Home / Rumah Tangga / Istri Kedua Tuan Presdir / Bab 1 Berawal Dari Tuduhan

Share

Istri Kedua  Tuan Presdir
Istri Kedua Tuan Presdir
Author: Clavita SA

Bab 1 Berawal Dari Tuduhan

Author: Clavita SA
last update Last Updated: 2024-09-30 12:41:38

“Tolong jangan laporkan saya ke polisi ...!” erang Camelina dengan isak tangis di wajahnya.

Namun, wanita dengan rambut agak bergelombang itu tidak memberi ampun. Ia terus menyeret Camelina keluar dari rumah seraya sesekali menampar wajah asisten rumah tangganya.

“Argh!” Ia memekik kesakitan dan refleks tangannya memegang pipi yang  baru saja menerima tamparan itu. Urai air netra yang tiada habisnya, tetapi demi hidupnya ia tidak menyerah sekalipun sesak dalam dada serta mata yang mulai perih karena banyaknya air netra yang mengaliri pipi tanpa henti. ”Saya berjanji akan melakukan apapun!” rengek Camelina.

Amarah yang mengeraskan hati, membuat wanita itu tidak peduli atas segala kepedihan yang dirasakan Camelina, sekalipun air netra terus bercucur membasahi lantai dengan pipi yang sudah memerah agak lebam akibat berkali-kali ditampar oleh Sarah.

Perkataan Camelina saat itu rupanya malah berdampak besar pada hidupnya dan kini Berliana merasa senang sebab dirinya bisa mengambil keuntungan atas kejadian tersebut. “Sudah kuduga dia akan mengatakannya,” batin Berliana menyeringai sambil tangannya tampak tengah mengetikkan sesuatu di layar ponsel miliknya.

Tanpa berpikir panjang, Berliana segera menghampiri Camelina untuk menuntut janjinya itu. “Apa kamu yakin akan melakukan apapun?” balas Berliana dengan satu pertanyaan yang sungguh membuat Camelina berhenti terisak untuk beberapa saat.

Camelina  memalingkan wajahnya ke arah Berliana. “Iya, Nyonya,” sahutnya dengan nada lirih.  Setelah melihat keyakinan dalam mata Camelina, Berliana seolah langsung yakin pula untuk menjalankan rencana berikutnya.

“Sudah, lepaskan tangannya, biar aku yang urus!” perintah Berliana memberi peringatan keras terhadap menantunya itu. Lalu, Berliana menarik tangan Camelina pergi dari dekat pintu menuju Aderson. Camelina menoleh sebentar ke arah Sarah, dan langsung pergi.

Di hadapan Aderson, Berliana berkata lagi. “Kalau  begitu, menikahlah dengan Anakku  sekarang!”

Sontak, semua orang yang berada di sana langsung terhenyak kaget dibuatnya. Entah itu Camelina,  Aderson bahkan Sarah yang masih berstatus sebagai istri Aderson itu sendiri.

Camelina menggelengkan kepala tidak percaya dengan apa yang dikatakan Berliana ketika  itu. “Tidak, Nyonya! Saya memang berjanji akan melakukan apapun, tapi tidak dengan pernikahan mendadak begini. Terlebih lagi sa–...!” sanggah Camelina masih berusaha menahan tangis sampai bibirnya gemetar.

“Oh,  jadi kamu menolak. Baik. Berarti kamu siap dengan  konsekuensinya,” potong Berliana.

Camelina  tersungkur di lantai  dengan tangan memohon. “Apakah tidak ada pilihan lain lagi selain menikah dengan Tuan Aderson,  Nyonya?” tawar Camelina.

“Tidak ada! Uang, jabatan, menantu sudah aku miliki! Kecuali cucu. Bertahun-tahun aku mendambakan seorang cucu, tapi menantuku tak kunjung mengandung dan kini aku sudah tidak bisa bersabar lagi. Tapi itu terserah padamu, jika ingin selamat, maka turutilah perintahku!” desaknya.

