“Yuna, Yuna ….”Dari awal Brandon terus memperhatikan reaksi Yuna dan menyadari ada yang tidak beres, dia pun dengan sigap langsung menangkap tubuh Yuna yang terjatuh dan berkali-kali menyerukan namanya. Stella yang sedang menangis tersedu-sedu juga sudah tidak lagi memperhatikan apa yang terjadi di sekelilingnya.“Frans, kamu jagain Stella,” kata Brandon memberi perintah dengan kepala dingin.Frans mengangguk dan menjaga Stella di sampingnya tanpa banyak bicara. Kedua tangannya berpangku di bahu Stella. Brandon menggendong tubuh Yuna dan segera mencarikan dokter, “Dokter, suster, ada yang pingsan!” ***“Kamu mencelakai orang tua kamu.”“Kamu yang ngebunuh mereka!”“Kenapa mereka mati tapi kamu masih hidup? Karena kamu yang bunuh mereka!”“Papa, Mama, jangan pergi ….”“Papa, Mama ….”Berbagai macam suara berseliweran di telinga seperti sedang berbicara dengan Stella. Di depannya ada begitu banyak orang, tapi dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa itu. Selain itu ada juga suara, ca
Sudah selarut ini memang lebih baik mereka beristirahat saja di rumah sakit. Akan tetapi, Yuna tidak berani memejamkan matanya karena takut apabila matanya terpejam, adegan yang dia lihat di dalam mimpinya akan terulang kembali. Dia pun menarik tangan Brandon dan berkata, “Temani aku ngobrol sebentar, dong.”“Mau ngobrolin apa?”“Apa saja boleh! Gimana kalau kamu cerita soal diri kamu sendiri?”Yuna berpikir sudah cukup lama mereka berdua hidup bersama, tapi dia tidak pernah bertanya tentang hal pribadi tentang Brandon sedikit pun. Dia hanya tahu Brandon berasal dari keluarga terpandang, tapi sampai sekarang dia tidak pernah bertemu dengan keluarganya Brandon.“Soal aku sendiri? Nggak ada hal bagus yang bisa dibahas soal aku.”Ckckck, sungguh bersahaja sekali Brandon. Kehidupan Brandon bisa dirangkum menjadi satu novel fiksi, tapi dia masih bisa-bisanya berbicara seperti itu. Kalau memang kehidupan Brandon benar seperti apa yang dia katakan, bagaimana dengan kehidupan orang lain?“Kala
Kalau tidak salah ingat, dari kecil kedua orang tua Yuna meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat. Saat itu Yuna masih kecil dan tidak sedang ikut bersama mereka. Apakah karena Yuna begitu merindukan mereka sehingga dia bermimpi demikian? Akan tetapi, sewaktu pulang ke kediaman keluarga besarnya kemarin, sepertinya Yuna tidak tidak merasakan kerinduan yang kuat kepada kedua orang tuanya, lantas mengapa dia teringat dengan mereka ketika hari ini dia tiba-tiba jatuh pingsan? Apakah mungkin rasa rindu itu bangkit karena melihat ibunya Stella kehilangan nyawa? ***“Ga-gawat!” Mendadak terdengar suara seorang pria berbicara di telepon di dalam kamar yang kacau balau. Kamarnya luar biasa berantakan dan gelap. Tidak ada lampu yang menyala, dan hanya cahaya rembulan dari luar yang masuk ke dalam.“Kenapa kamu malah panik? Bukannya kamu bilang kamu yang bawa?!” jawab lawan bicaranya dengan alat pengubah suara. Suaranya terdengar aneh dan sera, tapi jelas terasa kalau dia sangat tidak sabaran.
