Saat sibuk di ruangan meeting, tiba-tiba pintu diketuk dari arah luar oleh seseorang. Seketika Justin langsung memasang ekspressi tak sukanya dan dengan sengaja melempar map yang ia pegang di meja. Membuat beberapa karyawannya yang ada di sana memasang ekspressi kaget.Willy beranjak dari kursinya, melihat siapa yang dengan beraninya mengganggu jam meeting. Padahal mereka semua sudah tahu, kan, kalau Justin tak menyukai itu.Memasang tatapan tajam kearah seorang satpam yang ia dapati di depan pintu."Maaf, Pak Willy ... barusan Nona datang, tapi sekarang kabur," ujarnya langsung.Justin bisa mendengar itu dengan jelas. Nona? Siapa lagi yang di maksud satpam kalau bukan Hana, istrinya. Segera, ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu, meninggalkan semua orang yang masih memasang wajah bingung."Kabur kemana?" tanyanya."Ke ..."Belum selesai satpam menjawab, Justin malah berlalu pergi begitu saja dengan cepat. Willy kembali ke dalam dan menunda meeting untuk beberapa
Hana dan Justin saat ini berada di kamar yang ada di ruangan pribadi. Keduanya hanya diam tanpa bicara. Sebenarnya dia menunggu penjelasan Hana, tapi sementara Hana sendiri justru bingung harus memberikan penjelasan macam apa."Om, nggak mau bicara?" tanya Hana buka suara. Berasa dihadapkan pada tiang tak bernyawa kalau diam diam begini.Justin menanggalkan tuxedo yang masih melekat di badannya dan melonggarkan ikatan dasi di leher kerah kemejanya. Kemudian menatap dingin kearah Hana yang duduk di sampingnya. "Jangan pernah berniat, apalagi sampai kabur dariku," ujarnya langsung.Hana dibuat dia seribu bahasa. Dia masih memikirkan kabur-kaburan barusan? Astaga! Keterlaluan banget, kan, otak dan pemikiran om-om ini. Sudah di bilang juga dirinya hanya membeli makanan."Aku nggak akan biarkan kamu pergi dan melangkah kemanapun, Han. Kamu hanya akan terus berada di sampingku. Sampai kapanpun!"Hana masih diam. Tadinya ia merasa kalau Justin benar-benar lucu karena terus-terusan berpikir d
Antara percaya dan tidak, kalau ia sudah melakukan hal itu dengan Justin. Ayolah ... berharap tak percaya, tapi sesuatu yang sedikit tak nyaman ia rasakan di badannya. Jadi, bagaimana mungkin ia melupakannya.Membuka mata, mendapati wajah yang tengah tidur itu dihadapannya ... sungguh sesuatu yang benar-benar bikin otaknya terhenti bekerja. Yakinlah, kalau dalam keadaan tidur nyenyak begini, tak akan terlihat efek seramnya ni om-om. Yang ada hanyalah efek cute berasa pengin meluk.Senyum-senyum nggak jelas, dengan pandangan yang fokus menatap Justin yang sedang tidur di sisinya dengan tenang. Dengan lembut menyentuh wajah itu.Hendak bangun, tapi terhenti saat matanya mendapati pakaiannya malah tergeletak di lantai. Menutupi wajahnya karena malu sendiri."Sulit dipercaya gue dan dia udah lakuin hal itu," gumamnya sambil menepuk jidatnya.Menyambar ponsel miliknya yang ada di nakas. Niatnya mau mengecek waktu, tapi rentetan panggilan telepon dan pesan yang menghiasi layar datar itu, me
Keduanya menikmati makan siang setelah makanan yang dipesan Justin datang dan tertata di meja makan."Nanti aku minta beberapa orang berjaga di depan kamar," ujar Justin.Seketika Hana menghentikan suapan yang sudah mau memasuki mulutnya, kemudian menatap tajam ke arah suaminya."Kenapa nggak sekalian aja minta semua orang berjaga di dalam kamar, depan kamar mandi, depan lemari, dan di balkon," komentar Hana. "Berlebihan tahu, nggak.""Aku salah lagi, ya?""Banget, suamiku Sayang," sahut Hana langsung dengan senyuman manis yang sengaja ia tebar.Justin malah tersenyum mendengar panggilan yang digunakan Hana untuknya. Haruskah ia terus mengalah dan mengalah hanya untuk mendapatkan kata kata sayang dari dia? Jawabnya bukan iya, tapi justru akan ia lakukan terus.Hana menyiapkan beberapa obat-obatan yang harus ... lebih tepatnya wajib dikonsumsi Justin. Setidaknya dengan begini bisa mencegah kebiasaan buruk yang selalu dia rasakan. Ya, meskipun semuanya tergantung pemikiran dia, sih."H