Camelina terdiam dengan mulut tergagap. Mulutnya sudah terbuka kecil, tetapi sang majikan dan kebingungan sekaligus ketakutan dalam dirinya seolah telah merenggut kesempatan bicaranya saat itu. Ia tidak bisa menyergah atau hanya sekadar berkata “Tidak.” Menolak seperti sebuah larangan bagi wanita lemah dan miskin seperti Camelina, layaknya robot yang diprogram untuk menuruti keinginan pemiilik, ia hanya diperbolehkan berkata “Ya” saja.

Hatinya bagai teriris pisau, ia merasa terluka ketika tak ada kesempatan untuk bicara. Hanya air mata kepedihan yang mampu menjelaskan semua yang dirasakannya kini.

Melihat suaminya sedari tadi diam, membuat Sarah langsung angkat bicara. Ia menghampiri Berliana sambil berucap. “Ma, kenapa membuat aku dimadu? Waktu itu Mama sudah berjanji untuk menjadikan aku sebagai menantu Mama satu-satunya, kenapa keputusannya sekarang malah begini!” tuntut Sarah dengan mata memerah – berkaca-kaca.

Berliana tersenyum tipis seraya menghampirinya sedikit, lalu memegang pipi Sarah berusaha memberikan pengertian kepada menantunya itu, bibirnya mulai menyalurkan apa yang isi kepala pikirkan sejak tadi. “Iya,  Mama tahu. Tapi kita juga butuh penerus keluarga ini. Tenang saja, Mama lakukan semua ini  untuk kebaikan kamu juga,” tuturnya. Kemudian Berliana mendekatkan mulutnya ke telinga Sarah, “Kita harus memanfaatkan keadaan  ini, Nak. Setelah dia melahirkan, Mama akan membuat Aderson menceraikan Camelina sehingga kamu bisa mengakui anak itu sebagai anak kamu sekaligus cucu Mama juga. Kamu akan memiliki anak  tanpa perlu bersusah payah untuk mengandung dan melahirkan. Bagaimanapun juga menantu  Mama tetap kamu, sedangkan Camelina hanya alat saja buat kita,” bisiknya dengan penuh tipu muslihat yang tampak jelas dari sorot matanya, tetapi sayangnya Sarah tidak menyadari itu.

Kalimat penenang itu ternyata berhasil membuat Sarah luluh dalam rayuan mertuanya. Air netra yang sudah terbendung di sudut mata pun surut lenyap seketika. Sarah kembali merasakan hal menyenangkan di hati kala memikirkan keuntungan yang ditawarkan Berliana padanya. Ia coba percaya dengan itu.

Tak  sampai di situ, Berliana  juga merayu Anaknya agar mau menikah dengan Camelina. “Mama harap kamu juga setuju. Ingatlah kalau keturunan keluarga ini tidak boleh berhenti pada dirimu saja. Mama sudah tua begini .... Kamu tidak mau `kan kalau  Mama jatuh sakit karena gak kesampaian memiliki cucu? Lagi pula, istri kamu juga sudah setuju untuk dimadu,” lirihnya dengan raut wajah memelas.

Usai berkata demikian, Aderson pun melihat ke arah Sarah seketika. “Baiklah. Saya ikuti mau Mama demi penerus keluarga!” sahut Aderson.

Jawaban Aderson cukup membuat Berliana merasa tenang karena berhasil menaklukkan tiga orang dalam rumah itu, sekaligus ia telah membuat Camelina begitu bersedih atas paksaan yang sangat merugikan dirinya.

Firhan yang merupakan ajudan pribadi Aderson, yang mana sejak tadi berdiri di sana dan menyaksikan kejadian itu pun langsung dipanggil oleh pria itu. “Firhan, kemarilah!”

Ajudan pribadinya langsung menghadap padanya saat itu juga. “Ya, Tuan. Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda kali ini?”

“Kamu panggil penghulu ke sini sekarang!”

“Eittt ... tidak usah. Biar Mama saja yang melakukannya!” tungkas Berliana.  Ia melangkah pergi dengan ponsel di  tangannya yang seakan-akan hendak menghubungi penghulu. Padahal, pada kenyataan setelah Camelina menjanjikan sesuatu, ia langsung menghubungi pesuruhnya untuk memanggil penghulu lebih dulu.

