Suara di ujung telepon itu terdiam sejenak, lalu tertawa kecil. "Tentu saja. Kamu tau harga yang harus kamu bayar, kan?"Alina menarik napas dalam, sudah siap dengan konsekuensi dari tindakan nekat ini. “Iya, iya. Aku tau, jangan cerewet. Aku nggak peduli berapa pun harganya. Aku pingin dia lenyap. Secepatnya! Nggak lama.”Kemudian, Alina menggigit bibirnya dengan gugup bercampur gelisah. Dia sudah terdesak begini, tak ada jalan lain selain menghubungi orang ‘itu’."Aku mengerti," jawab suara itu. "Siapa targetnya?"Orang dengan nada suara berat itu bertanya. Dia sudah beberapa kali melakukan pekerjaan kotor untuk Alina.Alina menutup matanya sejenak, merasa darahnya mendidih karena amarah dan kebencian. "Dania."Suara di seberang sana terdiam sejenak, lalu terdengar lagi. "Dania? Yang dari Nexus Holdings?"Alina sedikit terkejut mendengar kalau orang itu mengetahui Dania.“Gimana kamu bisa tau kalau itu yang dari Nexus?” tanya Alina penuh tanda tanya di benak.“Hahaha… jangan buru-bu
“Jangan berlagak suci seolah baru pertama begini, hehehe!” Pria itu menghempaskan tubuh Alina ke ranjang besar.“Aku sedang malas, Bruno!” teriak Alina tertahan saat dia ditindih.Sayangnya, Bruno jenis pria yang tak suka mendengar penolakan.“Ayo, berontak saja, itu justru lebih menggairahkan!” geram Bruno sambil terkekeh mencemooh upaya Alina untuk bertahan dari sentuhannya.“Kita… kita bisnis pakai uang aja! Nggak perlu gini, Bruno stop!” Alina berusaha menepis tangan kasar Bruno yang mengurai kancing blazer mahalnya.Mendadak, Bruno tersenyum menyeringai dan bangun dari atas tubuh Alina, berdiri sambil melipat kedua tangan kokohnya di dada.“Kamu bisa pilih, aku robek pakaian mahal bermerekmu ini, atau kamu lepas sendiri dan aku akan lakukan misi darimu.” Bruno menunjukkan wajah mengejeknya.Alina meneguk salivanya sambil menatap sengit ke Bruno, tapi tak ada jalan lain agar pria itu menuruti kemauannya. Maka, dia mengalah dan mulai melucuti pakaiannya sendiri di depan tatapan lap
Alina yang masih menyisir rambutnya, langsung menoleh ke Bruno dan melemparkan sisir besar di tangan.“Jangan sebut itu lagi!” geram Alina dengan tatapan sengit.“Ayolah… memangnya kenapa kalau aku menanyakan tentang anak kita? Kulihat karirnya bagus meski sepertinya dia agak ceroboh mengelola bisnisnya.” Bruno henyakkan pantat di tepi ranjangnya.Alina mendengus sambil melemparkan pandangan tajam ke Bruno."Akan aku buat hidupmu susah kalau kau berani mendekat ke anakku!" Usai mengancam Bruno, Alina bangkit berdiri dan menyambar tasnya, lalu keluar dari apartemen itu. Dia melangkah setenang dan sepercaya diri mungkin di hadapan orang-orang yang lalu lalang di sana.Bahkan ketika tiba di rumahnya pun, dia terus berjuang menjaga ketenangan sikapnya. Untung saja suaminya tak ada di rumah. Hanya ada para pelayan."Tumben Mama arisannya rada cepetan pulangnya?" Mendadak terdengar suara Zila.Alina menoleh dan agak gugup ketika menjawab putrinya, "O-oh, iya agak cepetan ini, karena rada b
Satu tebasan nyaris berhasil mengenai lengan Dania, beruntungnya Dania bergerak cepat mengangkat tasnya dan pisau itu menggores di sana. Dalam detik yang terasa seperti abadi, Dania terdesak. Dia merasa kekuatan fisik Bruno lebih besar, dan pertarungan ini akan segera berakhir buruk jika dia tidak segera mendapatkan bantuan."Humph!" Mendadak, dari belakang Bruno, sudah ada Sebastian menendangnya ke samping."Hakh!" Melody memberikan tendangan lainnya sehingga Bruno terhuyung menjauh dari Dania. Sebastian dan Melody muncul dari ujung parkiran.Sekali lagi, Melody melancarkan tendangan tinggi yang menghantam perut Bruno dari samping. Serangan itu cukup untuk membuat pria besar itu terdorong ke belakang beberapa langkah, memberinya ruang untuk bernapas.Bruno tersentak, matanya marah dan penuh kemarahan, tapi dia tidak siap menghadapi dua orang tambahan yang terlatih sebaik Dania.Sebastian menyerang dengan pukulan langsung ke wajah Bruno, sementara Melody meluncur dengan serangan swe
