yang terlalu percaya diri. " Hei! Kamu pikir kamu bisa melakukannya? Amu tidak akan membiarkannya. Kita tidak akan bercerai!" Elgard mulai terbakar emosi. " Terserah! Lakukan apa yang kamu mau. Aku bebas melakukan apapun yang aku mau. Kamu pikir aku takut padamu? Kamu pikir aku tergila-gila padamu? Kamu pikir aku takut kehilangan kamu dan semua fasilitas mewah yang ada di rumah ini? Tidak! Kamu bukan satu-satunya laki-laki menawan dan berharta di dunia ini, jangan besar kepala. Keputusanku sudah bulat, aku ingin bercerai!" Olivia lagi-lagi beranjak dari hadapan Elgard, namun di halangi pria itu. " Jangan memancing kemarahanku, Olivia Seraphina!!! Aku bisa menghancurkan hidup kamu dengan mudah kalau kamu berbuat macam-macam ," ancam Elgard memegang tangan Olivia. " Lepaskan! Jangan pernah sentuh aku, Elgard! Aku tidak sudi." Olivia menghempaskan tangan Elgard ke udara, wajahnya semakin menunjukkan rasa jijik pada pria itu. " Mmh, kamu mulai sok suci ya sekarang... Tidak mau aku sentuh? Bukankah selama ini kamu mendambakan sentuhan dariku Olivia? Jangan munafik kamu!" Elgard mengikis jarak di antara mereka, tubuhnya yang tinggi seakan mengungkung tubuh Olivia hingga tak bisa melepaskan diri. " Ka-kamu mau apa??!" Olivia menelan ludah. Tatapan pria di hadapannya ini terlihat berbeda, mengerikan. " Kalau kamu ingin sentuhan dariku, maka aku akan memberikannya mulai sekarang. Aku bisa memuaskan mu sampai ketagihan. Tapi jangan pernah lagi ucapkan kata cerai, itu tak akan terjadi!" Elgard mendesak tubuh Olivia yang berusaha mundur ke belakang, hingga punggungnya membentur dinding kamar. " Kamu menjijikan! Kamu pikir aku mau bekas wanita itu? Aku jijik! Aku tidak sudi kamu sentuh. Minggir kataku!!" Perut Olivia serasa mual mendadak, tak rela di sentuh Elgard yang seharian ini bersama wanita lain, lalu malamnya hendak menyentuhnya dengan maksud menghina. Elgard merasa panas. Ia tak terima dengan ucapan istrinya barusan. Dengan cepat, kedua pergelangan tangan Olivia ia genggam erat, bahkan di cengkeram kuat. Lalu di tempelkan ke dinding di samping wajah Olivia yang tubuhnya telah bersandar di dinding tersebut. " Kamu merasa suci dan aku yang kotor? Ok, kita lihat, apa setelah ini kamu bisa menolak? Aku pastikan kamu yang akan terus-terusan memohon agar aku sentuh!" Elgard hendak mencium Olivia dengan brutal, namun dengan cepat Olivia mengelak. " Menjauh dariku Elgard!! Kamu menjijikan!!" Pekik Olivia, ia merasa di rendahkan dan ini sebuah penghinaan. Elgard sudah terlalu menginjak-injak harga dirinya. Elgard semakin tertantang. Melihat penolakan secara angkuh dari wanita yang selama ini ia benci dan abaikan, membuatnya penasaran. Harum aroma dari tubuh Olivia begitu menyenangkan di penciumannya. Tanpa ia sadari justru membangkitkan hasratnya. Ia paksa tuk memeluk tubuh Olivia akan membawanya ke kasur. Ingin mencoba mencicipi rasa wanita itu. Arrghh!! Elgard mengerang kesakitan, aset berharganya di bawah sana, di tendang tiba-tiba oleh Olivia. Sontak membuatnya terjatuh sembari mengerang kesakitan memegang area dalam pangkal pahanya tersebut. " Olivia, apa.. yang kamu... Lakukan? Ini aset berhargaku!" Lirihnya terbata-bata saking sakitnya. Olivia yang sudah menjauh, menatap Elgard dengan penuh kebencian. " Jangan pernah macam-macam pada Elgard!! Aku tidak selemah yang kamu pikirkan. Kamu belum puas menyakiti perasaanku dengan berselingkuh? Bahkan berhubungan badan dengan selingkuhan kamu itu! Masih belum cukup?? Sekarang kamu mau menyentuhku dengan maksud menghinaku setelah seharian ini kamu bersama dia! Kamu benar-benar kejam! Aku sangat membencimu!" Umpat Olivia murka." Kamu istriku! Apa salahnya aku meminta hakku?! Kamu berlagak suci dengan memakai kerudung, tapi menolak keinginan suami. Percuma kamu berjilbab! Perempuan sok suci! Buka saja hijab kamu itu! Istri durhaka.." " Hah!" Olivia tergelak sinis." Apa hubungannya dengan jilbab yang aku pakai? Aku menolak karena kamu tidak bersih. Pulang-pulang ingin meminta hak dengan alasan istri tidak boleh menolak keinginan suami? Istri durhaka? Cih! Kamu tidak pantas bicara seperti itu padaku. Kamu itu sudah berzina dengan wanita lain dan aku menolak kamu dengan alasan yang syar'i karena aku takut terkena penyakit gara-gara perbuatan kamu di luar sana. Dan tak ada dosa bagiku! Aku bukan istri durhaka, aku hanya menjaga diriku! Paham kamu!" Sentak Olivia, ia lebih tahu apa yang ia lakukan. Elgard berdiri, merasa kesal. Ternyata istrinya bukan wanita lemah yang bisa ia intimidasi terus-terusan. Olivia berjalan menuju pintu kamar. Namun sebelumnya, ia menoleh ke belakang pada Elgard yang belum rela i
" Lupakan ucapanku dulu. Sekarang duduk disini. Kita sarapan bersama." Elgard berbicara dengan nada lebih lembut. " Kita? Sayangnya aku cuma pengen sarapan sendiri. Maaf, sekarang aku yang gak sudi berdekatan dengan kamu, Tuan Elgard Mario Nugroho." Olivia menunjukkan senyum mencibir, kembali melanjutkan langkahnya. Ia akan menyelesaikan sarapan pagi ini di kamar tamu yang ditempatinya semalam. Elgard tak habis akal, ia berjalan cepat menghadang langkah Olivia dan mengambil nampan berisi sarapan yang dibawa wanita itu. Olivia terkejut." Kamu apa-apaan?!" Sentaknya kesal. " Ini sarapanku!" Jawab Elgard membawa makanan tersebut ke atas meja, bersiap untuk menyantapnya. " Kamu...!" Olivia speechless, Elgard merampas makanan miliknya. " Kamu itu udah tau punya suami, kenapa cuma membuat sarapan untuk satu orang? Ya udah, ini berarti untukku sebagai kepala keluarga yang harus dilayani di rumah ini. Kamu bikin lagi yang baru untuk kamu sana!" Elgard dengan tanpa rasa bersalah, l
Mobil Olivia melaju pelan memasuki halaman rumah yang luas dan terawat dengan baik, di apit oleh pepohonan hijau, juga semak bunga yang rapi. Sebuah rumah mewah berdiri megah di tengah-tengahnya, menampilkan arsitektur yang anggun dan elegan. Dinding putih yang bersih dan jendela kaca besar yang menghiasi rumah, menciptakan kesan mewah namun klasik. Di bagian depan rumah, terdapat air mancur yang airnya jatuh ke kolam dengan gemercik lembut, menambah suasana tenang di lingkungan tersebut. Olivia masih duduk di dalam mobil dan mengamati rumah itu lekat-lekat. Terlihat jelas bahwa rumah tersebut di rawat baik, dengan lantai marmer yang mengkilap dan patung-patung marmernya yang artistik. Pintu utama rumah terbuat dari kayu jati berkualitas tinggi dengan ukiran yang detail dan indah, menambah kesan kemewahan pada rumah. Namun, di balik kemegahannya, Olivia merasakan sebuah keperihan yang mendalam setiap mengingat di rumah itulah dulu ia dan ibunya~Amanda begitu bahagia bersama-sama
