Namun yang datang ternyata bukanlah pimpinan mereka seperti apa yang Yuna nantikan, ataupun seseorang yang misterius. Yang datang justru adalah orang mengenakan jubah dokter berwarna putih dan memakai masker. Dua orang perawat yang mengikutinya juga membawa kotak peralatan, yang mana dengan melihat sekilas saja sudah bisa ditebak mereka pasti dokter.Yuna sungguh tidak menyangka mereka begitu cerdas. Bukannya menampakkan diri, malah mengirimkan dokter. Tadi Yuna sudah berbohong mengatakan sudah mau melahirkan. Jika memang begitu, maka dokter tentu bisa membantu. Jika bukan, mereka akan tahu Yuna telah berbohong.Dokter itu berjalan makin lama makin mendekat, dan tanpa basa basi langsung memulai pemeriksaan. Dua perawat juga turut melakukan perintah dokter setelah mereka menaruh kotak peralatan.Si dokter ingin mengambil stetoskop, ketika kotak peralatannya terbuka, Yuna mencermati alat-alat yang ada di dalam, dan secepat kilat mengambil sebuah jarum, memiting leher si dokter itu dan me
Yuna melihat kedatangan seorang pria yang berpakaian jas berwarna putih kuam. Dengan satu tangannya memegang tongkat yang indah, dia berdiri di sana dan melayangkan senyumannya pada Yuna. Warna rambut kuning keemasan, mata yang biru cerah, dia terlihat masih berusia sekitar 30-an tahun. Gayanya terlihat seperti gentleman klasik yang elegan. Jika pertemuan mereka berdua bukan di tempat ini, mungkin Yuna sudah mengira kalau dia adalah pria baik-baik yang sopan santun.Kedua penjaga tadi langsung berdiri tegak dan memberi hormat padanya. Tidak ada lagi yang peduli tentang keselamatan si dokter ataupun situasi yang kacau ini. Bahkan di dokter yang sedang terancam juga tidak lagi berteriak. Semua itu hanya karena kedatangan pria itu.“Salam kenal, Yuna,” kata pria itu.“Jadi kamu pimpinan mereka? Apa kamu juga ketua organisasi ini?” tanya Yuna.Pria itu membalas pertanyaan Yuna dengan senyuman, bukan dengan kata-kata. Dia tidak mengiyakan ataupun membantah. Dia hanya melambaikan tangannya
Itu hanya dugaan Yuna saja, karena cara kerja mereka benar-benar membuat Yuna bertanya-tanya apa yang sebenarnya mereka lakukan. Mereka sangat misterius, dan benar seperti apa yang Shane pernah bilang, siapa pun yang ada di balik organisasi ini tidak sesederhana yang mereka pikirkan.Namun bukan berarti karena mereka terlalu kuat dan sulit dihadapi, Yuna hanya diam saja tidak berusaha untuk memberikan perlawanan. Itu bukan sifat Yuna. Setidakberdaya apa pun dia, dia yakin masih bisa melawan.Pria itu tidak merasa terburu-buru untuk menjawab. Dia hanya berdiri santai memegang tongkatnya, sambil memiringkan kepala mengamati Yuna dengan saksama. Di saat itu tiba-tiba Yuna jadi menyesal dia sudah terlalu gegabah dalam bertindak. Seharusnya Yuna tidak mesti terburu-buru, hanya saja dikurung selama tiga hari membuat dia kehilangan kesabaran dan ketenangan. Belum lagi dia jug tidak tahu apa saja yang terjadi di dunia luar.Lantas, Yuna tidak lagi bertanya. Dia mengangkat gelas yang ada di de
Yuna tidak mau membuang-buang waktu dengan perbincangan yang tidak ada artinya. Sebenarnya di dalam hati dia kurang lebih sudah tahu apa yang mereka mau darinya. Namun yang namanya dugaan dan jawaban pasti tentu memiliki perbedaan yang jelas.Pria itu mendesah dan berkata, “Jujur saja, sebenarnya aku sangat menghargai bakat dan kecerdasanmu, sayangnya …. Tapi aku nggak perlu merasa terlalu kecewa, karena gimanapun juga kamu tetap bisa lebih berguna. Yuna, sebentar lagi kamu akan tahu betapa besarnya kontribusimu terhadap dunia ini. Kamu seharusnya bangga, karena nggak semua orang bisa mendapatkan kesempatan ini.”Meskipun masih tidak sepenuhnya mengerti apa yang dia katakan, Yuna yakin itu pasti bukanlah sesuatu yang baik. Maka dia pun tertawa dan membalas, “Kalau kamu bilang itu sesuatu yang patut dibanggakan, kenapa nggak kamu saja yang lakukan sendiri? Aku rasa kamu pasti bakal merasa lebih bangga lagi!”Sesuai dugaan, pria itu sama sekali tidak terpancing dan justru malah menganggu