Selang dua menit setelah Berliana kembali, tiga menit setelahnya penghulu itu datang.

“Itu dia!”  tunjuk Berliana ke arah pintu.

Semuanya berkumpul pada satu tempat yang sama. Mereka duduk di lantai yang hanya beralaskan karpet tebal. Dengan hanya mengenakan rok plisket selutut dan kaos pendek, Camelina harus menikah dalam keadaan seperti itu. Pernikahan impiannya  seolah langsung hancur begitu saja. Harapannya musnah untuk apa yang ia inginkan selama ini.

“Sudah siap?” tanya penghulu. Aderson pun mengangguk. Keduanya saling berjabatan tangan  dan penghulu itu menuntun Aderson mengucap ijab kobul agar diikutinya.

Ketika akad pernikahan berlangsung pun air mata terus merembes keluar dari sepasang mata indahnya, namun tidak ada orang yang peduli.

“Kenapa aku malah menikah dengan pria ini? Kapan aku mendapat kebahagiaan? Mana kebahagiaan yang katanya datang selepas mengalami kesedihan yang panjang?” batin Camelina. Ada perasaan kecewa, sedih bahkan marah, semuanya menyatu padu membentuk dendam kecil dalam hatinya.

Usai akad, penghulu itu pergi dengan membawa amplop coklat tebal yang diberikan Berliana sebagai imbalan. Sedangkan Camelina, ia hanya bisa diam dengan segala rasa sakit menghantam dada yang begitu menyesakkan.

“Akad telah usai. Kamu sekarang telah sah menjadi istriku!’’

Setelah semuanya bubar dan hanya ia sendiri di tempat itu, Camelina yang sudah tak kuasa menahan rasa tersiksa dalam batinnya membuat dirinya kembali menguraikan air netra. Setiap tetesan kesedihan itu bahkan sampai membasahi bagian depannya.

Tak lama dari itu, Firhan datang menghampiri. Camelina menoleh, ia melihat sebuah berkas berwarna biru muda yang ada di tangan Ajudan pribadi Aderson, yang kemudian diletakkan di hadapan Camelina.

“Sekarang tanda tangani itu dan Tuan Aderson memintamu agar pergi ke kamarnya pukul delapan malam!” pinta Firhan.

Seketika tubuhnya terasa lemas, seolah tak ada lagi tenaga. Ia berjalan sedikit dan terduduk di lantai seraya melihat pantulan dirinya di lantai marmer yang bening mengkilat.

“Tolong tanda tangani ini dulu, Nona, jika anda ingin aman!” pinta ajudan pribadi Aderson dengan nada memaksa.

Camelina yang masih merasa sedih itu pun dengan tangan gemetar mengambil pulpen yang terdapat di atas berkas. Tanpa membacanya, ia langsung menandatangani kertas itu begitu saja. Pulpen itu segera ditaruhnya kembali, dan Firhan mengambil berkas itu. “Terima kasih untuk kerja samanya!” Kemudian Firhan pergi dari hadapan Camelina.

Related chapters

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 2 Kemalangan

    Tak lama setelah ajudan pribadi Aderson pergi, secara mendadak Camelina langsung dikagetkan dengan kedatangan istri pertama Aderson yang menghampirinya. Ia kembali harus merasakan jantung yang berdetak kencang gelisah tak karuan – intuisinya seolah memberitahu akan ada kejadian buruk yang menimpa dirinya. Dan benar saja, Sarah langsung menarik rambut bagian belakangnya begitu saja tanpa alasan yang jelas. ”Setelah berhasil mencuri perhiasan, sekarang malah beraninya mencuri suamiku juga! Apa jangan-jangan kamu memang sengaja merencanakan hal ini sejak awal, wanita jalang!” tuduh istri pertama Aderson dengan ketus.Sekalipun di depan Berliana tamp

    Last Updated : 2024-09-30
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 3 Lenyapnya Kesucian

    Dari tadi, ia terus mendengar Berliana yang tidak menyerah merayunya demi kepentingan dirinya sendiri, sedangkan dirinya hanya diam. Kini giliran Camelina yang dirasa perlu mengutarakan ketidaknyamanan mengenai situasi yang dirasakannya.“Ma, kalau tujuannya untuk memiliki anak dan merasa malu mengakui menantu seperti saya yang hanya orang miskin, kenapa tidak menikahkan Mas Aderson dengan wanita yang setara?” tanya Camelina dengan pandangan intens ke arah mertuanya.Berliana tersenyum. “Hal semacam itu tidak penting untuk dibahas. Yang terpenting kita bisa mendapat keuntungan masing-masing. Kamu terbebas dari hukuman itu dan saya bisa memiliki cucu.”Lagi-lagi, Camelina merasa menyesal dengan bibirnya yang sudah ia gunakan untuk bertanya pada orang yang sudah jelas-jelas pasti akan menyudutkan dirinya. Meskipun begitu dan apapun alasannya, tetap saja ia tidak bisa menolak.“Baiklah, kalau memang itu mau Mama.” Camelina beranjak dari duduknya. Ia melangkah keluar dari kamarnya. Sed

    Last Updated : 2024-09-30
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 4 Saya Juga Istrinya

    Malam ini menjadi malam yang mencekam. Hati yang dingin dengan suasana panas. Tubuhnya terhimpit kuat oleh pria yang kini bersamanya – ia menggagahinya malam ini.Deru nafas Aderson kian terdengar jelas di telinga. Tak bisa menampik, tampak dari wajah pria itu seolah menikmati malam ini. “Bibir bawah milikmu masih tampak perawan, aku sampai kesulitan,” bisik Aderson di telinga Camelina. Ia melontarkan seringai miring di bibirnya.`Ugh, sungguh... rasanya ingin muntah!`Namun, saat itu Camelina hanya terdiam jijik kala mendengar kalimat kotor yang terlontar keluar dari mulut pria yang kini harus ia akui paksa sebagai suaminya, walau ia sendiri tidak tahu entah sampai kapan ia diam menahan sakit batin dan raganya. Hatinya pun belum bisa seutuhnya menerima bahwa Aderson kini adalah suaminya."Hentikan cengkeraman tanganmu itu dariku, ini sungguh menyakitkan!" racau Camelina seraya menggertakkan giginya kuat-kuat. Ia sudah tidak bisa lagi diam dalam kesakitan."Kamu akan kulepaskan set

    Last Updated : 2024-10-07
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 5 Sungguh Menyayat Hati

    Beberapa wanita memasuki ruangan khusus yang telah disediakan dengan berbagai macam sajian yang terdapat di meja tamu. Tentu di tempat itu seperti biasa mereka saling memamerkan diri, saling menyanjung satu sama lain dengan segala kepalsuan yang terlontar keluar dari mulut manis mereka, bahkan terkadang membicarakan rumor yang beredar.Tetapi begitu Camelina memasuki ruangan itu dengan membawa buah semangka di piring lonjong yang telah dipotong-potong kecil berbentuk segitiga, suasana mendadak hening. Ini sungguh aneh bagi Berliana sekaligus Camelina itu sendiri, karena tidak biasanya teman-teman arisan Berliana begini. Pandangan mereka langsung terfokus pada penampilan Camelina saat itu. Lalu, tampak sedikit berbisik satu sama lain.”Hei, kalian lihat wanita itu? Apa kamu tidak salah informasi mengenainya?””Tidak. Selama ini aku tidak pernah salah kan dalam menyampaikan gosip terbaru.”Mereka yang menunjukkan jelas dengan saling berbisik satu sama lain membuat Camelina tidak nyaman

    Last Updated : 2024-10-22
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 6 Kepedihan Tak Berbentuk

    “Dengarkan aku baik-baik. Mulai sekarang, apapun yang terjadi tetap sembunyikan kebenaran itu. Apalagi kalau suatu saat nanti sudah hamil besar, kau jangan berani keluar menunjukkan dirimu kepada siapapun!” bisik Berliana seraya menggertakkan gigi.“Mohon maaf, Nyonya. Tapi bukankah pernikahan ini terjadi juga atas persetujuan darimu?”Bukan maksud Camelina untuk membantah. Hanya saja ia tidak bisa terus diinjak atau bahkan dimanfaatkan. Baginya, sesekali perlu mengatakan pernyataan yang ia yakini. Wanita miskin seperti dirinya pun juga manusia yang ingin dhargai.“Memang benar. Tapi kamu sendiri juga tahu kalau derajat kita ini sungguh sangat berbeda. Aku harap kamu paham maksudku.”Camelina tersenyum pahit seraya menahan sesak dalam dada. Namun ia tidak bisa membenarkan apa yang ia yakini dan Berliana yakini. Pilihannya saat ini adalah mengikuti alur yang ada.“Baiklah kalau memang itu maumu.”Tidak mau banyak terlibat dalam pembicaraan lain yang menurutnya hanya membuat sakit hat

    Last Updated : 2024-10-23
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 7 Salah Paham

    Malam tiba, saat ia hanyut dalam lamunannya. Namun itu tak bertahan lama, sebab berisik pintu dibuka dari arah luar membuatnya seketika tersentak, lalu menoleh dengan wajah datar. Raut mukanya seolah menyimpan sedikit tanya. `Siapa itu?` pikirnya, menelan ludah tegang.“Kamu ikut saya sekarang!” ajak Aderson, memasang wajah dingin.Camelina sudah tidak aneh lagi dengan ajakan itu. `Apa malam itu belum cukup menyiksaku sampai badanku sakit semua?` batinnya menerka sembari menghela nafas. Begitu Aderson ada di dekatnya, ia langsung bertanya, “Sampai kapan kita akan melakukan itu?” tanya Camelina.Sudah kedua kalinya Aderson mendapat pertanyaan yang serupa dari Camelina dan ia pun ingat pernah menjawabnya, menurutnya kali ini tidak perlu ia jawab lagi.“Gak usah banyak tanya!” jawab Aderson dengan ketus.`Padahal aku cuma tanya, kenapa jawabannya harus seketus itu? Memangnya pertanyaanku tadi itu salah?” umpatnya, pelan.Walaupun tampak tidak peduli, rupanya Aderson mendengarkan setia

    Last Updated : 2024-11-24
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 8 Masih Rahasia

    Langkah kaki yang nyaris ambruk membuat Aderson antusias langsung menahan tubuh seorang pria tinggi dengan sedikit uban di bagian pinggir kepalanya. Pria itu menjatuhkan tentengan tas kecilnya dan berdalih memegang dadanya yang tampak menahan sesak. Orang-orang memanggilnya Fredy, walau nama sebenarnya adalah Frederick.“Ayo, Pa, biar aku bantu!” ujarnya dengan antusias.Uhuk, Uhuk!Berliana yang saat itu tak sengaja melihat ke arah luar karena ada suara orang batuk, yang setelah diperhatikan ternyata itu suaminya, membuat ia antusias menghampiri. “Papa kamu kenapa, Son?”Selama ini Frederick – suami Berliana selalu menyembunyikan penyakitnya, ia tak pernah mengatakan apapun pada keluarganya. Ia melakukan aktivitas seperti biasa, tanpa memperlihatkan sedikitpun mengenai gangguan kesehatan yang dialaminya.“Pa, darah.” Sedikit darah yang ada di telapak tangan Frederick membuat Aderson langsung cepat-cepat membawanya ke kamar. Ia memapah Ayahnya tanpa menggubris pertanyaan yang dilonta

    Last Updated : 2024-11-25
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 9 Ketika Istri Kedua Lebih Utama

    Malam ini, di dalam kamar, Camelina termenung. Ia belum pergi keluar dari kamar mertuanya itu karena pikirnya bahwa ia pasti akan diperlukan untuk merawat Frederick. Saat itu Aderson dan Sarah sudah keluar dari kamar itu. Kini, hanya tinggal Camelina, Berliana dan Frederick.“Apa tujuannya sekarang? Kenapa mendadak baik dan membelaku?" pikiran itu terus berkecamuk dalam kepala. Berliana menarik sedikit tangan Camelina untuk berbicara. Saat ini, Berliana merasa belum saatnya untuk menceritakan apa yang telah terjadi di rumah ini. Sebab, ia tidak mau membebani pikiran suaminya yang terbaring sakit."Ikut aku sebentar!" ucap Berliana dengan suara pelan. Ia menarik tangan menantunya yang ada di sana.“Beruntung kamu punya suami seperti putraku. Tapi jangan besar kepala dulu, tetap saja aku tidak akan membebaskan hutangmu itu padaku. Sampai kapanpun, selama bukan kamu yang menggantinya langsung dengan uangmu sendiri, kesalahan yang belum tertebus itu masih akan aku anggap utang!” ucap B

    Last Updated : 2024-11-27

Latest chapter

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 62 Sedikit Dicurigai

    "Mana mungkin buang air selama ini!" sergah Sarah, tidak setuju dengan pendapat Tio. Camelina fokus makan pesanan sebelumnya yang memang sudah ada di meja makan. Ia tak mendengar segala keresahan Sarah karena dirinya berpikir bahwa itu bukan urusannya. "Kalau dia tahu aku bersama Mas Aderson, dia past akan sangat murka, aku yakin itu," batin Camelina. Ia menghentikan kunyahannya sejenak dan terbuai pada pikirannya selama beberapa detik lamanya.Baru saja Camelina selesai mengatakan demikian dalam hatinya, Aderson kembali ke meja itu. Ia berdiri di depan Sarah sambil berkata, "Makannya sudah selesai, 'kan? Aku antar kamu pulang!" ungkapnya.Tanpa sedikitpun melirik ke arah Camelina, bahkan saat Camelina melirik ke arah suaminya. Aderson pergi begitu saja, Sarah yang melihatnya berjalan lebih dulu, membuat ia bergegas menyusul."Kenapa cepat-cepat pulang?" tanya Sarah. "Aku harus ke kantor. Kalau kamu masih mau disini, berarti kamu pulang sendiri."Aderson tidak pedulikan apapun, ia

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 61 Berpendirian Teguh atau Keras Kepala

    "Kenapa kamu memilih pekerjaan dibanding uang?" Aderson masih tidak paham dengan pola pikir wanita yang ada di hadapannya. Wanita aneh yang sangat sulit didekati dan tak bisa ditebak sama sekali."Kalau tidak mau memberikannya tidak masalah. Tapi ..., saya tidak menyangka kalau hal sesederhana itu saja ternyata tidak mampu diberikan."Kalimat yang terlontar keluar dari mulut Camelina saat itu membuat Aderson merasa tertantang untuk membuktikan bahwa dirinya tidak seperti yang Camelina katakan.Aderson ingin membuktikan bahwa perkataan Camelina sangat keliru. "Kamu sedang hamil. Nanti bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan janin itu? Apa kamu sanggup mempertanggungjawabkan semuanya?" balas Aderson.Camelina terdiam sejenak, lalu setelah itu kembali bicara. "Kehamilan dan pekerjaan tidak bisa disangkut pautkan! Tidak ada hubungannya sama sekali!"Tekad yang kuat membuat Camelina tampak keras kepala di kata Aderson. Tetapi, karena hal itu pula suaminya kewalahan dan tak mampu membuat C

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 60 Walau Beda Tipis, Tapi Berbeda

    "Kamu kenapa, Melina? Apa kamu lapar?" tanya Tio. Ia menepuk bahu Camelina, hingga terbangun dari lamunannya. Sadar bahwa air matanya sempat keluar, ia menyekanya segera. Namun, Tio yang sudah memperhatikan Camelina diam sejak tadi melihat sendiri matanya yang basah dan bekas air mata mengalir. Camelina tidak menyadari keberadaan Tio karena terlalu hanyut dalam pikiran yang terus dihantui oleh kesedihan. "Yuk, kita sarapan dulu!" ajaknya. Camelina memang merasa lapar. Ia tidak menolak. Ketika Tio bangkit dari duduknya, Camelina juga ikut berdiri. "Di bawah ada makanan yang enak. Kita sarapan di sana saja!" "Iya," sahut Camelina dengan lirih. Ia terus menyeka bekas air mata yang sempat terjun ke pipi itu. Tio membantunya menyeka air matanya. Mereka menaiki lift. Di sana pun Camelina hanya diam. Tidak banyak bicara dan sesekali meng'iya'kan tawaran yang dilontarkan Tio kepadanya. Sementara Aderson, ia yang sudah berada di sebuah cafe di bawah. Dirinya duduk menyantap

