“Pergi ke suatu tempat?” tanya Dania begitu mendengar permintaan Rivan.Rivan mengangguk. Mereka sudah menyelesaikan santap malam mereka."Bagaimana kalau kita ke galeri seni? Ada pameran lukisan yang sedang berlangsung tidak jauh dari sini."Dania tersenyum, mengingat pesan ayahnya sebelum pergi. Levi, ayahnya, sempat mengatakan agar dia bersenang-senang menikmati malam ini dengan Rivan.Meski biasanya Levi bersikap protektif, kali ini Dania bisa merasakan bahwa ayahnya tidak keberatan dengan Rivan, bahkan mungkin menyukai pria itu.Dengan perasaan ringan, Dania mengangguk. "Tentu, kedengarannya menyenangkan."Mereka berdua meninggalkan restoran dan menuju galeri seni di pusat kota. Saat tiba di sana, suasana galeri terasa tenang dengan sentuhan elegan. Lukisan-lukisan dari berbagai aliran seni tergantung di dinding, diterangi cahaya yang lembut. Beberapa pengunjung lainnya tampak sedang berkeliling, menikmati karya-karya seni itu dengan penuh minat.Namun, setelah beberapa waktu ber
Di rumah Levi, Dania termenung di balkon kamarnya. Dia baru saja diantar pulang oleh Rivan.“Hah~ astaga~” Dia masih saja tersenyum jika teringat akan kata-kata manis Rivan saat menyatakan cintanya.Apalagi ketika pria itu menangkap tubuhnya yang hendak jatuh ketika terpeleset usai keluar dari gondola.“Ya ampun~” Dania memandang langit sembari kedua tangan menopang pipinya.Senyum tak lepas dari wajah cantiknya ketika mengingat momen tersebut.Teringat olehnya adegan itu dengan jelas.Saat itu, Rivan dengan cekatan menangkap tubuhnya dan memeluk tanpa ragu.“Dania, aku harap kamu bisa menerimaku dan percaya padaku.” Rivan menatap penuh harap.Ketika itu terjadi, Dania sempat termangu menatap mata Rivan. Hingga kemudian, lalu lalang orang di dekat mereka menjadi penyadar Dania bahwa posisi mereka cukup absurd.Rivan membantu Dania menegakkan kembali tubuhnya dan Dania cukup gugup menanggapi sang pria. Padahal Dania sudah terlatih selalu tegar dan kuat dalam menghadapi apa pun, termasu
“Yakin, kok Pa. Jangan khawatir. Aku tau apa yang aku lakukan. Papa bisa tenang dan mengamati aja. Yah?” Dania menepuk lembut dada Levi. “Apalagi kan Pak Yohan sedang mengurusi proyek smart city, maka biarkan ini aku yang mengurus dengan dukungan Papa.”Kemudian Dania mulai menjelaskan rencananya ke Levi, berikut semua langkah yang hendak dia ambil.“Jadi, begitu, Pa.” Dania usai menjelaskan serinci mungkin pada ayahnya.Levi menatap putrinya dengan campuran kebanggaan dan sedikit kekhawatiran. Baginya, Dania selalu menjadi anak yang cerdas, penuh perhitungan, dan tak pernah setengah-setengah dalam melakukan sesuatu.Namun kali ini, rencananya terasa lebih berani—bahkan agresif. Melawan Zenith secara terang-terangan melalui proyek di kawasan bisnis Ivory bisa jadi langkah yang besar, tapi juga berisiko.“Baiklah, sayang.”Levi akhirnya menyetujui rencana putrinya."Makasih, Pa," jawab Dania dengan senyum percaya diri dan memberikan pelukan ke Levi.Setelah mendapat restu dari ayahnya,
Sebastian, yang berdiri di dekatnya, tersenyum puas. “Dan ketika mereka jatuh, Nona akan berada di puncak.”Dania tersenyum, yakin bahwa semua yang telah dia lakukan sejauh ini hanya awal dari kehancuran total Zenith.***Dania berdiri di depan meja kerja besar di ruang kerjanya, menatap peta kawasan bisnis Ivory yang sudah mulai dipenuhi dengan tanda-tanda proyek baru milik Nexus.Dia merasa puas dengan perkembangan yang ada. Kontraktor dan penyedia bahan bangunan yang sebelumnya bekerja dengan Zenith telah beralih sepenuhnya ke Nexus, mengalihkan proyek-proyek besar mereka."Saya baru saja mendapat konfirmasi dari beberapa penyedia material besar. Mereka sudah memutus kontrak dengan Zenith dan menandatangani kontrak baru dengan kita, Nona," lapor Melody sambil memeriksa catatannya."Bagus sekali, Kak Mel," jawab Dania dengan tatapan puas. "Pastikan mereka tetap mendapat penawaran terbaik. Kita harus membuat mereka melihat bahwa
