Share

Bab 2

Penulis: santi.santi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-27 17:04:49

“Bagaimana?”

Aksa kembali bertanya setelah melihat Naya tak kunjung memberi jawaban.

"Bapak nggak sedang bercanda kan? Bagaimana bisa sebuah pernikahan—"

"Sama sekali tidak, Naya.” Aksa menjawab dengan tenang. “Pernikahan ini bersifat rahasia dan hanya bertujuan untuk mendapat hak asuh atas keponakan saya. Jadi, kita bisa bercerai setelah itu terjadi.”

Mendengar itu, Naya mulai agak paham dan rasa khawatirnya berangsur-angsur mulai turun.

"Saya memilih kamu karena situasi kita saat ini sama sehingga kita bisa bekerja sama. Kamu mengerti kan?” tambah Aksa lagi.

Naya mengangguk paham meski sebagian hatinya merasa dilema karena harus mempermainkan pernikahan. Apalagi dia kini harus membuang prinsipnya yang hanya akan menikah satu kali seumur hidup.

Namun, situasi begitu mendesak serta menyangkut hidup dan mati.

Jika ia tidak menyetujui permintaan Aksa, maka dari mana lagi ia bisa mendapatkan uang untuk mengoperasi ayahnya?

Kalau Naya menyetujui, bagaimana dengan impian Naya yang hanya ingin menikah satu kali seumur hidupnya?

Oleh karena itu, Naya akhirnya memutuskan untuk mengambil berkas kontrak pernikahan itu dan mengisi data-datanya di sana sebagai pihak kedua.

Sejumlah peraturan sudah tertera dan sejauh ini masih masuk akal sehingga Naya langsung menandatanganinya tanpa keraguan.

Setelah kontrak itu ditandatangani pula oleh Aksa, pria itu mengambilnya dan memasukkannya kembali ke dalam laci.

“Saya akan menyuruh Seno untuk membuat salinan kontraknya untukmu. Ingat, jangan sampai kesepakatan ini diketahui oleh siapa pun. Mengerti?” kata Aksa yang direspon dengan anggukan oleh Naya.

“Mengerti, Pak. Kalau begitu, administrasi ayah saya–”

“Itu juga sedang diurus oleh Seno. Jangan khawatir.”

Mendengar itu, Naya sontak menghela napasnya lega dan mulai merasa tenang sehingga pamit untuk undur diri dari sana.

Namun, sebelum dia berhasil keluar, sebuah telepon telah lebih dulu masuk dan berhasil membuat tubuhnya gemetaran.

Dari Rumah Sakit Medika.

[Nona Naya? Kami ingin mengabarkan bahwa kondisi ayah semakin kritis sehingga operasi akan segera dilakukan. Mohon lakukan persetujuannya, Nona!”]

Naya panik dan mulai berjalan mondar-mandir.

“Lakukan segala yang perlu, Sus. Saya telah menyetujui semua tindakan apa pun yang diperlukan oleh ayah saya. Tolong selamatkan ayah saya..”

Tanpa sadar, Naya sudah terisak dan tubuhnya menggigil ketakutan. Tiga tahun lalu, situasi juga kurang lebih seperti ini.

Bedanya adalah saat itu ia masih kuliah dan ayahnya berada di sisinya, sehingga ia masih memiliki tempat untuk bersandar.

Kali ini Naya sendirian dan bingung. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Segera setelah telepon itu ditutup, Naya yang panik langsung berlari keluar untuk menuju ke rumah sakit.

Namun, sebelum dia sempat pergi ke mana-mana, sebuah tangan telah lebih dulu menggenggam tangannya dan menahannya untuk tetap di tempat.

“Saya akan antar kamu ke rumah sakit.”

Setetes air mata kembali mengalir dan tanpa sadar Naya menggenggam balik tangan Aksa yang melingkupi tangannya.

***

Rumah Sakit Medika Bandung.

Sudah lima jam semenjak Naya tiba di Bandung dan sudah selama itu ia tidak bergerak dari depan pintu ruang operasi.

Wajahnya sembab dan pakaian di tubuhnya sudah acak-acakan, tapi dia tidak mau beranjak meski suster atau dokter yang lewat terus memintanya untuk beristirahat.

Operasi otak memang berjalan kurang lebih enam jam dan masih satu jam lagi sebelum mengetahui hasilnya, tapi Naya sama sekali tidak mau meninggalkan ayahnya untuk berjuang sendirian.

