Aku tidak tahu bagaimana aku harus memulai kisah hidupku. Mungkin aku akan memulainya dengan perkenalan diri. Namaku Stella Gilmond, 23 tahun. putri dari salah satu bangsawan kelas atas di Kekaisaran Eqara. Ayahku seorang adipati atau biasa disebut dengan istilah duke, yang bernama George Gilmond. Ibu kandungku, Helena, meninggal dunia saat aku masih berusia satu tahun. Aku tidak memiliki ingatan apapun tentang dirinya. Ayahku menikah lagi dengan seorang wanita bangsawan yang bernama Lilia. Lilia sangat menyayangiku seperti anaknya sendiri. Aku bersyukur memiliki ibu tiri yang sangat baik, tidak seperti yang ada di dalam cerita-cerita yang menceritakan bahwa ibu tiri itu jahat. Aku juga memiliki seorang adik laki-laki yang lahir dari rahim Lilia, namanya Albert. Entah kenapa dia lebih tunduk padaku daripada pada ayah dan ibu.
Kehidupanku biasa saja untuk seorang bangsawan. Aku hidup dengan kemewahan. Guru privat yang datang hampir setiap hari untuk mengajariku. Makan enak, tempat tidur enak, dan semua dilayani oleh pelayan. Pokoknya, semua kebutuhanku sudah terpenuhi. Apakah aku punya teman? Aku punya beberapa teman. Dan mereka semua adalah anak-anak dari teman-teman ayahku dan ibuku. Kami semua seumuran, kurang lebih. Ya, ada yang beda satu atau dua tahun. Dan mereka semua sudah menikah. Di sini lah awal dari segalanya. Ya, teman-temanku semuanya sudah menikah dan hanya aku satu-satunya yang belum menikah. Aku telah menolak semua lamaran yang ditujukan kepadaku. Apakah alasannya? Alasannya adalah aku belum siap menikah. Aku masih merasa seperti anak kecil. Aku belum mau berpisah dari keluargaku dan tinggal bersama pria asing. Sampai kapan aku mau terus seperti ini? Selama aku bisa. *** Saat ini aku sedang berada di kamar ibuku. Aku berbaring di sofa dengan paha ibu sebagai bantal, membaca novel edisi terbaru dari penulis favoritku. "Ada lamaran yang dikirimkan untukmu lagi, Sayang," kata ibu. Saat ini ibu sedang memilah surat-surat yang masuk ke kediaman ini. "Hm... Siapa?" tanyaku tidak peduli sambil membalik halaman buku. "Di sini tertulis dari Pangeran Andreas. Oh, adik Kaisar," kata ibu. "Dia hanya ingin dukungan dari ayah," kataku malas. "Kau selalu saja seperti itu. Sampai kapan kau akan terus seperti ini? Kalau kau tidak segera menikah, tidak akan ada yang mau menikahimu." "Ya, terus?" Aku bisa mendengar ibu menepuk jidatnya. "Sudahlah, bu. Aku tidak mau menikah. Bukankah pernikahan itu menakutkan?" kataku. "Kata siapa pernikahan itu menakutkan?" tanya ibu. "Orang-orang," jawabku. "Ya, terus?" tanya ibu, dia menirukan gaya bicaraku. "Aku tidak mau menikah," kataku dengan santai. Ibu menepuk jidatnya lagi. "Pernikahan tidak semenakutkan itu," kata ibu. "Ya itu karena ibu menikah dengan ayah," kataku. Ibu menepuk jidatnya lagi. "Sudahlah. Terserah kau saja. Ibu menyerah," kata ibu. Ibu mengambil surat kabar hari ini kemudian membacanya. Keheningan pun menyelimuti ruangan ini. Aku fokus membaca novel dan