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 59 Cahaya Yang Seakan Hilang

    [Kamu di mana, Mel? Tadi malam aku ke rumah, tapi tidak ada.] Pertanyaan singkat dalam sebuah pesan yang baru Camelina buka saat itu.Saat hendak mengetik, Aderson melirik ke arah ponsel Camelina. Tetapi, Camelina menjauh dan mengetik tanpa diketahui sang suami mengenai apa yang diketiknya pada pesan tersebut.[Aku sekarang ada di rumah sakit hampera. Hah, kamu ke rumah? Serius?]Pesan itu pun dikirimnya. Baru beberapa detik terkirim, balasan pesan pun datang lagi hingga suara notifikasi pesan kembali terdengar di telinga, baik itu Camelina maupun Aderson -- suaminya.[Iya. Harusnya kamu bilang ke aku kalau kamu lagi di rumah sakit. Sekarang aku kesana, tunggu, ya!]Tio saat itu mengira bahwa Camelina yang sakit, sehingga tidak bertanya yang lainnya lagi. Ia pergi membeli buah-buahan untuk Camelina."Dia sakit apa, ya?" gumam Tio dalam diamnya.Setelah tahu bahwa Tio akan datang ke sana, Camelina memasukkan kembali ponselnya. Ia mencari toilet terdekat karena belum mencuci muka, s

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 58 Jangan Memberikanku Harapan

    "Mas, mau sarapan sama apa, biar aku yang siapkan?" tanya Sarah. Ia coba berbaik hati setelah tadi mengomeli suaminya.Namun, Aderson yang fokus mengancingkan bajunya dan merasa sudah siang, tidak mempedulikan lagi sarapan di rumah."Aku sarapan di luar saja. Sekalian mau ke rumah sakit sebentar. Kamu mau ikut jenguk Mama?" "Ikut, Mas. Aku sudah rapih."Sarah memperhatikan suaminya yang tengah sibuk dengan dirinya sendiri. "Aku memang tidak ada niat memasak juga. Malah, gara-gara wanita itu tidak ada disini, aku juga harus sarapan di luar," batin Sarah dalam diamnya.Setelah siap, Sarah memegang lengan Aderson. Ia berjalan mengikuti suaminya. "Mas, kamu kenapa tidak bilang dari awal kalau Mama dan Papa kena musibah. Oh iya, tadi .... Untuk tadi aku minta maaf karena langsung menginterogasi kamu dengan pertanyaan."Aderson menoleh. "Lain kali tanya dulu sebelum curiga."Sarah kemudian teringat pada Camelina yang belum pulang sampai pagi ini. "Mas, Camelina di rumah sakit juga?""Iya.

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 57 Tidak Bisa Dipercaya

    Malam dingin tak dapat dihentikan. Kali ini, Camelina tidak menolak apapun yang ditawarkan Aderson kepadanya. Seperti jas yang bisa menghangatkan tubuhnya."Aku tidak bisa tidur nyenyak," gumamnya.Camelina membuka matanya setelah beberapa saat mencoba memejamkan matanya agar bisa istirahat dari penatnya kegiatan."Tidurlah nanti di rumah," kata Aderson. "Saya juga akan pulang dahulu."Refleks Camelina menoleh. "Lalu, yang menunggui mereka siapa?" tanya Camelina.Aderson terdiam sejenak. Hari ini adalah hari dimana dirinya akan sangat sibuk. Banyak pekerjaan yang harus ia urus dan ....Pria itu memeriksa ponselnya sejenak. Ia baru ingat bahwa terlalu fokus dengan orang tuanya, hingga melupakan ponselnya yang mungkin saja ada pesan atau telepon yang tak sengaja ia abaikan."Sebentar ...."Aderson membuka pesannya. Ia melihat ada beberapa pesan yang menumpuk dan sekitar lima panggilan yang tak terjawab dari Sarah.Setelah membaca pesan sebentar, ia berdiri dan kemudian bergegas pergi.

