Share

Bab 7 Salah Paham

Author: Clavita SA
last update Last Updated: 2024-11-24 06:43:48

Malam tiba, saat ia hanyut dalam lamunannya. Namun  itu tak bertahan lama, sebab berisik pintu dibuka dari arah luar membuatnya seketika tersentak, lalu menoleh dengan wajah datar. Raut mukanya seolah menyimpan sedikit tanya. `Siapa itu?` pikirnya, menelan ludah tegang.

“Kamu ikut saya sekarang!” ajak Aderson, memasang wajah dingin.

Camelina sudah tidak aneh lagi dengan ajakan itu. `Apa malam itu belum cukup menyiksaku sampai  badanku sakit semua?` batinnya menerka sembari menghela nafas.

 Begitu Aderson ada di dekatnya, ia langsung bertanya, “Sampai kapan kita akan melakukan itu?” tanya Camelina.

Sudah kedua kalinya Aderson mendapat pertanyaan yang serupa dari Camelina dan ia pun ingat pernah menjawabnya, menurutnya kali ini tidak perlu ia jawab lagi.

“Gak usah banyak tanya!” jawab Aderson dengan ketus.

`Padahal aku cuma tanya, kenapa jawabannya harus seketus itu? Memangnya pertanyaanku tadi itu salah?” umpatnya, pelan.

Walaupun tampak tidak peduli, rupanya Aderson mendengarkan setiap perkataan Camelina, hal itu membuatnya langsung menyahut, “Lain kali kalau mau mengumpat, pastikan orangnya sudah pergi!”

Camelina langsung memukul-mukul pelan bibirnya yang asal bicara. “Kenapa bibirku refleks bicara, dan kenapa dia itu kalau bicara selalu ketus dan menyebalkan?” ucapnya dalam hati dengan bibir komat-kamit.

Aderson menarik pergelangan tangan Camelina yang sejak tadi hanya diam tanpa menuruti perkataannya itu. Tarikan tangannya saat itu bahkan sangat kasar dan tidak peduli apakah sikapnya menyakiti Camelina atau  tidak.

“Hentikan, Tuan! Sakiiit!” rintih Camelina. “Kenapa  Tuan senang sekali mencengkeram erat pergelangan tangan saya?” protesnya.

“Berhenti memanggil saya, Tuan. Bagaimanapun kamu itu istriku!” tekannya.

Aderson menghentikan langkah kakinya.  Sekalipun sikapnya dingin, tetapi tampak sekali ia mengamati Camelina yang kesakitan. Begitu ia lepaskan pergelangan tangannya, Camelina langsung menyentuh bagian tangannya yang sakit.

“Gak usah manja. Pergelangan tanganmu tidak sampai bercucur darah!”

“Kita memang suami-istri, tapi tetap saja saya merasa seperti pembantu di rumah ini ...!” keluh Camelina. Matanya berkaca-kaca, ia menahan dirinya untuk tidak menangis.

“Sejak awal, yang selalu mengurus rumah ini  `kan memang kamu. Itu sudah menjadi pekerjaanmu.”

“Kalau bukan karena dipaksa dan diancam,  tentu aja saya lebih memilih dipecat daripada diperistri tapi tidak dianggap sama sekali!” cecarnya. Air matanya yang sempat terbendung pun akhirnya menetes. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain dan langsung menyekanya saat itu juga. Ia tidak mau dianggap sebagai wanita lemah,  meski kenyataannya bahwa ia sensitif.

Aderson tersenyum meledek, lalu mendekatkan tubuhnya ke arah Camelina.  Ia berbicara di telinga istrinya dalam  jarak yang sangat dekat. “Memangnya kamu siapa, belaga mau menolak setelah melakukan pencurian! Gajimu saja tidak mampu menutupi semua perhiasan yang kamu ambil itu!” balas Aderson dengan nada angkuh di hadapan Camelina.

