“Pak Brandon, waktu di rumah sakit, ada satu orang wartawan yang dapat foto Bapak,” kata si asisten.“Iya, waktu itu aku memang ada di rumah sakit, biarin saja.”Yang namanya paparazi memang selalu ada di mana-mana, tapi Brandon yakin hari itu mereka pasti datang bukan untuk mengikutinya, melainkan untuk mencari informasi terkait kebakaran yang terjadi.“Tapi ….”“Kalau ada yang mau diomongin, langsung saja! Ngapain menggumam begitu!”“Tapi wartawan ambil foto Pak Brandon sama satu orang cewek, dam kelihatannya juga mesra banget,” kata asistenya meski merasa takut dan ragu. Dari dulu Brandon tidak pernah terlibat dengan isu-isu atau rumor dengan wanita lain, jadi wajar jika dia kaget ketika mengetahui berita ini.“Tapi untungnya pemimpin redaksi dan beberapa media lainnya masih cukup tahu diri nggak kasih lihat foto itu ke publik sebelum minta pendapat Bapak,” tambahnya.Tentu saja mereka meminta izin kepada Brandon terlebih dahulu sebelum mereka bisa menampilkan foto tersebut ke porta
Kebakaran yang terjadi memang berhasil menyita perhatian publik cukup luas, tapi bukan berarti perhatian semua orang tertuju ke sana.Calvin sangat menyesal mengapa hari itu dia lengah dan memakan makanan pemberian Sharon begitu saja. Kalaupun sekarang dia memuntahkan semua makanan itu juga sudah terlambat. Baik itu pulang ke rumah ataupun pergi ke kantor, Sharon akan terus mengganggunya dan bertanya apa saja yang dia dapatkan sewaktu pergi bertemu dengan Brandon. Rencana awalnya Calvin ingin menghindar dari Sharon paling tidak selama dua hari karena dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Calvin khawatir adiknya tidak akan sanggup menerima kenyataan, tapi saat Calvin masuk ke toilet khusus pria, Sharon langsung ikut masuk dan menutup pintu agar Calvin tidak bisa kabur.“Oi, Sharon, ini toilet cowok. Kayaknya kamu salah masuk, deh!”“Salah masuk? Siapa bilang! Calvin, kenapa kamu terus kabur dari aku?!”“Eh, nggak sopan kamu, ya. Sudah berani kamu manggil nama kakak kamu begitu?!”“
Sharon ikut masuk ke dalam dan Calvin langsung membanting pintunya dengan keras. Tak sampai dua detik kemudian, pintu kembali terbuka dan Calvin pun berteriak kelar, “Kalian semua sudah nggak mau kerja?! Kalau lagi santai, gimana kalau kalian semua lembur saja malam ini?!”Seketika itu tidak ada lagi karyawan yang berani kepo dengan urusan bos mereka dan langsung kembali ke pekerjaan masing-masing, meski ada beberapa yang hanya sok sibuk.“Brak!”Sekali lagi pintu kantornya terbanting keras membuat orang-orang yang ada di luar kaget.Suasana hati Calvin hari ini benar-benar sedang tidak baik. Dia sudah dipermalukan di depan anak buahnya sendiri ditarik-tarik seperti anjing, dan adiknya sendiri memarahi dia tanpa ampun. Karena sudah seperti ini, sepertinya tidak ada gunanya lagi Calvin terus menghindar. Lebih baik dia katakan saja semuanya kepada Sharon.“Iya, aku sudah ketemu sama Brandon,” kata Calvin tanpa basa-basi, langsung ke inti pembicaraan, “Dan aku nggak cuma ketemu sama dia,
“Sharon, kamu sudah gila? Aku ini kakak kandung kamu, masa kamu ngomong begitu!”“Cih, apanya kakak kandung?! Kalau memang kamu kakak kandungku, kamu nggak bakal ngomong kayak begitu ke aku! Kalau memang kamu kakakku, kamu harusnya kasih tahu siapa cewek sial*n itu! Coba kasih tahu, dia siapa?! Jangan-jangan dari keluarga Gunawan, ya? Atau dari keluarga Lumoindong?”Sharon mulai sembarang menebak anak perempuan dari keluarga konglomerat mana pun yang bisa dia ingat. Kemungkinan Brandon menikah hanya demi kepentingan bisnisnya, tapi Sharon merasa keluarganya sendiri juga tidak jelek. Meski memang masih tidak bisa dipandang setara dengan keluarga Setiawan, setidaknya Sharon masih cukup baik dibandingkan orang lain! Dia punya paras yang cantik dan pernah memenangkan penghargaan sebagai aktris terbaik. Dan yang lebih penting lagi, Sharon sudah lama kenal dengan Brandon, jadi atas dasar apa Brandon memilih wanita lain?!“Jangan asal nebak, kamu juga nggak kenal sama orangnya. Aku sendiri ju
