Willy dan Joan datang, tepat saat keduanya masih dalam adegan pelukan. Hingga dengan cepat Hana melepaskan diri dari posisinya."Opss ... kita datang di waktu yang tepat, Jo," ujar Willy pada Joan. "Maksudku, di waktu yang nggak tepat. Orang lagi sibuk bermesraan," ralatnyaHana salah tingkah, langsung saja menutupi separo wajahnya dengan selimut. Ini memalukan, gais. Kepergok pelukan, berasa kepergok ciuman aja efeknya."Kenapa balik lagi?" tanya Justin."Kan, gue ...""Bukan elu, tapi Joan," sanggahnya.Joan langsung berjalan dan menghadap Justin dengan sedikit menundukkan wajahnya. Ya, ia tahu kenapa bos nya ini marah."Maaf, Pak ... saya tahu ini kesalahan saya," ujarnya takut-takut.Willy memasang wajah kesal saat sikap sobatnya itu selalu begitu pada Joan. Tak bisakah dia berubah jadi sedikit kalem?"Hana yang minta gue bawa Joan, jadi kalau berani, marahnya sama Hana aja," komentar Willy.Setidaknya ia tahu kalau Justin tak akan berani marah pada Hana. Makanya ia gunakan senja
Kalau bukan karena pengaruh obat, mungkin saat ini ia masih menerawang panjang tanpa ujung. Tapi tidur nyenyaknya sampai terganggu napas hangat yang tiba-tiba menerpa wajahnya. ya, sangat dekat hingga membuatnya terjaga."Udah di sini aja," gumam Hana mendapati Justin yang sudah tidur di sampingnya.Mata itu terbuka lebar saat ia melepaskan rengkuhan yang melilit badannya."Mau kemana?""Nggak mau kemana-mana," jawab Hana."Tutup matamu dan tidurlah," perintah Justin yang kembali menutup matanya."Om, besok aku mulai kuliah, ya," ujarnya kembali bicara."Nanti saja, setelah kondisimu lebih baik," balas Justin tak setuju. "Lagian, aku juga sudah membicarakan hal ini pada pihak kampus."Ayolah ... otakku kan nggak secerdas itu juga, yang bisa mengejar pelajaran yang sudah beberapa hari ku tinggalkan," rengeknya berharap Justin akan mengijinkannya.Sehari tak masuk kuliah saja sudah membuat otaknya keriting. Lah ini, sudah lebih dari satu minggu ia meliburkan diri. Bisa-bisa otaknya mele
Sampai di depan gerbang kampus Hana masih diam dengan wajah cemberutnya, seolah tak berniat untuk turun. Apalagi kalau bukan karena Justin yang sepanjang jalan kenangan, hanya diam dan membisu dengan ponsel di tangan. Ia seperti sedang menumpang di mobil hantu."Masih mau di sini?" tanya Justin dengan tatapannya yang masih fokus pada layar ponsel. Hana diam, membuatnya kini menatap ke arah gadis itu.Ia mencubit pipi Hana karena kesal pertanyaannya tak ditanggapi."Apa, sih, Om?" gerutunya memegangi pipinya yang terasa perih bekas cubitan Justin."Ada masalah?""Iya," jawabnya."Masalah apa?""Masalahnya itu, ya, Om sendiri," jawabnya cepat. "Udah, ah ... aku mau masuk dulu. Bye!"Ia menyambar dan mencium punggung tangan Justin. Saat hendak membuka pintu mobil, Justin justru dengan cepat mengunci pintu otomatis."Kok dikunci?" tanya Hana menatap Justin dengan tatapan horor. "Aku udah telat, loh, ini."Justin melirik ke arah sopir untuk turun dari mobil, meninggalkannya dan Hana berdu
Saat kelas usai, Hana dan ketiga sobatnya nongkrong di sebuah Cafe yang terletak di area kampus. Tiba-tiba Noval menghampiri. Dia menarik sebuah kursi dan duduk di sebelah Hana. "Lo salah tempat," peringatkan Leta. "Apalagi?" tanya Hana pada si mantan menyebalkan. "Gue mau ngebahas kelanjutan hubungan kita. Kali ini berharap banyak kalau lo balik lagi sama gue, Han," jelas Noval berharap. Hana menghentikan suapan makanan yang hendak menuju mulutnya. Tiba-tiba saja ia jadi tak berselera lagi untuk makan. Meskipun ini makanan menggodanya, tapi Noval yang ada di sebelahnya membuat mood-nya ambyar. "Sudah ku jawab, kan, tadi pagi. Jadi, masih belum paham atau justru belum terima saat aku juga bisa membuatmu sakit hati, Nov?" Clara malah terkekeh mendengar perkataan Hana. "Makanya, jadi cowok tuh nggak usah deh, sok kegantengan. Sok percaya diri nggak akan mengalami yang namanya sakit hati karena penolakan. Modal tampang doang kok bangga." Kini giliran Leta yang mengeluarkan omelanny
