Kalau benar anggota keluarganya ada yang tinggal di sana, berarti kondisi keluarganya sangat buruk.“Bukan,” jawab Brandon, “Teman kerja.”“Teman kerja?! Tapi tadi dia ….”Tadi Calvin melihat Yuna begitu panik seakan-akan dirinya sendiri yang terkena musibah, tapi ternyata … teman kerjanya? Apakah hubungan Yuna dengan teman kerjanya sedekat itu?“Mereka teman akrab.”“Istri kamu memang setia kawan!” puji Calvin sambil mengacungkan jempol.“Aku nggak bisa nampung kamu lagi sekarang. Frans juga nggak bisa ngantar pulang. Kamu ambil saja satu mobil yang ada di halaman depan buat pulang.”Selama semalaman penuh, kata-kata yang Brandon ucapkan barusan adalah hal yang paling menyentuh hati bagi Calvin.“Oke! Tapi masih ada satu hal lagi yang mau aku tanyain.”“Apa?”Calvin menoleh ke belakang sekilas untuk memastikan Yuna tidak ada, lalu dia pun bertanya, “Istri kamu marganya siapa, sih?”Sebelum Brandon sempat melampiaskan kekesalannya, Calvin segera menambahkan, “Kamu nggak mau, ‘kan, kala
Kebanyakan penduduk di Paulownia sudah tertidur lelap karena kebakaran terjadi di malam hari, makanya korban jiwanya juga sangat banyak. Rumah sakit setempat langsung sibuk menangani pasien luka bakar, dan di lobby rumah sakit dapat terdengar raungan orang-orang yang sedang kesakitan.Yuna dengan langkahnya yang cepat menembus keramaian sementara Brandon berjaga di sampingnya dan Frans berada di depan mereka berdua untuk membuka jalan. Tak lama mereka pun berhasil menemukan Stella.Luka yang Stella derita untungnya tidak terlalu parah, hanya sebagian dari tangan dan wajahnya saja yang terkena luka bakar ringan. Kulit lutut dan pergelangan kaki juga sedikit robek karena terjatuh ketika sedang melarikan diri, tapi secara keseluruhan, masih jauh lebih baik daripada orang lain.Stella masih baik-baik saja, tapi sayangnya kondisi ibunya sedikit berbeda. Ibunya Stella harus mendapatkan penanganan di ruang operasi, dan dari tadi Stella terus menunggu di depan pintu sambil menangis.“Stella!”
“Yuna, Yuna ….”Dari awal Brandon terus memperhatikan reaksi Yuna dan menyadari ada yang tidak beres, dia pun dengan sigap langsung menangkap tubuh Yuna yang terjatuh dan berkali-kali menyerukan namanya. Stella yang sedang menangis tersedu-sedu juga sudah tidak lagi memperhatikan apa yang terjadi di sekelilingnya.“Frans, kamu jagain Stella,” kata Brandon memberi perintah dengan kepala dingin.Frans mengangguk dan menjaga Stella di sampingnya tanpa banyak bicara. Kedua tangannya berpangku di bahu Stella. Brandon menggendong tubuh Yuna dan segera mencarikan dokter, “Dokter, suster, ada yang pingsan!” ***“Kamu mencelakai orang tua kamu.”“Kamu yang ngebunuh mereka!”“Kenapa mereka mati tapi kamu masih hidup? Karena kamu yang bunuh mereka!”“Papa, Mama, jangan pergi ….”“Papa, Mama ….”Berbagai macam suara berseliweran di telinga seperti sedang berbicara dengan Stella. Di depannya ada begitu banyak orang, tapi dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa itu. Selain itu ada juga suara, ca
Sudah selarut ini memang lebih baik mereka beristirahat saja di rumah sakit. Akan tetapi, Yuna tidak berani memejamkan matanya karena takut apabila matanya terpejam, adegan yang dia lihat di dalam mimpinya akan terulang kembali. Dia pun menarik tangan Brandon dan berkata, “Temani aku ngobrol sebentar, dong.”“Mau ngobrolin apa?”“Apa saja boleh! Gimana kalau kamu cerita soal diri kamu sendiri?”Yuna berpikir sudah cukup lama mereka berdua hidup bersama, tapi dia tidak pernah bertanya tentang hal pribadi tentang Brandon sedikit pun. Dia hanya tahu Brandon berasal dari keluarga terpandang, tapi sampai sekarang dia tidak pernah bertemu dengan keluarganya Brandon.“Soal aku sendiri? Nggak ada hal bagus yang bisa dibahas soal aku.”Ckckck, sungguh bersahaja sekali Brandon. Kehidupan Brandon bisa dirangkum menjadi satu novel fiksi, tapi dia masih bisa-bisanya berbicara seperti itu. Kalau memang kehidupan Brandon benar seperti apa yang dia katakan, bagaimana dengan kehidupan orang lain?“Kala