“Sekarang membela diri gak ada artinya lagi. Tenang aja, saya akan memberikan keturunan pada keluarga ini. Tapi ...,” Camelina menatap Aderson dengan berani. Ia berusaha membela dirinya di hadapan pria yang menurutnya terlalu angkuh itu. “ ... Kalau ternyata pelakunya bukan saya dan saya bisa memberikan bukti itu. Apa  yang bakal Tuan lakukan untuk menebus semua prasangka buruk yang menyakiti hati saya selama ini?” lanjutnya, menantang.

“Saya yakin kamu gak akan mampu membuktikannya, kecuali mau mengkambinghitamkan orang lain!”

Ejekan Aderson terhadapnya semakin menguatkan tekadnya untuk mencari tahu kebenaran dan meluruskan kesalahpahaman yang mencoreng nama baiknya. “Kalau ternyata benar bukan saya pelakunya, Tuan mau apa?”

“Saya berikan setengah dari saham yang saya miliki buat kamu.”

Tanpa berpikir panjang, Aderson langsung mengatakan hal itu begitu saja. Sebab saat itu ia yakin bahwa Camelina hanya sedang mencoba membela diri di hadapannya karena belum menerima kenyataan terhadap bukti yang ada.

“Baik, saya pegang ucapan Tuan.”

“Jangan panggil Tuan, panggil saya Mas!” Aderson tetap tidak suka dengan cara Camelina memanggil dirinya yang mana baginya sangat mengganggu di telinga. “Saya tidak mau dianggap majikan yang pernah memperkosa pembantunya, padahal  kenyataannya kamu istriku dan sudah menjadi kewajibanmu untuk selalu melayani suami kapanpun!”

Aderson melanjutkan langkah kakinya yang sempat tertunda tadi, sedangkan Camelina hanya mengikutinya saja di belakang. Setelah berada di ruang keluarga, Aderson berhenti di  hadapan Sarah dan Berliana.

“Apa ini orang yang sudah memecahkan piring Mama?” tanya Aderson kepada Berliana tanpa ada basa-basi.

“Iya, tapi  gak apa-apa. Lagi pula itu cuma piring, ya walau kamu tahu sendiri kalau itu kenang-kenangan kita saat  pergi ke Prancis bersama mendiang kakek kamu.”

Camelina menoleh ke arah Aderson dengan bibir yang mengerut lancip menahan kekecewaan dalam dada. “Dendam pribadi apa yang dia simpan sampai memojokkanku begini?” batin Camelina, geram. "Harusnya aku tolak saja permintaannya tadi!" gerutu Camelina dalam hatinya.

Sarah yang melihat wajah Camelina dalam kondisi tertekan itu membuatnya tersenyum puas. Ia merasa senang karena Aderson menuruti keinginannya tersebut. Camelina tidak tahu dibalik kejadian ini ada peran Sarah yang mengompori Aderson.

Aderson menoleh ke arah Camelina, lalu berkata, “Kalau begitu,  biar aku yang ganti piring pecah itu.”

Sontak saja sepasang mata Berliana dan Sarah langsung membelalak tak  percaya. Keduanya saling menoleh satu  sama lain.

Begitu juga dengan  Camelina yang bingung dengan sikap Aderson. “Sebenarnya apa rencananya?” batin Camelina. Ia tidak mengerti dengan cara suaminya yang seperti menjatuhkan tetapi juga membela.

“Apa dia sedang membuatku malu?” duga Camelina dalam pikirannya.

Sarah yang awalnya tersenyum  senang karena sempat berpikir bahwa Camelina kemungkinan akan dihukum lagi.  Bayangan buruk mengenai Camelina itu seolah ditebas habis  kenyataan lain. “Sialan! Wanita jalang! Apa-apaan juga suamiku ini, kenapa dia malah menolongnya?!” umpat Sarah dalam hatinya.  Sarah mengepalkan salah satu tangannya, amarahnya seakan ia kumpulkan dalam kepalan tangan itu.

“Maass!”  seru Sarah sambil mendengus.