Naya terus duduk sambil menunggu hingga Aksa duduk di sampingnya dan memberikan sebungkus makanan.

“Saya tidak lapar, Pak.”

“Memang. Tapi tidak lucu kalau saat ayahmu keluar, kamu yang harus menggantikan beliau ke dalam.”

Perkataan itu membuat Naya terbelalak dan buru-buru mengambil makanan dari tangan Aksa. Lagi-lagi perkataan pria itu benar.

“Lalu, bagaimana dengan Bapak?” Naya bertanya sembari menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutnya.

“Saya sudah makan.”

Mendengar itu, Naya mengangguk dan kembali makan dalam diam.

Keheningan merajai tempat itu hingga kemudian Seno datang membawakan pakaian ganti. “Saya tidak tahu ukuran Nyonya sehingga hanya bisa menerka-nerka. Saya harap ukurannya pas.”

Melihat itu, Naya sangat berterima kasih dan buru-buru menyelesaikan makannya untuk berganti pakaian.

Sesaat setelah ia kembali dari kamar mandi, pintu operasi sudah terbuka dan tulisan hijau itu sudah berubah menjadi merah.

Naya buru-buru melesat untuk pergi ke nurse-station, tapi dari Aksa telah lebih dulu mencegatnya di jalan.

“Ada yang perlu dokter sampaikan. Kita menemuinya dulu.”

Aksa lalu membawanya ke sebuah ruangan di mana dokter yang menangani ayahnya telah duduk di kursi. Di belakang dokter itu, terdapat tempat berupa layar terang yang digunakan untuk memasang foto hasil scan.

Segera setelah melihat Naya, dokter itu berdiri dan mulai menjelaskan situasi yang dialami oleh Danu saat ini.

“Pendarahan di kepala Pak Danu cukup parah dan dia terlambat dioperasi. Jika malam ini Pak Danu tidak menunjukkan tanda-tanda pemulihan, maka dia akan dikatakan masuk ke dalam fase koma.”

Bab terkait

  • Istri Kesayangan Sang CEO   Bab 3

    Keesokan harinya, Naya terbangun di sebelah tubuh ayahnya yang kini bergantung pada berbagai macam alat. Subuh tadi, setelah Aksa kembali ke Jakarta, dokter yang menangani ayahnya berkata bahwa tubuh ayahnya sama sekali tidak menunjukkan adanya tanda-tanda pemulihan, sehingga status pasiennya telah resmi berubah menjadi koma. Setiap memikirkan itu, hati Naya terasa semakin sakit. Apalagi saat melihat tangan ayahnya yang semakin keriput dan lemah. Diam-diam, Naya terus menyalahkan dirinya sendiri karena tak bisa menjaga ayahnya dan membiarkan ayahnya terus bekerja di ladang hingga berakhir ditabrak mobil saat ingin memindahkan beras yang telah digiling pulang. Melihat jam yang sudah menunjukkan pukul enam, Naya dengan berat hari bersiap untuk kembali ke Jakarta dan membahas kelanjutan kerja samanya dengan Aksa. Sebab, mau tak mau, berkas-berkas itu harus di-input ke persidangan agar proses perebutan hak asuh bisa segera dilakukan. Naya lalu mencium punggung tangan ayahnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Istri Kesayangan Sang CEO   Bab 4

    Setelah menunggu Naya membereskan barang-barang penting yang akan dibawa dari kos-kosannya, mobil milik Aksa membawa Naya ke halaman rumah yang begitu megah.Rumah tingkat dua itu begitu besar hingga Naya tidak berani membayangkan betapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk membangunnya.Seketika rasa gugup kembali menyerang meski dia sudah mempersiapkan diri sedemikian rupa. Jadi, saat melihat Aksa mendekat ke arah pintu untuk masuk, Naya hanya bisa mengikutinya dari belakang sambil berusaha untuk rileks.“Tidak usah gugup, ada saya.”Naya menatap Aksa dan tersenyum tipis. “Terima kasih, Pak.”“Ayo masuk!” “Iya, Pak”Naya mengekor di belakang Aksa dan berusaha untuk menegakkan dirinya agar sebisa mungkin memperlihatkan gerak tubuh yang natural. Sejak kesepakatan itu dibuat, Aksa sudah begitu baik kepadanya. Jadi, sekarang adalah saatnya bagi Naya untuk membalas budi.“Gaviinnn!” Aksa berseru memanggil nama yang Naya tau sebagai keponakannya.“Papaaa!!!” Naya menatap anak yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Istri Kesayangan Sang CEO   Bab 5