Helen benar-benar geram akan keberanian Olivia melawannya. " Anak tidak tau diri! Mentang-mentang kamu udah jadi menantu keluarga Nugroho, kamu merasa hebat ya?? Kamu lupa? Kami yang udah membesarkan kamu dengan baik sampai kamu jadi seperti sekarang. Kami juga yang udah menjodohkan kamu dengan laki-laki terhormat, dari keluarga terpandang. Itu semua supaya kamu bisa memiliki kehidupan yang bahagia. Kamu itu kacang lupa kulitnya!" Helen menunjuk-nunjuk wajah Olivia dengan jari telunjuknya, meminta putri tirinya itu agar tahu diri. " Aku? Aku dibesarkan dengan baik dan dijodohkan dengan laki-laki terhormat, demi kebahagiaanku?? Wow!" Olivia tergelak, sinis. Ia bertepuk tangan atas ucapan Helen. " Aku lihat dan dengar dengan mata kepalaku sendiri, aku dijodohkan demi keuntungan kalian semata. Kalian gak pernah sama sekali memikirkan kebahagiaanku. Yang ada, kalian cuma ingin memanfaatkanku!" Sentak Olivia, muak. " Kalian lupa? Aku hidup menderita di rumahku sendiri? Ini rumah ibu
" Dan itu kamu lakukan saat Elgard sudah menjadi suamiku. Kamu mendatanginya ke kantor dengan alasan kamu adalah iparnya. Kamu mulai menggodanya dengan tubuh yang kamu punya. Tapi sayang, Elgard menolak mentah-mentah. Dia jijik melihat kamu. Dia maunya cuma tubuh Chelsea, bukan kamu yang merupakan teman baik kekasihnya. Entah kenapa Elgard gak memberitahu kekasihnya kalau kamu sudah melakukan perbuatan memalukan itu? Mungkin Elgard gak pernah tertarik membahas tentang kamu. Dia cuma menganggap kamu seperti kebanyakan perempuan di luar sana yang mencoba menggodanya." Ucapan Olivia berhasil membuat wajah Angel merah padam, antara menahan malu dan marah karena dipermalukan. " Diam Lo!" Bentaknya pada Olivia yang menatapnya tanpa ekspresi. " Angel, apa itu benar? Kamu datang ke kantor Elgard untuk menggodanya? Itu memalukan Angel!!" Helen begitu malu, tak menyangka putri kebanggaannya bisa berbuat serendah itu. " Jangan percaya Ma! Perempuan binal ini sedang memfitnah aku..." "
Mobil Olivia keluar dari pintu gerbang kediaman Abian dengan melaju kencang. Elgard yang baru saja tiba di kediaman Ayah mertuanya itu, cukup heran melihat mobil istrinya pergi, kemana Olivia kali ini? Sebenarnya saat berasa di kantor tadi, pikiran Elgard tak tenang. Firasatnya mengatakan jika Olivia bisa saja benar-benar pergi dari rumah mereka, mengingat istrinya itu mengatakan tetap pada pendiriannya yaitu bercerai. Elgard yang mulai kepikiran, tak pikir panjang lagi, segera meninggalkan pekerjaannya di kantor untuk kembali pulang ke rumah. Jangan sampai Olivia benar-benar pergi. Ia tak mau permasalahan rumah tangganya menyebabkan dirinya jadi kehilangan tujuannya yaitu menjadi penerus Nugroho sebagai Presiden Direktur di perusahaan keluarga mereka. Saat tiba di rumah, benar saja. Olivia sudah tidak ada lagi. Ia berlari menuju kamar, membuka lemari pakaian, sudah tak ada lagi pakaian-pakaian Olivia di dalamnya. Meja rias juga kosong dari perlengkapan wajah dan skinc
Olivia tersenyum miris, tak menggubris penolakan Elgard yang takut kehilangan haknya sebagai putra satu-satunya Haris Nugroho jika sampai bercerai darinya sebelum mendapatkan tujuan pria itu. "Aku udah minta pengacaraku mengurus gugatan cerai untuk kamu. Aku cuma pengen prosesnya di percepat! Aku cuma mau secepatnya pergi dari kehidupan kamu Elgard!" "Itu gak akan terjadi! Aku akan mempersulit semuanya! Jangan coba-coba melawan seorang Elgard Mario Nugroho!" Elgard menatap tajam pada Olivia. "Kamu itu terlalu polos, El... Kamu pikir kamu akan benar-benar di coret dari pewaris Papa kamu kalau aku minta cerai??" Olivia tersenyum mencibir. "Maksud kamu?" Elgard tak mengerti. "Kamu adalah satu-satunya penerus Papa Haris. Walaupun ada kakak perempuan kamu, tapi yang bisa meneruskan perusahaan keluarga Nugroho itu cuma kamu!" Jelas Olivia, membuat Elgard terdiam beberapa saat. " Kenapa aku bisa mengatakan seperti ini? Sebab aku juga baru tau tadi, bahwa ternyata Ayah kamu ngotot
Tiga bulan berlalu... Pukul 06.30 wib_ Kringg... Kringg... Dering alarm yang keras dari ponsel diatas nakas, memecah keheningan kamar, membuat Elgard tersentak dari tidurnya. Dalam keadaan kusut, Elgard segera menoleh ke arah jam dinding. Matanya membulat, menghitung detik yang semakin menyempit. Ini sudah pagi ternyata. 'Ini hari persidangan terakhirku, aku gak boleh terlambat.' gumam Elgard sambil berlari menuju kamar mandi. Ia segera membersihkan diri dengan terburu-buru, tak ingin membuang waktu sedikit pun. Setelah selesai, Elgard mengenakan setelan jas terbaiknya, mencerminkan keseriusan namun juga ada sedikit kekhawatiran yang memenuhi pikirannya. Elgard melangkah keluar rumah dengan langkah cepat, tak sabar ingin segera sampai di pengadilan. Namun, di tengah perjalanan, ia merasa ada sesuatu yang ganjil. Wajahnya tampak bingung, seolah mencari sesuatu yang hilang. Tiba-tiba, ia menyadari bahwa ia lupa membawa berkas-berkas penting yang di butuhkan dalam p
Mobil Amanda tiba di PT. LV-RAWLESS ENERGY. Vincent membantu membukakan pintunya, mempersilahkan sang Nyonya turun. “Ibu ada beberapa jadwal rapat sampai sore. Kamu bisa pulang saja dulu Vincent, temani Adnan bermain ya,” Ucap Amanda setelah turun dari mobil. “Terimakasih, Bu,” Vincent menatap Amanda melangkah pergi bersama para staff perusahaan yang dari tadi telah menunggu Pimpinan sebenarnya PT. LV-RAWLESS itu di depan lobbi. la buang napas kasar. Sejak tadi rasanya begitu tegang dan sesak. Hatinya tak tenang. Jika pengkhianat seperti Margaretha dan Helen diperlakukan seperti tadi, bagaimana dengan dirinya dan Nia nanti? Mereka masih aman karena belum ketahuan telah mengkhianati kepercayaan sang Nyonya. Jika sampai ketahuan, bisa habis mereka berdua, terutama Nia yang sangat ia khawatirkan. Drrt... Ponsel Vincent tiba-tiba bergetar saat dirinya sedang larut dalam kekhawatiran. la terkejut, cepat-cepat menerima panggilan masuk tersebut. “Ini siapa?” Lirihnya dengan mengernyi
“Tunggu! Apa maksudnya ini? Aku mau diapakan Manda!!” pekik Margaretha, histeris dengan tubuh bergetar hebat. “Kamu maling! Hukuman untuk maling ada pada tangannya!” Jawab Amanda menegaskan. “Kamu kejam!!!” Teriak Margaretha, tak mau. “Aku memang kejam! Dan bukan hanya tangan, tetapi sedikit demi sedikit bagian tubuh lainnya juga akan mendapat perlakuan yang sama setiap harinya!” Amanda berwajah bengis, menyeramkan. “Mandaaa... Jangan lakukan itu...” Margaretha menjerit-jerit, ketakutan. “Lakukan di sini, sekarang juga. Biar wanita pengkhianat itu bisa melihat langsung!” Tunjuk Amanda pada Helen yang menggigil. “Baik, Bu!” dua wanita penjaga menarik kasar Margaretha, mendudukkannya di kursi dengan mengikat masing-masing pergelangan tangannya di pegangan kursi. Margaretha berteriak, meraung-raung, histeris saat pembalasan Amanda disegerakan. Amanda tersenyum sinis, dirinya begitu puas bisa memberikan pelajaran pada istri Laksmana ini atas apa yang telah dilakukannya. Tatapanny
“Ada apa, Pa?” Elgard terheran melihat Haris Nugroho tiba-tiba mendatanginya ke ruang wakil Presiden direktur. “Kamu dari mana? Kenapa baru ada jam segini di kantor,” Haris Nugroho mendengus kesal. “Dari rumah sakit. Tadi nemani Chelsea cek kandungan.” “Hah, dia lagi!” Haris Nugroho selalu muak jika sudah mendengar nama menantunya itu. Elgard menatap sang Ayah. Haris Nugroho memang tak peduli sedikit pun pada calon bayinya di kandungan Chelsea. Tak pernah menanyakan keadaannya. “Tadi Papa datang ke rumah Paman Abraham Rawless untuk berkunjung sekaligus kembali menjalin hubungan baik dengan keluarga Rawless.” Ungkap Haris Nugroho to the point. “Benarkah? Kenapa Papa gak ajak Elgard?” Elgard seketika excited. “Papa aja habis disemprot karena gak menjaga Olivia dengan baik. Apalagi kamu yang udah nyia-nyiain cucunya. Bisa mati kamu!” Elgard terhenyak, benar juga. “Seharusnya kita dan keluarga Rawless adalah dua gabungan keluarga besar yang luar biasa. Tetapi gara-gara kamu, kita
“Sudah tau di mana Oliv?” Amanda bertanya, namun tatapannya tetap fokus pada tangannya yang menandatangani beberapa berkas di atas meja kerjanya. Vincent diam sejenak, sedang mengatur kata-kata yang tepat untuk disampaikan. Nyonya majikannya masih diliputi amarah yang besar. “Belum, Bu. Pak Jefri tidak pernah pergi ke suatu tempat yang diduga sebagai kediaman baru Pak Barra. Kami sudah mengawasi kemana pun dia pergi. Dia hanya ke UD Entertainment, lalu pulang ke rumah Tuan Rawless. Penthouse Pak Barra pun kosong setelah orang kita menyelidiki ke sana. Dan Pak Barra tidak ke Kantor sehingga kita tidak bisa mengikuti kemana dia pulang. Kami kehilangan jejaknya,” Jelas Vincent, hati-hati. Aura Amanda begitu dingin, membuat suasana di dalam ruang kerja wanita itu tegang mencekam. Amanda mengepal kuat jari jemarinya, tengah menahan amarah. “Dia pintar sekali. Putriku pasti disekap di suatu tempat. Aku tidak tau bagaimana keadaan Oliv sekarang di tengah kehamilan mudanya. Barra memisahka
“Jadi sekarang Dokter rajin memperdalam ilmu agama?” Tanya Barra serius.“Ya. Saya kan imam untuk istri dan anak-anak saya, jadi saya harus bisa memimpin mereka dengan cara selalu upgrade diri dengan ilmu agama yang luas,” Jelas Dokter Andrew.“Kalau Dokter punya waktu, bisa ajak saya sekalian ikut belajar ke ustadz-nya Dokter,” Barra berinisiatif. Ucapan dokter di hadapannya ini, membuka pikirannya tentang seorang pemimpin dalam rumah tangga yang harus berilmu.“Tentu, dengan senang hati. InsyaAllah saya kabari kapan ada kajian rutin dengan ustadz ya,” Dokter Andrew menyambut denganantusias.Barra benar-benar puas. Baru ini ia menemukan teman yang asik diajak mengobrol dan berbagi cerita.“Nah, itu istri saya,” Dokter Andrew menunjuk ke arah seorang wanita anggun berhijab yang sedang menyapa Olivia dengan ramah. ltu Dokter Anita, istrinya.Keduanya mendekati para istri, ikut bergabung.“Udah selesai praktek polinya, Sayang?” Tanya Dokter Andrew pada sang istri.“Udah, Mas. Sekarang
Barra kembali mendekati Dokter Andrew, sedang Olivia duduk dengan dijaga bodyguard yang siaga. “Bagaimana kabar Dokter? anda terlihat luar biasa,” Ungkapnya. “Alhamdulillah, namanya juga udah berkeluarga, udah ada istri yang menemani dan mengurus semua kebutuhan saya. Ditambah sudah punya dua orang jagoan. Hati jadi selalu senang, hidup penuh semangat,” Dokter Andrew berseri-seri. “Jadi anak anda sudah dua, keduanya laki-laki?” Barra lagi-lagi takjub. “Ya, Muhammad Azzam Daniel, dan Muhammad Izzam Daniel. Dua jagoan kebanggaan saya!” Dokter Andrew begitu bangga. Anak-anaknya adalah cucu kebanggaan Sultan Daniel. “Hem, luar biasa. Berapa umur mereka sekarang?” Barra cukup antusias sebagai seorang calon ayah, dirinya ikut senang mendengar kebahagiaan Dokter Andrew. Akan merasakan hal seperti itu juga tak lama lagi. “Alhamdulillah sekarang Azzam sudah tujuh tahun. Sudah SD kelas satu. Kalau Izzam, masih tiga tahun. Lagi lucu-lucunya,” Dokter Andrew begitu bangga menceritakan ke
“Sebenarnya berhubungan suami istri juga memberikan manfaat. Ada yang namanya Hormon Oksitosin yang dilepaskan secara alami saat berhubungan intim, dimana dapat merangsang ikatan dan keintiman yang baik antara ibu hamil dan suami. Lebih tepatnya mempererat bonding selama kehamilan.” Tambah Dokter Anita Iagi, semakin membuat Barra bersemangat. ‘Harus dengan cara yang tepat, hem.’ Gumamnya dalam hati. la lirik Olivia yang masih mengobrol dengan Dokter Anita, senyum samar terbit di wajahnya yang biasanya selalu tampak datar. ‘Bersiaplah, Sayang!’ Barra membatin, sudah tak sabar untuk segera menagih jatah dari istrinya itu. Terlebih Olivia belum sempat ia beri pelajaran yang tak terlupakan karena telah pergi meninggalkan dirinya selama satu bulan lebih. Hari ini istri cantiknya itu tak akan bisa lepas lagi. °°° “Duh, Mas, foto USG-nya diliatin mulu...” Goda Olivia mengulum senyum. Barra sejak keluar dari ruang Dokter tadi, seakan tak mau berhenti menatapi gambar janin dari print-an
~ROYAL HOSPITAL~ Mobil mewah berwarna hitam yang membawa Barra dan Olivia, melaju pelan hingga berhenti tepat di depan rumah sakit. Di belakangnya, beberapa mobil bodyguard telah lebih dulu parkir dan membentuk formasi ketat. Barra dan Olivia turun dari mobil, diiringi oleh tatapan tajam para bodyguard yang siap mengawal mereka. “Tuan, Nyonya, kami akan mendampingi Anda selama berada di rumah sakit,” Ujar salah satu bodyguard dengan sikap hormat. “Ya, dua tiga orang saja yang ikut masuk. Selebihnya tetap siaga di luar. Kita juga tidak boleh menimbulkan ketidaknyamanan pengunjung rumah sakit lainnya,” Titah Barra. “Baik, Tuan!” Ketua bodyguard tersebut menginstruksikan pada rekannya yang lain untuk melakukan apa yang diperintahkan sang Bos. Olivia menoleh ke Barra, heran dengan kehadiran penjaga yang begitu banyak. “Mas, apa ini? Kenapa banyak penjaga? Apa ada bahaya?” Tanyanya, wajahnya tampak cemas. Barra menatap Olivia dengan tatapan lembut, lalu menggenggam tangan i
Ketika hendak menuju mobil, Barra mendengar suara lembut seorang wanita yang sangat ia kenal dari arah samping rumah. Itu Olivia-nya. Barra langsung mengikuti kemana arah suara tersebut. Ternyata Olivia sedang berada di taman, mengagumi bunga-bunga yang baru saja mekar. Barra terpaku menatap istrinya yang tak menyadari kehadirannya. Hampir saja jantungnya lepas karena sudah overthinking duluan akan ditinggalkan lagi. la jadi parno sendiri. Ditambah nyawanya belum terkumpul sepenuhnya, semakin membuatnya panik tak jelas. Wajah Barra seketika begitu lega melihat Olivia, meski jantungnya masih terus berdetak cepat. Tak buang waktu, ia berlari menghampiri posisi Olivia, membuat Olivia akhirnya menyadari kedatangan suaminya. Hug! “Olivia!” Ucap Barra memeluk tubuh istrinya itu erat-erat. Olivia terkejut, suaminya datang-datang langsung memeluk, tak sadar jika saat ini tubuhnya tak menggunakan apapun kecuali dalaman boxer. “Kenapa keluar rumah tidak bilang-bilang? Saya khawatir,” Un