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 56 Paksaan Kecil

    Jas itu dikembalikan pada Aderson yang tengah duduk dengan mata terpejam dan kedua tangan terlipat di dada. Ketika Camelina kembali pada posisi duduk sebelumnya, Aderson membuka salah satu matanya perlahan. Bibirnya menyungging. Ia tahu bahwa Camelina yang menaruhnya, karena sebetulnya tidak sungguhan tidur. Ia hanya tidak tahu bagaimana bersikap ketika Camelina bangun, dirinya juga merasa gengsi untuk mengatakan bahwa ia yang menaruh jas miliknya di tubuh Camelina."Kamu belum makan, makanlah!" ujar Aderson seraya menyodorkan plastik yang berisi kotak makanan kepada Camelina. Sontak, Camelina menoleh kebingungan. "Aku pikir dia tidur. Apa tadi dia pura-pura dan tahu kalau aku menaruh jas itu padanya?" batin Camelina dengan mulut sedikit terbuka."Apa ini?" tanya Camelina. Kantong plastik itu berwarna putih, ia tidak tahu apa lagi yang dibawa Aderson dan diberikan padanya. "Tidak perlu repot-repot."Aderson merasa Camelina menolak pemberiannya secara halus. Tetapi, ia tidak menyer

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 55 Diam-diam Perhatian Tapi Terhalang Gengsi

    "Nak, Mama mau bertemu sama Papa kamu," pinta Berliana yang baru tersadar bahwa ia tengah berada di rumah sakit dan sejak kejadian yang terbayang di kepala itu; ia belum melihatnya lagi."Iya, Ma. Papa ada di sebelah Mama," kata Aderson.Sekalian, Aderson juga belum menemui Ayahnya. Ia memilih untuk menemui Ibunya terlebih dahulu.Aderson menoleh ke arah Camelina, Camelina paham betul. Camelina melihat kesana kemari seperti tengah mencari keberadaan sesuatu."Mas, tapi tidak ada kursi roda di sini," ungkap Camelina setelah memastikan keadaan di ruangan itu.Sampai perawat datang ke ruangan itu ....Sontak saja, Aderson pun bertanya kepada perawat yang datang itu. "Boleh saya pinjam kursi rodanya, Sus?" "Untuk saat ini, pasien belum boleh turun dari ranjang. Masih perlu waktu dua minggu sampai keadaannya sedikit membaik.""Baiklah. Terima kasih, Sus."Perawat itu menaruh makanan dengan obat yang harus diminum malam ini di nakas pasien. "Makan dulu, lalu minum obatnya. Nanti yang bole

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 154 Jadilah Baik Walau Pernah Dijahati

    "Kamu mau apa ke sini?" tanya Sarah, kebingungan.Bagaimana tidak bingung, ini sudah malam dan dirinya merasa bahwa keluarga itu tidak ada urusan apapun dengan Tio. Ditambah lagi, biasanya Tio tidak pernah datang larut malam seperti itu. Hanya kali ini saja ia melihatnya."Kalau kamu cari wanita itu, kamu kembali besok lagi saja. Malam ini tidak ada."BRAK!Sarah menutup pintu itu kembali karena merasa tidak ada sesuatu hal yang penting. Akan tetapi, begitu membalikkan badan, Sarah terdiam sejenak. "Benar juga," gumamnya. Ia berbalik kembali ke pintu.Krieett! Pintu itu dibukanya kembali."Oh ya, mau apa?" tanya Sarah. "Besok saja. Tidak jadi."Setelah mendengar pernyataan Sarah sebelumnya, Tio memilih pulang saja karena menurutnya tidak ada gunanya ia membicarakan tujuannya dengan Sarah. Sebab, niatnya adalah ingin bertemu sekaligus membicarakannya dengan Camelina langsung."Tapi .... Camelina pergi ke mana?" tanya Tio, sebelum meninggalkan rumah itu."Tidak tahu. Memangnya aku Mam

DMCA.com Protection Status