“Dania, kan?” Arvan tersenyum kaku ke Dania.Seingat Dania, Arvan memang bukan jenis orang yang pandai beramah-tamah, terlebih jika bukan kepada pihak yang disegani.Makanya tak heran jika melihat Arvan menyapa sopan ke Levi terlebih dahulu, karena Arvan menyadari perbedaan statusnya yang cukup jauh dari Levi.“Benar, Pak.” Dania membalas dengan senyuman basa-basi.“Sekarang kamu cantik sekali.” Arvan masih memaksakan senyuman canggung.Dania mengucapkan terima kasih ala kadarnya.Dulu, Arvan hampir tidak pernah bertemu Dania di rumah Grimaldi, kecuali di saat makan malam bersama. Jangan-jangan Arvan tak tahu kalau selama ini perlakuan anggota Grimaldi lainnya begitu buruk padanya.“Kamu juga sudah sukses bergabung di Nexus.” Arvan menambahkan.Dania merasa geli sendiri dengan cara Arvan berbasa-basi. Kenapa begitu kentara kecanggungannya? Dia heran, orang sekaku Arvan bagaimana bisa menjadi pengusaha sukses di Morenia? Bicara santai dengan orang saja tak bisa.“Selain itu, dia cerdas
“Enak aja!” desis sengit Hizam menanggapi ejekan halus Dania.Hizam menatap Dania dengan mata yang menyipit, penuh kebencian yang terpendam. Wajahnya sejenak memerah mendengar jawaban Dania yang penuh percaya diri.“Ah, sepertinya kamu banyak belajar setelah kita berpisah. Tapi jangan lupa, bukan soal tahu cara makan yang penting, tapi soal siapa yang benar-benar punya kelas,” Hizam melontarkan kata-katanya sambil mulai memotong bruschetta-nya sendiri dengan garpu dan pisau, meski gerakannya tidak sehalus Dania.Dania hanya tersenyum kecil. "Kelas itu bukan tentang tampilan, Hizam. Orang yang benar-benar punya kelas nggak merasa perlu merendahkan orang lain," jawabnya dingin, matanya tetap menatap lurus ke arah Hizam.Sebastian yang duduk di samping Dania, tersenyum tipis mendengar tanggapan Dania. Dia selalu mengagumi bagaimana Dania tetap tenang dalam situasi seperti ini. Dia melirik Hizam yang tampak berusaha keras untuk menahan amarahnya.Hizam tersenyum sinis saat bicara lagi. "N
“Oh? Gitu, yah?” Dania menaikkan alisnya dan kemudian tersenyum atas ucapan Hizam yang ingin merendahkan Nexus.Hizam sebenarnya mengetahui kalau Nexus Holdings bukan sekedar perusahaan tambang saja, melainkan real estate juga, meski yang paling menonjol adalah pertambangan mereka.Dia mengatakan itu hanya untuk membuat Dania kesal.Dania tidak bisa menahan senyum sinisnya. "Zenith Group juga nggak dikenal besar di bidang infrastruktur, Hizam. Kalian cuma tau soal menjual barang-barang di toko. Jadi, mungkin lebih baik kita lihat aja siapa yang lebih mampu menangani proyek sebesar ini."Seperti Hizam, Dania juga mengetahui bisnis Zenith juga mencakup ke real state, meski yang paling terkenal adalah bisnis ritail mereka.Hizam tertawa pendek, meskipun tampak sedikit tegang. "Jangan terlalu percaya diri, Dania. Dunia ini keras, dan kadang yang kuat bukanlah yang paling berbakat, tapi yang paling licik."Dania menyahut dengan nada lebih tenang. "Yang paling licik, yah? Mau tak mau aku ha
“Sayang, kamu yakin?” Levi tidak menyangka putrinya hendak melakukan presentasi.Dania mengangguk. “Sebenarnya aku sudah mempelajari mengenai materi ini beberapa hari lalu, Pa. Kebetulan aku diajak ke sini. Nah, apakah Papa dan Pak Yohan percaya padaku?” tanyanya dengan suara rendah nyaris berbisik.Levi dan Yohan saling berpandangan, lalu mereka mengangguk berbarengan. Mereka percaya pada kemampuan Dania. Apalagi raut wajah Dania menyiratkan kepercayaan dirinya.Levi berbicara dengan suara rendah kepada Yohan dan Dania. "Ini kesempatan besar bagi kita. Aku tahu kita bisa memenangkan ini. Aku percaya padamu, Dania."Maka, Dania mulai maju ke podium sambil membawa map berisi data yang sudah disiapkan. Sebastian mengikuti dari belakang untuk membantu mempersiapkan proyektor yang akan digunakan.“Huh! Luar biasa sekali perusahaan sebesar Nexus malah mempercayakan tender sepenting ini ke tangan amatir seperti Dania.” Hizam mencemooh dari kursinya.Beberapa perwakilan perusahaan lain juga