    Setelah menunggu Naya membereskan barang-barang penting yang akan dibawa dari kos-kosannya, mobil milik Aksa membawa Naya ke halaman rumah yang begitu megah. Rumah tingkat dua itu begitu besar hingga Naya tidak berani membayangkan betapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk membangunnya. Seketika rasa gugup kembali menyerang meski dia sudah mempersiapkan diri sedemikian rupa. Jadi, saat melihat Aksa mendekat ke arah pintu untuk masuk, Naya hanya bisa mengikutinya dari belakang sambil berusaha untuk rileks. “Tidak usah gugup, ada saya.” Naya menatap Aksa dan tersenyum tipis. “Terima kasih, Pak.” “Ayo masuk!” “Iya, Pak” Naya mengekor di belakang Aksa dan berusaha untuk menegakkan dirinya agar sebisa mungkin memperlihatkan gerak tubuh yang natural. Sejak kesepakatan itu dibuat, Aksa sudah begitu baik kepadanya. Jadi, sekarang adalah saatnya bagi Naya untuk membalas budi. “Gaviinnn!” Aksa berseru memanggil nama yang Naya tau sebagai keponakannya. “Papaaa!!!” Naya menata

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Istri Kesayangan Sang CEO   Bab 1

    Kamu pikir Perusahaan ini badan amal?" Sentak seorang wanita yang membuat Kanaya terkesiap. Belum habis keterkejutan Naya karena kabar yang ia terima dari rumah sakit mengenai ayahnya yang kecelakaan, dia harus kembali dikejutkan dengan bentakan dari managernya, Mirna. Keadaan saat ini sungguh tidak memberi kesempatan bagi Naya untuk sedikit saja menenangkan diri. Jantungnya yang masih berdetak dengan cemas, kini harus ditambah dengan bulir-bulir air mata yang kembali turun membasahi pipinya. "Kamu itu baru dua bulan kerja di sini! Berani-beraninya kamu mau pinjam uang dan meminta cuti? Kamu pikir perusahaan ini milik nenek moyang kamu ya??!!" Suara wanita dengan bibir merah merona itu kembali terdengar menggelegar di lorong perusahaan yang sepi hingga menarik perhatian banyak karyawan lalu lalang. Sebelum ini, Naya telah meminta Mirna untuk berbicara di ruangan wanita itu agar niatnya untuk meminta bantuan tidak didengar oleh orang lain. Namun, Mirna menolak dengan a

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27

Bab terbaru

  • Istri Kesayangan Sang CEO   Bab 5

    Setelah menunggu Naya membereskan barang-barang penting yang akan dibawa dari kos-kosannya, mobil milik Aksa membawa Naya ke halaman rumah yang begitu megah. Rumah tingkat dua itu begitu besar hingga Naya tidak berani membayangkan betapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk membangunnya. Seketika rasa gugup kembali menyerang meski dia sudah mempersiapkan diri sedemikian rupa. Jadi, saat melihat Aksa mendekat ke arah pintu untuk masuk, Naya hanya bisa mengikutinya dari belakang sambil berusaha untuk rileks. “Tidak usah gugup, ada saya.” Naya menatap Aksa dan tersenyum tipis. “Terima kasih, Pak.” “Ayo masuk!” “Iya, Pak” Naya mengekor di belakang Aksa dan berusaha untuk menegakkan dirinya agar sebisa mungkin memperlihatkan gerak tubuh yang natural. Sejak kesepakatan itu dibuat, Aksa sudah begitu baik kepadanya. Jadi, sekarang adalah saatnya bagi Naya untuk membalas budi. “Gaviinnn!” Aksa berseru memanggil nama yang Naya tau sebagai keponakannya. “Papaaa!!!” Naya menata

