Share

Chapter 4 : Peringatan David

"AAAARRRGGHHH! LEPAS!" jerit Alexa yang terus memberontak sekuatnya saat dua lelaki besar menarik tubuhnya keluar dari rumah pelacuran James, menuju sebuah mobil mewah. "Lepaskan aku! Kau tidak bisa membeliku. Aku tidak dijual! LEPAAASSS!" Alexa menangis dalam jeritannya. Sia-sia saja dirinya memberontak dengan gila, sebab tenaganya tak cukup membuatnya lepas, tetapi justru semakin terikat.

"Tuan, apa kau yakin dengan pilihanmu? Dia--maksudku Alexa adalah bukun wanita seperti kebanyakan pada umumnya. Coba kau lihat dia, Tuan. Dia adalah pelacurku yang paling tidak menguntungkan sebab wajah jelek, dekil sekali, tidak cantik, apalagi seksi. Dia selalu membuat masalah di tempatku ini. Tapi, kau justru memilihnya. Aku takut, dia akan membuat masalah dan--"

"Aku tidak buuh penilaianmu," sentak David.

James langsung menunduk seketika dengan mulut terkunci rapat tanpa lem.

"Datanglah ke pernikahanku nanti, kau akan lihat bahwa penilaianmu adalah sampah." David menutup pertemuan keduanya dengan satu kalimat menohok untuk James. Lelaki yang bergerak dengan kursi rodanya itu pergi meninggalkan James yang hanya terdiam di tempat.

"AAAARRRRGGHHH! LEPASSS! Aku tidak mau pergi!" Alexa terus menjerit dan berusaha menyingkirkan dua pria besar yang mengapitnya. Sekali lagi, semua itu sia-sia. Dua pria yang mengapitnya itu bagaikan batu keras yang tak bisa disingkirkan. "Kenapa kalian membawaku? Apa salahku? Aku sudah menjadi manusia paling tidak berguna, lalu kenapa kau membeliku? Kau ingin menjadikanku apa, hah?" Alexa menangis frustrasi.

Dengan ekor sudut matanya, David melirik spion atas pada gadis yang baru saja ia beli dari bandar pelacur. Ia pun juga tidak tahu mengapa ia memilih Alexa, hanya saja ... perasaannya mengatakan bahwa Alexa tidak seperti wanita lain yang pasti akan sangat bahagia menikah dengannya. Aneh, memang. Tetapi, itulah yang David inginkan.

"TURUNKAN AKU!" pekik Alexa.

CIIITTTTT!

"TURUNKAN AKU SEKARANG! HENTIKAN MOBILNYA!" lanjut gadis itu yang tiba-tiba saja bangkit dari duduknya dan mencekik supir yang duduk disebelah David.

"HEI! APA YANG KAU LAKUKAN?!" bentak David yang langsung menarik tangan Alexa untuk menjauh dari supirnya.

Mobil terhenti seketika dan hampir menabrak pembatas jalan. Syukurlah, dengan keahlian supir, mereka masih dapat benapas dengan baik.

"LEPASKAN AKU! AKU INGIN TURUN! APA KAU GILA MEMBELIKU DARI TEMPAT PELACURAN?!" Alexa berteriak menatap David.

"Apa kau menyebut dirimu waras dengan mencoba membunuh kami semua, hah?" balas David.

Alexa bungkam dengan bibirnya yang bergetar.

"Jika kau berniat untuk mati, matilah sendiri. Aku akan dengan senang hati membantu." David membulatkan matanya menyalang iblis pada Alexa yang tiba-tiba saja dibekap menggunakan sapu tangan yang telah diberikan obat dan membuatnya pingsan tanpa perlawanan.

***

Alexa meringis perih pada kepalanya yang pusing. Rasa kantuk masih terasa begitu kuat, tetapi ia memaksa untuk bangun dari tidurnya. Ia terperanjat sepersekian detik saat melihat ruangan kamar mewah tempat dirinya terbaring saat ini. Kamar yang bahkan lebih mewah daripada kamar pelacur terbaik milik James. "Ada apa ini? Apa yang telah terjadi?" gumamnya dalam hati. Ia melirik kanan dan kiri yang kosong tanpa seorangpun.

Alexa terdiam sejenak, hingga tubuhnya tiba-tiba dialiri perasaan takut saat mengingat ada seorang pria gila entah siapa yang datang ke rumah pelacuran James dan membelinya dengan haraga yang cukup mahal. Kemudian, ia dibawa pergi dan terjadi insiden yang hampir membunuhnya, pun akibat ulahnya sendiri. Setelah itu, ia tak ingat apapun kecuali rasa kantuk dan dunianya menggelap.

Ia turun dari ranjang perlahan dan mencoba membuka pintu kamar itu. Alisnya hampir bertaut keheranan saat menyadari bahwa mereka tak mengunci pintu kamar Alexa. Dilongokkan sedikit kepalanya keluar kamar untuk memeriksa sekitar. Sepi dan kosong.

Alexa tak menyia-nyiakan lampu hijau ini dan langsung bergerak, berniat untuk kabur. Ia keluar dari kamar dan menuruni anak tangga dengan perlahan dan penuh waspada. Ia berhasil melewai ruang makan, dan masih begitu waspada melintasi ruang tamu. Dan sedikit lagi, ia akan sampai pada pintu utama yang menjulang tinggi penuh kemewahan.

"Orang gila mana yang menjadikan pintu utama sebagai jalan untuk melarikan diri?" ujar seseorang yang membuat Alexa terperanjat. Gadis itu meoleh pada asal suara dan tampak seorang pria lumpuh dengan matanya yang begitu tajam.

"K--kau?!" Alexa tergugup.

"Bahkan orang gila saja tidak sebodoh dirimu." David tersenyum miring. "Kecuali kau punya kemampuan untuk mengahdapi mereka." David kemudian menekan satu tombol di kursi rodanya yang membuat pintu dibelakang Alexa terbuka lebar dan nampak para penjaga tinggi, besar, berseragam hitam tengah berjaga tanpa lengah. Jumlahnya sangat banyak, bisa mencapai 100 orang. Tapi Alexa tak yakin itu, karena yang terlihat adalah bagian depan saja, belum sisi yang lainnya.

Alexa ternganga. Apa lelaki yang membelinya adalah seorang pejabat tinggi atau orang penting dalam keberlangsungan negara ini? Kenapa rumahnya dijaga dengan begitu ketat? Alexa menggeleng mempertanyakan semua hal itu. Tetapi, ia tak menemukan apapun sebagai jawabannya.

"Kenapa kau melakukan ini padaku? Apa salahku sesungguhnya padamu? Kita tidak saling mengenal dan aku tidak punya apapun yang bisa kuberikan padamu? Kau mau apa, hah?!" Alexa menangis dan berlutut di depan David. "Kumohon lepaskan aku. Aku tidak bisa melakukan apapun yang kau mau."

David berdecih najis melihat Alexa yang menangis. Ia benci wanita menangis. Karena baginya itu sangat berisik dan membuat kepalanya ingin pecah. Satu-satunya wanita sempurna bagi David adalah Anna. Dia pemberani, dan juga tidak cengeng.

"Yang aku mau darimu adalah diam dan turuti segala perkataanku. Mengerti?" David memperingati dengan penuh ketegasan.

"Apa yang harus kumengerti, hah? Kau membeliku dan membawaku pergi ke rumahmu tanpa izin dariku. Apa menindas wanita lemah adalah kemenangan bagimu? Apa begitu menyenangkan untukmu, hm?" Alexa menantang.

"Aku tidak perlu izin darimu, atau dari siapapun. Aku telah membelimu, maka kau adalah milikku, dan harus mendengarkan semua perintahku," balas David yang mencengkeram rahang Alexa kuat. "Dan jika kau berani melawan, aku akan membawamu pada penyiksaan luar biasa hingga kau lebih baik memilih mati." David kian mengeratkan genggamannya.

"Sa—kit. Le—pas!" Alexa merintih.

"Maka, jadilah gadis yang baik. Mengerti?" David menghempaskan rahang Alexa dan pergi setelah penjaga datang dan mencoba membawa Alexa menuju kamarnya kembali.