Sarah yang tengah dalam keadaan kesal pun langsung menarik lengan Aderson menjauh dari mereka semua. “Mas, aku  mau bicara sama kamu!”

Sampai di tempat yang sepi – tepatnya luar rumah, Sarah langsung menyatakan keberatannya atas tindakan Aderson itu.

“Mas, kenapa kamu malah ikut campur dengan urusan dia? Biarin aja dia bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri!”

Aderson menyentuh kedua pipi Sarah seraya menatap sepasang matanya. “Jangan bahas ini lagi, anggap saja itu sebagai imbalan atas kesiapannya untuk melahirkan anak kita.”

“Mas, itu bukan karena kamu sudah mulai tertarik dengan wanita itu, kan?”  tanya Sarah dengan nada khawatir.

Aderson tertawa kecil. “Kamu terlalu cemas, sayang. Aku cuma mau memberikan sesuatu buat Mama supaya senang dan tidak bersedih lagi karena barang miliknya rusak.”

Pada saat yang sama, pandangan Aderson langsung teralihkan pada objek lain yang membuat wajahnya tampak cemas. “Nanti saja kita bicara lagi.”  Ia berlari ke arah objek yang ditatapnya itu.

Related chapters

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 8 Masih Rahasia

    Langkah kaki yang nyaris ambruk membuat Aderson antusias langsung menahan tubuh seorang pria tinggi dengan sedikit uban di bagian pinggir kepalanya. Pria itu menjatuhkan tentengan tas kecilnya dan berdalih memegang dadanya yang tampak menahan sesak. Orang-orang memanggilnya Fredy, walau nama sebenarnya adalah Frederick.“Ayo, Pa, biar aku bantu!” ujarnya dengan antusias.Uhuk, Uhuk!Berliana yang saat itu tak sengaja melihat ke arah luar karena ada suara orang batuk, yang setelah diperhatikan ternyata itu suaminya, membuat ia antusias menghampiri. “Papa kamu kenapa, Son?”Selama ini Frederick – suami Berliana selalu menyembunyikan penyakitnya, ia tak pernah mengatakan apapun pada keluarganya. Ia melakukan aktivitas seperti biasa, tanpa memperlihatkan sedikitpun mengenai gangguan kesehatan yang dialaminya.“Pa, darah.” Sedikit darah yang ada di telapak tangan Frederick membuat Aderson langsung cepat-cepat membawanya ke kamar. Ia memapah Ayahnya tanpa menggubris pertanyaan yang dilonta

    Last Updated : 2024-11-25
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 9 Ketika Istri Kedua Lebih Utama

    Malam ini, di dalam kamar, Camelina termenung. Ia belum pergi keluar dari kamar mertuanya itu karena pikirnya bahwa ia pasti akan diperlukan untuk merawat Frederick. Saat itu Aderson dan Sarah sudah keluar dari kamar itu. Kini, hanya tinggal Camelina, Berliana dan Frederick.“Apa tujuannya sekarang? Kenapa mendadak baik dan membelaku?" pikiran itu terus berkecamuk dalam kepala. Berliana menarik sedikit tangan Camelina untuk berbicara. Saat ini, Berliana merasa belum saatnya untuk menceritakan apa yang telah terjadi di rumah ini. Sebab, ia tidak mau membebani pikiran suaminya yang terbaring sakit."Ikut aku sebentar!" ucap Berliana dengan suara pelan. Ia menarik tangan menantunya yang ada di sana.“Beruntung kamu punya suami seperti putraku. Tapi jangan besar kepala dulu, tetap saja aku tidak akan membebaskan hutangmu itu padaku. Sampai kapanpun, selama bukan kamu yang menggantinya langsung dengan uangmu sendiri, kesalahan yang belum tertebus itu masih akan aku anggap utang!” ucap B

    Last Updated : 2024-11-27
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 10 Mencari-cari

    “Aku harus mencarinya. Di mana dia sekarang?” gumamnya seraya melangkah lebih cepat.Camelina berjalan keluar dari rumah itu pagi-pagi sekali. Sarah yang melihat hal itu menyimpan pertanyaan singkat dalam benaknya. “Kenapa dia berjalan keluar terburu-buru begitu? Ada apa dengannya?” gumam Sarah seraya mengernyitkan dahi. Ia berjalan keluar rumah untuk mengikuti, tetapi Berliana datang dan memanggilnya. Hal itu membuat dirinya kehilangan jejak Camelina.Camelina memang sengaja berjalan begitu cepat. Ia tidak mau jika ada banyak orang yang bertanya ke mana dirinya melangkah pergi.“Bisa luangkan waktu sebentar?” tanya Camelina. Ia berdiri di depan sebuah pavilliun ketika melihat Firhan – Ajudan pribadi Aderson yang baru keluar dari sana dengan pakaian rapi.“Ada apa datang kemari?””Mengenai kontrak yang ditandatangani waktu itu, bolehkan aku melihatnya lagi?” tanya Camelina.Firhan malah terdiam sejenak dan memperhatikan raut muka Camelina yang tampak sangat penasaran dan ingin

    Last Updated : 2024-11-27
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 11 Jebakan Wanita Licik

    “Ada apa, Ma?” tanya Camelina kepada Berliana yang tampak tengah menunggu dirinya. Berliana berbalik ke arah suara itu berasal. ”Kamu ini pergi ke mana saja? Bukannya menyiapkan sarapan malah tidak ada.” “Segera, Ma. Saya akan segera menyiapkan semuanya.” Camelina tidak menunggu apapun lagi, ia pun kemudian berlari kecil menuju dapur dan langsung memasak untuk memasak sarapan pagi ini. Sesaat setelah Camelina melangkah pergi, Sarah pun kemudian berjalan menghampiri yang saat itu masih dalam keadaan berdiri di tempat yang sama. “Ma, sabar ya .... Dia itu memang sangat tidak berguna. Oh ya, ada yang mau aku bicarakan sama Mama.” “Soal apa?” “Bagaimana kalau nanti agak siangan aku ajak Mama ke cafe, biar aku yang traktir?” Sarah sengaja melakukan hal itu demi bisa mengambil hati Berliana yang mana baginya mertuanya tidak boleh sampai merasa bersimpati kepada Camelina. “Boleh, deh, kebetulan Mama sedang tidak ada jadwal dengan siapapun.” Perlahan-lahan, Sarah yang diotaknya hanya

    Last Updated : 2024-11-27
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 12 Licik Dibalas Cerdik

    Sarah pergi ke kamar untuk mengajak suaminya sarapan pagi ini.“Mas, kamu belum sarapan, kan? Kita sarapan dulu, yuk!” ajak Sarah kepada suaminya yang saat itu tengah mengenakan dasi.“Baju ini kamu yang menyiapkannya?” tanya Aderson kepada Sarah.Sarah mendekat dengan nada merayu. “Iya dong, Mas. Aku ini kan istri kamu. Sini aku bantu betulkan dasi kamu yang miring.”Setelah itu, mereka pun kemudian turun ke lantai bawah untuk sarapan. “Pagi ini aku lihat dia masak ayam goreng. Kayaknya enak, ya, Mas."“Iya.”Sampai di ruang makan, semuanya menempati kursi mereka masing-masing, kecuali Camelina yang kemudian melangkah pergi dari sana. Tetapi Frederick memanggilnya.“Camelina duduklah! Kamu juga sudah menjadi bagian dari keluarga ini!”Sontak saja Camelina langsung menghentikan langkah kakinya dan berbalik ke arah meja makan. Ia memandangi semuanya yang ada di sana, terutama raut muka Sarah. Namun anehnya, Sarah sama sekali tidak menampakkan raut muka kesal sama sekali.Lantas, Came

    Last Updated : 2024-11-28
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 13 Seperti Ada Ikatan

    “Sarah ...!” seru Berliana.Sarah yang sudah mengangkat tangannya itu refleks menurunkan tangannya kembali dengan mata membelalak syok dengan kehadiran Ibu mertuanya yang mendadak ada di sana.“Ma? Ngapain Mama di sini?”“Kamu kan mau ajak Mama ke cafe.”“Aku ajaknya 'kan nanti siang, Ma ....”“Jangan siang-siang banget, ini kan musim hujan juga.”Sarah menghampiri Berliana. ”Ya sudah, deh, Ma. Tapi kita kan baru selesai sarapan juga.”“Mama bosan, Nak. Kita jalan-jalan ke mall sebentar saja, ya!”Senyum palsu Sarah seketika memudar begitu mendengar ajakan tersebut, karena ia tahu bagaimana Berliana jika sudah berada di tempat perbelanjaan. “Kenapa dia malah minta lebih? Kalau begini, uang bulananku bisa tekor. Ya sudahlah, yang penting rencanaku berjalan mulus,” batin Sarah dalam heningnya.Sementara itu, Camelina yang sudah kembali sendiri tanpa ada seseorang yang mengganggunya pun membuatnya merasa tenang. Ia menghela nafas lega, lalu terdiam sejenak dengan tangan penuh busa sab

    Last Updated : 2024-11-28
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 14 Siapa Wanita Aneh Itu?

    Sekalipun kesal, Sarah berusaha menahan dirinya untuk tampak senang demi tujuannya tersebut.“Terima kasih ya, Nak, kamu memang menantuku yang baik,” ucap Berliana sambil tersenyum.Sarah hanya tersenyum. “Oh ya, ada yang mau aku bicarakan. Bisa kita bicara sekarang saja?” tanya Sarah dengan wajah serius.“Boleh. Kalu begitu sekarang saja. Memangnya soal apa yang mau kamu bicarakan itu?”Mereka pun akhirnya membicarakan ajakan Sarah sebelumnya. Wanita itu terus berusaha merayu Berliana – Ibu mertuanya agar setuju jika dirinya mengenalkan Camelina kepada seseorang.“Lagi pula, pernikahan antara Mas Erson dan Camelina itu hanya berjalan sampai melahirkan bayi, kan? Setelah itu akan kembali seperti semula, keduanya tidak akan dekat atau berhubungan lagi. Menurut aku itu suatu hal yang bagus!”“Untuk masalah itu nanti lebih baik dipikirkan lagi. Menurut Mama, kalau Camelina sudah mendapatkan pasangan, lalu siapa yang akan menyusui cucuku nanti? Tidak mungkin kamu juga, kan? Tunggulah s

    Last Updated : 2024-11-28
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 15 Tanda Kecil

    Pernikahan terus berjalan, sekalipun keterpaksaan terus terlibat dalam benaknya yang tidak bisa terus diabaikan. Namun pagi ini, ia merasakan sesuatu yang teramat sangat tidak nyaman pada tenggorokan hingga mulutnya.Mual. Ia terus bolak-balik kamar mandi sampai nafsu makannya seakan hilang seketika. Padahal saat itu ia baru akan menyiapkan sarapan pagi untuk sekeluarga.”Kamu kenapa?” tanya Aderson ketika melihat Camelina yang terus muntah.Camelina menoleh, lalu menyahutnya dengan nada lirih. ”Tidak tahu, Tuan. Sejak tadi saya merasa mual dan tidak nyaman.”“Pagi ini kamu sudah makan?” tanya Aderson.Camelina menggelengkan kepala. “Belum. Saya juga belum memasak apa-apa.”Aderson melihat meja makan yang masih kosong, sejak tadi belum mencium aroma masakan apapun.Bersamaan dengan itu, semuanya memasuki area ruang makan. Mereka kaget sekaligus heran karena baru pagi ini saja meja kosong.“Lho, mana sarapannya? Camelina, kenapa kamu belum memasak?”Alih-alih menjawab pertanyaan itu

