Yuna tidak marah ataupun tegang menghadapi pertanyaan itu. Dia hanya mengangkat pulpen di tangannya dan menunjuk ke atas, “Oh, kan ada CCTV.”“... belum ada yang ngecek CCTV, kamu mau ngomong apa siapa juga yang bakal percaya! Mana tahu kamu benar-benar ada di ….”“Aku sudah cek.”Tadinya Yuna ingin membalas dengan mengatakan jika tidak percaya, cek saja sendiri. Namun sebelum dia buka suara, pria yang dari tadi duduk diam di dekatnya tiba-tiba berbicara.“Apa?!” sahut Rainie, tidak menduga kalau dia malah membela Yuna.“Aku sudah cek CCTV, dia nggak bohong.”Dia yang dimaksud itu tentu menunjuk pada Yuna.Rainie sudah menggerakkan mulutnya seperti akan mengatakan sesuatu, tetapi dia tidak jadi mengatakannya dan hanya bisa memelototi Yuna dengan mata yang tajam dan tidak terima.“Cukup, nggak ada gunanya kita berdebat di sini. Yang paling penting sekarang adalah mencari bos kita ada di mana. Ricky, kamu yang sudah ikut Bos paling lama, kamu yang paling tahu tentang dia. Apa kamu ada ke
“Maaf, Pak Shane!” kata Ricky sembari menepuk bahunya. Dia masih menatap luka di kaki Shane cukup lama sebelum akhirnya dia kembali ke kursinya.Shane menarik napas panjang, terlihat dia memang sangat kesakitan. Lalu sambil membalut kembali lukanya dengan perban, dia berkata, “Ricky, apa maksud kamu? Apa kamu pikir lukaku ini dibuat-buat?”Masih dengan cara bicaranya yang datar, dia menyeringai dan menjawab, “Nggak juga. Tapi nggak ada salahnya memastikan senjata jenis apa yang lawan kita pakai.”Kedengarannya memang seperti alasan yang mengada-ada, tetapi di saat seperti ini, detail sekecil apa pun bisa menjadi petunjuk untuk mencari siapa penyerangnya.“Kalau kamu mau tahu senjata apa yang lawan kita pakai, kan bisa tanya aku saja. Buat apa sampai merusak celanaku segala. Sudah, jangan mengalihkan topik lagi, sekarang kita harus cari si bos secepatnya! Oh ya, yang di atas sudah tahu bos kita menghilang?”Semula mereka semua terlihat cuek dan tidak peduli, tetapi begitu Shane berbicar
“Kalau begitu bilang saja dari awal nggak perlu bukti. Rainie, terserah kamu sajalah maunya apa! Bos kita cuma menghilang sebentar saja, tapi kamu sudah panik duluan dan menuduh sana sini! Memangnya kalau bos kita nggak ada, kamu yang jadi bosnya? Kalau begitu justru kamu yang paling perlu dicurigai!”Cukup dengan penjelasan singkat saja, Yuna berhasil membalikkan keadaan, membuat tuduhan mengarah kepada Rainie.“Aku … aku nggak bilang begitu!” balasnya. Dengan perasaan tak rela Rainie menarik kembali ucapannya, di saat itu juga dia merasakan tatapan sinis dari Ricky yang membuat punggungnya merinding.Sebelum ini Rainie hanya sesekali saja berpapasan dengan Ricky, tetapi dia tahu kalau Ricky juga sering berada di sisi bos mereka. Dia tidak banyak bicara dan kepribadiannya pun dingin, walau begitu dia cukup kejam ketika bertindak. Ada sekali Rainie tak sengaja melihat seseorang yang sedang dihukum oleh Ricky. Adegan itu membuat Rainie mual, meski dia sendiri sudah cukup terbiasa menciu
“… nggak, kita berempat sama-sama punya hak untuk berpendapat dan bertanya. Siapa pun yang punya pemikiran boleh menyampaikan pemikiran mereka. Tapi …,” Ricky berhenti sejenak, lalu dengan mata yang tajam dia melanjutkan, “Kalau sampai ketahuan ada yang berkhianat, aku nggak akan kasih ampun!”Setelah rapat bubar, Rainie langsung menghadang jalan Yuna dan menuduhnya, “Pasti kamu pelakunya, ‘kan.”“Menurut kamu?” balas Yuna“Kamu ini benar-benar, ya. Aku nggak nyangka kamu berani menculik bos kita. Tapi jangan mengira perbuatan kamu nggak bercelah. Kamu nggak tahu saja kalau orang yang ada di atas bos kita itu baru ngeri!”“Oh, kamu bisa takut juga ternyata? Aku kira dengan kepribadian kamu yang rusak itu, kamu sudah nggak takut apa-apa lagi!”“Kamu … nggak usah berpura-pura terus! Kalau bukan kamu, kenapa kamu nggak menyangkal? Sudah jelas-jelas pelakunya kamu! Aku tahu kamu jago bela diri. Pasti selagi Bos istirahat, kamu ….”Sebelum Rainie selesai berbicara, kerah bajunya ditarik den
Ketika gelas baru habis separuh, pintu kamar Yuna diketuk dari luar.“Pintunya nggak dikunci,” kata Yuna, dia sudah terlalu lemas untuk membukakan pintunya. Waktu sekarang kurang lebih sudah menunjukkan jam yang mereka janjikan sebelumnya. Dan benar saja, Shane sudah menunggunya di luar. Ketika masuk, dia menengok ke belakang untuk memastikan, dan ketika dia hendak menutup pintunya, Yuna meminta Shane untuk biarkan saja terbuka.“Dulu mungkin yang memantau kita cuma satu dua orang, tapi sekarang pasti minimal sudah tiga sampai lima orang. Pintunya ditutup atau nggak, sama saja. Yang ada justru bikin kita makin kelihatan mencurigakan. Sekarang situasinya lagi kacau, nggak ada yang perlu kita hindari.”Shane berpikir benar juga, maka dia pun membiarkan pintunya terbuka lebar agar ketika duduk di dalam kamar pun dia bisa melihat situasi di luar dengan lebih mudah. Yuna tampak sedikit gelisah. Dia bersandar di tempat duduknya dengan kening yang mengerut, entah apa yang sedang dia pikirkan.
“Sekarang Bos menghilang. Menurut kamu, apa dia juga ikut merasa tertekan?” tanya Yuna.“Sudah pasti. Toh kami nggak berhubungan langsung dengan yang di atas, jadi kalaupun akan dikasih hukuman sama mereka, semuanya itu harus melalui …. Eh, jadi maksud kamu apa?”“Aku cuma merasa kekacauan yang Frans buat ini ternyata nggak sepenuhnya buruk juga. Sebelumnya kita nggak bisa berbuat banyak dan nggak berani menyerang si pendek itu secara langsung karena takut. Tapi Frans mana peduli dengan itu. Dia nggak banyak berpikir, jalan pikirannya cukup simpel dan langsung beraksi, tapi terkadang justru memang itu cara yang terbaik untuk membuat kesempatan.”Shane juga berpikir demikian setelah mendengar pendapat Yuna. Dia sendiri juga tidak berani bertindak karena Nathan masih ada di tangan mereka, Yuna juga tidak berani bertindak gegabah karena dia ingin langsung memancing ikan besar yang ada di belakang hanya dengan sekali menjaring. Namun Frans tidak seperti itu. Dia hanya berpikir untuk mengha
Shane mengangguk dan tak berkata apa-apa lagi. Tetapi begitu dia sampai di depan pintu, lagi-lagi dia berhenti dan kembali menatap Yuna.“Ada apa lagi?” tanya Yuna.“Aku percaya kamu sendiri yang paling paham dengan kondisi badan sendiri, tapi aku juga pernah melewati masa-masa itu, dan aku tahu proses melahirkan itu nggak mudah. Kelahiran Nathan hampir saja bikin istriku kehilangan nyawanya. Sekarang kamu sudah di masa-masa penting kehamilan, dan lagi kita juga berada di situasi yang kurang baik ini. Jadi apa pun yang kamu lakukan, tolong jangan memaksakan diri.”Yuna paling tidak suka mendengar kata-kata “memaksakan diri”, itu membuat dia merasa seakan dia melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan. Namun di satu sisi Yuna juga bisa memahami Shane yang mengatakan ini atas dasar perhatian padanya.“Iya, aku ngerti. Terima kasih,” jawab Yuna. Bisa mengatakan terima kasih kepada Shane bagi Yuna adalah hal yang sangat sulit. Semenjak Shane menipu Yuna, dia sudah tidak mungkin lagi
Di saat itu juga Shane merasa firasat buruk yang akan menimpa dirinya. Dia secara spontan menatap ke arah Yuna, tetapi Yuna terlihat biasa saja dan masih duduk santai di tempatnya semula.“Pak Ricky datang ke sini … dengan niat mencurigai aku, ya?” tanya Yuna.“Jangan salah paham dulu,” jawab Ricky.Ricky melepaskan genggaman tangannya dari bahu Shane dan mengambil kursi yang ada di tengah kamar. Dia mengatur posisinya persis berhadapan dengan Yuna dan berkata, “Aku datang ke sini karena ada beberapa hal yang ingin kutanya ke kalian berdua.”“Hmmm, kupikir semua yang perlu kamu tanya sudah disampaikan semua di rapat tadi.”Ricky mengangkat tangannya. Entah apa yang dia pegang di tangannya, tetapi mereka mendengar suara pecahan barang kecil, dan seisi ruangan itu terisi dengan bau hangus.“Itu ….”“Terlalu banyak yang menguping pembicaraan kita, jadi aku hancurkan saja. Sekarang sudah nggak ada lagi yang bisa mengganggu percakapan kita.”“Yang tadi kamu hancurkan itu alat penyadap?”Sam