“Wah! Zenith berani memberikan harga lebih rendah dan masa pengerjaan lebih cepat!” Ada hadirin yang memekik tertahan.Sedangkan Arvan di kursinya mengangguk-angguk senang atas presentasi putranya. Dia percaya tender kali ini bisa dimenangkan Zenith Group.Setelah presentasi selesai, ruangan terasa lebih tegang. Hizam duduk dengan penuh percaya diri, sementara Dania tetap tenang.Ada 2 perusahaan kuat yang bersaing untuk Smart City Ivory,- yaitu Nexus Holdings dan Zenith Group.Nexus mempresentasikan rencana mereka yang tidak hanya mengandalkan teknologi canggih, tetapi juga keberlanjutan dan integrasi infrastruktur yang akan membawa keuntungan jangka panjang bagi penduduk Ivory.Di sisi lain, Zenith dengan penawaran mereka yang menjatuhkan harga demi ambisius memenangkan tender.Hal ini bisa dilihat Dania bahwa Hizam lebih banyak mengandalkan kecepatan dan agresivitas daripada strategi matang.“Bagaimana menurutmu, sayang?” bisik Levi ke putrinya setelah Hizam melakukan presentasi me
Ketika Hizam sedang menghadapi tekanan dari ayahnya, Dania justru masih di balai kota.Di ruang khusus yang disediakan di balai kota, Levi, Dania, dan Yohan duduk di sofa mewah yang ditempatkan rapi di sekitar meja kaca besar. Sedangkan Sebastian ada di mobil.Mereka sedang menunggu Gubernur Ivory, Lukito Dharmawan yang akan segera datang untuk membahas detail mengenai proyek Smart City di pinggiran kota Ivory yang baru saja Nexus Holdings menangkan.Levi bersandar dengan lengan terlipat di dada, pikirannya masih melayang pada performa cemerlang Dania dalam presentasi yang baru saja dilakukan. Setelah sekian lama, dia baru menyadari bahwa putrinya bukan sekadar pewaris yang hidup di bawah bayangannya."Bagaimana bisa kamu begitu menguasai semua aspek real estate kita, Dania?" Levi bertanya, memecah keheningan. "Kamu tak pernah menunjukkan minat sebelumnya, tapi tadi... presentasimu sangat meyakinkan, seolah-olah kamu sudah bertahun-tahun menggeluti bidang ini."Dania tersenyum samar,
Di tempat lain, Hizam masih menundukkan kepala mendengarkan omelan ayahnya. “Huh! Kamu benar-benar mengecewakan, Zam!”“Maaf, Pa,” jawab Hizam akhirnya, suaranya bergetar sedikit. “Aku nggak mengira dia akan mempersiapkan diri sebaik itu.”“Dan sekali lagi Papa katakan bahwa kamu bodoh melepaskan istri sepertinya!” Arvan meledak dengan suara yang lebih keras. “Leona mungkin cantik dan pintar di atas kertas, tapi lihatlah Dania. Jika calon istrimu tidak bisa mengimbangi performa seperti itu, lebih baik kamu kembali ke Dania!”Sekali lagi Arvan mengulang ucapan itu, menimbulkan perasaan tak nyaman di hati Hizam.Hizam menggigit bibirnya, tidak tahu harus mengatakan apa. Dia tahu bahwa mengabaikan Dania adalah salah satu kesalahan terbesarnya, tapi sekarang semua itu sudah terlambat.Dania bukan lagi wanita yang dia kenal dulu—dia telah berkembang, melampaui segala batasan, bahkan lebih dari yang pernah dia bayangkan."Sudah cukup!" Arvan menutup diskusi dengan nada penuh otoritas. "Aku
Suara di ujung telepon itu terdiam sejenak, lalu tertawa kecil. "Tentu saja. Kamu tau harga yang harus kamu bayar, kan?"Alina menarik napas dalam, sudah siap dengan konsekuensi dari tindakan nekat ini. “Iya, iya. Aku tau, jangan cerewet. Aku nggak peduli berapa pun harganya. Aku pingin dia lenyap. Secepatnya! Nggak lama.”Kemudian, Alina menggigit bibirnya dengan gugup bercampur gelisah. Dia sudah terdesak begini, tak ada jalan lain selain menghubungi orang ‘itu’."Aku mengerti," jawab suara itu. "Siapa targetnya?"Orang dengan nada suara berat itu bertanya. Dia sudah beberapa kali melakukan pekerjaan kotor untuk Alina.Alina menutup matanya sejenak, merasa darahnya mendidih karena amarah dan kebencian. "Dania."Suara di seberang sana terdiam sejenak, lalu terdengar lagi. "Dania? Yang dari Nexus Holdings?"Alina sedikit terkejut mendengar kalau orang itu mengetahui Dania.“Gimana kamu bisa tau kalau itu yang dari Nexus?” tanya Alina penuh tanda tanya di benak.“Hahaha… jangan buru-bu