  • Istri Kesayangan Sang CEO   Bab 4

    Setelah menunggu Naya membereskan barang-barang penting yang akan dibawa dari kos-kosannya, mobil milik Aksa membawa Naya ke halaman rumah yang begitu megah.Rumah tingkat dua itu begitu besar hingga Naya tidak berani membayangkan betapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk membangunnya.Seketika rasa gugup kembali menyerang meski dia sudah mempersiapkan diri sedemikian rupa. Jadi, saat melihat Aksa mendekat ke arah pintu untuk masuk, Naya hanya bisa mengikutinya dari belakang sambil berusaha untuk rileks.“Tidak usah gugup, ada saya.”Naya menatap Aksa dan tersenyum tipis. “Terima kasih, Pak.”“Ayo masuk!” “Iya, Pak”Naya mengekor di belakang Aksa dan berusaha untuk menegakkan dirinya agar sebisa mungkin memperlihatkan gerak tubuh yang natural. Sejak kesepakatan itu dibuat, Aksa sudah begitu baik kepadanya. Jadi, sekarang adalah saatnya bagi Naya untuk membalas budi.“Gaviinnn!” Aksa berseru memanggil nama yang Naya tau sebagai keponakannya.“Papaaa!!!” Naya menatap anak yang

  • Istri Kesayangan Sang CEO   Bab 3

    Keesokan harinya, Naya terbangun di sebelah tubuh ayahnya yang kini bergantung pada berbagai macam alat. Subuh tadi, setelah Aksa kembali ke Jakarta, dokter yang menangani ayahnya berkata bahwa tubuh ayahnya sama sekali tidak menunjukkan adanya tanda-tanda pemulihan, sehingga status pasiennya telah resmi berubah menjadi koma. Setiap memikirkan itu, hati Naya terasa semakin sakit. Apalagi saat melihat tangan ayahnya yang semakin keriput dan lemah. Diam-diam, Naya terus menyalahkan dirinya sendiri karena tak bisa menjaga ayahnya dan membiarkan ayahnya terus bekerja di ladang hingga berakhir ditabrak mobil saat ingin memindahkan beras yang telah digiling pulang. Melihat jam yang sudah menunjukkan pukul enam, Naya dengan berat hari bersiap untuk kembali ke Jakarta dan membahas kelanjutan kerja samanya dengan Aksa. Sebab, mau tak mau, berkas-berkas itu harus di-input ke persidangan agar proses perebutan hak asuh bisa segera dilakukan. Naya lalu mencium punggung tangan ayahnya

  • Istri Kesayangan Sang CEO   Bab 2

    “Bagaimana?” Aksa kembali bertanya setelah melihat Naya tak kunjung memberi jawaban. "Bapak nggak sedang bercanda kan? Bagaimana bisa sebuah pernikahan—" "Sama sekali tidak, Naya.” Aksa menjawab dengan tenang. “Pernikahan ini bersifat rahasia dan hanya bertujuan untuk mendapat hak asuh atas keponakan saya. Jadi, kita bisa bercerai setelah itu terjadi.” Mendengar itu, Naya mulai agak paham dan rasa khawatirnya berangsur-angsur mulai turun. "Saya memilih kamu karena situasi kita saat ini sama sehingga kita bisa bekerja sama. Kamu mengerti kan?” tambah Aksa lagi. Naya mengangguk paham meski sebagian hatinya merasa dilema karena harus mempermainkan pernikahan. Apalagi dia kini harus membuang prinsipnya yang hanya akan menikah satu kali seumur hidup. Namun, situasi begitu mendesak serta menyangkut hidup dan mati. Jika ia tidak menyetujui permintaan Aksa, maka dari mana lagi ia bisa mendapatkan uang untuk mengoperasi ayahnya? Kalau Naya menyetujui, bagaimana dengan im

  • Istri Kesayangan Sang CEO   Bab 1

    Kamu pikir Perusahaan ini badan amal?" Sentak seorang wanita yang membuat Kanaya terkesiap. Belum habis keterkejutan Naya karena kabar yang ia terima dari rumah sakit mengenai ayahnya yang kecelakaan, dia harus kembali dikejutkan dengan bentakan dari managernya, Mirna. Keadaan saat ini sungguh tidak memberi kesempatan bagi Naya untuk sedikit saja menenangkan diri. Jantungnya yang masih berdetak dengan cemas, kini harus ditambah dengan bulir-bulir air mata yang kembali turun membasahi pipinya. "Kamu itu baru dua bulan kerja di sini! Berani-beraninya kamu mau pinjam uang dan meminta cuti? Kamu pikir perusahaan ini milik nenek moyang kamu ya??!!" Suara wanita dengan bibir merah merona itu kembali terdengar menggelegar di lorong perusahaan yang sepi hingga menarik perhatian banyak karyawan lalu lalang. Sebelum ini, Naya telah meminta Mirna untuk berbicara di ruangan wanita itu agar niatnya untuk meminta bantuan tidak didengar oleh orang lain. Namun, Mirna menolak dengan a

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status