Arum dan Jose yang penasaran, kini mengikuti langkah Willy menuju kamar Justin. Apalagi saat mendengar suara hempasan pintu yang seperti didobrak dengan paksa ... membuat rasa khawatir keduanya semakin meningkat.Kaget dan tak percaya. Itulah yang keduanya kini rasakan. Bagaimana tidak, mata keduanya dikagetkan dengan kondisi Justin yang seperti orang stress. Lebih kaget lagi saat Willy mengambil jarum suntik dan hendak menusukkan jarum itu pada lengan Justin."Apa yang kamu lakukan, Willy!" Arum marah dengan tindakan yang akan dilakukan Willy pada putranya. "Jistin kenapa? Ada apa dengan dia hingga kamu bertindak seperti ini!?""Om, Tante." Tersentak kaget.Ia lupa menutup pintu karena khawatir pada Justin. Tak berpikir juga kalau Arum dan Jose akan masuk dan melihat seperti apa keadaan Justin saat ini."Apa yang mau kamu lakukan pada Justin. Jawab Willy!" Arum berusaha merebut benda berjarum itu dari pegangan Willy, tapi tak berhasil karena di dengan cepat mengelakkan rebutannya.Ju
Bangun dan langsung duduk seketika saat mengingat Hana. Tangannya mencengkeram bagian belakang kepalanya yang masih terasa sakit."Je, kamu udah sadar, Nak?" pertanyaan itu muncul dari Arum.Justin seolah tak menghiraukan pertanyaan yang dilontarkan padanya. Segera beranjak dari tempat tidur dan menyambar ponsel miliknya."Hana pasti nyariin aku," gumamnya masih terlihat kurang baik. Wajahnya masih terlihat lemas, begitupun ringisan yang masih terdengar di bibirnya sambil memegang kepalanya karena terasa sakit."Mama mohon, jangan pergi dulu," harap Arum dengan sedikit memohon.Entah benar-benar tak perduli akan sosok kedua orang tuanya, atau malah masih kesal dan sengaja mengabaikan ... yang jelas saat ini di dalam otaknya tak ada pikiran lain selain Hana"Je, kamu mau kemana?!" teriak Jose saat Justin seolah tak menghiraukan keberadaan dan pertanyaan yang ia dan istrinya tanyakan.Arum terisak ... saat merasakan kini putranya sendiri justru menganggapnya tak ada. Ya, rasanya benar b
Sepergi Clara, Leta dan Rhea ... jangan dipikir ia akan tidur nyenyak seperti yang diperintahkan oleh Justin. Justru kini ia ingin mengeluarkan semua pertanyaan dan kekhawatirannya."Tidur, Han," suruhnya lagi."Tadi kemana?""Willy bilang apa?" Justin balik bertanya."Om nggak ketemu klien, kan?"Justin duduk di kursi yang ada di samping Hana. "Menurutmu?""Jelasin padaku sekarang," pintanya.Justin diam, seolah sedang mengatur kalimat yang akan dia berikan pada Hana. Kemudian menggenggam tangan yang di sana masih tertancap jarum infus."Dan ku yakin, tadi pasti kambuh lagi," tebaknya.Bagaimana Hana tak tahu, karena di lengan kekar itu saja masih terdapat plester yang menempel. Artinya, dia habis disuntik di bagian itu."Memikirkan apalagi? Bisa tidak, jangan begitu terus? Kamu mengkhawatirkan dan memikirkan sesuatu terlalu berlebihan. Bahkan terkadang hal simple saja seakan dibuat jadi fokus utama.""Aku hanya memikirkan apa yang seharusnya ku pikirkan, kok. Yaitu kamu."Hana membe
Willy dan Joan datang, tepat saat keduanya masih dalam adegan pelukan. Hingga dengan cepat Hana melepaskan diri dari posisinya."Opss ... kita datang di waktu yang tepat, Jo," ujar Willy pada Joan. "Maksudku, di waktu yang nggak tepat. Orang lagi sibuk bermesraan," ralatnyaHana salah tingkah, langsung saja menutupi separo wajahnya dengan selimut. Ini memalukan, gais. Kepergok pelukan, berasa kepergok ciuman aja efeknya."Kenapa balik lagi?" tanya Justin."Kan, gue ...""Bukan elu, tapi Joan," sanggahnya.Joan langsung berjalan dan menghadap Justin dengan sedikit menundukkan wajahnya. Ya, ia tahu kenapa bos nya ini marah."Maaf, Pak ... saya tahu ini kesalahan saya," ujarnya takut-takut.Willy memasang wajah kesal saat sikap sobatnya itu selalu begitu pada Joan. Tak bisakah dia berubah jadi sedikit kalem?"Hana yang minta gue bawa Joan, jadi kalau berani, marahnya sama Hana aja," komentar Willy.Setidaknya ia tahu kalau Justin tak akan berani marah pada Hana. Makanya ia gunakan senja
