Keesokan harinya, terbangun dengan wajah kusut dan mata pandanya. Semalaman dia tidak bisa tidur sama sekali, barulah saat mentari mulai terbit dia sempat tertidur selama tiga puluh menit. Semalaman itu Laura terus berjaga, sungguh dia takut tiba-tiba Anderson menyerangnya saat dia melelapkan matanya. Aksi ciuman yang dilakukan Anderson tanpa aba-aba sudah membuat gadis itu merinding disko, dia sangat tahu bagaimana pengaruh alkohol terhadap seseorang. Dulu, ayahnya selalu menganiaya ibunya ketika sang ayah dalam pengaruh alkohol. Meski keesokan harinya sang ayah meminta maaf pada ibunya, tapi hal tersebut tidak langsung menjadikan Melody memaklumi tindakan orang lain saat mabuk. Melody sungguh tidak habis pikir, kenapa orang lain sangat menyukai alkohol. Padahal minuman keras tersebut tidak baik bagi kesehatan si peminumnya. Melody menghela napas panjang, baru juga bangun tidur yang hanya sekelip mata. Dia mengutuk dirinya sendiri yang selalu banyak berpikir. Melody beranjak dari r
Setelah penyatuan keduanya, Melody masih berbaring di kasur yang sudah acak-acakan. Ditariknya selimut putih itu hingga menutupi sekujur tubuhnya, rasa sakit di bagian bawah sana tidak lebih sakit hati Melody saat ini. Tidak terasa air mata itu menyeruak tanpa diinginkan Melody, dia samar-samar mendengar percakapan Anderson dengan Diana. Isi percakapan yang sungguh mengiris hati wanitanya, dia tidak sanggup dan tidak ingin mendengar lebih jauh lagi. Namun, Anderson seolah-olah sengaja mengeraskan suaranya agar Melody juga mendengar apa saja yang dia katakan. "Tentu saja kamu yang terbaik, Sayang. Tidak mungkin kayu itu mampu memuaskanku, kamu tidak tahu apa yang aku rasakan selama aku having sex dengan dia kan? Kaku! Dia bukan hanya seperti kayu, tapi juga tidak beda jauh dengan kanebo yang sangat kering," tutur Anderson sambil melirik ke arah ranjang.Laki-laki itu dapat melihat bahu Melody beringsut-ingsut, Anderson dapat menebak pasti Melody pura-pura tidur dan menangis diam-diam
Anderson terbangun ketika mentari telah menyingsing, saat itu dia mencari keberadaan Melody. Namun, istri barunya itu telah meninggalkan kamar hotel tanpa satu pesan sama sekali. Anderson mendengus kesal, padahal dia masih ingin mengulangi aktivitas 'itu' sekali lagi. Walaupun dia sudah melakukannya berulang kali dan telah mengisi rahim Melody dengan cairannya. Ada sebuah kepuasan tersendiri di hati Anderson, ketika dirinya menyentuh istri keduanya itu. Hal yang belum pernah dia rasakan terhadap Diana. Anderson pun tidak yakin apakah karena Melody yang masih virgin atau bukan, yang jelas dia tidak bisa melupakan ingatan akan penyatuan mereka. Lihatlah, dengan mengingat hal itu saja sudah membuat bagian bawahnya mengeras. "Sialan, nih anak pasti pulang ke rumahnya. Istri tidak berguna," gerutu Anderson. Laki-laki itu beranjak dari kasur dengan bertelanjang bulat. Toh tidak ada siapapun pikirnya, ada hal yang lebih penting yang harus segera dia lakukan dari pada masalah menutupi tubu
Anderson mengemudi mobilnya dengan tampang datar, percakapan antara dirinya dan Diana membuat suasana hatinya tiba-tiba buruk. Anderson tidak mengira bahwa Diana menyuruh dia dan Melody bercerai, setelah Melody selesai dengan tugasnya. Jadi, Melody benar-benar dijadikan sebagai mesin pencetak anak semata. Tidak lebih dari itu. Namun, ada yang membuat Anderson tidak habis pikir, seharusnya dia setuju dengan usulan Diana. Toh memang kesepakatan awalnya hanya itu. Sedangkan apa yang dirasakan Anderson justru sebaliknya. Tidak mungkin juga dia tiba-tiba mencintai Melody hanya dengan hubungan seks sekali itu saja. Memang keduanya sudah mengenal satu sama lain di tempat kerja, tapi itu berbeda dengan hubungan sekarang. Keduanya tidak hanya terikat sebagai bos dan sekretaris. Melainkan suami istri, walau ada sebab dibaliknya. "Kenapa sih, dari tadi diam mulu?" tanya Diana yang sedari tadi mengamati perubahan raut wajah suaminya. Suaminya itu seperti orang lain, padahal mereka hanya berpis