Sebelum Yuna selesai berbicara, pria itu tiba-tiba berbalik dengan gerakan yang begitu cepat. Refleks, Yuna pun berhenti dan mereka saling bertukar pandang.Pria itu mendengus dan menyingkirkan wajah ramah yang semula dia tunjukkan, lalu dia berkata, “Kusarankan supaya kamu jangan menganggap diri sendiri terlalu pintar. Nggak perlu banyak tanya tentang sesuatu yang nggak perlu kamu tahu.”Setelah mengatakan itu, dia langsung berjalan menuju pintu kamar tanpa menoleh lagi ke belakang.“Sudah kubilang, R10 masih belum rampung sepenuhnya. Kalaupun aku dijadikan pemicunya, aku nggak akan kalian mendapatkan apa yang kalian mau. Apa kalian nggak bersedia mendengar saranku sebentar saja?”Yuna siap untuk bertaruh. Dia tidak mengenali siapa pria ini dan apa kelemahannya, maka itu dia hanya bisa menggunakan R10 sebagai senjata untuk bernegosiasi. Bagaimanapun juga, semua lab ini dibangun demi keberlangsungannya R10, jadi mereka tidak mungkin tidak peduli tentang apa pun yang bisa mendukung kebe
Brandon sudah bisa bebas berkeliaran di luar, tetapi dia tidak bisa menjamin seberapa kuat virus itu dalam tingkat penularan dan apakah virus itu sungguh menjangkit tubuhnya. Brandon hanya bisa berusaha sebisa mungkin mengurangi interaksi dengan orang lain untuk menekan kemungkinan terjadinya infeksi.Untungnya sampai saat ini semuanya masih terlihat aman. Paling tidak orang yang pernah berinteraksi langsung dengannya tidak menunjukkan gejala aneh, dan dia sendiri juga merasa baik-baik saja. Namun … masih belum ada kabar apa pun tentang Yuna.Dengan koneksi dan sumber daya yang Brandon miliki, jika memang Yuna masih berada di kota ini, seharusnya sudah ditemukan entah dari kapan. Akan tetapi faktanya hingga sekarang masih tidak ada petunjuk sedikit pun mengenai keberadaannya. Maka hanya ada satu kemungkinan yang ada, bahwa Yuna tidak berada di kota ini.Masalahnya, memindahkan orang dalam waktu singkat pun pasti akan menyisakan jejak seperti rekaman CCTV di jalan atau semacamnya, rasan
“Tapi kalau aku lapor polisi, apa nantinya Papa malah jadi berada dalam bahaya?” tanya Bella khawatir, meski melapor polisi itu adalah idenya sendiri.Sebelum ini Bella menyembunyikan fakta bahwa ayah diculik dari Brandon dan tidak melapor ke polisi karena takut si penculik akan menyakiti ayahnya, tetapi sekarang sudah lewat dua hari masih tidak ada kabar juga. Hal itu jelas membuat Bella panik. Di ingin melapor ke polisi, tetapi di satu sisi dia tidak mau nyawa ayahnya berada dalam bahaya.“Dari situasi sekarang ini seharusnya aman-aman saja, tapi … aku nggak bisa menjamin!” kata Brandon. Dia berusaha untuk menganalisis keadaan mereka sekarang dengan seobjektif mungkin, tetapi tetap saja ketika didengar, rasanya sedikit menyedihkan. Dia bahkan masih belum tahu apa tujuan si penculik ini. Namun dari yang sekarang bisa disimpulkan, mereka tidak akan mengingkari janji. Apa yang perlu Brandon sampaikan sudah dia sampaikan, dan dia juga sudah berjanji agar Bella bisa sedikit lebih tenang.