Dania menatap asistennya dengan tajam. "Kecelakaan kerja?" tanyanya, suaranya terdengar tenang, tapi ada ketegangan yang samar.Asisten itu mengangguk, tampak ragu-ragu sebelum menjawab. "Ya, Nona. Dari laporan awal, beberapa pekerja mengalami cedera, dan salah satu dari mereka dalam kondisi serius. Kami masih menunggu informasi lebih lanjut dari tim di lapangan."Ruangan yang semula dipenuhi perasaan kemenangan mendadak sunyi. Bahkan Melody dan Sebastian, yang biasanya sangat tenang, saling bertukar pandang dengan ekspresi serius.Ini adalah kejadian yang tidak terduga, dan Dania tahu betul bahwa satu kesalahan dalam menangani situasi ini bisa berakibat fatal, baik bagi reputasi Nexus maupun proyek mereka.Dania menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Siapa yang bertanggung jawab di lokasi saat ini?"Asisten itu segera menjawab, "Manajer proyek di lapangan sedang menyiapkan laporan lengkap. Dia juga sudah menghubungi pihak berwenang dan tim medis. Mereka sedang mena
“Hah? Ada korban jiwa?” Dania sampai bangun dari duduknya dengan wajah terkesiap karena terlalu terkejut.***Setelah kecelakaan kerja yang tragis di proyek milik Nexus, suasana di kantor pusat menjadi sangat tegang. Proyek yang sebelumnya berjalan lancar kini terhenti mendadak akibat insiden tersebut, dan semua mata tertuju pada Dania.“Sejumlah pekerja terluka, dan satu korban meninggal dunia, maka masalah ini lebih serius dari sekadar kecelakaan biasa.” Levi memberi masukan ke putrinya.Dania diam sambil berpikir keras mengenai permasalahan ini.“Sayang, Papa bisa menangani ini untukmu—““Jangan, Pa. Biarkan aku mencoba mencari jalan keluarnya sendiri.” Dania menolak karena ingin bertumbuh menjadi lebih kompatibel sebagai pewaris nantinya.Dengan tekanan dari media dan publik, Dania segera memerintahkan investigasi internal.Di ruang rapat Nexus yang luas dan modern, Dania duduk di ujung meja, memandangi layar yang menampilkan hasil awal penyelidikan.Melody dan Sebastian berdiri d
“Hizam!” desis Dania ketika akhirnya dia menemukan jawaban atas semua kekisruhan yang menimpa Nexus.Setelah menyudahi bicara dengan Ivella, Dania segera menyalakan komputer, mencari berbagai data, dan memikirkan banyak solusi yang bisa diambil setelah mengetahui dalang insidennya.“Nggak, aku nggak usah telepon Kak Mel dan Seba. Kasian, mereka udah beberapa hari ini kerja lembur melulu ampe malam.” Dania mengurungkan niat menghubungi kedua orang kepercayaannya.Meski Melody dan Sebastian sudah berikrar akan selalu siap sedia kapan pun Dania membutuhkan mereka, dia tetap tak tega mengganggu waktu istirahat mereka.Maka, Dania hanya bisa menyusun berbagai rencana sendirian saja sembari mencari banyak data di komputernya.“Aku bisa. Aku pasti bisa!” bisik tegas Dania pada dirinya sendiri.Dania menatap layar komputernya dengan penuh tekad. Setelah berjam-jam mencari data dan menganalisis laporan, dia akhirnya mendapatkan gambaran yang jelas.“Hizam sialan!” desisnya.Hizam adalah dalang
Dania segera berdiri dari kursinya. “Kecelakaan lagi? Seberapa serius?”Melody terdengar ragu sejenak sebelum melanjutkan, "Salah satu pekerja terjebak di bawah reruntuhan bangunan. Beberapa material runtuh saat konstruksi berlangsung. Luka-luka yang dideritanya parah."Berita dari Melody seakan menjadi sambaran petir untuk Dania.Dia merasakan jantungnya berdegup kencang. "Gimana itu bisa terjadi?" tanyanya, suara seraknya menahan amarah. “Apa udah dipastikan kalau ini kecelakaan? Atau ada sesuatu yang lebih besar di baliknya?”“Kami belum tahu, Nona,” jawab Melody. “Tapi dari penyelidikan awal, kelihatannya ada kesalahan struktural pada material yang digunakan. Ini bisa terkait dengan sabotase yang kita curigai sebelumnya.”Dania menggigit bibirnya, berusaha menahan kekhawatirannya. "Oke. Pastikan kita menyelidiki setiap detailnya. Hubungi tim penyelidik untuk datang ke lokasi secepat mungkin. Kita nggak bisa membiarkan ini terulang lagi."Dania merasa dadanya berdegup lebih kencang