Pintu bel dibunyikannya berkali-kali dengan kesal, tapi masih belum juga ada yabg membukakan pintu untuknya. Anderson bahkan sudah berencana untuk mendobrak pintu terkutuk itu. Emosinya yang memang setipis tisu dibqgi dua itu sudah tidak bisa ditahan lagi, saat dia hendak menggedor pintu apartemen Melody. Di saat yang bersamaan, Melody muncul dari dalam. "T-tuan ... bagaimana Anda bisa tahu saya di rumah?" tanya Melody yang panik dan kalut akan kedatangan Anderson yang tiba-tiba. "Hah! Kamu menanyakan hal bodoh begitu? Hei, Melody kamu ini pintar. Masa hak remeh begini, kamu itu 'kan sekretarisku, apa ini kemampuan daya tangkap sekretaris dan istri Anderson Gretchen?" sindir Anderson dengan nada sinisnya yang menusuk relung kalbu. Raut wajah Melody masam dari awal dia membuka pintu, bahkan sekarang dia bertambah kesal. Dia tidak ingin Anderson memandang rendah dirinya, setidaknya di depan adiknya saja. Melody tidak ingin membuat adiknya khawatir. Melody menarik Anderson agar men
Karena tidak berhasil membujuk Mike untuk menjauhi Anderson, Melody pun menyerah. Dengan terpaksa dia membiarkan Anderson bermain dengan adiknya itu. Melody juga sadar, dia yang selama ini sering meninggalkan Mike sendirian di rumah hingga membuat Melody merasa bersalah. Bukan hanya dirinya saja yang menderita, Mike pun demikian. Namun, Mike tidak pernah sekalipun menunjukkan kesedihannya. Bahkan Mike tidak pernah menuntut ini dan itu padanya. Sikap Mike yang dewasa sebelum waktunya ini yang membuat Melody makin merasa bersalah dan gagal sebagai kakak dan orang tua bagi Mike. Terkadang ada masanya Melody mendoakan keburukan bagi ayahnya, dia mengutuk sosok yang seharusnya menjadi penopang hidupnya. Akan tetapi, apa yang ayahnya beri hanya beban hidup yang tidak ada habisnya. Lamunan Melody terhenti saat Anderson mencubit pipinya. "Ih, apaan sih cubit-cubit. Dikira pipiku ini squeasy apa," gerutu Melody."Memang bukan, mana ada squeasy yang kurus begitu. Lagian kamu lagi lamunin apa
"S-saya tidak mengerti apa yang Anda bicarakan," ucap Melody. Dia memalingkan wajahnya, sebab jika dia lengah dan menatapnya maka rahasia yang selama ini dia sembunyikan itu akan terungkap. Ini yang membuat Melody menghindari mata Anderson. Melihat reaksi Melody yang di luar dugaannya, Anderson makin senang mengusik istrinya itu. Ke mana hilangnya Melody yang dikenal tegas dan tidak gentar itu? Justru yang ada di hadapannya saat ini adalah Melody yang kikuk dan malu-malu. "Kenapa kamu segitu tidak ingin menatap mataku? Apakah kamu takut rahasiamu itu ketahuan olehku atau pun Diana?" Melody bungkam, dia menyingkirkan lengan Anderson yang melingkar di pinggangnya. Sungguh dia masih tidak nyaman dengan sentuhan Anderson. Bukan karena dia tidak menyukainya, hanya saja ada rasa bersalah jauh di lubuk hatinya. "Kenapa tidak jawab pertanyaanku, Melody?" Melody menengok sekilas wajah Anderson yang memperlihatkan raut wajah masam dan mengintimidasi di saat yang bersamaan. Baru kali
Sedetik kemudian, Anderson melumat bibir Melody. Lidahnya menyeruak masuk saat Melody melenguh dan berusaha melepaskan diri. Tidak kuasa akan sensasi yang kembali dirasanya, membuat Melody pasrah akan apa yang terjadi selanjutnya. Anderson mengulum senyum saat istri keduanya itu akhirnya berhenti melawan, ketegangan Melody yang berkurang membuat Anderson lebih leluasa meneruskan aksinya. Suara desahan Melody yang tertahan, justru membuatnya kian terangsang. Dicumbunya Melody dengan penuh gairah, dia tidak peduli meskipun ada orang lain di apartemen tersebut. Di balik pintu kamar Melody, keduanya kembali mengulangi penyatuan mereka. Tempo pergerakan Anderson lebih lembut dan tidak terburu-buru kali ini, dia juga tidak ingin sampai adik iparnya itu terbangun dan memergoki apa yang tengah dia lakukan pada kakaknya. Dengan gerakan perlahan itu, bukannya membuat Melody tenang dan menikmati permainan Anderson. Dia justru ingin Anderson memasukkannya lebih dalam, tapi tentu saja Melody ti