Ketenangannya dalam berbicara menyiratkan keyakinan bahwa tugas ini bukan sesuatu yang terlalu sulit baginya.17 menit kemudian….Melody yang selama ini sibuk dengan laptopnya, kini berdiri dengan hasil laporannya. "Nona, saya sudah mengidentifikasi orang tersebut. Namanya Bagas Ruwono, tapi dia lebih dikenal dengan nama 'Bruno' di kalangan dunia hitam. Dia bukan orang biasa. Dia preman yang ditakuti banyak preman lainnya.”Dania mengerutkan kening. Preman? Mengincar nyawanya? Berani sekali!Namun, tak berapa lama, Sebastian bersuara.“Nona, dia tidak sekedar preman. Bahkan berdasarkan surfing saya di darkweb, Bruno terindikasi sebagai pembunuh bayaran freelance yang beberapa tahun terakhir sering disewa oleh pejabat-pejabat untuk berbagai urusan kotor."Dania terdiam sejenak, mencerna informasi yang baru saja didengarnya. "Pembunuh bayaran?" tanyanya, sedikit terkejut.Meski dia sudah menduga itu di hatinya, tetap saja itu mengejutkan baginya. Dia benar-benar diincar oleh seorang pem
"Nona, saya mendapatkannya!" seru Sebastian, hampir tanpa henti ketika memasuki ruang makan.Dania meletakkan gelasnya dan menatap Sebastian penuh minat. "Apa yang kamu dapat, Seba?" tanyanya."Saya menemukan jejak Bruno," jawab Sebastian penuh semangat.Dania segera berdiri dari kursinya, begitu pula Melody.Mereka bertiga bergegas menuju meja kerja Sebastian, meninggalkan makanan mereka yang belum selesai.Di sana, laptop Sebastian sudah menampilkan rekaman hasil retasannya dari kamera jalanan.“Lihat ini,” kata Sebastian sambil memperbesar gambar di layar.Sosok Bruno yang sama terlihat jelas di monitor, berjalan santai di pinggir jalan."Di mana ini?" tanya Dania.“Ini adalah rekaman dari sebuah kamera jalan di pusat kota. Dia berjalan masuk ke hotel ini sekitar satu jam setelah serangan terhadap Anda,” jelas Sebastian, tangannya bergerak cepat menelusuri rekaman video.Mereka bertiga menatap layar dengan saksama, memperhatikan Bruno yang memasuki sebuah hotel mewah.Dania merasa
“Astaga… kalian?” Dania terkejut.Ketika dia membuka pintu, dia menemukan Sebastian dan Melody masih duduk di meja kerja, fokus pada layar laptop mereka masing-masing.Rasa haru menghangatkan hati Dania.“Kenapa malah di sini?” tanya Dania dengan kerlingan jenaka sambil memberikan sikap seperti ibu asrama memergoki anak nakal yang belum tidur.“Saya tidak tahan kalau ini belum tuntas, Nona.” Sebastian menjawab lebih dulu.“Saya tidak ingin berhenti bekerja sebelum teka-teki ini terpecahkan, Nona.” Giliran Melody yang memberikan alasan."Tapi kan ini ganggu waktu tidur kalian," ucap Dania dengan lembut.Sebastian tersenyum kecil. "Kami hanya ingin memastikan tidak kehilangan jejak, Nona."Melody menambahkan, "Ini terlalu penting, Nona. Kami merasa belum bisa istirahat sebelum ada kemajuan."Dania mendekati meja kerja dan melihat layar yang menampilkan sejumlah data tentang Alina dan Bruno.Sebastian berhasil menemukan catatan lama yang menghubungkan keduanya.“Lihat ini,” kata Sebastia
“Aku harus buktikan ke semua orang akan dominasiku!” tegas Alina pada dirinya sendiri usai menutup telepon.Namun, Alina sadar bahwa pelelangan seperti ini pasti akan menarik perhatian banyak orang kaya dan berpengaruh dari seluruh dunia.Dia harus memastikan bahwa tidak ada yang bisa menghalanginya dalam mendapatkan perhiasan itu.“Nggak peduli seberapa tinggi tawarannya nanti, aku siap kasi harga tertinggi dan bahkan menggunakan cara lain jika perlu!”Dia lalu menelepon suaminya, Arvan.“Papi, aku butuh dana tambahan bulan ini,” kata Alina tanpa basa-basi saat suaminya menjawab panggilan.Arvan terdengar terkejut di ujung telepon. "Untuk apa lagi kali ini, Mi?"Alina mendesah pelan, “Akan ada pelelangan di Parisian minggu depan. Satu set berlian hitam langka dan satu-satunya di dunia bernama Nocturna Stellaris akan dilelang, dan aku ingin mendapatkannya, Pi. Ayolah, Pi, yah!”“Apa kamu serius, Alina? Kita baru aja mengalami kerugian besar di Zenith Group dan sekarang kamu ingin meng