Kalau bukan karena pengaruh obat, mungkin saat ini ia masih menerawang panjang tanpa ujung. Tapi tidur nyenyaknya sampai terganggu napas hangat yang tiba-tiba menerpa wajahnya. ya, sangat dekat hingga membuatnya terjaga."Udah di sini aja," gumam Hana mendapati Justin yang sudah tidur di sampingnya.Mata itu terbuka lebar saat ia melepaskan rengkuhan yang melilit badannya."Mau kemana?""Nggak mau kemana-mana," jawab Hana."Tutup matamu dan tidurlah," perintah Justin yang kembali menutup matanya."Om, besok aku mulai kuliah, ya," ujarnya kembali bicara."Nanti saja, setelah kondisimu lebih baik," balas Justin tak setuju. "Lagian, aku juga sudah membicarakan hal ini pada pihak kampus."Ayolah ... otakku kan nggak secerdas itu juga, yang bisa mengejar pelajaran yang sudah beberapa hari ku tinggalkan," rengeknya berharap Justin akan mengijinkannya.Sehari tak masuk kuliah saja sudah membuat otaknya keriting. Lah ini, sudah lebih dari satu minggu ia meliburkan diri. Bisa-bisa otaknya mele
Sampai di depan gerbang kampus Hana masih diam dengan wajah cemberutnya, seolah tak berniat untuk turun. Apalagi kalau bukan karena Justin yang sepanjang jalan kenangan, hanya diam dan membisu dengan ponsel di tangan. Ia seperti sedang menumpang di mobil hantu."Masih mau di sini?" tanya Justin dengan tatapannya yang masih fokus pada layar ponsel. Hana diam, membuatnya kini menatap ke arah gadis itu.Ia mencubit pipi Hana karena kesal pertanyaannya tak ditanggapi."Apa, sih, Om?" gerutunya memegangi pipinya yang terasa perih bekas cubitan Justin."Ada masalah?""Iya," jawabnya."Masalah apa?""Masalahnya itu, ya, Om sendiri," jawabnya cepat. "Udah, ah ... aku mau masuk dulu. Bye!"Ia menyambar dan mencium punggung tangan Justin. Saat hendak membuka pintu mobil, Justin justru dengan cepat mengunci pintu otomatis."Kok dikunci?" tanya Hana menatap Justin dengan tatapan horor. "Aku udah telat, loh, ini."Justin melirik ke arah sopir untuk turun dari mobil, meninggalkannya dan Hana berdu
Saat kelas usai, Hana dan ketiga sobatnya nongkrong di sebuah Cafe yang terletak di area kampus. Tiba-tiba Noval menghampiri. Dia menarik sebuah kursi dan duduk di sebelah Hana. "Lo salah tempat," peringatkan Leta. "Apalagi?" tanya Hana pada si mantan menyebalkan. "Gue mau ngebahas kelanjutan hubungan kita. Kali ini berharap banyak kalau lo balik lagi sama gue, Han," jelas Noval berharap. Hana menghentikan suapan makanan yang hendak menuju mulutnya. Tiba-tiba saja ia jadi tak berselera lagi untuk makan. Meskipun ini makanan menggodanya, tapi Noval yang ada di sebelahnya membuat mood-nya ambyar. "Sudah ku jawab, kan, tadi pagi. Jadi, masih belum paham atau justru belum terima saat aku juga bisa membuatmu sakit hati, Nov?" Clara malah terkekeh mendengar perkataan Hana. "Makanya, jadi cowok tuh nggak usah deh, sok kegantengan. Sok percaya diri nggak akan mengalami yang namanya sakit hati karena penolakan. Modal tampang doang kok bangga." Kini giliran Leta yang mengeluarkan omelanny
Saat sibuk di ruangan meeting, tiba-tiba pintu diketuk dari arah luar oleh seseorang. Seketika Justin langsung memasang ekspressi tak sukanya dan dengan sengaja melempar map yang ia pegang di meja. Membuat beberapa karyawannya yang ada di sana memasang ekspressi kaget.Willy beranjak dari kursinya, melihat siapa yang dengan beraninya mengganggu jam meeting. Padahal mereka semua sudah tahu, kan, kalau Justin tak menyukai itu.Memasang tatapan tajam kearah seorang satpam yang ia dapati di depan pintu."Maaf, Pak Willy ... barusan Nona datang, tapi sekarang kabur," ujarnya langsung.Justin bisa mendengar itu dengan jelas. Nona? Siapa lagi yang di maksud satpam kalau bukan Hana, istrinya. Segera, ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu, meninggalkan semua orang yang masih memasang wajah bingung."Kabur kemana?" tanyanya."Ke ..."Belum selesai satpam menjawab, Justin malah berlalu pergi begitu saja dengan cepat. Willy kembali ke dalam dan menunda meeting untuk beberapa