Share

Keputusan Berat

"Ayo kita selesaikan administrasi untuk operasi jantung adikmu, Melody."

Melody tidak bisa menolak, dia sendiri yang setuju. Kekuatan apa yang Melody miliki saat ini Toh memang dia sedang membutuhkan uang banyak. Di sisi lain ada yang membutuhkan anak dari rahimnya.

Dari luar saja terlihat seperti pernikahan pada umumnya, tapi yang Melody lihat hal itu tidak ada bedanya dengan dia menyewakan rahimnya.

Oh sungguh bodoh, bahkan sewa rahim tidak memerlukan hubungan seks. Lalu apa yang pantas dia sebut dengan hubungan ini nantinya?

"Melody, ayo cepat," tegur Diana ketika Melody kembali terdiam.

Setelah semua biaya pengobatan Mike telah dilunasi oleh Diana, kini perempuan itu menanyakan berapa total hutang yang Melody miliki dan ke mana dia harus membayar hutang tersebut. Hanya dengan beberapa kali klik sana sini, semua hutang Melody lunas.

Melody tercengang, dia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi saat itu. Hutang ratusan ribu dolar dan juga biaya rumah sakit itu bisa dilunasi hanya dalam waktu tidak sampai setengah jam.

Padahal Melody sudah bekerja siang malam hanya untuk membayar sedikit bunga dari hutang ayahnya.

"Terima kasih banyak, Nyonya. Jika buk karena Anda, saya tidak tahu harus berbuat apa," ucapnya dengan suara serak menahan tangis.

Beban yang selama ini dia tanggung, diangkat dengan mudah dari bahunya oleh Diana. Sekarang, Melody seolah bisa bernapas dengan lega. Dia bisa membayangkan adiknya sembuh dan bisa melihat adiknya tertawa lagi.

Dengan lunasnya biaya operasi tersebut, dokter pasti akan menemukan waktu operasi jantung adiknya dalam waktu dekat. Mengingat organ jantung pun telah ada.

"Besok kamu ada waktu, 'kan?" tanya Diana.

"Ada, Nyonya."

"Baiklah, datanglah ke rumahku. Akan aku jelaskan semuanya pada Anderson. Dengan begitu kita bisa menyiapkan upacara pernikahan kalian secepat mungkin," tutur Diana.

"Baiklah, Nyonya. Saya akan datang."

Diana tersenyum lebar, mimpinya untuk bisa memberikan anak pada suaminya akan terwujud. Meski dia harus mengeluarkan banyak uang, tapi hal itu tidak sebanding dengan apa yang akan dia terima.

Jika saja dirinya tidak mandul, tentu tidak akan terbesit sedikitpun untuk mengizinkan suaminya menikah lagi. Berbagi hati dan tubuh laki-laki yang dia cintai dengan perempuan lain, tentu saja tidak sudi Diana lakukan. Membayangkannya saja pun tidak ingin sama sekali.

"Baiklah, Diana. Aku tunggu kedatanganmu. Kalau begitu aku pulang ya, sampai jumpa besok," ucap Diana.

Melody menatap nanar pada perempuan bertubuh tinggi ramping dan menawan itu, yang makin hilang dari pandangannya.

"Ternyata manusia memang memiliki masalah yang berbeda," gumam Melody.

Gadis itu beranjak menuju ruangan Mike. Dia ingin melihat kondisi Mike, ke mana lagi dia pergi saat ini? Dia tidak punya siapapun untuk dijadikan sandaran. Meski dia memiliki ayah, tapi orang yang dipanggil ayah itu justru hanya memberikannya derita.

Ketika Melody sampai di ruang ICU, dokter yang menangani Mike ada di sana. Sepertinya dia sedang melakukan pemeriksaan pada Mike.

"Selamat sore, Dokter."

"Sore juga, Melody. Saya sudah mendapat kabar bahwa Anda telah melunasi biaya Mike. Oleh karena itu saya sekarang melihat keadaan Mike dan perkembangan keadaan adik Anda sekarang sudah cukup stabil. Dalam waktu dua hari lagi, operasi jantung akan kami lakukan pada pasien," tutur Dokter Mattew.

"Terima kasih banyak, Dokter."

Dokter Matthew dan dua orang dokter residen lainnya kemudian meninggalkan ruang ICU.

Kini tinggal Melody sendiri ditemani suara mesin elektrokardiogram. Tidak lama kemudian, Mike bangun dari tidurnya.

"Kamu sudah bangun, Mike?" tanya Melody.

"He em. Maaf sudah membuat Kak Melody khawatir lagi. Padahal aku sudah berjanji akan sehat dan tidak akan kembali membuat Kakak kesulitan," ujar Mike dengan suaranya yang lemah.

"Tidak, kata siapa kamu membuat Kakak kesulitan? Jangan begitu, Mike. Kamu keluargaku satu-satunya, kita hanya punya satu sama lain untuk saling bertahan. Kamu jangan risau, Kakak sudah mendapatkan uang untuk biaya operasi jantungmu."

"B-benarkah? Bagaimana? Saya yakin itu sangat mahal, Kak." Dari balik nebulizer terlihat raut keterkejutan dari Mike.

"Hm, Kakak berhasil mendapatkan tender besar. Makanya bos Kakak memberikan bonus, dengan uang bonus itu lah Kakak melunasi biaya rumah sakitmu.

"Sudah jangan berpikir terlalu jauh, sekarang yang perlu kamu lakukan hanyalah sembuh, Mike. Kamu sudah janji denganku. Kita bisa bermain di wahana permainan yang ingin sekali kamu datangi."

Air mata Mike mengalir dengan deras, begitupun dengan Melody. Akhirnya kedua adik beradik itu menangis bersama.

***

Keesokan harinya, Melody sudah berada di depan rumah megah milik Anderson. Karena hari ini weekend, maka sudah pasti Anderson ada di rumahnya. Lagi pula mereka juga akan membahas hal penting.

Debaran jantung Melody teramat kencang. Dia tidak menyangka akan segugup ini, terakhir kali Melody merasakan hal itu adalah ketika kreditur pertama kali membuat keributan di apartemennya.

Belum juga Melody menangani rasa gugupnya, gerbang yang menjulang tinggi itu terbuka dan suara yang dia kenal menyuruhnya untuk masuk ke dalam.

"Aku sudah menunggumu dari tadi, Melody. Masuklah, suamiku juga ada di ruang tamu."

Keringat dingin membasahi tangan dan dahi Melody. Saat pandangannya bertemu dengan tatapan tajam Anderson, Melody merasa nyawanya seakan lepas dari raganya.

"Apa yang Melody lakukan di rumah kita, Sayang?" tanya Anderson.

Dari raut wajah Anderson yang penuh dengan tanda tanya, sudah dipastikan Diana belum mengatakan apa pun tentang rencana yang dia buat.

"Ada yang ingin aku sampaikan, Sayang. Ayo duduk, Mel. Jangan berdiri saja di situ."

Laksana robot yang telah dikontrol sedemikian rupa, Melody kembali menurut dan duduk berhadapan langsung dengan Diana.

"Ada apa sih ini? Kenapa Melody bersikap aneh seperti itu? Apa yang kalian sembunyikan dariku?" tanya Anderson lagi.

Melody menelan salivanya, dia sungguh tidak bisa berkutik.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status