“Tapi kalau aku lapor polisi, apa nantinya Papa malah jadi berada dalam bahaya?” tanya Bella khawatir, meski melapor polisi itu adalah idenya sendiri.Sebelum ini Bella menyembunyikan fakta bahwa ayah diculik dari Brandon dan tidak melapor ke polisi karena takut si penculik akan menyakiti ayahnya, tetapi sekarang sudah lewat dua hari masih tidak ada kabar juga. Hal itu jelas membuat Bella panik. Di ingin melapor ke polisi, tetapi di satu sisi dia tidak mau nyawa ayahnya berada dalam bahaya.“Dari situasi sekarang ini seharusnya aman-aman saja, tapi … aku nggak bisa menjamin!” kata Brandon. Dia berusaha untuk menganalisis keadaan mereka sekarang dengan seobjektif mungkin, tetapi tetap saja ketika didengar, rasanya sedikit menyedihkan. Dia bahkan masih belum tahu apa tujuan si penculik ini. Namun dari yang sekarang bisa disimpulkan, mereka tidak akan mengingkari janji. Apa yang perlu Brandon sampaikan sudah dia sampaikan, dan dia juga sudah berjanji agar Bella bisa sedikit lebih tenang.
Brandon hanya bisa mengatakan itu untuk saat ini. Sejauh yang bisa Brandon ingat sejak dia pergi dari rumahnya Juan, dia hanya berinteraksi dengan pengawalnya dan juga Bella. Jika benar penyakit ini bisa menular atau punya kemungkinan untuk menyebar ke orang lain, berarti Bella adalah orang yang paling mungkin tertular.Tentu saja, Brandon tidak bisa mengatakan itu secara gamblang sebelum punya bukti yang kuat. Jika mengatakan itu tanpa dasar yang jelas hanya akan menimbulkan kepanikan.“Ooh, oke,” sahut Bella. Dia pun membertimbangannya dengan serius setelah mendengar bahwa itu bisa dijadikan referensi, yang siapa tahu berguna kelak. “Belakangan ini kayaknya kulitku sedikit alergi. Aku nggak tahu apa ada hubungannya atau nggak, tapi dari awal kulitku memang lebih sensitif, makanya aku nggak menganggap serius.”“Alergi?”“Iya. Di badanku ada bintik-bintik merah, tapi nggak begitu gatal, jadi aku diamkan saja. Dulu juga pernah ada, tapi nggak lama langsung hilang.”“Oke, selain itu masi
Tidak butuh waktu lama Brandon sudah tiba di depan pintu rumah kediamannya Edgar. Dia tidak langsung turun, dia tetap menunggu di mobil dan menurunkan kaca jendela seakan sedang menunggu sesuatu.Tak lama kemudian ponselnya berdering. Dia melihat ada sebuah pesan masuk. ***Dari luar Shane mungkin terlihat setuju dengan rencana yang Rainie buat, tetapi dia masih tidak bisa percaya sepenuhnya padanya, itu tidak mungkin! Rainie licik dan banyak akal bulus, dan Shane percaya Rainie juga tidak akan sepenuhnya percaya kepadanya pula. Mereka bersama semata-mata hanya karena hubungan yang saling menguntungkan.Akan tetapi Shan penasaran dengan apa yang Rainie katakan dengan kartu as itu, apa yang membuat dia begitu percaya diri. Shane yakin kartu as itu bukan hanya bosnya saja yang akan dijadikan bahan eksperimen. Pasti masih ada sesuatu yang belum Rainie tunjukkan.Karena itu dua hari ini selain menstabilkan lingkungan kerjanya yang sempat kacau, Shane juga diam-diam mengikuti Rainie berhar
Shane terus mengikuti Rainie dari belakang dan tidak menemukan keanehan apa pun, hingga dia akhirnya mengitari kota sebanyak dua putaran baru dia merasa ada yang aneh. Sebelumnya mungkin Rainie sengaja memutar untuk melepaskan diri dari kejaran Shane, tetapi sekarang dia jelas sedang mempermainkan penguntitnya. Mungkinkah … dia tahu kalau yang menguntitnya itu adalah Shane?Tiba-tiba mobil di depan langsung melaju kencang, tanpa pikir panjang Shane juga menginjak pedal gas dan menambah kecepatan. Dua mobil ini terus melaju di tengah kesunyian malam. Di saat itu Shane yakin kalau dia sudah ketahuan oleh Rainie.Maka dari itu Shane tidak lagi sembunyi-sembunyi dan mengejarnya dengan kecepatan penuh, sementara Rainie memperlambat laju mobilnya. Ketika sudah mulai menyusul, Shane langsung banting setir berbelok ke depan mobil Rainie. Rainie dengan sigap menekan rem sehingga tidak terjadi tabrakan.Shane langsung turun dari mobilnya dan menghampiri Rainie. Rainie masih tetap duduk di dalam
Shane menaksir Rainie untuk mengukur tingkat seberapa dia bisa dipercaya. Rainie bersandar di mobilnya dengan bibir terangkat lebar ke atas. Dia mengamati Shane dengan tatapan matanya yang meledek, seolah sedang meragukan keberaniannya. Shane sebenarnya bukan tidak berani, tetapi dia curiga Rainie punya maksud lain. Tempat mereka sekarang berada sangat terpencil. Kalaupun mobilnya ditinggalkan di sini juga tidak akan ada orang yang peduli.Bisa dibilang setiap langkah yang Rainie ambil sudah dia perhitungkan dengan matang. Dia sengaja memancing Shane ke tempat ini. Bahkan siasatnya untuk membuat Shane turun dari mobil juga mungkin sudah dia perhitungkan.“Kenapa? Takut? Kalau nggak berani ya sudah! Aku nggak punya banyak kesabaran untuk nunggu kamu! Oh ya, lain kali aku belum tentu mau ngajak kamu untuk kedua kalinya! Bye!” ujar Rainie sembari melambaikan tangannya, dan bersiap untuk pergi.“Tunggu!”Entah ini perangkap atau bukan, Shane tidak peduli. Dia sudah mengikuti Rainie selama
Shane sungguh penasaran. Dia ingin tahu rahasia macam apa yang seorang wanita seperti Rainie sembunyikan dari orang lain.Begitu masuk, mereka harus melewati lorong yang sempit. Lorongnya tidak begitu panjang, lebih seperti jalur kecil yang dibuat dengan cara digali. Di ujung lorong terdapat sebuah ruangan kecil yang cukup untuk menampung beberapa orang di dalamnya. Saat itu di dalam hanya ada satu orang yang sedang terikat dan tertutup matanya. Namun demikian, Shane masih dapat mengenalinya.“Dia …?!”Rainie menaruh telunjuk di depan bibirnya meminta Shane untuk diam. Shane tidak habis pikir bagaimana caranya Rainie bisa membawa orang itu ke sini, pastinya dibutuhkan keberanian yang luar biasa untuk itu. Rainie tidak berbicara, dia hanya diam saja melihat orang itu tanpa kata-kata. Setelah beberapa saat dia pun berbalik dan berjalan ke luar.Shane kebingungan di saat itu apa yang sebaiknya dia lakukan. Haruskah dia membebaskan orang itu, atau sebaiknya dia mengikuti Rainie keluar. Set
“Rainie, aku nggak mau menemani kegilaanmu. Kamu sendiri saja!”Saat Shane hendak pergi, dia mendengar Rainie memanggilnya dari belakang, “Shane … kamu pikir kamu bisa turun dari mobilku begitu kamu sudah naik?”“Ini aku sudah turun.”Namun mobil yang Rainie maksud tentu saja bukan arti mobil secara harafiah. Shane hanya sengaja pura-pura tidak mengerti. Jika Shane menemani perempuan gila ini, justru dia sendirilah yang gila.“Aku nggak peduli kamu benar-benar nggak ngerti atau cuma pura-pura bego. Intinya, berhubung kamu sudah tahu, kamu sudah nggak punya kesempatan untuk mundur lagi!” kata Rainie dengan raut wajah yang kini terlihat begitu mengerikan.Shane juga balas menatap balik Rainie dengan wajah yang dingin. Di saat mereka sedang bersitegang seperti itu, tiba-tiba pintu garasi mengeluarkan suara yang seketika menyita perhatian mereka. Rainie spontan meraba pinggangnya dan menyamping untuk melihat ke arah pintu masuk garasi, sementara Shane hanya diam saja mematung tak bergerak.
“Dia itu rekan kerjaku,” kata Rainie. “Dia juga sudah tahu soal ini.”“Rekan kerjamu?” tanya Susan sambil menatap wajah anaknya seakan dia masih tidak begitu percaya. Sejak kematian palsu Rainie, setiap hari Susan hidup dalam kesengsaraan, hingga suatu hari Rainie kembali. Dari situ barulah Susan mendapatkan kembali keberanian untuk melanjutkan hidup. Lantas apa pun yang Rainie katakan bagaikan mandat untuknya. Apa pun yang Rainie perintahkan selalu dia laksanakan. Susan hanya ingin Rainie bisa hidup dengan baik, dia tidak memiliki keinginan apa-apa lagi.“Iya,” sahut Rainie, lalu dia beralih ke Shane, “Ini mamaku. Berhubung kita semua ketemu disini, berarti kita senasib. Kamu nggak bisa lari lagi.”Shane, “….”Dia tentu saja tidak ingin ikut serta dalam ini, tetapi dilihat dari kondisinya sekarang, sepertinya sudah terlambat untuk mundur. Shane berpikir lebih baik menenangkan mereka terlebih dahulu. Dia pun menarik napas panjang dan berkata kepada Susan, “Iya, aku rekan kerjanya Raini