Bertahun-tahun Sharon terus memikirkan tentang Brandon, tapi Brandon malah menikah dengan wanita lain. Sharon sungguh tidak bisa menerima ini. Dengan perasaan yang hancur dan sedih dia mengemudikan mobilnya sendirian sambil menangis, dan tak terasa dia sudah sampai di depan pintu rumah keluarga Kusumo.“Cecil ….”Sharon menghubungi teman baiknya, Cecilia, dari dalam mobil sambil menatap lurus ke pintu rumah yang ada di depan matanya.Mendengar suara Sharon menangis dari balik telepon, Cecilia pun terkejut, “Sharon, kamu kenapa? Jangan nangis, dong! Kalau ada masalah ayo kita ngomongin pelan-pelan!”“Cecil … huhuhu … kamu lagi di rumah?”Sampai di sini Sharon baru ingat untuk menanyakan apakah teman baiknya sedang berada di rumah atau tidak.“Iya, iya. Aku lagi di rumah. Kamu mau datang?”“Huhuhu, aku sudah di depan rumah kamu. Tolong bukain pintunya, dong.”“Eh? Kamu sudah di depan? Tunggu sebentar!”Telepon masih belum terputus dan Sharon dapat mendengar suara langkah kaki Cecilia yan
Cecilia tidak berusaha menghibur ataupun menenangkannya. Dia hanya menunggu air mata Sharon kering, barulah dia berbicara, “Sekarang kamu sudah bisa cerita?”Sharon mengelap air matanya menggunakan tisu yang dioper oleh teman baiknya, “Brandon sudah tunangan, tapi aku bahkan nggak tahu siapa ceweknya.”“Ya ampun, ternyata soal itu. Aku kira ada ada hal lain yang jauh lebih penting. Kan cuma tunangan, bukan menikah. Lagian kalaupun mereka sudah menikah, zaman sekarang tingkat perceraian itu lumayan tinggi, lho.”Sharon, “….”Semenjak dia baru dengar-dengar bahwa Brandon bertunangan hingga sudah dipastikan rumor itu benar, tidak pernah ada orang yang berbicara seperti itu kepadanya. Kedua orang tua Sharon sangat berhati-hati untuk tidak membicarakan topik tersebut, dan Calvin bersikeras menyarankan Sharon untuk menyerah saja, tapi hanya Cecilia seorang yang bisa dengan lantangnya berbicara seperti itu.“Ta-tapi memangnya boleh begitu?” tanya Sharon.“Kenapa nggak boleh,” kata Cecilia ser
“Aku nggak bakal marah kalau kamu nggak ngomong begitu,” ujar Sharon dengan bibir cemberut.“Pfft ….” Cecilia tak bisa menahan tawanya dan mencubit pipi Sharon, “Dasar kamu ini! Kamu tuh memang penjilat yang paling menggemaskan!”“Ya iyalah!”“Oke, oke, kita nggak usah ngomongin itu lagi. Tapi bisa tolong lepasin dulu, nggak, tangan kamu?”“Nggak mau. Nanti kalau kamu kabur lagi, gimana?”“Ini kan rumahku. Aku mau kabur ke mana lagi? Tadi aku cuma mau ganti baju di kamar! Bajuku jadi basah gara-gara kamu, masa ganti baju saja nggak boleh?”Akhirnya Sharon mau melepaskan genggaman tangannya, dan Cecilia naik ke atas menuju kamarnya.“Kamu mau ikut naik? Baju kamu juga basah, tuh. Pinjam bajuku saja dulu.”Sharon menunduk ke bawah dan melihat memang ada noda di bagian dadanya, jadi dia pun menuruti saja apa kata Cecilia dan ikut naik ke kamarnya. Cecilia sudah mengganti pakaiannya dan memilihkan baju yang cocok untuk Sharon. Setelah Sharon mengganti pakaian, dia merapikan rambutnya dan m
Sepertinya Sharon mengerti apa yang dikatakan oleh Cecilia, tapi tampaknya masih ada beberapa pertanyaan yang membuatnya kebingungan.“Jadi aku harusnya ngapain?” tanya Sharon. Dia merasa kekuatannya mulai pulih kembali, seakan-akan ada sesuatu yang merasuk ke dalam raganya dan membuat dia tidak lagi limbung.“Sharon, kamu kan cantik dan glowing, harusnya kamu bisa bikin dia terpikat,” tutur Cecilia seraya mendekatkan wajahnya ke wajah Sharon, “Tapi ….”“Tapi apa?”“Tapi sekarang sudah terlambat! Dulu kamu terlalu ngerendahin diri sendiri, makanya Brandon nggak nganggap kamu lagi. Sekarang mau kayak gimanapun, kesan terhadap kamu sudah nggak bakal berubah. Belum lagi, kamu nggak tahu ada berapa saingan kamu. Waktu kamu terlalu mepet.”Cecilia pun duduk di depan meja rias dan mengoleskan krim di tangannya. Dari dulu Cecilia memang sangat telaten dalam merawat diri. Setiap bagian dia rawat dengan perlahan, oleh karena itu kulitnya sangat lembut. Paras Cecilia memang bukan yang paling can
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi