Home / Rumah Tangga / Istri Kedua Tuan Presdir / Bab 3 Lenyapnya Kesucian

Share

Bab 3 Lenyapnya Kesucian

Author: Clavita SA
last update Last Updated: 2024-09-30 12:45:49

Dari tadi, ia terus mendengar Berliana yang tidak menyerah merayunya demi kepentingan dirinya sendiri, sedangkan dirinya hanya diam. Kini giliran Camelina yang dirasa perlu mengutarakan ketidaknyamanan mengenai situasi yang dirasakannya.

“Ma, kalau tujuannya untuk memiliki anak dan merasa malu mengakui menantu seperti saya yang  hanya orang miskin, kenapa tidak menikahkan Mas Aderson dengan wanita yang setara?” tanya Camelina dengan pandangan intens ke arah mertuanya.

Berliana tersenyum. “Hal semacam itu tidak penting untuk dibahas. Yang terpenting kita bisa mendapat keuntungan masing-masing. Kamu terbebas dari hukuman itu dan saya bisa memiliki cucu.”

Lagi-lagi, Camelina merasa menyesal dengan bibirnya yang sudah ia gunakan untuk bertanya pada orang yang sudah jelas-jelas pasti akan menyudutkan dirinya. Meskipun  begitu dan apapun alasannya, tetap  saja ia tidak bisa menolak.

“Baiklah, kalau memang itu mau Mama.” Camelina beranjak dari duduknya. Ia melangkah keluar dari kamarnya. Sedangkan Berliana menatap punggung Camelina dengan senyum licik yang terbingkai busuk dibibirnya, raut mukanya seolah mengatakan `Inilah alasan aku memilih dirimu. Kamu lemah dan mudah diperdaya.`

“Santai saja kamu  jalannya, biar Mama antar kamu ke sana!” kata Berliana.

Camelina tidak terlalu mendengarkan, ia berjalan terus sampai dirinya berada di depan kamar tujuannya, tetapi ia harus berhadapan dengan Sarah yang hendak keluar dari kamar itu. Sarah menoleh dengan pandangan mata tajam ke arah Camelina sembari berbisik, “Percepatlah.”

Tidak mau jika Sarah mengganggu rencananya malam ini, Berliana pun sontak  menarik  tangan menantu pertamanya, sedangkan tangan yang satunya lagi ia gunakan untuk menutup pintu kamar. “Kamu ngapain masih di sini? Ini `kan malam pertamanya suami kamu dengan istri barunya!” gerundel Berliana. “Kalau kamu terus di sampingnya, nanti dia gak hamil-hamil!” tambahnya.

Apapun yang mereka bicarakan, Camelina tidak pedulikan hal itu sama sekali. Ia hanya terus melangkah mendekati ranjang dengan pandangan mengedar ke seluruh sudut ruangan kamar itu.  “Kenapa orangnya tidak ada?” gumamnya. Saat itu, ia memang tidak melihat keberadaan Aderson sama sekali.

Akan tetapi, ada sudut ruangan lain yang tak ia lihat, itu adalah walk in closet dan kamar mandi. Entah di mana keberadaan Aderson saat itu, Camelina tidak bisa menebaknya.

Ketika Camelina tengah mencoba menebak keberadaan Aderson, ia dikagetkan dengan keberadaan suaminya yang mendadak ada di belakang dan melempar satu set lingerie. “Pakai itu malam ini!” pintanya dengan nada dingin.

Camelina pun membalikkan badan ke arah Aderson hingga seluruh tubuh menegang. Raut mukanya tampak  gugup, ia menelan ludah dengan mata terbuka lebar. “Tuan?” lirihnya.

“Bagaimana kalau jangan malam ini, tunggu sampai saya siap dulu?” Camelina mencoba memberikan penawaran kepada Aderson.

Selama ini ia hanya melihat tubuh Aderson dibalik kemeja atau bahkan kaos tipis, kini ia dapat melihatnya dengan jelas setiap bulu halus di dada dan tangan dengan tubuh berotot yang tampak sekali kuat. Bahkan, ia sampai kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan ketidakmampuan  dirinya jika harus ditindih oleh pria kuat sepertinya.

“Ambil! Ganti bajumu yang lusuh itu!” desaknya.

Sebab tak diberikan kesempatan untuk bernafas lega, pakaian yang tergeletak di atas ranjang itu segera ia ambil. Camelina membeberkan satu set lingerie yang berwarna merah menyala dan kemudian Camelina langsung pergi menuju kamar mandi untuk berganti baju. Sekaligus, ia pergi untuk menghindar dari pria itu selama beberapa saat. Setidaknya ... sampai dapat bernafas dengan tenang. “Orang kaya yang semena-mena begitu harus merasakan kemiskinan,” keluh Camelina, mengutuk pelan.

Sampai di kamar mandi pun Camelina masih tampak tidak yakin dengan tubuhnya yang harus berbalut lingerie, tetapi lamunannya tidak bertahan lama, kemudian pandangannya kembali pada sehelai lingerie yang masih di genggaman tangan. “Apa aku harus memakai baju seperti ini?” gumamnya. Ia membuang muka dari lingerie itu. “Semesum  itukah otaknya, sampai aku harus pakai baju seperti ini?”

Ditambah lagi,  kini di hadapan  Aderson pun tidak tahu bagaimana dirinya harus bersikap. Tak pernah sekalipun ia membayangkan menjadi istri Aderson seperti sekarang  ini. Baginya  keadaan  ini  menjadi  semakin  canggung.

Setelah memandangi dirinya di depan cermin, Camelina kembali ke hadapan  suaminya dengan 1 set lingerie. Melihat bahwa Camelina sudah kembali dengan pakaian seksi yang disediakannya khusus untuk malam ini, Aderson yang sudah berada di tempat tidur dengan tubuh miring mengarah pada Camelina itu membuat ia tidak bisa memalingkan wajahnnya ke arah lain. Aura pembantu seolah langsung berubah menjadi Nona  cantik,  keindahan tubuhnya kian terpancar di hadapan Aderson.

“Cukup lumayan!” ucap Aderson dengan nada dingin. Sekalipun keindahan Camelina tercetak jelas di mata, tetapi anggapannya terhadap wanita itu tidak berubah. Ia masih  menganggap Camelina sebagai wanita rendahan yang harus memenuhi janjinya.

Tubuh mulus Camelina membuat Aderson tak mampu berpaling, meskipun sikapnya masih menunjukkan keangkuhan. Sedangkan Camelina, ia merasa malu untuk berjalan lebih dekat ke hadapan Aderson. Sebab, baru pertama kalinya  ia mengenakan baju seksi sampai belahan dadanya kelihatan jelas.

“Kenapa harus dengan pakaian seperti  ini? Bukankah tujuan Tuan adalah untuk menanam bibit bayi itu di  rahim saya?” tantang Camelina.

Hal itu  membuat  Aderson melangkah ke arah Camelina. Perlahan dan pasti, Aderson terus mendekat ke arah wanita yang kini sudah menjadi istrinya itu. Tali piyama di pinggangnya dilepas perlahan, hingga memperlihatkan jelas dada bidang dan perutnya yang tampak berotot. “Karena saya langsung kehilangan gairah saat melihatmu dengan pakaian lusuh tadi!” jelasnya.

Raut muka Camelina yang mendengar perkataan itu langsung tegang. Bibirnya tampak gemetar, jantungnya berdetak sangat kencang, terlebih lagi kini Aderson memandanginya dari jarak yang sangat dekat. Bahkan menjadi sangat ... sangat ... dekat.

Sedih, sakit, perih tapi tak berdarah. Semuanya terasa menyakitkan bagai diremukkan dengan mesin penggiling. Perasaan buruk menyatu padu menjadi satu. Harapan untuk bisa terbangun dalam mimpi buruk menjadi sebuah ketidakmungkinan bagi Camelina. Sebab, terpaan kesedihan, keterikatan yang membelenggunya semakin sulit untuk lepas. Dalam rapuhnya, ia hanya berharap bahwa ia mendapatkan kebebasan yang membahagiakan.

“Jujur, saya tidak menginginkan pernikahan ini.”

“Saya juga tidak mengharapkan. Tapi tindakan burukmu itu yang menjebak dirimu sendiri!” timpal Aderson. . “Lagipula, kita bisa segera bercerai setelah kamu melahirkan  anak.”

DEG!

Camelina langsung terdiam kala mendengarnya karena mulai menyadari bahwa telah cukup lama pernikahan Aderson dan Sarah tak kunjung dikaruniai seorang anak. Tentu saja Aderson menikahinya hanya untuk  memanfaatkan rahim yang ia miliki. Apa itu artinya aku seperti meminjamkan rahimku  sendiri?

Lalu, ia termenung memikirkan tanda tangan dalam sebuah berkas yang belum sempat dibaca sama sekali. Bersamaan dengan kesedihan yang dialaminya, ia tidak terpikirkan sedikitpun untuk membaca isi setiap kalimat yang ada di dalamnya.

“Apa aku ini dianggap seperti boneka yang diambil ketika sedang dibutuhkan saja?” batinnya.

Ia memegang perutnya – membayangkan perutnya akan membesar, tetapi setelah lahir, bayi yang dikandungnya malah akan diakui  anak orang lain.

“Kalau tujuan Tuan menikahi saya hanya demi mendapatkan seorang anak, lantas bagaimana jika ternyata saya tidak bisa memberikannya?” tanya Camelina dalam posisi keduanya masih saling  berhadapan lekat dan kedua pergelangan tangannya dipegang erat Aderson.

“Maka kita akan terus melakukannya sampai bayi yang saya dambakan selama ini lahir dengan baik ke dunia ini!” jawab Aderson dengan tatapan mata dingin.

                                                                 

Camelina menatap pria yang ada di hadapannya dengan mata berkaca-kaca, tampak jelas aura kesedihan di sudut matanya. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak menangis, ada rasa sesak dalam dada ketika tidak bisa melampiaskan apa yang  ia rasa. Saat baginya hidup seolah tidak ada artinya lagi.

“Lepaskan tangan saya sekarang!” geram Camelina. Ia berontak karena tubuh Aderson yang bidang dan kuat membuatnya agak kesulitan bernafas, ditambah lagi pergelangan tangannya pun terasa sakit.

“Tidak akan saya lepaskan sebelum benih itu  masuk ke rahimmu!”

Dalam situasi seperti itu, ia hanya bisa pasrah tanpa mampu berbuat apa-apa. “Baiklah, lakukan dengan cepat, Tuan.” Ingin segera ia akhiri malam bersama Aderson, walau di malam berikutnya ia harus siap melayani pria  itu kembali.

Tanpa menyahut, secara perlahan Aderson  melepas sedikit demi  sedikit pakaian Camelina. Aroma lavender pada tubuh wanita itu semakin  memikat. Ia mulai menggagahi tubuh istri barunya dengan bangga.

Ia memejamkan kuat-kuat – menahan rasa sakit pada bagian miliknya yang terus menerus dihantam berkali-kali, setiap hentakannya sangat terasa perih. Mimik wajah Camelina yang tampak kesakitan malah membuat Aderson bersemangat memberi hentakan yang lebih kuat.

Related chapters

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 4 Saya Juga Istrinya

    Malam ini menjadi malam yang mencekam. Hati yang dingin dengan suasana panas. Tubuhnya terhimpit kuat oleh pria yang kini bersamanya – ia menggagahinya malam ini.Deru nafas Aderson kian terdengar jelas di telinga. Tak bisa menampik, tampak dari wajah pria itu seolah menikmati malam ini. “Bibir bawah milikmu masih tampak perawan, aku sampai kesulitan,” bisik Aderson di telinga Camelina. Ia melontarkan seringai miring di bibirnya.`Ugh, sungguh... rasanya ingin muntah!`Namun, saat itu Camelina hanya terdiam jijik kala mendengar kalimat kotor yang terlontar keluar dari mulut pria yang kini harus ia akui paksa sebagai suaminya, walau ia sendiri tidak tahu entah sampai kapan ia diam menahan sakit batin dan raganya. Hatinya pun belum bisa seutuhnya menerima bahwa Aderson kini adalah suaminya."Hentikan cengkeraman tanganmu itu dariku, ini sungguh menyakitkan!" racau Camelina seraya menggertakkan giginya kuat-kuat. Ia sudah tidak bisa lagi diam dalam kesakitan."Kamu akan kulepaskan set

    Last Updated : 2024-10-07
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 5 Sungguh Menyayat Hati

    Beberapa wanita memasuki ruangan khusus yang telah disediakan dengan berbagai macam sajian yang terdapat di meja tamu. Tentu di tempat itu seperti biasa mereka saling memamerkan diri, saling menyanjung satu sama lain dengan segala kepalsuan yang terlontar keluar dari mulut manis mereka, bahkan terkadang membicarakan rumor yang beredar.Tetapi begitu Camelina memasuki ruangan itu dengan membawa buah semangka di piring lonjong yang telah dipotong-potong kecil berbentuk segitiga, suasana mendadak hening. Ini sungguh aneh bagi Berliana sekaligus Camelina itu sendiri, karena tidak biasanya teman-teman arisan Berliana begini. Pandangan mereka langsung terfokus pada penampilan Camelina saat itu. Lalu, tampak sedikit berbisik satu sama lain.”Hei, kalian lihat wanita itu? Apa kamu tidak salah informasi mengenainya?””Tidak. Selama ini aku tidak pernah salah kan dalam menyampaikan gosip terbaru.”Mereka yang menunjukkan jelas dengan saling berbisik satu sama lain membuat Camelina tidak nyaman

    Last Updated : 2024-10-22
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 6 Kepedihan Tak Berbentuk

    “Dengarkan aku baik-baik. Mulai sekarang, apapun yang terjadi tetap sembunyikan kebenaran itu. Apalagi kalau suatu saat nanti sudah hamil besar, kau jangan berani keluar menunjukkan dirimu kepada siapapun!” bisik Berliana seraya menggertakkan gigi.“Mohon maaf, Nyonya. Tapi bukankah pernikahan ini terjadi juga atas persetujuan darimu?”Bukan maksud Camelina untuk membantah. Hanya saja ia tidak bisa terus diinjak atau bahkan dimanfaatkan. Baginya, sesekali perlu mengatakan pernyataan yang ia yakini. Wanita miskin seperti dirinya pun juga manusia yang ingin dhargai.“Memang benar. Tapi kamu sendiri juga tahu kalau derajat kita ini sungguh sangat berbeda. Aku harap kamu paham maksudku.”Camelina tersenyum pahit seraya menahan sesak dalam dada. Namun ia tidak bisa membenarkan apa yang ia yakini dan Berliana yakini. Pilihannya saat ini adalah mengikuti alur yang ada.“Baiklah kalau memang itu maumu.”Tidak mau banyak terlibat dalam pembicaraan lain yang menurutnya hanya membuat sakit hat

    Last Updated : 2024-10-23
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 7 Salah Paham

    Malam tiba, saat ia hanyut dalam lamunannya. Namun itu tak bertahan lama, sebab berisik pintu dibuka dari arah luar membuatnya seketika tersentak, lalu menoleh dengan wajah datar. Raut mukanya seolah menyimpan sedikit tanya. `Siapa itu?` pikirnya, menelan ludah tegang.“Kamu ikut saya sekarang!” ajak Aderson, memasang wajah dingin.Camelina sudah tidak aneh lagi dengan ajakan itu. `Apa malam itu belum cukup menyiksaku sampai badanku sakit semua?` batinnya menerka sembari menghela nafas. Begitu Aderson ada di dekatnya, ia langsung bertanya, “Sampai kapan kita akan melakukan itu?” tanya Camelina.Sudah kedua kalinya Aderson mendapat pertanyaan yang serupa dari Camelina dan ia pun ingat pernah menjawabnya, menurutnya kali ini tidak perlu ia jawab lagi.“Gak usah banyak tanya!” jawab Aderson dengan ketus.`Padahal aku cuma tanya, kenapa jawabannya harus seketus itu? Memangnya pertanyaanku tadi itu salah?” umpatnya, pelan.Walaupun tampak tidak peduli, rupanya Aderson mendengarkan setia

    Last Updated : 2024-11-24
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 8 Masih Rahasia

    Langkah kaki yang nyaris ambruk membuat Aderson antusias langsung menahan tubuh seorang pria tinggi dengan sedikit uban di bagian pinggir kepalanya. Pria itu menjatuhkan tentengan tas kecilnya dan berdalih memegang dadanya yang tampak menahan sesak. Orang-orang memanggilnya Fredy, walau nama sebenarnya adalah Frederick.“Ayo, Pa, biar aku bantu!” ujarnya dengan antusias.Uhuk, Uhuk!Berliana yang saat itu tak sengaja melihat ke arah luar karena ada suara orang batuk, yang setelah diperhatikan ternyata itu suaminya, membuat ia antusias menghampiri. “Papa kamu kenapa, Son?”Selama ini Frederick – suami Berliana selalu menyembunyikan penyakitnya, ia tak pernah mengatakan apapun pada keluarganya. Ia melakukan aktivitas seperti biasa, tanpa memperlihatkan sedikitpun mengenai gangguan kesehatan yang dialaminya.“Pa, darah.” Sedikit darah yang ada di telapak tangan Frederick membuat Aderson langsung cepat-cepat membawanya ke kamar. Ia memapah Ayahnya tanpa menggubris pertanyaan yang dilonta

    Last Updated : 2024-11-25
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 9 Ketika Istri Kedua Lebih Utama

    Malam ini, di dalam kamar, Camelina termenung. Ia belum pergi keluar dari kamar mertuanya itu karena pikirnya bahwa ia pasti akan diperlukan untuk merawat Frederick. Saat itu Aderson dan Sarah sudah keluar dari kamar itu. Kini, hanya tinggal Camelina, Berliana dan Frederick.“Apa tujuannya sekarang? Kenapa mendadak baik dan membelaku?" pikiran itu terus berkecamuk dalam kepala. Berliana menarik sedikit tangan Camelina untuk berbicara. Saat ini, Berliana merasa belum saatnya untuk menceritakan apa yang telah terjadi di rumah ini. Sebab, ia tidak mau membebani pikiran suaminya yang terbaring sakit."Ikut aku sebentar!" ucap Berliana dengan suara pelan. Ia menarik tangan menantunya yang ada di sana.“Beruntung kamu punya suami seperti putraku. Tapi jangan besar kepala dulu, tetap saja aku tidak akan membebaskan hutangmu itu padaku. Sampai kapanpun, selama bukan kamu yang menggantinya langsung dengan uangmu sendiri, kesalahan yang belum tertebus itu masih akan aku anggap utang!” ucap B

    Last Updated : 2024-11-27
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 10 Mencari-cari

    “Aku harus mencarinya. Di mana dia sekarang?” gumamnya seraya melangkah lebih cepat.Camelina berjalan keluar dari rumah itu pagi-pagi sekali. Sarah yang melihat hal itu menyimpan pertanyaan singkat dalam benaknya. “Kenapa dia berjalan keluar terburu-buru begitu? Ada apa dengannya?” gumam Sarah seraya mengernyitkan dahi. Ia berjalan keluar rumah untuk mengikuti, tetapi Berliana datang dan memanggilnya. Hal itu membuat dirinya kehilangan jejak Camelina.Camelina memang sengaja berjalan begitu cepat. Ia tidak mau jika ada banyak orang yang bertanya ke mana dirinya melangkah pergi.“Bisa luangkan waktu sebentar?” tanya Camelina. Ia berdiri di depan sebuah pavilliun ketika melihat Firhan – Ajudan pribadi Aderson yang baru keluar dari sana dengan pakaian rapi.“Ada apa datang kemari?””Mengenai kontrak yang ditandatangani waktu itu, bolehkan aku melihatnya lagi?” tanya Camelina.Firhan malah terdiam sejenak dan memperhatikan raut muka Camelina yang tampak sangat penasaran dan ingin

    Last Updated : 2024-11-27
  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 11 Jebakan Wanita Licik

    “Ada apa, Ma?” tanya Camelina kepada Berliana yang tampak tengah menunggu dirinya. Berliana berbalik ke arah suara itu berasal. ”Kamu ini pergi ke mana saja? Bukannya menyiapkan sarapan malah tidak ada.” “Segera, Ma. Saya akan segera menyiapkan semuanya.” Camelina tidak menunggu apapun lagi, ia pun kemudian berlari kecil menuju dapur dan langsung memasak untuk memasak sarapan pagi ini. Sesaat setelah Camelina melangkah pergi, Sarah pun kemudian berjalan menghampiri yang saat itu masih dalam keadaan berdiri di tempat yang sama. “Ma, sabar ya .... Dia itu memang sangat tidak berguna. Oh ya, ada yang mau aku bicarakan sama Mama.” “Soal apa?” “Bagaimana kalau nanti agak siangan aku ajak Mama ke cafe, biar aku yang traktir?” Sarah sengaja melakukan hal itu demi bisa mengambil hati Berliana yang mana baginya mertuanya tidak boleh sampai merasa bersimpati kepada Camelina. “Boleh, deh, kebetulan Mama sedang tidak ada jadwal dengan siapapun.” Perlahan-lahan, Sarah yang diotaknya hanya

    Last Updated : 2024-11-27

Latest chapter

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 62 Sedikit Dicurigai

    "Mana mungkin buang air selama ini!" sergah Sarah, tidak setuju dengan pendapat Tio. Camelina fokus makan pesanan sebelumnya yang memang sudah ada di meja makan. Ia tak mendengar segala keresahan Sarah karena dirinya berpikir bahwa itu bukan urusannya. "Kalau dia tahu aku bersama Mas Aderson, dia past akan sangat murka, aku yakin itu," batin Camelina. Ia menghentikan kunyahannya sejenak dan terbuai pada pikirannya selama beberapa detik lamanya.Baru saja Camelina selesai mengatakan demikian dalam hatinya, Aderson kembali ke meja itu. Ia berdiri di depan Sarah sambil berkata, "Makannya sudah selesai, 'kan? Aku antar kamu pulang!" ungkapnya.Tanpa sedikitpun melirik ke arah Camelina, bahkan saat Camelina melirik ke arah suaminya. Aderson pergi begitu saja, Sarah yang melihatnya berjalan lebih dulu, membuat ia bergegas menyusul."Kenapa cepat-cepat pulang?" tanya Sarah. "Aku harus ke kantor. Kalau kamu masih mau disini, berarti kamu pulang sendiri."Aderson tidak pedulikan apapun, ia

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 61 Berpendirian Teguh atau Keras Kepala

    "Kenapa kamu memilih pekerjaan dibanding uang?" Aderson masih tidak paham dengan pola pikir wanita yang ada di hadapannya. Wanita aneh yang sangat sulit didekati dan tak bisa ditebak sama sekali."Kalau tidak mau memberikannya tidak masalah. Tapi ..., saya tidak menyangka kalau hal sesederhana itu saja ternyata tidak mampu diberikan."Kalimat yang terlontar keluar dari mulut Camelina saat itu membuat Aderson merasa tertantang untuk membuktikan bahwa dirinya tidak seperti yang Camelina katakan.Aderson ingin membuktikan bahwa perkataan Camelina sangat keliru. "Kamu sedang hamil. Nanti bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan janin itu? Apa kamu sanggup mempertanggungjawabkan semuanya?" balas Aderson.Camelina terdiam sejenak, lalu setelah itu kembali bicara. "Kehamilan dan pekerjaan tidak bisa disangkut pautkan! Tidak ada hubungannya sama sekali!"Tekad yang kuat membuat Camelina tampak keras kepala di kata Aderson. Tetapi, karena hal itu pula suaminya kewalahan dan tak mampu membuat C

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 60 Walau Beda Tipis, Tapi Berbeda

    "Kamu kenapa, Melina? Apa kamu lapar?" tanya Tio. Ia menepuk bahu Camelina, hingga terbangun dari lamunannya. Sadar bahwa air matanya sempat keluar, ia menyekanya segera. Namun, Tio yang sudah memperhatikan Camelina diam sejak tadi melihat sendiri matanya yang basah dan bekas air mata mengalir. Camelina tidak menyadari keberadaan Tio karena terlalu hanyut dalam pikiran yang terus dihantui oleh kesedihan. "Yuk, kita sarapan dulu!" ajaknya. Camelina memang merasa lapar. Ia tidak menolak. Ketika Tio bangkit dari duduknya, Camelina juga ikut berdiri. "Di bawah ada makanan yang enak. Kita sarapan di sana saja!" "Iya," sahut Camelina dengan lirih. Ia terus menyeka bekas air mata yang sempat terjun ke pipi itu. Tio membantunya menyeka air matanya. Mereka menaiki lift. Di sana pun Camelina hanya diam. Tidak banyak bicara dan sesekali meng'iya'kan tawaran yang dilontarkan Tio kepadanya. Sementara Aderson, ia yang sudah berada di sebuah cafe di bawah. Dirinya duduk menyantap

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 59 Cahaya Yang Seakan Hilang

    [Kamu di mana, Mel? Tadi malam aku ke rumah, tapi tidak ada.] Pertanyaan singkat dalam sebuah pesan yang baru Camelina buka saat itu.Saat hendak mengetik, Aderson melirik ke arah ponsel Camelina. Tetapi, Camelina menjauh dan mengetik tanpa diketahui sang suami mengenai apa yang diketiknya pada pesan tersebut.[Aku sekarang ada di rumah sakit hampera. Hah, kamu ke rumah? Serius?]Pesan itu pun dikirimnya. Baru beberapa detik terkirim, balasan pesan pun datang lagi hingga suara notifikasi pesan kembali terdengar di telinga, baik itu Camelina maupun Aderson -- suaminya.[Iya. Harusnya kamu bilang ke aku kalau kamu lagi di rumah sakit. Sekarang aku kesana, tunggu, ya!]Tio saat itu mengira bahwa Camelina yang sakit, sehingga tidak bertanya yang lainnya lagi. Ia pergi membeli buah-buahan untuk Camelina."Dia sakit apa, ya?" gumam Tio dalam diamnya.Setelah tahu bahwa Tio akan datang ke sana, Camelina memasukkan kembali ponselnya. Ia mencari toilet terdekat karena belum mencuci muka, s

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 58 Jangan Memberikanku Harapan

    "Mas, mau sarapan sama apa, biar aku yang siapkan?" tanya Sarah. Ia coba berbaik hati setelah tadi mengomeli suaminya.Namun, Aderson yang fokus mengancingkan bajunya dan merasa sudah siang, tidak mempedulikan lagi sarapan di rumah."Aku sarapan di luar saja. Sekalian mau ke rumah sakit sebentar. Kamu mau ikut jenguk Mama?" "Ikut, Mas. Aku sudah rapih."Sarah memperhatikan suaminya yang tengah sibuk dengan dirinya sendiri. "Aku memang tidak ada niat memasak juga. Malah, gara-gara wanita itu tidak ada disini, aku juga harus sarapan di luar," batin Sarah dalam diamnya.Setelah siap, Sarah memegang lengan Aderson. Ia berjalan mengikuti suaminya. "Mas, kamu kenapa tidak bilang dari awal kalau Mama dan Papa kena musibah. Oh iya, tadi .... Untuk tadi aku minta maaf karena langsung menginterogasi kamu dengan pertanyaan."Aderson menoleh. "Lain kali tanya dulu sebelum curiga."Sarah kemudian teringat pada Camelina yang belum pulang sampai pagi ini. "Mas, Camelina di rumah sakit juga?""Iya.

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 57 Tidak Bisa Dipercaya

    Malam dingin tak dapat dihentikan. Kali ini, Camelina tidak menolak apapun yang ditawarkan Aderson kepadanya. Seperti jas yang bisa menghangatkan tubuhnya."Aku tidak bisa tidur nyenyak," gumamnya.Camelina membuka matanya setelah beberapa saat mencoba memejamkan matanya agar bisa istirahat dari penatnya kegiatan."Tidurlah nanti di rumah," kata Aderson. "Saya juga akan pulang dahulu."Refleks Camelina menoleh. "Lalu, yang menunggui mereka siapa?" tanya Camelina.Aderson terdiam sejenak. Hari ini adalah hari dimana dirinya akan sangat sibuk. Banyak pekerjaan yang harus ia urus dan ....Pria itu memeriksa ponselnya sejenak. Ia baru ingat bahwa terlalu fokus dengan orang tuanya, hingga melupakan ponselnya yang mungkin saja ada pesan atau telepon yang tak sengaja ia abaikan."Sebentar ...."Aderson membuka pesannya. Ia melihat ada beberapa pesan yang menumpuk dan sekitar lima panggilan yang tak terjawab dari Sarah.Setelah membaca pesan sebentar, ia berdiri dan kemudian bergegas pergi.

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 56 Paksaan Kecil

    Jas itu dikembalikan pada Aderson yang tengah duduk dengan mata terpejam dan kedua tangan terlipat di dada. Ketika Camelina kembali pada posisi duduk sebelumnya, Aderson membuka salah satu matanya perlahan. Bibirnya menyungging. Ia tahu bahwa Camelina yang menaruhnya, karena sebetulnya tidak sungguhan tidur. Ia hanya tidak tahu bagaimana bersikap ketika Camelina bangun, dirinya juga merasa gengsi untuk mengatakan bahwa ia yang menaruh jas miliknya di tubuh Camelina."Kamu belum makan, makanlah!" ujar Aderson seraya menyodorkan plastik yang berisi kotak makanan kepada Camelina. Sontak, Camelina menoleh kebingungan. "Aku pikir dia tidur. Apa tadi dia pura-pura dan tahu kalau aku menaruh jas itu padanya?" batin Camelina dengan mulut sedikit terbuka."Apa ini?" tanya Camelina. Kantong plastik itu berwarna putih, ia tidak tahu apa lagi yang dibawa Aderson dan diberikan padanya. "Tidak perlu repot-repot."Aderson merasa Camelina menolak pemberiannya secara halus. Tetapi, ia tidak menyer

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 55 Diam-diam Perhatian Tapi Terhalang Gengsi

    "Nak, Mama mau bertemu sama Papa kamu," pinta Berliana yang baru tersadar bahwa ia tengah berada di rumah sakit dan sejak kejadian yang terbayang di kepala itu; ia belum melihatnya lagi."Iya, Ma. Papa ada di sebelah Mama," kata Aderson.Sekalian, Aderson juga belum menemui Ayahnya. Ia memilih untuk menemui Ibunya terlebih dahulu.Aderson menoleh ke arah Camelina, Camelina paham betul. Camelina melihat kesana kemari seperti tengah mencari keberadaan sesuatu."Mas, tapi tidak ada kursi roda di sini," ungkap Camelina setelah memastikan keadaan di ruangan itu.Sampai perawat datang ke ruangan itu ....Sontak saja, Aderson pun bertanya kepada perawat yang datang itu. "Boleh saya pinjam kursi rodanya, Sus?" "Untuk saat ini, pasien belum boleh turun dari ranjang. Masih perlu waktu dua minggu sampai keadaannya sedikit membaik.""Baiklah. Terima kasih, Sus."Perawat itu menaruh makanan dengan obat yang harus diminum malam ini di nakas pasien. "Makan dulu, lalu minum obatnya. Nanti yang bole

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 154 Jadilah Baik Walau Pernah Dijahati

    "Kamu mau apa ke sini?" tanya Sarah, kebingungan.Bagaimana tidak bingung, ini sudah malam dan dirinya merasa bahwa keluarga itu tidak ada urusan apapun dengan Tio. Ditambah lagi, biasanya Tio tidak pernah datang larut malam seperti itu. Hanya kali ini saja ia melihatnya."Kalau kamu cari wanita itu, kamu kembali besok lagi saja. Malam ini tidak ada."BRAK!Sarah menutup pintu itu kembali karena merasa tidak ada sesuatu hal yang penting. Akan tetapi, begitu membalikkan badan, Sarah terdiam sejenak. "Benar juga," gumamnya. Ia berbalik kembali ke pintu.Krieett! Pintu itu dibukanya kembali."Oh ya, mau apa?" tanya Sarah. "Besok saja. Tidak jadi."Setelah mendengar pernyataan Sarah sebelumnya, Tio memilih pulang saja karena menurutnya tidak ada gunanya ia membicarakan tujuannya dengan Sarah. Sebab, niatnya adalah ingin bertemu sekaligus membicarakannya dengan Camelina langsung."Tapi .... Camelina pergi ke mana?" tanya Tio, sebelum meninggalkan rumah itu."Tidak tahu. Memangnya aku Mam

DMCA.com Protection Status