    Last Updated : 2024-11-29

Latest chapter

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 62 Sedikit Dicurigai

    "Mana mungkin buang air selama ini!" sergah Sarah, tidak setuju dengan pendapat Tio. Camelina fokus makan pesanan sebelumnya yang memang sudah ada di meja makan. Ia tak mendengar segala keresahan Sarah karena dirinya berpikir bahwa itu bukan urusannya. "Kalau dia tahu aku bersama Mas Aderson, dia past akan sangat murka, aku yakin itu," batin Camelina. Ia menghentikan kunyahannya sejenak dan terbuai pada pikirannya selama beberapa detik lamanya.Baru saja Camelina selesai mengatakan demikian dalam hatinya, Aderson kembali ke meja itu. Ia berdiri di depan Sarah sambil berkata, "Makannya sudah selesai, 'kan? Aku antar kamu pulang!" ungkapnya.Tanpa sedikitpun melirik ke arah Camelina, bahkan saat Camelina melirik ke arah suaminya. Aderson pergi begitu saja, Sarah yang melihatnya berjalan lebih dulu, membuat ia bergegas menyusul."Kenapa cepat-cepat pulang?" tanya Sarah. "Aku harus ke kantor. Kalau kamu masih mau disini, berarti kamu pulang sendiri."Aderson tidak pedulikan apapun, ia

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 61 Berpendirian Teguh atau Keras Kepala

    "Kenapa kamu memilih pekerjaan dibanding uang?" Aderson masih tidak paham dengan pola pikir wanita yang ada di hadapannya. Wanita aneh yang sangat sulit didekati dan tak bisa ditebak sama sekali."Kalau tidak mau memberikannya tidak masalah. Tapi ..., saya tidak menyangka kalau hal sesederhana itu saja ternyata tidak mampu diberikan."Kalimat yang terlontar keluar dari mulut Camelina saat itu membuat Aderson merasa tertantang untuk membuktikan bahwa dirinya tidak seperti yang Camelina katakan.Aderson ingin membuktikan bahwa perkataan Camelina sangat keliru. "Kamu sedang hamil. Nanti bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan janin itu? Apa kamu sanggup mempertanggungjawabkan semuanya?" balas Aderson.Camelina terdiam sejenak, lalu setelah itu kembali bicara. "Kehamilan dan pekerjaan tidak bisa disangkut pautkan! Tidak ada hubungannya sama sekali!"Tekad yang kuat membuat Camelina tampak keras kepala di kata Aderson. Tetapi, karena hal itu pula suaminya kewalahan dan tak mampu membuat C

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 60 Walau Beda Tipis, Tapi Berbeda

    "Kamu kenapa, Melina? Apa kamu lapar?" tanya Tio. Ia menepuk bahu Camelina, hingga terbangun dari lamunannya. Sadar bahwa air matanya sempat keluar, ia menyekanya segera. Namun, Tio yang sudah memperhatikan Camelina diam sejak tadi melihat sendiri matanya yang basah dan bekas air mata mengalir. Camelina tidak menyadari keberadaan Tio karena terlalu hanyut dalam pikiran yang terus dihantui oleh kesedihan. "Yuk, kita sarapan dulu!" ajaknya. Camelina memang merasa lapar. Ia tidak menolak. Ketika Tio bangkit dari duduknya, Camelina juga ikut berdiri. "Di bawah ada makanan yang enak. Kita sarapan di sana saja!" "Iya," sahut Camelina dengan lirih. Ia terus menyeka bekas air mata yang sempat terjun ke pipi itu. Tio membantunya menyeka air matanya. Mereka menaiki lift. Di sana pun Camelina hanya diam. Tidak banyak bicara dan sesekali meng'iya'kan tawaran yang dilontarkan Tio kepadanya. Sementara Aderson, ia yang sudah berada di sebuah cafe di bawah. Dirinya duduk menyantap

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 59 Cahaya Yang Seakan Hilang

    [Kamu di mana, Mel? Tadi malam aku ke rumah, tapi tidak ada.] Pertanyaan singkat dalam sebuah pesan yang baru Camelina buka saat itu.Saat hendak mengetik, Aderson melirik ke arah ponsel Camelina. Tetapi, Camelina menjauh dan mengetik tanpa diketahui sang suami mengenai apa yang diketiknya pada pesan tersebut.[Aku sekarang ada di rumah sakit hampera. Hah, kamu ke rumah? Serius?]Pesan itu pun dikirimnya. Baru beberapa detik terkirim, balasan pesan pun datang lagi hingga suara notifikasi pesan kembali terdengar di telinga, baik itu Camelina maupun Aderson -- suaminya.[Iya. Harusnya kamu bilang ke aku kalau kamu lagi di rumah sakit. Sekarang aku kesana, tunggu, ya!]Tio saat itu mengira bahwa Camelina yang sakit, sehingga tidak bertanya yang lainnya lagi. Ia pergi membeli buah-buahan untuk Camelina."Dia sakit apa, ya?" gumam Tio dalam diamnya.Setelah tahu bahwa Tio akan datang ke sana, Camelina memasukkan kembali ponselnya. Ia mencari toilet terdekat karena belum mencuci muka, s

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 58 Jangan Memberikanku Harapan

    "Mas, mau sarapan sama apa, biar aku yang siapkan?" tanya Sarah. Ia coba berbaik hati setelah tadi mengomeli suaminya.Namun, Aderson yang fokus mengancingkan bajunya dan merasa sudah siang, tidak mempedulikan lagi sarapan di rumah."Aku sarapan di luar saja. Sekalian mau ke rumah sakit sebentar. Kamu mau ikut jenguk Mama?" "Ikut, Mas. Aku sudah rapih."Sarah memperhatikan suaminya yang tengah sibuk dengan dirinya sendiri. "Aku memang tidak ada niat memasak juga. Malah, gara-gara wanita itu tidak ada disini, aku juga harus sarapan di luar," batin Sarah dalam diamnya.Setelah siap, Sarah memegang lengan Aderson. Ia berjalan mengikuti suaminya. "Mas, kamu kenapa tidak bilang dari awal kalau Mama dan Papa kena musibah. Oh iya, tadi .... Untuk tadi aku minta maaf karena langsung menginterogasi kamu dengan pertanyaan."Aderson menoleh. "Lain kali tanya dulu sebelum curiga."Sarah kemudian teringat pada Camelina yang belum pulang sampai pagi ini. "Mas, Camelina di rumah sakit juga?""Iya.

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 57 Tidak Bisa Dipercaya

    Malam dingin tak dapat dihentikan. Kali ini, Camelina tidak menolak apapun yang ditawarkan Aderson kepadanya. Seperti jas yang bisa menghangatkan tubuhnya."Aku tidak bisa tidur nyenyak," gumamnya.Camelina membuka matanya setelah beberapa saat mencoba memejamkan matanya agar bisa istirahat dari penatnya kegiatan."Tidurlah nanti di rumah," kata Aderson. "Saya juga akan pulang dahulu."Refleks Camelina menoleh. "Lalu, yang menunggui mereka siapa?" tanya Camelina.Aderson terdiam sejenak. Hari ini adalah hari dimana dirinya akan sangat sibuk. Banyak pekerjaan yang harus ia urus dan ....Pria itu memeriksa ponselnya sejenak. Ia baru ingat bahwa terlalu fokus dengan orang tuanya, hingga melupakan ponselnya yang mungkin saja ada pesan atau telepon yang tak sengaja ia abaikan."Sebentar ...."Aderson membuka pesannya. Ia melihat ada beberapa pesan yang menumpuk dan sekitar lima panggilan yang tak terjawab dari Sarah.Setelah membaca pesan sebentar, ia berdiri dan kemudian bergegas pergi.

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 56 Paksaan Kecil

    Jas itu dikembalikan pada Aderson yang tengah duduk dengan mata terpejam dan kedua tangan terlipat di dada. Ketika Camelina kembali pada posisi duduk sebelumnya, Aderson membuka salah satu matanya perlahan. Bibirnya menyungging. Ia tahu bahwa Camelina yang menaruhnya, karena sebetulnya tidak sungguhan tidur. Ia hanya tidak tahu bagaimana bersikap ketika Camelina bangun, dirinya juga merasa gengsi untuk mengatakan bahwa ia yang menaruh jas miliknya di tubuh Camelina."Kamu belum makan, makanlah!" ujar Aderson seraya menyodorkan plastik yang berisi kotak makanan kepada Camelina. Sontak, Camelina menoleh kebingungan. "Aku pikir dia tidur. Apa tadi dia pura-pura dan tahu kalau aku menaruh jas itu padanya?" batin Camelina dengan mulut sedikit terbuka."Apa ini?" tanya Camelina. Kantong plastik itu berwarna putih, ia tidak tahu apa lagi yang dibawa Aderson dan diberikan padanya. "Tidak perlu repot-repot."Aderson merasa Camelina menolak pemberiannya secara halus. Tetapi, ia tidak menyer

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 55 Diam-diam Perhatian Tapi Terhalang Gengsi

    "Nak, Mama mau bertemu sama Papa kamu," pinta Berliana yang baru tersadar bahwa ia tengah berada di rumah sakit dan sejak kejadian yang terbayang di kepala itu; ia belum melihatnya lagi."Iya, Ma. Papa ada di sebelah Mama," kata Aderson.Sekalian, Aderson juga belum menemui Ayahnya. Ia memilih untuk menemui Ibunya terlebih dahulu.Aderson menoleh ke arah Camelina, Camelina paham betul. Camelina melihat kesana kemari seperti tengah mencari keberadaan sesuatu."Mas, tapi tidak ada kursi roda di sini," ungkap Camelina setelah memastikan keadaan di ruangan itu.Sampai perawat datang ke ruangan itu ....Sontak saja, Aderson pun bertanya kepada perawat yang datang itu. "Boleh saya pinjam kursi rodanya, Sus?" "Untuk saat ini, pasien belum boleh turun dari ranjang. Masih perlu waktu dua minggu sampai keadaannya sedikit membaik.""Baiklah. Terima kasih, Sus."Perawat itu menaruh makanan dengan obat yang harus diminum malam ini di nakas pasien. "Makan dulu, lalu minum obatnya. Nanti yang bole

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 154 Jadilah Baik Walau Pernah Dijahati

    "Kamu mau apa ke sini?" tanya Sarah, kebingungan.Bagaimana tidak bingung, ini sudah malam dan dirinya merasa bahwa keluarga itu tidak ada urusan apapun dengan Tio. Ditambah lagi, biasanya Tio tidak pernah datang larut malam seperti itu. Hanya kali ini saja ia melihatnya."Kalau kamu cari wanita itu, kamu kembali besok lagi saja. Malam ini tidak ada."BRAK!Sarah menutup pintu itu kembali karena merasa tidak ada sesuatu hal yang penting. Akan tetapi, begitu membalikkan badan, Sarah terdiam sejenak. "Benar juga," gumamnya. Ia berbalik kembali ke pintu.Krieett! Pintu itu dibukanya kembali."Oh ya, mau apa?" tanya Sarah. "Besok saja. Tidak jadi."Setelah mendengar pernyataan Sarah sebelumnya, Tio memilih pulang saja karena menurutnya tidak ada gunanya ia membicarakan tujuannya dengan Sarah. Sebab, niatnya adalah ingin bertemu sekaligus membicarakannya dengan Camelina langsung."Tapi .... Camelina pergi ke mana?" tanya Tio, sebelum meninggalkan rumah itu."Tidak tahu. Memangnya aku Mam

DMCA.com Protection Status