Brandon hanya bisa mengatakan itu untuk saat ini. Sejauh yang bisa Brandon ingat sejak dia pergi dari rumahnya Juan, dia hanya berinteraksi dengan pengawalnya dan juga Bella. Jika benar penyakit ini bisa menular atau punya kemungkinan untuk menyebar ke orang lain, berarti Bella adalah orang yang paling mungkin tertular.Tentu saja, Brandon tidak bisa mengatakan itu secara gamblang sebelum punya bukti yang kuat. Jika mengatakan itu tanpa dasar yang jelas hanya akan menimbulkan kepanikan.“Ooh, oke,” sahut Bella. Dia pun membertimbangannya dengan serius setelah mendengar bahwa itu bisa dijadikan referensi, yang siapa tahu berguna kelak. “Belakangan ini kayaknya kulitku sedikit alergi. Aku nggak tahu apa ada hubungannya atau nggak, tapi dari awal kulitku memang lebih sensitif, makanya aku nggak menganggap serius.”“Alergi?”“Iya. Di badanku ada bintik-bintik merah, tapi nggak begitu gatal, jadi aku diamkan saja. Dulu juga pernah ada, tapi nggak lama langsung hilang.”“Oke, selain itu masi
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti
Namun Yuna masih sangat lemah meski jantungnya sudah kembali berdenyut. Dia kelihatan sangat lesu seperti orang yang sedang mengalami depresi berat. Fred pun menyadari itu, dan dia langsung memberi perintah kepada para dokternya, “Hey, cepat periksa dia!”Para dokter itu pun berbondong-bondong datang dan melakukan berbagai macam pemeriksaan, lalu mereka menyimpulkan, “Pak Fred, untuk saat ini dia baik-baik saja. Nggak ada kondisi yang membahayakan, tapi dia masih sangat lemah dan butuh waktu istirahat.”“Perlu berapa lama? Apa dia masih bisa pulih seperti semula?”“Itu … kurang lebih minimal setengah bulan.”“Setengah bulan? Lama banget!”Setengah bulan terlalu lama dan malah mengganggu pekerjaannya. Fred tidak punya cukup kesabaran untuk menunggu selama itu. Namun sekarang tidak ada jalan lain yang lebih baik, mau tidak mau dia harus bersabar. Dia lantas berbalik dan melihat ke arah Juan. Dia mendekatinya dan menarik kerah bajunya seraya berkata, “Hey, tua banga, aku menganggap kamu s
Anak buahnya yang berjaga di luar ruangan juga langsung masuk dan menghentikan Juan begitu mereka mendapat arahan dari Fred. Fred sendiri juga langsung berlari ke kamar itu secepat mungkin, tetapi sayang dia terlambat.Monitor ICU mengeluarkan bunyi nyaring dan garis detak jantung Yuna juga sudah menjadi garis lurus.“Nggak, nggak!” Fred langsung berlari memegang bahu Yuna dan menggoyangkan tubuhnya.“Kamu belum boleh mati! Kamu nggak boleh mati tanpa perintah dariku!”Fred berteriak-teriak seperti orang gila, dan tim medisnya juga masuk melakukan resusitasi jantung, tetapi garis horizontal di monitor ICU tetap tidak berubah, yang berarti Yuna sudah mati.“Nggak mungkin ….”Fred berbalik menatap Juan yang sudah ditahan oleh pengawal dan membentaknya, “Kenapa? Kenapa?! Dia itu muridmu, murid kesayanganmu! Kamu datang ke sini untuk menolong dia, bukan membunuh dia!”Di tengah gempuran emosi yang dahsyat, Fred melayangkan pukulan telak di wajah Juan sampai Juan mengeluarkan darah segar da
Juan meletakkan jarinya di atas bagian pergelangan tangan Yuna dan menekannya sedikit. Kedua matanya sedikit tertutup seperti orang yang hendak tidur, tetapi dia hanya sedang menenangkan diri agar bisa fokus merasakan setiap dentuman pembuluh darah yang melewati tangan.Tak lama berselang, Juan mengangkat tangannya dan mendekat untuk menatap wajah Yuna lebih dekat, kemudian menaruh jarinya di leher Yuna.Semua itu Fred amati melalui tampilan kamera pengawas. Dia menundukan kepala dengan dagu bertopang di tangannya. Dia sedang berpikir keras. Si tua itu kelihatannya seperti sedang memeriksa Yuna, tetapi di sisi lain juga tidak dan lebih terlihat seperti sedang sok pintar saja.Dokter-dokter yang ada di sini setiap kali memeriksa pasien selalu menggunakan peralatan canggih dan bisa dilihat apa hasil diagnosisnya melalui angka dan data yang pasti. Namun pengobatan tradisional tidak demikian. Mereka hanya meraba nadi untuk melihat penyakitnya, atau menanyakan beberapa pertanyaan ke pasien
Mana mungkin Fred akan membiarkan itu terjadi! Kalau Yuna mati, usahanya selama ini akan sia-sia, dan tahap akhir dari R10 tidak akan bisa berjalan.“Pak Fred ….”Para dokter tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Masuk-masuk mereka hanya berusaha untuk memasangkan kabelnya kembali. Mereka masih bingung bagaimana kabel yang terpasang dengan baik bisa lepas, atau memang ada orang yang mencabutnya.“Pak Fred ….”“Keluar!”Para dokter itu pun ta berani banyak bicara dan langsung kelar. Sekarang ruangan itu kembali seperti sebelumnya, hanya ada tiga orang saja.“Kamu juga keluar!” kata Fred kepada pengawalnya.Pengawal itu awalnya sempat bingung, tetapi dia menuruti saja apa pun perintah yang diberikan. Maka tanpa banyak protes dia pun undur diri. Juan yang tak lagi dikekang oleh si pengawal kembali mendekati Yuna dan memeriksa nadinya. Fred pernah melihat cara pemeriksaan itu dan mengakui kehebatannya. Meski dari sudut pandang kedokteran modern itu agak sulit untuk dipahami, sudah begitu
Langkahnya pelan tapi pasti, selangkah demi selangkah dia mendatangi ranjang di mana Yuna sedang tertidur lelap. Wajahnya pucat seperti baru saja kehilangan darah dalam jumlah yang sangat banyak. Napasnya pun pelan dan lemah. Mesin yang menunjukkan detak jantungnya juga bergerak memperlihatkan denyutnya yang luar biasa lemah, seakan-akan bisa berhenti kapan saja tanpa ditebak.Juan tidak mengucapkan sepatah kata pun, tetapi di saat itu dia mengerti mengapa orang asing ini memaksanya untuk ikut dengannya. Mereka masih belum memeras Yuna sampai habis, makanya mereka tidak akan membiarkan Yuna mati begitu saja. Bagi kedokteran modern mungkin ini jalan buntu, makanya Fred meminta bantuan dia. Dengan memanfaatkan hubungan yang dia dan Yuna miliki, Fred memaksanya untuk datang.“Dia ini murid kesayanganmu, jadi kamu pasti nggak mau lihat dia mati di usia yang masih muda, ‘kan?”Kata-kata Fred terkesan simpatik, tetapi siapa pun yang mendengarnya pasti dapat merasakan bau-bau sarkas dari mulu