ibu fokus membaca surat kabar. "Kaisar akan memilih istri baru," ibu memecah keheningan ketika ada berita yang cukup menarik perhatiannya di surat kabar. "Kenapa? Bukankah dia benar-benar sangat, sangat, sangat mencintai permaisuri? Kenapa tiba-tiba mau punya istri lagi?" tanyaku. "Setelah sepuluh tahun pernikahan, akhirnya permaisuri dapat hamil. Namun permaisuri keguguran dan kemungkinan untuk hamil lagi hampir mustahil. Dewan menyarankan Kaisar untuk memiliki istri lagi untuk menghasilkan keturunan," ibu membaca artikel itu dengan suara lantang. "Kalau aku menjadi permaisuri, aku akan merasa sangat sakit hati," komentarku. "Ya, mau bagaimana lagi," kata ibu. "Mereka berdua masih 27 tahun, masih sangat muda. Sebenarnya mungkin saja permaisuri bisa hamil lagi." "Tapi itu tidak menjamin. Kaisar punya tiga adik laki-laki yang siap untuk merebut tahtanya," kataku. Tiba-tiba, adikku, Albert, masuk ke dalam ruangan ini. Dia sangat berkeringat dan bau. Dapat aku lihat bahwa dia baru saja selesai latihan berpedang. "Albert bau," komentaku. "Terus? Ya, jangan dekat-dekat padaku," katanya sambil berjalan mendekatiku. "Kaulah yang mendekatiku. Pergi!" kataku. Dia mengabaikanku dan terus berjalan mendekat. Lebih tepatnya dia berjalan mendekati ibu. "Ibu, Nyonya Rebecca datang. Ada gosip terbaru katanya," kata Albert. Ibu dengan semangat langsung berjalan keluar dari ruangan ini. Sementara itu, Albert masih berdiri di sana dan menatapku dengan senyuman yang aneh. Dia melepaskan kaus kakinya yang bau dan melemparkannya ke aku. "Albert! Jorok!" protesku sambil berlari menghindar. "Sialan, Albert!" "Ini hanya kaus kaki. Kenapa Kakak lari?" tanyanya dengan nada mengejek. Dia terus mengejarku dengan kaus kakinya yang bau busuk itu. Kaus kaki busuk itu mengenai wajahku. Aku tidak sengaja mencium baunya dan itu benar-benar hampir membuatku muntah. Aku merasa sangat kesal. Aku melepas sepatu hak tinggiku dan mengejarnya balik. "Albeeeeeert!" Aku mengangkat sepatu hak tinggiku ke atas dan siap untuk memukul Albert dengan sepatu hak tinggiku. "Hahahaha!" Albert berlari menjauh dengan sangat cepat. "Sialan!" *** Setelah makan malam keluarga, ayah memanggilku untuk datang ke ruang kerjanya. Aku mengetuk pintu ruang kerja ayah dan menunggu jawaban darinya. "Masuk," kata ayah dari dalam. Aku membuka pintu ruang kerja ayah dan masuk ke dalam. Di dalam ada ayah yang duduk di meja kerjanya dan ibu yang berdiri di samping ayah. Entah mengapa suasananya terasa cukup serius. Sepertinya mereka akan membicarakan sesuatu yang penting. "Stella, duduklah," kata ayah. Aku duduk di kursi yang ada di depan meja kerja ayah. "Stella, kau terpilih menjadi istri kedua kaisar," kata ayah. "Apa?!" Aku masih berusaha mencerna apa yang ayah katakan. "Kau akan menjadi istri kedua kaisar," kata ayah. Mulutku ternganga saat mendengar hal itu untuk kedua kalinya. Aku menoleh ke arah ibu untuk memastikan bahwa ayah tidak bercanda. Ibu menganggukkan kepalanya dengan raut wajah serius. Ini bukan bercanda. "Tapi kenapa?" tanyaku. "Ayah juga tidak tahu. Yang jelas Kaisar memilihmu. Dan ini sudah ada dekritnya. Kau tidak bisa menolak, Stella," kata ayah. "Apa aku benar-benar tidak bisa menolak?" tanyaku. "Kita semua akan dihukum mati bila menolak dekrit kaisar," kata ayah. Yang benar saja. Kaisar pasti hanya memanfaatkan kedudukan ayah agar kedudukannya sebagai kaisar bisa stabil untuk sementara waktu. Aku menghela nafas panjang. Ibu berjalan ke arahku dan memelukku. Ibu hanya diam sambil memelukku. Keheningan menyelimuti selama beberapa saat. "Ayo kembali ke kamarmu," kata ibu memecah keheningan. "Istirahat lah, Stella," kata ayah. Ibu membawaku ke kamarku. Aku duduk di atas tempat tidurku dan ibu duduk di sebelahku. Ibu menggenggam kedua tanganku. "Semua akan baik-baik saja, Stella," kata ibu. "Tapi, Bu. Aku tidak mau menikah," keluhku. "Ibu tahu. Tapi kita tidak bisa menolak dekrit Kaisar," kata Ibu. Aku cemberut. ***Hari ini benar-benar melelahkan. Sampai kapan aku harus berdiri di aula pesta ini? Cedric, sang kaisar, sama sekali tidak memandangku bahkan sejak upacara pernikahan hingga sekarang. Kami tidak berbicara satu sama lain sepatah katapun. Aku hanya berdiri di sampingnya seperti patung dan dia mengabaikan keberadaanku. Cedric sialan. Kau seharusnya tidak memilih aku bila kau hanya akan mengabaikan aku seperti ini. Setelah satu jam berada di aula pesta, Cedric pergi entah kemana meninggalkan aku tanpa berpamitan. Sial. Dia benar-benar sialan. Rasanya aku ingin mengumpat langsung di hadapannya tapi pasti aku akan langsung dipenggal. Aku keluar dari aula pesta sementara para tamu undangan masih menikmati pestanya. Aku sudah tidak peduli lagi. Aku memutuskan untuk pergi kamar yang disiapkan untuk malam pertama kami. Aku masuk ke kamar itu dan mendapati dua orang pelayan sendang menaburkan bunga mawar di atas tempat tidur. "Selamat datang, Ratu. Kami akan membantu Anda untuk membersihk
Istana Mawar. Istana ini dulunya ditempati oleh Ratu Elena. Ratu Elena adalah istri kesayangan kaisar terdahulu, Kaisar Alexander. Kaisar Alexander memiliki tiga istri. Permaisuri Laura adalah istri pertama sekaligus ibu Cedric. Ratu Layla adalah istri kedua sekaligus ibu dari Pangeran Andreas. Ratu Elena adalah istri ketiga dan istri kesayangan Kaisar Alexander. Ratu Elena memiliki dua putra yaitu Pangeran Orion dan Pangeran Cassius. Ada rumor yang mengatakan bahwa Cedric sangat membenci Elena hingga saat ini. Bagaimana tidak? Kaisar Alexander lebih memilih untuk pergi liburan bersama Elena saat Laura sedang meregang nyawa melahirkan anak keduanya. Laura meninggal saat melahirkan, begitu pula anak yang dilahirkannya. Setelah itu, Elena diangkat menjadi Permaisuri. Ya, kurang lebih seperti itulah rumitnya keluarga kekaisaran dulunya. Lagipula itu tidak ada hubungannya denganku. Tapi kenapa Cedric meletakkan aku di Istana Mawar? Apa dia sangat membenciku? Entahlah. Yang penting
Belum genap dua hari aku berada di istana tapi aku sudah terlibat dalam drama istana. Aku dituduh telah meracuni Permaisuri. Aku tertangkap basah sedang melakukan sesuatu di dapur istana utama. Ya, memang aku mengakui bahwa aku sedang mencoba mencuri makanan di dapur. Tapi aku tidak meracuni makanan atau apapun itu. Aku hanya ingin makan. Para penjaga yang menangkapku, membawaku ke ruang kerja Cedric. Sesampainya di sana, aku dipaksa untuk berlutut di hadapan Cedric. "Aku tidak menyangka ini. Baru kemarin kau mengancamku, sekarang kau sudah ingin merebut posisi Permaisuri dari Alicia," kata Cedric dengan penuh amarah. Aku bisa melihat wajahnya benar-benar marah. "Saya tidak tertarik untuk merebut posisinya. Lalu kenapa saya ditangkap seperti ini?" tanyaku. "Omong kosong. Kalau begitu apa yang kau lakukan di dapur kalau tidak meracuni bahan makanan di dapur?" kata Cedric. "Saya lapar, Yang Mulia. Di istana saya tidak ada makanan yang tersisa. Jadi saya—" "Lapar?! Omong kosong ap
Masih di hari ke enam setelah aku menikah dengan Cedric. Matahari mulai terbenam. Sudah ketiga kalinya aku berpindah tempat untuk tinggal. Mungkin bisa dibilang ke empat kalinya apabila penjara dihitung. Aku lelah. Aku sangat amat lelah tiada tara. Aku ingin pulang ke rumah ayah. Jangan bilang bahwa aku tidak bisa bersyukur. Sejak awal hidupku berbeda dengan rakyat jelata yang sejak lahir sudah hidup susah. Maaf saya beda kasta. Seorang pelayan membawakan beberapa piring makanan di lengkapi dengan hidangan penutup juga. Pelayan itu meletakkan makanan itu di meja kemudian berjalan keluar. Aku langsung berjalan menuju meja dan memakan makanan itu. Kali ini, makanannya normal. Tidak ada bau aneh di maknan ini. Aku melahap seluruh makanan itu tanpa sisa. Rasanya benar-benar nikmat dan memuaskan untuk sesaat. Kemudian aku teringat tentang Cedric sialan itu. Aku benar-benar membencinya. Entah apa lagi yang akan dia lakukan padaku besok. Sial. Aku ingin pulang. Aku merindukan ibu.
Masih di hari ke enam setelah aku menikah dengan Cedric. Matahari mulai terbenam. Sudah ketiga kalinya aku berpindah tempat untuk tinggal. Mungkin bisa dibilang ke empat kalinya apabila penjara dihitung. Aku lelah. Aku sangat amat lelah tiada tara. Aku ingin pulang ke rumah ayah. Jangan bilang bahwa aku tidak bisa bersyukur. Sejak awal hidupku berbeda dengan rakyat jelata yang sejak lahir sudah hidup susah. Maaf saya beda kasta. Seorang pelayan membawakan beberapa piring makanan di lengkapi dengan hidangan penutup juga. Pelayan itu meletakkan makanan itu di meja kemudian berjalan keluar. Aku langsung berjalan menuju meja dan memakan makanan itu. Kali ini, makanannya normal. Tidak ada bau aneh di maknan ini. Aku melahap seluruh makanan itu tanpa sisa. Rasanya benar-benar nikmat dan memuaskan untuk sesaat. Kemudian aku teringat tentang Cedric sialan itu. Aku benar-benar membencinya. Entah apa lagi yang akan dia lakukan padaku besok. Sial. Aku ingin pulang. Aku merindukan ibu.
Belum genap dua hari aku berada di istana tapi aku sudah terlibat dalam drama istana. Aku dituduh telah meracuni Permaisuri. Aku tertangkap basah sedang melakukan sesuatu di dapur istana utama. Ya, memang aku mengakui bahwa aku sedang mencoba mencuri makanan di dapur. Tapi aku tidak meracuni makanan atau apapun itu. Aku hanya ingin makan. Para penjaga yang menangkapku, membawaku ke ruang kerja Cedric. Sesampainya di sana, aku dipaksa untuk berlutut di hadapan Cedric. "Aku tidak menyangka ini. Baru kemarin kau mengancamku, sekarang kau sudah ingin merebut posisi Permaisuri dari Alicia," kata Cedric dengan penuh amarah. Aku bisa melihat wajahnya benar-benar marah. "Saya tidak tertarik untuk merebut posisinya. Lalu kenapa saya ditangkap seperti ini?" tanyaku. "Omong kosong. Kalau begitu apa yang kau lakukan di dapur kalau tidak meracuni bahan makanan di dapur?" kata Cedric. "Saya lapar, Yang Mulia. Di istana saya tidak ada makanan yang tersisa. Jadi saya—" "Lapar?! Omong kosong ap
Istana Mawar. Istana ini dulunya ditempati oleh Ratu Elena. Ratu Elena adalah istri kesayangan kaisar terdahulu, Kaisar Alexander. Kaisar Alexander memiliki tiga istri. Permaisuri Laura adalah istri pertama sekaligus ibu Cedric. Ratu Layla adalah istri kedua sekaligus ibu dari Pangeran Andreas. Ratu Elena adalah istri ketiga dan istri kesayangan Kaisar Alexander. Ratu Elena memiliki dua putra yaitu Pangeran Orion dan Pangeran Cassius. Ada rumor yang mengatakan bahwa Cedric sangat membenci Elena hingga saat ini. Bagaimana tidak? Kaisar Alexander lebih memilih untuk pergi liburan bersama Elena saat Laura sedang meregang nyawa melahirkan anak keduanya. Laura meninggal saat melahirkan, begitu pula anak yang dilahirkannya. Setelah itu, Elena diangkat menjadi Permaisuri. Ya, kurang lebih seperti itulah rumitnya keluarga kekaisaran dulunya. Lagipula itu tidak ada hubungannya denganku. Tapi kenapa Cedric meletakkan aku di Istana Mawar? Apa dia sangat membenciku? Entahlah. Yang penting
Hari ini benar-benar melelahkan. Sampai kapan aku harus berdiri di aula pesta ini? Cedric, sang kaisar, sama sekali tidak memandangku bahkan sejak upacara pernikahan hingga sekarang. Kami tidak berbicara satu sama lain sepatah katapun. Aku hanya berdiri di sampingnya seperti patung dan dia mengabaikan keberadaanku. Cedric sialan. Kau seharusnya tidak memilih aku bila kau hanya akan mengabaikan aku seperti ini. Setelah satu jam berada di aula pesta, Cedric pergi entah kemana meninggalkan aku tanpa berpamitan. Sial. Dia benar-benar sialan. Rasanya aku ingin mengumpat langsung di hadapannya tapi pasti aku akan langsung dipenggal. Aku keluar dari aula pesta sementara para tamu undangan masih menikmati pestanya. Aku sudah tidak peduli lagi. Aku memutuskan untuk pergi kamar yang disiapkan untuk malam pertama kami. Aku masuk ke kamar itu dan mendapati dua orang pelayan sendang menaburkan bunga mawar di atas tempat tidur. "Selamat datang, Ratu. Kami akan membantu Anda untuk membersihk
Aku tidak tahu bagaimana aku harus memulai kisah hidupku. Mungkin aku akan memulainya dengan perkenalan diri. Namaku Stella Gilmond, 23 tahun. putri dari salah satu bangsawan kelas atas di Kekaisaran Eqara. Ayahku seorang adipati atau biasa disebut dengan istilah duke, yang bernama George Gilmond. Ibu kandungku, Helena, meninggal dunia saat aku masih berusia satu tahun. Aku tidak memiliki ingatan apapun tentang dirinya. Ayahku menikah lagi dengan seorang wanita bangsawan yang bernama Lilia. Lilia sangat menyayangiku seperti anaknya sendiri. Aku bersyukur memiliki ibu tiri yang sangat baik, tidak seperti yang ada di dalam cerita-cerita yang menceritakan bahwa ibu tiri itu jahat. Aku juga memiliki seorang adik laki-laki yang lahir dari rahim Lilia, namanya Albert. Entah kenapa dia lebih tunduk padaku daripada pada ayah dan ibu. Kehidupanku biasa saja untuk seorang bangsawan. Aku hidup dengan kemewahan. Guru privat yang datang hampir setiap hari untuk mengajariku. Makan enak, tempat ti