"TIDAK! LEPASKAN AKU!" Alexa menjerit serta memberontak dengan gila. Segila apapun, itu tak akan berpengaruh untuk membuatnya bisa lepas dari cengkeraman penjaga yang tenaganya berpuluh kali lipat darinya.

***

"Roland, siapkan keberangkatanku menuju rumah Thomas sekarang." David memerintah sesaat setelah Roland memasuki kamarnya.

Lelaki itu tertegun sejenak mendengar perintah David yang tengah bersiap di depan cermin bersama 3 orang pelayan. Namun, ia hanya mengangguk mengerti. "Baik, Tuan," sahut David patuh.

"Tuan, aku telah mengatur jadwal kencanmu dengan wanita yang akan menjadi calon istrimu nanti mal—"

"Batalkan!" potong David tegas. "Aku sudah menemukan calonku sendiri. Aku membelinya kemarin malam." David merapikan sedikit pakaiannya dan mengangkat tangannya mengusir para pelayan keluar dari kamarnya.

"Membe—li?" Roland menurunkan nada suaranya. Terdengar mengerikan. Tapi, memang itu yang David lakukan.

"Pergi dan periksa apakah dia sudah bersiap atau belum? Aku akan melaporkannya pada Thomas." David berkata santai dengan mendorong kursi rodanya keluar dari kamar, diikuti Roland setelah lelaki itu mengangguk patuh.

Roland segera menuju ke kamar Alexa. Bahkan dari kejauhan, ia telah mendengar suara keributan dan kehebohan yang membuat telinganya sakit. Ia berkerut dan mempercepat langkahnya menuju kebisingan itu.

"Ada apa ini—? Astaga!" pekik Roland melihat isi kamar yang begitu berantakan. Beberapa perabotan kamar sudah berhamburan hingga berkeping. Dan disana, terlihat keempat pelayan tengah mencoba menangkap gadis asing yang terus berlari menghindari mereka, seperti anak kecil yang tengah bermain Tom & Jerry.

"Aku tidak mau! Berhenti memaksaku! Kau tidak bisa memaksaku!" ujar Alexa yang tengah mengangkat guci seharga milyaran untuk ia banting sebagai bentuk penjagaan diri.

"Nona, kau harus bersiap. Tuan menyuruhmu untuk bersiap. Mari, kami bantu." Salah satu pelayan berusaha membujuk, tetapi Alexa tetap menolak.

Hal itu membuat Roland kesal. Ia menggeram dan mendekati gadis asing itu dengan kewibawaannya, hingga membuat suasana hening seketika dengan seluruh mata pandang tertuju padanya.

"Nona, tolong bersiaplah. Tuan David telah menunggumu di meja makannya." Roland berujar menahan amarahnya. "Kalau tidak, kau akan membuatnya marah, Nona."

"Biar saja! Aku tidak peduli. Bahkan, kau suruh saja tuanmu itu untuk—"

"APA YANG TERJADI DISINI?!" geram seseorang dengan suara tegas menggelegar. Takdir berpihak pada Alexa dengan menghadirkan David yang benar-benar murka terhadapnya.

Alexa membulat. Melihat David, entah kenapa nyalinya tiba-tiba saja menciut. Si pemilik rumah besar tempat Alexa dikurung itu, melangkah masuk dengan tatapan murka melihat salah satu kamar di rumahnya dirusak tanpa ampun oleh Alexa.

"Sepertinya, kebaikanku telah kau sepelekan." David mengeluarkan nada iblisnya, membuat Alexa terdiam dan seketika mundur perlahan karena ketakutannya. "Maka, terimalah yang seharusnya kau terima," ujar David yang langsung menarik tangan Alexa san menamparnya.

SRETTT!

PLAK!

"Akkhh!" keluh gadis itu yang merasakan perihnya tamparan David sekaligus perihnya pecahan guci yang ia remukkan sendiri. "Ssshhh!" Gadis itu mendesis perih, lantaran tangannya yang berdarah.

Tak menunggu Alexa menikmati sakitnya, David seketika langsung menyeret rambut gadis itu keluar dari kamar. Alexa panik dan berteriak seketika. "AAAARRRGGGHHH! TOLONG! SAKIT! LEPAS!" jeritnya yang hanya jadi bahan tontonan oleh Roland dan para pelayan.

Alexa diseret menuju ruang bawah tanah yang gelap, dingin, dan bau khas darah. Gadis itu masih menjerit, hingga membuat suaranya menggema di setiap lorong bawah tanah. Tapi, tetap saja tidak ada yang bisa serta mampu menyelamatkannya.

"Tolong... Ampun... Ini sakit sekali." Alexa merintih memohon.

David diam tak menghiraukan gadis itu. Hingga Alexa tiba dalam sebuah ruangan yang temaram. Alexa dihempaskan cukup kuat hingga wajahnya menubruk lantai. "Akkhh, ssshhh!" keluh Alexa dengan tangisnya.

Alexa mencoba mengangkat kepala dan melirik sekitarnya yang masih terdapat bekas aliran darah dengan segala aromanya. Alexa tidak bodoh, tempat jnj pasti baru saja menjadi ladang penyiksaan bagi seseorang. "Hah?!" Alexa membekap mulutnya dan mencari David.

Disana, dengan wajah murkanya, David mendekati Alexa bersama pecut yang baru saja ia ambil dari tempat persenjataannya.

Sambil memainkan pecutnya hingga menimbulkan suara, David berkata. "Ini akan jadi hukuman untukmu yang menganggap remeh peringatanku."

PLAK!

"Aaaarrrgghhh!" Alexa menjerit menangis merasakan gesekan pecut mengenai pakaiannya yang langsung robek. "SAAKITTT!"

PLAK!

"AAAARRRGGHHH!" jerit Alexa hingga membuat kerongkongannya sakit. Tetapi, itu tak sebanding dengan rasa sakit pecut yang menggores kulitnya. Kesakitan Alexa direspon senyum kepuasan di wajah David.

PLAK!

"Ampun! Ampun! Maafkan aku! Aku tidak akan melawan lagi. Ampuni aku, aku mohon. Ini sakit sekali." Alexa berlutut menyentuh kaki David dengan tangisnya. Ia sudah tidak sanggup merasakan tubuhnya yang perih akibat penyiksaan ini.

David yang baru saja bersiap melayangkan pecutnya kembali, langsung melemparnya ke sembarang arah. Kalau ia tidak ingat, ia masih membutuhkan Alexa, ia pasti akan membunuh gadis itu sekarang juga. Sayangnya, ia perlu mendapatkan perusahaan ayahnya terlebih dahulu.

David mengulas senyum miring dan menghempaskan kepala Alexa mundur. Lelaki itu lantas pergi tanpa sepatah katapun dan membiarkan para penjaga masuk dan membawa Alexa pergi kembali untuk diobati dan dipersiapkan.

***

Alexa tercekat melihat rumah besar yang tak kalah besar dari rumah David. Ia mendorong perlahan kursi roda David memasuki rumah itu. Para penjaga dan pelayan yang melihat mereka, langsung menunduk memberi penghormatan. Alexa cukup gugup dan tersenyum tipis membalas anggukan mereka. Berbeda dengan David yang memang sudah terbiasa mendapat sanjungan seperti itu.

"Dimana Thomas?" tanya David pada para penjaga.

"Tuan Thomas saat ini sedang melaksanakan makan bersama, Tuan." Salah satu penjaga menyahut.

Ia menunjuk arah kemana Alexa harus membawanya. Sebenarnya, David tak membutuhkan Alexa untuk mendorong kursi rodanya, sebab tentu saja kursi rodanya lebih canggih dari tenaga lemahnya Alexa. Tetapi, Roland menyarankan untuk keduanya terlihat sedikit seperti pasangan.

"Da—vid?" gumam Gerrick yang tercengang melihat David yang datang tanpa rasa bersalah. Ia kira ayahnya akan bertindak untuk membunuh atau setidaknya memenjarakan David, tetapi rasanya itu seperti mustahil.

Mendengar Gerrick, seluruh mata langsung tertuju pada jalan utama menuju meja makan. Disana, David datang bersama seorang wanita. Lelaki itu datang dengan nyali yang memuncak seakan lupa apa yang telah lelaki itu lakukan pada saudara tirinya.

"Berani kau datang dengan wajah sombongmu itu, setelah apa yang kau lakukan pada adik-adikmu, David!" Thomas berkata disertai dengan tatapan murka darinya dan para ibu tiri David.

David tersenyum miring. "Aku anak tunggal."

"Kau tahu, apa yang kau lakukan pada adikmu itu, tidak bisa—"

David melemparkan sesuatu ke atas meja makan. "Aku tidak punya waktu banyak. Aku hanya mau menyampaikan itu."

Thomas berkerut. Ia mengambil sesuatu di atas meja makan. Sebuah undangan pernikahan yang tertulis nama David dan seorang wanita bernama Alexa. "Ka—kau akan menikah?!" se tak Thomas dengan wajah harunya.

"Hmm," sahut David malas. "Aku akan menikah dengannya." David meriah telapak tangan mungil Alexa. "Aku kesini bukan untuk meminta restumu, apalagi membicarakan mengenai perbuatanku yang—"

"Astaga David, kenapa kau tidak bilang, bahwa kau membawa calon menantuku?" Thomas berkata dengan ramahnya dan mendorong dirinya menuju Alexa.

"Daddy! Bagaimana denganku dan Sofia? David telah—" Gerrick tercekat mendengar ketegasan Thomas selanjutnya.

"Gerrick, dimana sopan santun pada calon kakak iparmu, hah?" sentak Thomas yang langsung beralih manis pada Alexa. "Siapa namamu, Nak?" tanya Thomas yang mempersilakan Alexa untuk bergabung di meja makan.

"A—Alexa." Alexa menyahut dengan rasa takut dan pandangan menunduk.

"Tidak apa-apa. Kita sarapan bersama dulu, ya..." Thomas mengajak dengan ramah.

"Tapi—" Alexa menatap David takut.

"Kami kesini bukan untuk sara—"

"Diamlah! Aku tidak mengajakmu. Aku mengajak menantuku," sela Thomas. "Makanlah, Nak. Tidak apa-apa." Thomas kembali mempersilakan.

Merasa tidak enak, akhirnya Alexa mengangguk setuju san mulai mengambil alat makannya dengan perasaan takut akibat tatapan mata David yang begitu tajam.

***

"Jadi, namamu Alexa?" tanya Camilla dengan tatapan tak senang.

"I—iya—" Alexa mengangguk takut.

"Bagaimana kau dan David bisa bertemu dan saling jatuh cinta, hmm?" Kini, Miranda yang bertanya setelah menyeruput teh hangatnya.

Alexa terdiam. Ia teringat pada peringatan yang dikatakan Roland padanya, bahwa dia tidak boleh banyak bicara dengan anggota keluarga David tentang apapun.

"Kau ketakutan. Apa David menyiksamu? Memaksamu, atau—" Camilla menggantung ucapannya dengan senyum miring. Ia melirik Miranda dan saling berbagi anggukan kepala.

Alexa terdiam dengan pandangan menunduk meremas dressnya. Ia ketakutan dan berharap David yang sedang melakukan pembicaraan pribadi dengan ayahnya, segera kembali. Alexa takut melakukan kesalahan.

"Sebagai calon menantu di keluarga ini, aku mau memberitahumu dan memperkenalkanmu banyak hal. Mari, ikuti aku." Miranda berkata dan bangkit dengan diikuti Camilla.

"Kenapa diam? Ayo!" sentak Camilla yang geram melihat Alexa tak bergeming sama sekali.

"Maaf, aku tidak bisa. David menyuruhku menunggu disini." Alexa menyahut tanpa berani menatap.

"Kau kira kami ini siapa, hah? Kami ini adalah calon mertuamu. Kau berani melawan kami, hah?!" Miranda murka dan langsung menarik lengan Alexa untuk pergi mengikutinya.

"Tidak, tolong lepas!" jerit Alexa yang berusaha memberontak.

****

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status