Saat sibuk di ruangan meeting, tiba-tiba pintu diketuk dari arah luar oleh seseorang. Seketika Justin langsung memasang ekspressi tak sukanya dan dengan sengaja melempar map yang ia pegang di meja. Membuat beberapa karyawannya yang ada di sana memasang ekspressi kaget.Willy beranjak dari kursinya, melihat siapa yang dengan beraninya mengganggu jam meeting. Padahal mereka semua sudah tahu, kan, kalau Justin tak menyukai itu.Memasang tatapan tajam kearah seorang satpam yang ia dapati di depan pintu."Maaf, Pak Willy ... barusan Nona datang, tapi sekarang kabur," ujarnya langsung.Justin bisa mendengar itu dengan jelas. Nona? Siapa lagi yang di maksud satpam kalau bukan Hana, istrinya. Segera, ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu, meninggalkan semua orang yang masih memasang wajah bingung."Kabur kemana?" tanyanya."Ke ..."Belum selesai satpam menjawab, Justin malah berlalu pergi begitu saja dengan cepat. Willy kembali ke dalam dan menunda meeting untuk beberapa
Hana dan Justin saat ini berada di kamar yang ada di ruangan pribadi. Keduanya hanya diam tanpa bicara. Sebenarnya dia menunggu penjelasan Hana, tapi sementara Hana sendiri justru bingung harus memberikan penjelasan macam apa."Om, nggak mau bicara?" tanya Hana buka suara. Berasa dihadapkan pada tiang tak bernyawa kalau diam diam begini.Justin menanggalkan tuxedo yang masih melekat di badannya dan melonggarkan ikatan dasi di leher kerah kemejanya. Kemudian menatap dingin kearah Hana yang duduk di sampingnya. "Jangan pernah berniat, apalagi sampai kabur dariku," ujarnya langsung.Hana dibuat dia seribu bahasa. Dia masih memikirkan kabur-kaburan barusan? Astaga! Keterlaluan banget, kan, otak dan pemikiran om-om ini. Sudah di bilang juga dirinya hanya membeli makanan."Aku nggak akan biarkan kamu pergi dan melangkah kemanapun, Han. Kamu hanya akan terus berada di sampingku. Sampai kapanpun!"Hana masih diam. Tadinya ia merasa kalau Justin benar-benar lucu karena terus-terusan berpikir d
Antara percaya dan tidak, kalau ia sudah melakukan hal itu dengan Justin. Ayolah ... berharap tak percaya, tapi sesuatu yang sedikit tak nyaman ia rasakan di badannya. Jadi, bagaimana mungkin ia melupakannya.Membuka mata, mendapati wajah yang tengah tidur itu dihadapannya ... sungguh sesuatu yang benar-benar bikin otaknya terhenti bekerja. Yakinlah, kalau dalam keadaan tidur nyenyak begini, tak akan terlihat efek seramnya ni om-om. Yang ada hanyalah efek cute berasa pengin meluk.Senyum-senyum nggak jelas, dengan pandangan yang fokus menatap Justin yang sedang tidur di sisinya dengan tenang. Dengan lembut menyentuh wajah itu.Hendak bangun, tapi terhenti saat matanya mendapati pakaiannya malah tergeletak di lantai. Menutupi wajahnya karena malu sendiri."Sulit dipercaya gue dan dia udah lakuin hal itu," gumamnya sambil menepuk jidatnya.Menyambar ponsel miliknya yang ada di nakas. Niatnya mau mengecek waktu, tapi rentetan panggilan telepon dan pesan yang menghiasi layar datar itu, me
Keduanya menikmati makan siang setelah makanan yang dipesan Justin datang dan tertata di meja makan."Nanti aku minta beberapa orang berjaga di depan kamar," ujar Justin.Seketika Hana menghentikan suapan yang sudah mau memasuki mulutnya, kemudian menatap tajam ke arah suaminya."Kenapa nggak sekalian aja minta semua orang berjaga di dalam kamar, depan kamar mandi, depan lemari, dan di balkon," komentar Hana. "Berlebihan tahu, nggak.""Aku salah lagi, ya?""Banget, suamiku Sayang," sahut Hana langsung dengan senyuman manis yang sengaja ia tebar.Justin malah tersenyum mendengar panggilan yang digunakan Hana untuknya. Haruskah ia terus mengalah dan mengalah hanya untuk mendapatkan kata kata sayang dari dia? Jawabnya bukan iya, tapi justru akan ia lakukan terus.Hana menyiapkan beberapa obat-obatan yang harus ... lebih tepatnya wajib dikonsumsi Justin. Setidaknya dengan begini bisa mencegah kebiasaan buruk yang selalu dia rasakan. Ya, meskipun semuanya tergantung pemikiran dia, sih."H