Mereka sepakat menggelengkan kepala. Seharusnya itu tidak mungkin.“Apa ada kemungkinan Pak Juan pergi ke sana untuk mengobati Yuna?” tanya Brandon.“Sewaktu aku pergi dari kedutaan, Fred kelihatan sehat-sehat saja, nggak kelihatan seperti lagi sakit. Kalau mamaku, seharusnya lebih nggak mungkin lagi. Dia sudah punya dokter khusus, dan semestinya Fred nggak akan mau repot-repot cari dokter lain. Kalau muridnya yang sakit dan perlu diobati, makanya dia mau pergi ke sana, itu lebih masuk akal,” ujar Ross.“Tapi selama ini Yuna sehat-sehat saja. Dia bisa mengobati diri sendiri, kayaknya agak mustahil kalau dia tiba-tiba sakit. Lagi pula kalaupun jatuh sakit, di sana ada banyak dokter yang hebat-hebat, rasanya agak di luar nalar kalau Fred sampai harus jauh-jauh membahayakan dirinya sendiri menemui Pak Juan,” tutur Shane berpendapat. “Mungkin kita cuma bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi kalau pergi ke sana langsung.”Jika analisis mereka itu tepat, berarti memang Yuna yang jatuh sakit.
Gagal sekali dua kali masih bisa dimaklumi, tetapi rasanya Rainie sudah berkali-kali gagal. Jujur saja sewaktu masih berada di lab, Chermiko masih merasa Rainie cukup mahir. Namun kemudian Chermiko sadar kalau sebenarnya Rainie hanya bisa melakukan perubahan terhadap penelitian yang sudah ada lebih awal. Kalau minta dia untuk meneliti sesuatu dari nol, kemungkinan gagalnya sangat tinggi. Racun yang digunakan kepadanya, termasuk juga wabah yang terjadi di Asia Selatan itu bukan buatan Rainie. Yang ada kaitannya dengan Rainie hanya obat yang digunakan kepada Edgar dan Frans. Dari situ sudah jelas produknya gagal.Edgar tidak berhasil dikendalikan sepenuhnya, terlebih lagi Frans, yang juga pada akhirnya mereka berdua berhasil lepas dari kendali. Yang menariknya, semua eksperimen yang Rainie lakukan mengarah ke bagaimana dia bisa mengendalikan pikiran orang lain. Dia sangat menikmati perasaan bisa berkuasa di atas orang lain, tetapi tidak ada satu pun yang berhasil.“Jadi dia sendiri seben
“Jujur aku sendiri juga bingung gimana bilangnya. Aku sama Ross ini sebenarnya teman lama! Aku sudah kenal dia waktu aku kuliah di luar negeri dan bekerja. Tapi aku nggak menyangka bisa ketemu dia di sini. Ross, kapan kamu datang? Kenapa nggak kasih tahu aku. Dasar nggak setia kawan!”“Hahaha, aku kali ini datang untuk urusan pekerjaan. Sebenarnya aku di sini nggak lama, waktunya mepet, dan aku banyak urusan, jadi aku nggak hubungi kamu, deh. Tapi untunglah kita sempat ketemu. Berarti kita memang berjodoh!”Selagi mereka berdua saling berpelukan selayaknya teman lama yang baru bertemu, ketiga orang lainnya hanya bisa saling bertukar pandang kebingungan, tak menyangka akan jadi seperti ini. Kalau tahu dari awal, seharusnya Brandon sudah mengajak Chermiko. Mana tahu satu-satunya orang yang dia tidak ajak ternyata adalah teman baiknya Ross.“Iya, ini takdir pasti! Sakit kepala kamu gimana, masih sering kambuh?”“Sudah nggak. Sejak kamu bantu obatin aku dua tahun yang lalu, sudah nggak per