"Om, pegangin!" Tama harus memegang semua barang yang sudah di beli oleh Nada, begitu banyak hingga akhirnya Tama pun dipaksa masuk ke sebuah toko pakaian dalam kursus wanita.Tama menolak untuk masuk, dirinya hanya ingin menunggu di luar saja.Tetapi Nada tidak menerima penolakan, malahan memaksa Tama untuk memasuki toko tersebut.Hingga akhirnya Tama pun masuk dengan terpaksa pula, saat Nada mendorong tubuhnya."Om, ini Nada pilihin," Nada pun menunjukan sebuah dalaman berwarna pink.Tama hanya diam bahkan tak perduli sama sekali."Ini namanya dalaman kupu-kupu dengan full renda, buat Om," ujar Nada dengan senyuman.Wajah Tama langsung memerah mendengar apa yang dikatakan oleh Nada barusan, bahkan beberapa pramuniaga toko ikut menahan tawa mendengarnya."Nggak kok, bercanda. Ini buat Nada, bagus kan Om?" Tanya Nada lagi dengan konyol.Bagaimana bisa bertanya pada Tama perihal pakaian dalam, sungguh sangat aneh sekali bocah itu.Lantas apakah Tama akan perduli? Tentu saja tidak, bah
Rasa penasaran tak dapat terbendung lagi, sudah dua hari berlalu dari semenjak mengantarkan Nada ke mall untuk berbelanja, tepatnya saat itu Tama menunjukan foto seorang pria yang tak lain adalah kekasih Nada, namun di foto tersebut bukannya Nada tetapi wanita lain yang begitu mesra.Sebenarnya Tama tak ingin perduli, tetapi sampai detik ini Nada masih saja begitu dekat dengan kekasihnya tersebut.Membuat Tama kesulitan untuk berdekatan dengan Nada.Sungguh sangat membuat pria itu kepanasan seketika.Akhirnya hari ini memutuskan untuk meminta Selin mendatangi ruangannya.Tama tak suka berbasa-basi, karena dirinya lebih suka apa adanya tanpa basa-basi.Kini Selin duduk di ruang Presdir, menatap Tama yang duduk di kursi kebesarannya.Entah apa penyebabnya sehingga memanggilnya ke ruangan tersebut.Ruangan yang kini minim udara, membuat jantungnya berdegup kencang karena menantikan kalimat yang diucapkan oleh Tama.Apakah dirinya memiliki kesalahan?Selin benar-benar tidak tahu letak kes
Segera Selin menuju alamat yang diberikan oleh Tama, menanyakan secara langsung apakah yang dikatakan oleh Tama adalah benar ataupun tidak.Amarah dan juga rada penasaran benar-benar menggebu-gebu.Bagaimana bisa dirinya ditipu oleh seorang anak kecil.Selin dan Rifki memang terpaut usia jauh, bahkan usia Selin sudah 27 Tahun. Sedangkan Rifki baru menginjak 21 Tahun.Usia tak menjadi masalah, karena saat Selin terpuruk hanya ada Rifki yang menjadi sandarannya.Hingga membuat nyaman dan akhirnya keduanya pun sepakat untuk menjalin sebuah hubungan serius.Bahkan selama beberapa bulan kebelakang ini Selin mengeluarkan uang untuk biaya kuliah dan juga uang lainnya untuk Rifki.Apakah mungkin Rifki berbohong padanya, menipunya habis-habisan begini.Jika saja saja benar maka percayalah dirinya tak akan diam saja. Perasaan Selin tak menentu saat berdiri di depan daun pintu masih tertutup, sialnya dirinya sudah sangat mencintai Rifki dan takut mendengar kenyataan bahwa benar Nada adalah keka
Tama hanya diam saja, duduk di kursi kebesarannya. Tepatnya di kantornya, biarkan saja Selin menemui Nada. Semoga saja setelah itu apa yang diharapkan benar-benar terjadi.Apa yang diharapkan oleh seorang Tama, tentu saja hubungan Nada dan juga Rifki berakhir detik ini juga tanpa ada penghalang lagi ataupun kecuali.Sepertinya apa yang diimpikan Tama tidaklah sia-sia, karena Nada pun tak akan mau dengan lelaki yang sudah menduakan cintanya, padahal dirinya begitu tulus terhadap Rifki.Begitu juga dengan wanita lainnya yang ikut menjadi korban, siapa lagi kalau bukan Selin.Parahnya lagi Selin hanya dijadikan ATM berjalan oleh Rifki yang selama ini dia anggap serius mencintai dirinya."Kak, ini air dua ember, tepung satu kilo, telur busuk udah Nada beli dari warung."begitu bersemangat saat nanti akan melakukan aksinya bersama dengan Selin.Bahkan repot-repot membeli banyak barang-barang yang dibutuhkan untuk membuat Rifki benar-benar jera."Tepung sama telur, maksudnya, kita manggil d