Mendekam diam di rumah, layaknya terkurung di sangkar emas. Ya, apapun yang dibutuhkannya sudah tersedia. Tapi kemana yang ia inginkan, Justn malah tak memberikannya ijin.Bolak balik dari atas ke bawah, teras depan, terang samping, teras belakang, balkon kamar, hingga akhirnya mentok rebahan di ruang tv. Begitu aja terus, sampe dinosaurus kembali ke abad 21."Nona, sebaiknya Anda istirahat dulu. Ini sudah larut malam," ujar salah seorang asisten rumah tangga menghadapnya yang rebahan di sofa."Ntar, Bik ... aku mau nungguin dia aja.""Tapi, Nona ...""Semuanya istirahat aja, aku mau nunggun di sini," bantahnya.Tv menyala, tapi tak ditonton sama sekali. Seolah punya pikiran masing-masing antara Tv dan si penonton.Matanya mulai mengantuk, tapi di saat hendak tertutup rapat, sebuah deringan ponsel membuatnya kembali bangun. Siapa juga yang malam-malam begini meneleponnya."Nggak ada namanya," gumamnya saat mendapati hanya rentetan nomer tak bertuan di layar ponselnya."Hallo," sahutny
Hana tersadar dari posisi tak sadarkan dirinya. Merasakan kepalanya yang terasa benar-benar terasa pusing. Bahkan pandangan matanya saja seakan buram. Tapi, penampakan di depannya membuat ia seketika tersadar penuh."Hallo, Hana ..."Hana sedikit kaget dengan siapa ia dihadapkan. Ya, seseorang yang pernah membuat hari-harinya selalu dipenuhi rasa kesal, seseorang yang pernah membuatnya celaka hingga nyaris kehilangan nyawa. Siapa lagi kalau bukan Alice. Wanita yang begitu kekeuh mempertahankan dirinya agar tetap bisa bersama Justin. Dia yang ternyata laksana seekor ular, licin dan licik."Lepasin aku!" teriaknya berusaha melepaskan ikatan yang melilit kedua tagannya di belakang kursi. Rasanya menyakitkan. Apalagi ikatan tali di badannya, terasa perih saat benda itu tepat terikat di bagian bekas luka di dadanya.Alice tertawa puas melihat Hana laksana tikus kecil yang terjerat jebakan. Mendekati gadis itu dengan rasa bahagia yang terpancar jelas di wajahnya."Uhhh ... Hana sayang. Uda
Alice yang baru saja turun dari mobil di parkiran sebuah club, langsung dihadapkan pada seseorang yang ianharapkan, tapi tidak untuk saat ini. Siapa lagi kalau bukan Justin. Mantan suaminya yang memilih gadis kecil bernama Hana, daripada dirinya yang sudah lama bersama.Justin menatapnya tajam. Sedikit kaget, sih ... apalagi dia bersama beberapa anak buahnya. Berusaha bersikap tenang, agar dia tak berpikiran yang tidak tidak tentang dirinya.Tersenyum manis, kemudian mendekati Justin."Wah ... Justin. Kangen sama aku, ya ... sampai sampai mencariku ke sini," sambutnya dengan senyuman. Bahkan berniat memeluk laki-laki itu, tapi justru dia mengelakkan dirinya dengan kasar."Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu itu!"Alice yang tadinya memasang wajah manis, kini berubah sinis ketika mendapatkan sikap kasar itu. Berusaha tenang dan seolah tak tahu apa apa, tapi dilihat dari sikap yang ia terima sepertinya pikirannya salah."Apa maksudmu mengatakan hal itu? Apa aku pernah merebut milik
Diam dan bersembunyi dibalik sebuah pohon besar dengan daun lebatnya yang menjuntai. Jantungnya berdetak begitu cepat, mengikuti irama napasnya yang berhembus cepat, begitupun keringat membasahi badannya. Tak dihiraukan lagi ketakutan di tengah gelapnya malam hutan belantara.Hana menyeka wajah berkeringatnya dengan lengan. Tapi seketika itu langsung meringis saat rasa perih menerpanya. "Aduh," lirihnya menahan sakit bercampur perih sambil meniup-niup luka itu dengan perlahan agar rasa itu reda.Ya, beberapa luka di tangannya akibat terkena serpihan kaca mobil, begitupun dengan rasa perih di pergelangan tangannya akibat ikatan tali yang ia tarik paka, kini mulai ia rasakan. Bahkan dadanya juga mulai terasa senut-senut.Semakin ketakutan dan menyembunyikan dirinya dibalik pohon saat mendengar suara lolongan serigala. Ingin menangis rasanya saking ketakutannya. Jangan sampai hal-hal menakutkan menghampirinya.Menahan isakan tangis agar tak sampai mengeluarkan suara.Tapi saat rasa taku