Shane menaksir Rainie untuk mengukur tingkat seberapa dia bisa dipercaya. Rainie bersandar di mobilnya dengan bibir terangkat lebar ke atas. Dia mengamati Shane dengan tatapan matanya yang meledek, seolah sedang meragukan keberaniannya. Shane sebenarnya bukan tidak berani, tetapi dia curiga Rainie punya maksud lain. Tempat mereka sekarang berada sangat terpencil. Kalaupun mobilnya ditinggalkan di sini juga tidak akan ada orang yang peduli.Bisa dibilang setiap langkah yang Rainie ambil sudah dia perhitungkan dengan matang. Dia sengaja memancing Shane ke tempat ini. Bahkan siasatnya untuk membuat Shane turun dari mobil juga mungkin sudah dia perhitungkan.“Kenapa? Takut? Kalau nggak berani ya sudah! Aku nggak punya banyak kesabaran untuk nunggu kamu! Oh ya, lain kali aku belum tentu mau ngajak kamu untuk kedua kalinya! Bye!” ujar Rainie sembari melambaikan tangannya, dan bersiap untuk pergi.“Tunggu!”Entah ini perangkap atau bukan, Shane tidak peduli. Dia sudah mengikuti Rainie selama
Shane sungguh penasaran. Dia ingin tahu rahasia macam apa yang seorang wanita seperti Rainie sembunyikan dari orang lain.Begitu masuk, mereka harus melewati lorong yang sempit. Lorongnya tidak begitu panjang, lebih seperti jalur kecil yang dibuat dengan cara digali. Di ujung lorong terdapat sebuah ruangan kecil yang cukup untuk menampung beberapa orang di dalamnya. Saat itu di dalam hanya ada satu orang yang sedang terikat dan tertutup matanya. Namun demikian, Shane masih dapat mengenalinya.“Dia …?!”Rainie menaruh telunjuk di depan bibirnya meminta Shane untuk diam. Shane tidak habis pikir bagaimana caranya Rainie bisa membawa orang itu ke sini, pastinya dibutuhkan keberanian yang luar biasa untuk itu. Rainie tidak berbicara, dia hanya diam saja melihat orang itu tanpa kata-kata. Setelah beberapa saat dia pun berbalik dan berjalan ke luar.Shane kebingungan di saat itu apa yang sebaiknya dia lakukan. Haruskah dia membebaskan orang itu, atau sebaiknya dia mengikuti Rainie keluar. Set
“Rainie, aku nggak mau menemani kegilaanmu. Kamu sendiri saja!”Saat Shane hendak pergi, dia mendengar Rainie memanggilnya dari belakang, “Shane … kamu pikir kamu bisa turun dari mobilku begitu kamu sudah naik?”“Ini aku sudah turun.”Namun mobil yang Rainie maksud tentu saja bukan arti mobil secara harafiah. Shane hanya sengaja pura-pura tidak mengerti. Jika Shane menemani perempuan gila ini, justru dia sendirilah yang gila.“Aku nggak peduli kamu benar-benar nggak ngerti atau cuma pura-pura bego. Intinya, berhubung kamu sudah tahu, kamu sudah nggak punya kesempatan untuk mundur lagi!” kata Rainie dengan raut wajah yang kini terlihat begitu mengerikan.Shane juga balas menatap balik Rainie dengan wajah yang dingin. Di saat mereka sedang bersitegang seperti itu, tiba-tiba pintu garasi mengeluarkan suara yang seketika menyita perhatian mereka. Rainie spontan meraba pinggangnya dan menyamping untuk melihat ke arah pintu masuk garasi, sementara Shane hanya diam saja mematung tak bergerak.
“Dia itu rekan kerjaku,” kata Rainie. “Dia juga sudah tahu soal ini.”“Rekan kerjamu?” tanya Susan sambil menatap wajah anaknya seakan dia masih tidak begitu percaya. Sejak kematian palsu Rainie, setiap hari Susan hidup dalam kesengsaraan, hingga suatu hari Rainie kembali. Dari situ barulah Susan mendapatkan kembali keberanian untuk melanjutkan hidup. Lantas apa pun yang Rainie katakan bagaikan mandat untuknya. Apa pun yang Rainie perintahkan selalu dia laksanakan. Susan hanya ingin Rainie bisa hidup dengan baik, dia tidak memiliki keinginan apa-apa lagi.“Iya,” sahut Rainie, lalu dia beralih ke Shane, “Ini mamaku. Berhubung kita semua ketemu disini, berarti kita senasib. Kamu nggak bisa lari lagi.”Shane, “….”Dia tentu saja tidak ingin ikut serta dalam ini, tetapi dilihat dari kondisinya sekarang, sepertinya sudah terlambat untuk mundur. Shane berpikir lebih baik menenangkan mereka terlebih dahulu. Dia pun menarik napas panjang dan berkata kepada Susan, “Iya, aku rekan kerjanya Raini
“Sudah mau pergi lagi? Mama masih belum sempat ngobrol banyak sama kamu. Oh ya, Mama sudah bikin sarang burung walet, nanti ….”“Sudah kubilang nggak usah buat begituan! Aku nggak punya waktu untuk makan. Aku masih punya kerjaan yang lebih penting , ngerti nggak, sih?!”Suara Rainie seperti sedang berteriak saking kesalnya dia. Susan pun langsung terdiam karena ketakutan, dan dia tidak harus apa yang harus dia katakan. Melihat situasi seperti itu, Shane mencoba untuk melerai mereka. “Iya, kami masih punya kerjaan penting. Sarang burung waletnya bisa dimakan nanti saja pelan-pelan.”“Iya, iya. Makannya nanti saja, nggak perlu buru-buru. Mama simpan untuk kamu, nanti kamu bisa makan kalau sudah pulang!”Rainie kaget melihat Shane malah membela ibunya, tetapi dia tidak banyak berkomentar dan hanya melambaikan tangannya, “Sudah, ayo jalan. Mama awasi dia terus, kalau ada sesuatu yang aneh, segera abari aku. Ngerti?”“Oke, oke. Serahkan saja sama Mama! Oh ya, kamu serius kamu nggak mau kasi
Di saat itu juga Shane merasakan di pinggangnya seperti ditodong oleh suatu benda lancip. Dia tidak begitu melihat benda apa itu. Shane berhenti sejenak. Dia melegakan tenggorokannya dan bar mengangkatnya.“Halo, ada apa? Apa sudah ada kabar tentang Yuna? Kamu sudah dapat lokasi organisasi itu? Gimana dengan anakku?”Sederet pertanyaan Shane layangkan bertubi-tubi hingga dia lupa untuk menarik napas, tetapi di sisi satu lagi hanya diam saja.“.…”“Kenapa diam saja? Ayo jawab!” tutur Shane dengan nada sedikit membentak.Rainie terus mengawasi Shane dan menekan benda yang ada di tangannya lebih kuat lagi. Shane dapat merasakan benda tajam itu mulai menusuk tembus ke bajunya. Dia pun refleks menghindar, tetapi Rainie sudah lebih dulu menahannya.Di sisi lain Brandon akhirnya mulai berbicara, “Tadi kamu pergi ke mana?”Cukup satu kalimat itu saja dalam sekejap membuat atmosfer di dalam mobil terasa sangat menyesakkan. Shane melirik Rainie dan mendapati dia masih terus mengawasinya. Dengan
Rainie tahan posisi tak bergerak melihat respons Shane. Beberapa saat kemudian Rainie menurunkan tangannya dan tampaknya percaya dengan Shane. Walau begitu, Shane tetap tak bergerak. Dia bersandar saja di sana dengan raut wajah yang pasrah dan berkata, “Bunuh saja aku, biar aku juga terbebas dari penderitaan ini!”“Terbebas apanya?” sahut Rainie dingin. “Kamu sudah nggak mau nolong anakmu lagi? Kamu benar-benar menganggap dia sudah mati?”“Sudah mati atau masih hidup apa bedanya? Memangnya kamu bisa bantu aku? Brandon saja nggak bisa, apa lagi kamu!” kata Shane seraya melirik Rainie, di saat itu dia baru melihat Rainie memegang sebuah jarum panjang di tangannya. Jarum itu tentu bukan jarum jahit biasa ataupun jarum yang biasa digunakan di rumah sakit. Jarum yang sangat panjang itu jika tadi ditekan terus ke pinggangnya, Shane yakin jarum itu pasti sudah menembus organ dalamnya. Membayangkan itu terjadi membuat dia meneteskan keringat dingin.“Kamu tahu dari mana au nggak bisa?”“Haha,
“Memangnya apa lagi? Kalau kita dibiarkan tetap hidup, dari mana mereka bisa menjamin kita nggak membocorkan rahasia yang kita tahu selama ini?”“Jadi dengan mati-matian mencari keberadaan mereka sama saja dengan mengantar nyawa kita sendiri?”“Nggak lah. Justru karena aku masih mau hidup, aku mencari kesempatan untuk itu. Sekarang aku kasih kamu kesempatan untuk bekerja sama, sekaligus kesempatan kamu untuk terus hidup. Paham?”Gaya Rainie yang begitu angkuh dansombon gseolah dia adah penyelamat, dan Shane harus berterima kasih kepadanya.“Dan kamu butuh Edgar untuk itu?” tanya Shane.“Betul, tapi nggak cuma dia saja. Aku cuma mau asih lihat ke mereka seberapa tinggi kehebatanku. Tentu saja setiap orang punya kekurangan masing-masing. Aku nggak punya uang dan koneksi, dan aku nggak punya wawasan yang luas seperti yang kamu punya. Karena itu sisanya aku serahkan ke kamu.”“Lalu begitu aku ketemu di mana lokasi mereka, kamu bakal menelantarkanku.”“Mana mungkin! Sudah kubilang, ‘kan, se