Kurang lebih habis sudah 500 lembar tisu yang digunakan Nada untuk mengusap air matanya, setelah kejadian barusan benar-benar membuatnya merasa menjadi wanita paling menyedihkan di dunia ini.Sampai-sampai Sarah pun sangat kesal pada Nada."Nada, udah dong. Berisik tahu!""Kamu nggak tahu rasanya gimana kalau putus cinta, sedih tau nggak?" Nada malah melampiaskan kemarahannya pada Sarah, karena tak merasakan apa yang sedang dirasakan olehnya."CK, lebay! Cari yang baru kan bisa!"Nada semakin berteriak kencang, karena merasa Sarah tak perduli pada perasaannya saat ini."Kamu tahu aku?""Taulah, siapa yang nggak tahu? Kan Ibu aku kerja di rumah orang tua kamu!""Bukan itu Sarah!""Terus apa?""Perasaan aku sekarang, Sarah," Nada menepuk dadanya, seakan rasa sakitnya begitu dalam, "aku udah tulus banget--" Nada mendadak berhenti berbicara saat ponselnya berdering.Hingga akhirnya matanya melihat layar ponselnya.Dengan segera Nada pun menjawab panggilan tersebut, dirinya sudah dewasa ja
Sore harinya Nada pun harus pulang, tetapi kali ini dirinya sendiri bingung harus pulang dengan siapa.Sedangkan uang di dompetnya pun tidak ada satu rupiah pun.Begitu banyak tantangan menjadi orang biasa, tetapi Nada sangat menikmati kebebasan ini.Hingga akhirnya Nada pun mendapatkan ide yang cukup brilian."Om, anterin Nada pulang dong!" Nada langsung saja meminta Tama yang mengantarnya pulang ke rumah.Padahal selama beberapa hari kebelakang ini selalu saja menolak saat Tama menawarkan diri.Tak jarang pula Tama memaksa dengan caranya, bahkan mengancam pula. Tetapi, tetap saja ditolak dengan mentah-mentah.Lantas seperti tidak dengan saat ini.Tentu saja saat ini Nada membutuhkan Tama, karena Rifki yang biasanya menjadi ojek tercintanya sudah tak lagi ada.Karena mereka sudah berakhir juga pastinya, setelah kejadian yang menimpa cintanya.Cinta terbagi dua sungguh sangat memilukan dada.Lantas apakah saat ini Tama mau mengantarkan Nada untuk pulang, seperti apa yang diinginkan ol
Di sebuah restoran ternama salah satu milik yang tak lain adalah milik Tama, kini Nada sedang menikmati makan malamnya. Menemani seorang Tama yang lagi-lagi menjadi klien-nya, dan sesaat kemudian akan mendapatkan bayaran sebuah tas branded keluaran terbaru dengan harga 1 M.Cukup mahal, tetapi tidak menjadi masalah untuk Tama.Asalkan bisa menemaninya, bahkan tanpa sadar Tama mulai meninggalkan dunia hiburan malam yang biasanya menjadi tempatnya untuk menghibur diri.Selesai makan malam, Nada dan Tama pun menuju pusat perbelanjaan.Nada memilih tas sesuai dengan keinginannya, tak lupa membelikan untuk Sarah juga.Meskipun tidak semahal milikinya, tetapi tas tersebut berkisar antara Rp. 100.000.000.00."Makasih ya Om, ini buat saudara Nada. Buat sogokan, nanti kalau dia laporin Nada ke ibu karena pulang malam, 'kan bahaya Om," jelas Nada.Padahal Tama tak membutuhkan penjelasan Nada sama sekali, karena percuma saja.Sekali Nada mengatakan membelinya, tak akan ada cara untuk menghentika
"Kamu lihat ini?"Mata Sarah langsung melebar melihat tas branded keluaran terbaru milik Nada."Ya ampun Nada, kamu ngabisin 1 M cuman buat beli tas?" Sarah benar-benar tidak tahu seperti apa cara berpikir seorang Nada.Tetapi menurutnya uang sebanyak itu bisa untuk membangun rumah, bahkan mungkin seharga dengan rumah yang kini menjadi tempat tinggalnya.Itupun sudah dengan tanahnya sekaligus, sedangkan Nada hanya mengunakan untuk satu buah benda kecil."Aku rasa ini tidak wajah, lebih-lebih jika bisa untuk masuk ke dalamnya. Lah ini? Cuman berapa centimeter Nada?"Lagi-lagi Sarah menarik napas panjang sembari tangannya berusaha mengukur seberapa besar tas branded milik Nada yang lagi-lagi tidak masuk akal baginya."Namanya membahagiakan diri sendiri."Lihat saja wajah Nada, terlihat santai tanpa rasa beban sedikitpun.Sedangkan Sarah sudah hampir tidak bisa bernapas melihatnya saja."Orang kaya emang beda, kalau orang seperti kami ini sudah bisa beli rumah Nada!" Terang Sarah lagi.D
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada