“Papa… tau?” Dania bertanya dengan sikap hati-hati.Siapa yang membocorkan mengenai hal itu ke Levi? Yohan kah?“Sayang, Papa ini seorang pebisnis, insting Papa tajam kalau ada sesuatu yang tidak wajar.” Levi mengawali ucapan. “Papa sudah cukup merasa aneh kamu meminta datang lagi ke Morenia, padahal kamu bisa belajar bisnis di Zeralandia. It’s alright for me kalau kamu ingin mengunjungi makam Greg dan Erna, tapi kenapa harus menetap di sana?”Dania meringis canggung mendengar ucapan ayahnya. Sepertinya sudah ketahuan sedari awal.“Hehe… jadi… Papa nggak akan kepo lagi kalau aku ingin melakukan beberapa hal nantinya, kan?” Dania sambil menatap takut-takut ke ayahnya.Bukan karena Levi galak, melainkan dia mirip anak kecil yang ketahuan mengambil permen di toples lebih banyak dari seharusnya.“Apa itu kepo?” Levi yang bukan orang Morenia asli, tak paham diksi yang dipakai Dania.“Penasaran. Kepo itu sama dengan penasaran, Pa.” Dania harus menjelaskannya.Meski Levi fasih berbahasa More
“Nggak… nggak mungkin… dia nggak mungkin….” Alina gagap dan gugup secara bersamaan ketika matanya terus tertuju ke lantai.Di bawah sana, berceceran foto-foto dia bersama Bruno, baik itu ketika mereka masih menjadi mahasiswa maupun ketika dewasa dan Alina menikah dengan Arvan.Pegangan tangan Alina semakin ketat pada tepian kursi di dekatnya. Tubuhnya gemetaran tanpa bisa dikendalikan.Bruno merupakan orang yang paling menjadi momok baginya, sekaligus yang kerap membantunya.“Dania… kenapa si jalang brengsek itu tau aku… aku dan Bruno….”Mata Alina bergerak gelisah ke sekeliling ruangan, seakan sedang mencari jalan keluar—sesuatu yang sangat dia butuhkan.“Nggak! Siapa pun nggak boleh tau!” Alina lekas memunguti foto-foto di lantai dan bergegas mengambil gunting.Dia potong semua foto sampai ke potongan paling kecil.Namun, dia belum puas. Dia menyalakan perapian. Mumpung suaminya sedang pergi, dia bisa leluasa melakukannya.“Cepat… cepat! Ayo cepat hangus!” Alina gugup.Tangannya ber
“Baik, Nona. Kami akan memetakan aset dan mitra Zenith di bidang real estate.”Sebastian dan Melody langsung tanggap. Mereka saling bertukar pandang, mengerti bahwa apa yang Dania maksud bukan sekadar permainan biasa.Ini adalah langkah strategis, untuk menghancurkan Hizam dan Zenith Group dari dalam, menggunakan jaringan dan informasi yang sudah mereka miliki.“Kita akan mulai dari mana, Nona?” tanya Sebastian yang selalu bersemangat ketika tiba saatnya untuk menjalankan misi penuh risiko.Dania berjalan perlahan ke meja di ruang kerja mereka yang nyaman.“Kita akan mulai dengan yang paling lemah,” jawabnya. “Aku ingin tau siapa mitra terbesar Zenith di proyek real estate yang sedang berjalan, dan seberapa terhubung mereka. Cari tau celah apa pun yang bisa kita manfaatkan.”Melody yang selalu sigap dan tangkas, sudah mengambil laptopnya dan mulai membuka beberapa file terkait proyek-proyek real estate Zenith Group yang mereka curi datanya beberapa waktu lalu.Dia mengetik cepat, meme
“Jangan!” Alina langsung menahan tangan putrinya yang hendak bergerak ke arah Dania.Zila menatap tangan ibunya yang mencengkeram erat lengannya dengan raut wajah terheran-heran.Tidak biasanya sang ibu mencegahnya melakukan itu jika ada Dania. Bukankah mereka harus mencari celah agar bisa mempermalukan Dania di mana pun?“Ma?” Zila memberikan pandangan penuh tanda tanya ke ibunya.Namun, Alina memberikan tatapan tajam setengah mengancam putrinya.“Udah, patuh aja dan diam di sini! Nggak usah ngapa-ngapain dia!” geram Alina dengan suara rendah.Sementara itu, Leona yang kesal karena merasa kalah bersaing penampilan dengan Dania yang memakai berlian sebesar itu dan semahal itu, menjadi tak tenang.Hanya saja, langkah Leona terhenti ketika Alina menangkap lengan calon menantunya itu sebelum Leona benar-benar pergi dari hadapannya.“Diam aja di sini!” desis Alina pada calon menantunya.Leona dan Zila sama-sama melongo. Ada apa dengan Alina? Kenapa sepasif itu terhadap Dania.Sayang sekal
“Dania… jadi kamu… kamu masih….” Rivan tak bisa menahan binaran pada matanya ketika mendengar pernyataan Dania.Orang-orang di sana sama terkejutnya dengan Rivan. Mereka memandang heran sekaligus takjub akan kenyataan yang dipaparkan Dania.Tidak pernah disentuh ketika mereka menjadi suami dan istri? Kenapa?“Tak perlu heran,” celetuk Leona untuk membela calon suaminya. “Itu karena dulu dia jelek, gendut, dan tidak terawat. Sungguh-sungguh mengerikan penampilannya, makanya Hizam malas menyentuhnya dari awal menikah.”Kembali lagi, orang-orang berbisik-bisik atas apa yang dilantunkan Leona sebagai pembelaan ke Hizam.Namun, Dania bukan wanita lemah dan bodoh seperti dulu. Dia membalas, “Tentu saja aku tidak terawat, karena tak ada yang merawatku di keluarga Grimaldi. Sedari awal mereka memang tidak ingin merawatku, tak mau bertanggung pada hidup dan masa depanku. Jadi, wajar kalau aku terlihat mengerikan.”Tak lupa, tatapan tajam mata Dania langsung menghujam ke mata Alina.“Huh! Untuk
“Aku benar-benar kaget mengetahui kamu pewaris Radiant, Riv.” Dania tersenyum.Mereka berdua sedang duduk berhadapan di kantin gedung utama Nexus yang luas dan nyaman.Rivan membalas dengan senyum yang sama sebelum dia menjawab, “Aku sebenarnya tidak begitu suka mengumbar mengenai itu. Tapi karena tadi aku ingin memberikan jaminan kredibilitasku atas kerja sama kita, maka aku harus mengungkapnya.”Dania tak menyalahkan Rivan. Bagaimana pun, seseorang harus jelas latar belakangnya ketika hendak mengajukan kerja sama dengan pihak lain.“Oke, nggak apa, kok!” Dania mengaduk spagetinya.Ada sedikit kekacauan di hatinya saat ini. Meski terjawab sudah teka-teki di hatinya mengenai perubahan penampilan Rivan yang sangat drastis, tapi dia berkaca pada dirinya sendiri.‘Mungkin dia juga menemui kisah kelam seperti aku, makanya akhirnya ketika dia menemukan kekuatannya, dia pun berubah.’ Dania memiliki asumsi ini di hatinya.“Dania, semoga kerja sama Nexus dan Radiant bisa lancar dan membuka ba
Melody yang terus memantau pergerakan pasar melaporkan, “Kencana Buana sudah mendapatkan peringatan dari beberapa investor besar mereka. Mereka akan kesulitan melanjutkan proyek tanpa dukungan Zenith.”Sebastian juga memberikan laporan. “Saham Zenith sudah jatuh lima persen. Ini pukulan besar untuk mereka.”Silverline Properties yang awalnya bertahan, akhirnya menyerah pada tekanan. Melihat Kencana Buana terancam dan saham Zenith terus merosot, Silverline mulai meninjau kembali kerja sama mereka dengan Zenith. Beberapa investor mereka bahkan sudah mulai menarik dukungan.Semua mata sekarang tertuju pada Zenith, perusahaan yang mulai terguncang di pasar."Dalam waktu singkat, mitra-mitra bisnis mereka mulai meninggalkan proyek yang dirasa tidak stabil. Hihi... dengan begitu, Hizam makin terpojok dengan tekanan datang dari berbagai arah."Dania tersenyum penuh kepuasan. Dia telah berhasil menjalankan rencananya tanpa harus terlibat langsung dalam konflik terbuka.Zenith berada di ambang
“Pergi ke suatu tempat?” tanya Dania begitu mendengar permintaan Rivan.Rivan mengangguk. Mereka sudah menyelesaikan santap malam mereka."Bagaimana kalau kita ke galeri seni? Ada pameran lukisan yang sedang berlangsung tidak jauh dari sini."Dania tersenyum, mengingat pesan ayahnya sebelum pergi. Levi, ayahnya, sempat mengatakan agar dia bersenang-senang menikmati malam ini dengan Rivan.Meski biasanya Levi bersikap protektif, kali ini Dania bisa merasakan bahwa ayahnya tidak keberatan dengan Rivan, bahkan mungkin menyukai pria itu.Dengan perasaan ringan, Dania mengangguk. "Tentu, kedengarannya menyenangkan."Mereka berdua meninggalkan restoran dan menuju galeri seni di pusat kota. Saat tiba di sana, suasana galeri terasa tenang dengan sentuhan elegan. Lukisan-lukisan dari berbagai aliran seni tergantung di dinding, diterangi cahaya yang lembut. Beberapa pengunjung lainnya tampak sedang berkeliling, menikmati karya-karya seni itu dengan penuh minat.Namun, setelah beberapa waktu ber
Keesokan harinya, dia memberikan surat gugatan cerai kepada Leona di rumah mereka. Leona yang membaca surat itu, langsung meledak dalam kemarahan.“HIZAM!” teriaknya, wajahnya memerah. “Apa-apaan ini? Kamu menggugat cerai aku?”Leona yang terbiasa emosional tak bisa menerima apa yang baru diberikan suaminya. Pernikahan mereka masih seumur jagung! Kalau dia sudah menjadi janda, bukankah itu sebuah aib dan malu yang tak terhingga bagi dia dan keluarganya?Hizam mencoba tetap tenang. “Leona, coba ngerti, deh! Hubungan kita ini udah nggak bisa dilanjutkan. Ini keputusan terbaik untuk kita berdua. Tolong deh, kamu mengerti ampe sini.”Dia sudah terbiasa dengan temperamen Leona, maka dia bisa tetap tenang menghadapi Leona yang sedang meledak-ledak.Kalau dipikir-pikir lebih jauh, dia memang patut menyesal sudah memilih Leona ketimbang Dania. Apalagi Dania yang sekarang luar biasa cantik, memikat, dan… penerus Ne
Hizam terkejut. “Apa? Kenapa, Pa?”Betapa mengejutkannya bagi Hizam beserta ibu dan adiknya saat mereka mendengar apa yang diperintahkan Arvan.Menceraikan Leona. Arvan memerintahkan demikian dengan nada tegas dan wajah serius. Baru kali ini Arvan ikut campur dalam ranah hubungan pribadi anaknya.Namun, Arvan seperti tidak mau tau. Dia melotot ke Hizam yang dianggap melawan. Tangannya sudah hendak melayang untuk kedua kalinya, namun Alina segera berdiri di depan putranya, menjadi tameng.“Papi! Jangan pukul lagi anakmu!” Alina mendesis tegas, dan hanya itu yang sanggup dia lakukan yang paling jauh, disebabkan dia juga takut pada Arvan ketika pria itu dalam mode serius.Disebabkan pembelaan Alina yang dia cintai, Arvan urung memukul Hizam.“Papa ingin kamu menceraikan Leona karena kamu akan kembali mengejar Dania,” ujar Arvan dengan tegas. “Kalau dia adalah pewaris Nexus, maka kita tidak bisa kehilangan kesempatan emas ini. Kamu harus melakukan apa pun untuk mendapatkan kembali hatinya.
“Benar, Nona Dania adalah penerus Nexus Holdings.” Yohan menebalkan pernyataan itu.Hizam memicingkan mata, tak percaya.Dania? Mantan istrinya yang menyedihkan itu? Yang merupakan anak dari pasangan miskin yang membeli mobil saja tidak mampu?“Kenapa, Zam? Kamu nggak percaya?” Dania menaikkan dagunya, puas bisa membuat Hizam sepucat kertas. “Aku bisa kasi bukti dari tes DNA. Nama asliku Dania Hadid. Nexus di Morenia sebenarnya tempat aku untuk berlatih bisnis sebelum aku mengambil alih seluruh Nexus.”Hizam berdiri terpaku, tubuhnya kaku seperti patung. Kata-kata Yohan menggema di kepalanya berulang kali, seolah-olah mencoba meyakinkan pikirannya yang enggan menerima kenyataan.Dania? Pewaris Nexus Holdings?Dia menggelengkan kepala pelan, berusaha menepis apa yang baru saja didengarnya.Namun, tatapan percaya diri Dania, ditambah dengan senyum puas yang mengembang di wajahnya, membenarkan semua yang Hizam coba sangkal.“Nggak mungkin,” gumam Hizam akhirnya, suaranya penuh ketidakper
“Hubunganku dengan Pak Yohan? Dengan Tuan Levi?” beo Dania atas pertanyaan Hizam. “Hihi! Kepalamu yang berotak payah itu bisa jumpalitan kalau aku kasi tau jawabannya.”Dania tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia berdiri dengan anggun, lalu berjalan mendekati meja di mana beberapa dokumen penting Nexus berada. Tangannya dengan santai menyentuh salah satu dokumen itu sebelum dia akhirnya menatap Hizam.“Aku di sini bukan tanpa alasan,” katanya dengan nada tenang tetapi penuh makna. “Dan satu hal yang harus kamu lakuin kalau kamu ingin bergaul baik dengan penerus Nexus, Hizam, yaitu kamu… harus bersikap saaaaangat baik ama aku.”Setelah mengucapkan itu, Dania menyunggingkan senyum seringainya.Hizam hanya bisa memandang Dania dengan tatapan bingung, tetapi juga penuh amarah yang tertahan. Sesuatu tentang wanita itu terasa berbeda, tetapi dia tidak bisa sepenuhnya memahami apa yang sedang terjadi.“Maksudmu apa sih, Dania? Ngapain aku harus bergaul baik ama kamu lebih dulu kalau ingin
Pada esok harinya….Hizam Grimaldi berjalan memasuki lobi kantor Nexus Holdings dengan langkah penuh percaya diri.Penampilan pria itu tergolong sempurna, mengenakan jas hitam mahal dengan dasi merah marun, namun di dalam hatinya dia merasa sedikit tidak nyaman.Ini semua karena perintah ayahnya, Arvan Grimaldi tadi malam. “Besok Papa tak mau tau. Pergilah ke Nexus Holdings. Pewaris perusahaan itu dirumorkan masih berada di Morenia. Kamu harus menjalin hubungan baik dengannya, tak boleh gagal! Jangan sampai kita kehilangan peluang kerja sama besar!” begitu instruksi tegas yang dia terima.Namun, rasa tidak nyaman Hizam perlahan berubah menjadi kekesalan saat dia memasuki ruang pribadi Yohan. Di sana, dia melihat Yohan, sang Managing Director Nexus Holdings di Morenia, berdiri di samping kursi besar yang diduduki seorang wanita yang sangat dia kenal—Dania.Mata Hizam membelalak, tetapi bukan karena keterkejutan biasa. “Kamu ngapain di sini?” suaranya tajam, nyaris seperti perintah terh
‘Astaga! Astaga! Astaga!’ Dania merasakan jantungnya sibuk berdebar kencang.Dia tidak menyangka akan diberi pertanyaan mengenai sesuatu yang… yang… membuat wajahnya akan merah padam.“Itu… sakit…” Suara Dania seperti mencicit pelan. Dia bingung. Harus menanggapi dengan kalimat apa?Karena gugup, Dania tak berani menatap Rivan. Kepalanya terus tertunduk, seakan meja dan piring jauh lebih memikat mata ketimbang pria tampan di depannya.“Dania…” Rivan menyapa dengan suara lebih lembut.Tangan pria itu juga terjulur untuk menggapai tangan Dania. Senyumnya tak pernah luntur dari wajah tampannya.“Um!” Dania tersentak.Dia terlalu gugup saat ini, hingga tanpa sadar menarik tangannya dari gapaian Rivan. Dia bisa melihat pria itu terlihat kecewa.Tapi bagaimana ini? Dia tak mungkin mendorong tangannya lagi untuk masuk ke telapak tangan Rivan, kan?Akan aneh, bukan?“A-aku makan dulu sopnya, yah!” Dania mengalihkan pembicaraan.Dia segera meraih mangkuk untuknya dan mulai menyantapnya di bawah
“Anda menolak tamu ini?” tanya petugas melalui telepon khusus.“Iya, Pak! Iya! Tolak aja! Bilang, aku udah tidur!” Dania mengulangi ucapannya, kali ini dengan nada tegas agar lebih meyakinkan petugas di bawah sana.Setelah mengakhiri pembicaraan singkat dengan petugas, Dania kembali ke ruang tengah dan duduk gelisah di sofa mahalnya.Tanpa sadar, giginya sibuk menggigiti tepian kukunya beserta kulit di bagian pinggir. Tingkah ketika dia sedang gelisah maupun panik.“Duh, gimana, sih! Aku malah nolak dia? Padahal aku… aku harus tanya ke dia soal… soal… arrkhhh! Nggak mungkin aku tanya: Riv, apa benar kamu yang udah ambil perawan aku? Aish! Gila aja tanya gitu ke dia!”Dania yang awalnya sangat menginginkan kedatangan Rivan, kini justru gelisah dan takut bertemu pria itu. Lebih tepatnya, dia malu. Sangat malu.Entah seperti apa dia ketika malam itu melakukannya dengan Rivan. Argh! Dia tak mau membayangkannya! Pasti bukan sebuah hal yang menyenangkan untuk diingat-ingat, bukan?Duduk gel
“Mmhh~ Riiivv~” Dania masih saja mengerang manja sambil menampilkan wajah penuh minatnya terhadap Rivan.Dikarenakan Dania terus saja memancing, maka Rivan tak bisa mengelak dari hasratnya sendiri.Dia terpikat pada Dania sejak lama dan dia yakin Dania kini bisa membalas perasaanya yang sudah berkembang menjadi sayang dan cinta.“Annhh~” Dania melenguh pelan ketika Rivan mulai menciumi tubuhnya.Sesekali dia akan bergidik karena geli dan mendapatkan sensasi asing yang baru kali ini dirasakan.Napas Dania tersengal, dia terengah-engah ketika sentuhan-sentuhan Rivan membawa eforia tersendiri bagi tubuhnya yang amatir.“A-aarkhh!” Dania tanpa segan menyerukan suara lepasnya ketika dirinya mendapatkan pengalaman yang pertama kalinya di dalam hidup.Hingga akhirnya tangannya terus digenggam erat Rivan sambil dia menyerahkan seluruh dirinya pada pria itu, meski di bawah pengaruh obat.***“Umrh~” Dania terbangun dan mendapati dirinya sudah ada di tempat tidur huniannya. Sendirian.Ketika di
“Ummhh?” Dania mengerang pelan sambil memberikan nada tanya saat Sebastian menciumnya. “Riv….”Mendadak saja, nama itu keluar dari mulut Dania, dialunkan dengan lembut, seakan menyiratkan perasaan orang yang menyebutkannya.Seketika, Sebastian menghentikan tingkah gilanya dan menyudahi ciumannya untuk menatap wajah Dania.“Nona, apakah hanya dia saja yang ada di pikiranmu?” bisik Sebastian sambil menatap wajah merah padam Dania.Ketika lift terbuka, Sebastian segera sadar dan menyingkirkan segala pikiran busuknya pada Dania. Dia bisa saja membuat Melody menyingkir dan Dania akan berhasil dia kuasai untuk dirinya sendiri.Tapi….Sebastian menggendong Dania, memastikan dia aman hingga Melody tiba dengan mobil. “Ayo!” Sebastian sudah membantu Dania masuk ke mobil dan dia berada di belakang untuk menjaga.Sekaligus memeluk Dania untuk keegoisannya sendiri, sedangkan Melody fokus mengemudi.“Kita langsung ke penthouse Nona saja dan kita bisa jaga Nona di sana.” Sebastian mengomando.Melod