Stella izin cuti karena sedang terluka dan masih harus mengurus pemakaman ibunya , ditambah lagi dampak psikologi yang diakibatkan akibat kematian ibunya juga masih belum menghilang. Kebakaran kali ini bisa dibilang cukup besar hingga membuat satu kota geger. Meski Paulownia adalah gedung tua, masih banyak penduduk yang telah lama bermukim di sana. Kebakaran ini mengakibatkan 7 orang meninggal dunia, 9 orang luka berat, dan 23 orang luka ringan. Dampak yang sangat parah ini tentu mengundang perhatian dari para pejabat setempat.Selain melipur para korban yang terkena musibah, mereka juga dengan sungguh-sungguh mencari tahu penyebab kebakaran. Jalan di sana sempit dan tidak dilengkapi dengan kamera pengawas, ditambah lagi hari sudah gelap dan kebanyakan penghuni sudah tertidur lelap, makanya tidak ada yang tahu bagaimana ceritanya api bisa menyala. Yang jelas, apinya sudah terlanjur besar ketika mereka menyadari terjadi kebakaran.Untuk sementara waktu, mereka menyimpulkan penyebab keba
“Pak Brandon, waktu di rumah sakit, ada satu orang wartawan yang dapat foto Bapak,” kata si asisten.“Iya, waktu itu aku memang ada di rumah sakit, biarin saja.”Yang namanya paparazi memang selalu ada di mana-mana, tapi Brandon yakin hari itu mereka pasti datang bukan untuk mengikutinya, melainkan untuk mencari informasi terkait kebakaran yang terjadi.“Tapi ….”“Kalau ada yang mau diomongin, langsung saja! Ngapain menggumam begitu!”“Tapi wartawan ambil foto Pak Brandon sama satu orang cewek, dam kelihatannya juga mesra banget,” kata asistenya meski merasa takut dan ragu. Dari dulu Brandon tidak pernah terlibat dengan isu-isu atau rumor dengan wanita lain, jadi wajar jika dia kaget ketika mengetahui berita ini.“Tapi untungnya pemimpin redaksi dan beberapa media lainnya masih cukup tahu diri nggak kasih lihat foto itu ke publik sebelum minta pendapat Bapak,” tambahnya.Tentu saja mereka meminta izin kepada Brandon terlebih dahulu sebelum mereka bisa menampilkan foto tersebut ke porta
Kebakaran yang terjadi memang berhasil menyita perhatian publik cukup luas, tapi bukan berarti perhatian semua orang tertuju ke sana.Calvin sangat menyesal mengapa hari itu dia lengah dan memakan makanan pemberian Sharon begitu saja. Kalaupun sekarang dia memuntahkan semua makanan itu juga sudah terlambat. Baik itu pulang ke rumah ataupun pergi ke kantor, Sharon akan terus mengganggunya dan bertanya apa saja yang dia dapatkan sewaktu pergi bertemu dengan Brandon. Rencana awalnya Calvin ingin menghindar dari Sharon paling tidak selama dua hari karena dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Calvin khawatir adiknya tidak akan sanggup menerima kenyataan, tapi saat Calvin masuk ke toilet khusus pria, Sharon langsung ikut masuk dan menutup pintu agar Calvin tidak bisa kabur.“Oi, Sharon, ini toilet cowok. Kayaknya kamu salah masuk, deh!”“Salah masuk? Siapa bilang! Calvin, kenapa kamu terus kabur dari aku?!”“Eh, nggak sopan kamu, ya. Sudah berani kamu manggil nama kakak kamu begitu?!”“
Sharon ikut masuk ke dalam dan Calvin langsung membanting pintunya dengan keras. Tak sampai dua detik kemudian, pintu kembali terbuka dan Calvin pun berteriak kelar, “Kalian semua sudah nggak mau kerja?! Kalau lagi santai, gimana kalau kalian semua lembur saja malam ini?!”Seketika itu tidak ada lagi karyawan yang berani kepo dengan urusan bos mereka dan langsung kembali ke pekerjaan masing-masing, meski ada beberapa yang hanya sok sibuk.“Brak!”Sekali lagi pintu kantornya terbanting keras membuat orang-orang yang ada di luar kaget.Suasana hati Calvin hari ini benar-benar sedang tidak baik. Dia sudah dipermalukan di depan anak buahnya sendiri ditarik-tarik seperti anjing, dan adiknya sendiri memarahi dia tanpa ampun. Karena sudah seperti ini, sepertinya tidak ada gunanya lagi Calvin terus menghindar. Lebih baik dia katakan saja semuanya kepada Sharon.“Iya, aku sudah ketemu sama Brandon,” kata Calvin tanpa basa-basi, langsung ke inti pembicaraan, “Dan aku nggak cuma ketemu sama dia,
“Sharon, kamu sudah gila? Aku ini kakak kandung kamu, masa kamu ngomong begitu!”“Cih, apanya kakak kandung?! Kalau memang kamu kakak kandungku, kamu nggak bakal ngomong kayak begitu ke aku! Kalau memang kamu kakakku, kamu harusnya kasih tahu siapa cewek sial*n itu! Coba kasih tahu, dia siapa?! Jangan-jangan dari keluarga Gunawan, ya? Atau dari keluarga Lumoindong?”Sharon mulai sembarang menebak anak perempuan dari keluarga konglomerat mana pun yang bisa dia ingat. Kemungkinan Brandon menikah hanya demi kepentingan bisnisnya, tapi Sharon merasa keluarganya sendiri juga tidak jelek. Meski memang masih tidak bisa dipandang setara dengan keluarga Setiawan, setidaknya Sharon masih cukup baik dibandingkan orang lain! Dia punya paras yang cantik dan pernah memenangkan penghargaan sebagai aktris terbaik. Dan yang lebih penting lagi, Sharon sudah lama kenal dengan Brandon, jadi atas dasar apa Brandon memilih wanita lain?!“Jangan asal nebak, kamu juga nggak kenal sama orangnya. Aku sendiri ju