Kalau tidak salah ingat, dari kecil kedua orang tua Yuna meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat. Saat itu Yuna masih kecil dan tidak sedang ikut bersama mereka. Apakah karena Yuna begitu merindukan mereka sehingga dia bermimpi demikian? Akan tetapi, sewaktu pulang ke kediaman keluarga besarnya kemarin, sepertinya Yuna tidak tidak merasakan kerinduan yang kuat kepada kedua orang tuanya, lantas mengapa dia teringat dengan mereka ketika hari ini dia tiba-tiba jatuh pingsan? Apakah mungkin rasa rindu itu bangkit karena melihat ibunya Stella kehilangan nyawa? ***“Ga-gawat!” Mendadak terdengar suara seorang pria berbicara di telepon di dalam kamar yang kacau balau. Kamarnya luar biasa berantakan dan gelap. Tidak ada lampu yang menyala, dan hanya cahaya rembulan dari luar yang masuk ke dalam.“Kenapa kamu malah panik? Bukannya kamu bilang kamu yang bawa?!” jawab lawan bicaranya dengan alat pengubah suara. Suaranya terdengar aneh dan sera, tapi jelas terasa kalau dia sangat tidak sabaran.
Stella izin cuti karena sedang terluka dan masih harus mengurus pemakaman ibunya , ditambah lagi dampak psikologi yang diakibatkan akibat kematian ibunya juga masih belum menghilang. Kebakaran kali ini bisa dibilang cukup besar hingga membuat satu kota geger. Meski Paulownia adalah gedung tua, masih banyak penduduk yang telah lama bermukim di sana. Kebakaran ini mengakibatkan 7 orang meninggal dunia, 9 orang luka berat, dan 23 orang luka ringan. Dampak yang sangat parah ini tentu mengundang perhatian dari para pejabat setempat.Selain melipur para korban yang terkena musibah, mereka juga dengan sungguh-sungguh mencari tahu penyebab kebakaran. Jalan di sana sempit dan tidak dilengkapi dengan kamera pengawas, ditambah lagi hari sudah gelap dan kebanyakan penghuni sudah tertidur lelap, makanya tidak ada yang tahu bagaimana ceritanya api bisa menyala. Yang jelas, apinya sudah terlanjur besar ketika mereka menyadari terjadi kebakaran.Untuk sementara waktu, mereka menyimpulkan penyebab keba
“Pak Brandon, waktu di rumah sakit, ada satu orang wartawan yang dapat foto Bapak,” kata si asisten.“Iya, waktu itu aku memang ada di rumah sakit, biarin saja.”Yang namanya paparazi memang selalu ada di mana-mana, tapi Brandon yakin hari itu mereka pasti datang bukan untuk mengikutinya, melainkan untuk mencari informasi terkait kebakaran yang terjadi.“Tapi ….”“Kalau ada yang mau diomongin, langsung saja! Ngapain menggumam begitu!”“Tapi wartawan ambil foto Pak Brandon sama satu orang cewek, dam kelihatannya juga mesra banget,” kata asistenya meski merasa takut dan ragu. Dari dulu Brandon tidak pernah terlibat dengan isu-isu atau rumor dengan wanita lain, jadi wajar jika dia kaget ketika mengetahui berita ini.“Tapi untungnya pemimpin redaksi dan beberapa media lainnya masih cukup tahu diri nggak kasih lihat foto itu ke publik sebelum minta pendapat Bapak,” tambahnya.Tentu saja mereka meminta izin kepada Brandon terlebih dahulu sebelum mereka bisa menampilkan foto tersebut ke porta
Kebakaran yang terjadi memang berhasil menyita perhatian publik cukup luas, tapi bukan berarti perhatian semua orang tertuju ke sana.Calvin sangat menyesal mengapa hari itu dia lengah dan memakan makanan pemberian Sharon begitu saja. Kalaupun sekarang dia memuntahkan semua makanan itu juga sudah terlambat. Baik itu pulang ke rumah ataupun pergi ke kantor, Sharon akan terus mengganggunya dan bertanya apa saja yang dia dapatkan sewaktu pergi bertemu dengan Brandon. Rencana awalnya Calvin ingin menghindar dari Sharon paling tidak selama dua hari karena dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Calvin khawatir adiknya tidak akan sanggup menerima kenyataan, tapi saat Calvin masuk ke toilet khusus pria, Sharon langsung ikut masuk dan menutup pintu agar Calvin tidak bisa kabur.“Oi, Sharon, ini toilet cowok. Kayaknya kamu salah masuk, deh!”“Salah masuk? Siapa bilang! Calvin, kenapa kamu terus kabur dari aku?!”“Eh, nggak sopan kamu, ya. Sudah berani kamu manggil nama kakak kamu begitu?!”“
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us
“Hus! Amit-amit! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu! Yuna yang aku kenal nggak begini, sejak kapan kamu jadi sentimental!”“Kamu sendiri juga biasanya nggak pernah percaya sama yang begituan. Jadi, kenapa kamu mau datang ke sini?”“Aku … cuma mau lihat saja apa yang terjadi di sini!”Yuna tidak membalas sanggahan Juan dan hanya tersenyum, sampai-sampai membuat Juan panik dan menyangkal, “Oke, oke. Aku datang untuk lihat keadaan kamu, puas?! Kamu nggak tahunya pasti punya tenaga untuk bikin aku marah. Kayaknya kamu sudah sehat, ya.”“Iya, aku sudah mendingan!” kata Yuna, dia lalu hendak mencabut jarum-jarum yang masih tertancap di badannya.”“Eh, jangan bergerak!” seru Juan, emudian dia mencabut jarumnya satu per satu sesuai dengan urutan dia menusuk sambil menggerutu, “Aku dengar kamu tiba-tiba koma. Bikin aku takut saja. Aku juga dengar dia bilang detak jantung kamu hampir berhenti. Biar kutebak, kamu …. Ah, biarlah. Kamu ini, nggak pernah peduli sama badan sendiri. Bisa-bisanya ka
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti
Namun Yuna masih sangat lemah meski jantungnya sudah kembali berdenyut. Dia kelihatan sangat lesu seperti orang yang sedang mengalami depresi berat. Fred pun menyadari itu, dan dia langsung memberi perintah kepada para dokternya, “Hey, cepat periksa dia!”Para dokter itu pun berbondong-bondong datang dan melakukan berbagai macam pemeriksaan, lalu mereka menyimpulkan, “Pak Fred, untuk saat ini dia baik-baik saja. Nggak ada kondisi yang membahayakan, tapi dia masih sangat lemah dan butuh waktu istirahat.”“Perlu berapa lama? Apa dia masih bisa pulih seperti semula?”“Itu … kurang lebih minimal setengah bulan.”“Setengah bulan? Lama banget!”Setengah bulan terlalu lama dan malah mengganggu pekerjaannya. Fred tidak punya cukup kesabaran untuk menunggu selama itu. Namun sekarang tidak ada jalan lain yang lebih baik, mau tidak mau dia harus bersabar. Dia lantas berbalik dan melihat ke arah Juan. Dia mendekatinya dan menarik kerah bajunya seraya berkata, “Hey, tua banga, aku menganggap kamu s
Anak buahnya yang berjaga di luar ruangan juga langsung masuk dan menghentikan Juan begitu mereka mendapat arahan dari Fred. Fred sendiri juga langsung berlari ke kamar itu secepat mungkin, tetapi sayang dia terlambat.Monitor ICU mengeluarkan bunyi nyaring dan garis detak jantung Yuna juga sudah menjadi garis lurus.“Nggak, nggak!” Fred langsung berlari memegang bahu Yuna dan menggoyangkan tubuhnya.“Kamu belum boleh mati! Kamu nggak boleh mati tanpa perintah dariku!”Fred berteriak-teriak seperti orang gila, dan tim medisnya juga masuk melakukan resusitasi jantung, tetapi garis horizontal di monitor ICU tetap tidak berubah, yang berarti Yuna sudah mati.“Nggak mungkin ….”Fred berbalik menatap Juan yang sudah ditahan oleh pengawal dan membentaknya, “Kenapa? Kenapa?! Dia itu muridmu, murid kesayanganmu! Kamu datang ke sini untuk menolong dia, bukan membunuh dia!”Di tengah gempuran emosi yang dahsyat, Fred melayangkan pukulan telak di wajah Juan sampai Juan mengeluarkan darah segar da