Di sebuah restoran ternama salah satu milik yang tak lain adalah milik Tama, kini Nada sedang menikmati makan malamnya. Menemani seorang Tama yang lagi-lagi menjadi klien-nya, dan sesaat kemudian akan mendapatkan bayaran sebuah tas branded keluaran terbaru dengan harga 1 M.Cukup mahal, tetapi tidak menjadi masalah untuk Tama.Asalkan bisa menemaninya, bahkan tanpa sadar Tama mulai meninggalkan dunia hiburan malam yang biasanya menjadi tempatnya untuk menghibur diri.Selesai makan malam, Nada dan Tama pun menuju pusat perbelanjaan.Nada memilih tas sesuai dengan keinginannya, tak lupa membelikan untuk Sarah juga.Meskipun tidak semahal milikinya, tetapi tas tersebut berkisar antara Rp. 100.000.000.00."Makasih ya Om, ini buat saudara Nada. Buat sogokan, nanti kalau dia laporin Nada ke ibu karena pulang malam, 'kan bahaya Om," jelas Nada.Padahal Tama tak membutuhkan penjelasan Nada sama sekali, karena percuma saja.Sekali Nada mengatakan membelinya, tak akan ada cara untuk menghentika
"Kamu lihat ini?"Mata Sarah langsung melebar melihat tas branded keluaran terbaru milik Nada."Ya ampun Nada, kamu ngabisin 1 M cuman buat beli tas?" Sarah benar-benar tidak tahu seperti apa cara berpikir seorang Nada.Tetapi menurutnya uang sebanyak itu bisa untuk membangun rumah, bahkan mungkin seharga dengan rumah yang kini menjadi tempat tinggalnya.Itupun sudah dengan tanahnya sekaligus, sedangkan Nada hanya mengunakan untuk satu buah benda kecil."Aku rasa ini tidak wajah, lebih-lebih jika bisa untuk masuk ke dalamnya. Lah ini? Cuman berapa centimeter Nada?"Lagi-lagi Sarah menarik napas panjang sembari tangannya berusaha mengukur seberapa besar tas branded milik Nada yang lagi-lagi tidak masuk akal baginya."Namanya membahagiakan diri sendiri."Lihat saja wajah Nada, terlihat santai tanpa rasa beban sedikitpun.Sedangkan Sarah sudah hampir tidak bisa bernapas melihatnya saja."Orang kaya emang beda, kalau orang seperti kami ini sudah bisa beli rumah Nada!" Terang Sarah lagi.D
Sesampainya di kantor Nada pun berjalan di belakang tubuh Tama, sampai akhirnya langkah kaki Nada terhenti saat melihat seseorang."Kak Selin?" Nada pun berseru, tetapi sesaat kemudian menutup mulutnya, "hihi, kelepasan, maklum biasa di hutan," celetuk Nada.Selin pun tersenyum melihat Nada, meskipun sedikit bingung dengan keberadaan Nada di perusahaan tempatnya bekerja."Kamu ya, ada-ada saja.""Kak Selin apa kabar?""Baik, kamu ke sini ada tujuan?""Nada kerja Kak, jadi asistennya Om Tama."Selin pun mengangguk, tetapi bukankah ada Gilang? Tetapi Selin pun tak ingin mengetahui lebih jauh, sebab orang kaya bebas memiliki berapapun asisten pikir Selin lagi."Kakak juga kerja di sini?""Aku sekretaris Bos.""Wah, hebat juga ya ternyata Kakak. Kalau gitu bisa bantuin Nada nantinya.""Ya dong.""Nada ke ruangan Bos dulu ya Kak."Nada pun menyusul Tama, tak menyangka jika dirinya dan Selin bisa bekerja di tempat yang sama.Bekerja?Akankah ada pekerjaan yang dikerjakan oleh Nada nantinya
"Kamu Kenapa?" Tanya Tama saat menyadari ada yang aneh dari Nada.Aneh seperti apa?Wanita itu biasanya sangat cerewet, tetapi kini mendadak menjadi pendiam.Ada apa dengan wanita itu? Adakah sesuatu yang membuatnya menjadi demikian."Nggak papa sih Om. Nada, cuman bingung mau ngelakuin apa di sini. Perasaan dari tadi cuman diem aja. Bosan tau Om," keluh Nada menunjukan raut wajah kesalnya pada Tama.Tama pun bangkit dari duduknya, kemudian ikut duduk di sofa. Tepatnya bersebelahan dengan Nada."Om, Nada penasaran deh, sama cerita masa lalu Om. Boleh cerita dikit nggak sih Om? Maksudnya, sedikit lebih jelas," Nada pun menatap wajah Tama.Kali ini Nada berharap Tama mau bercerita padanya, sebab dirinya memang penasaran saat Tama menceritakan tentang inti dari kisah cintanya di masa lalu."Kalau aku tidur di sini berapa bayaran mu?" Tanya Tama menunjuk paha Nada."Gratis, asalkan Om cerita ke Nada!" Jawab Nada dengan kesal, karena dirinya sudah tak sabar mendengarkan cerita tentang Tama
Malam harinya mata Nada tidak dapat terpejam, setiap kali mata itu terpejam hanya ada wajah Tama yang melintas dibenaknya.Begitu pun saat terbuka, pikirannya hanya tertuju pada Tama.Entah apa yang membuatnya menjadi seperti ini, tetapi rasanya sangat tidak nyaman sama sekali.Bahkan Sarah sampai kesal, karena Nada yang bergerak terus-menerus membuat tidurnya terganggu.Sangat-sangat terganggu akibat Nada yang aneh."Woy, kok grasak-grusuk nggak jelas. Tidur, udah malam nih!" Sarah pun menunjukan jam dinding.Nada pun tersadar ternyata sudah hampir subuh saja.Ya, ampun ada apa dengan seorang Nada.Benar-benar tidak habis pikir kenapa bisa terus-terusan memikirkan seorang duda lapuk.Percayalah saat Tama menceritakan akan masa lalunya membuat hati Nada merasa kasihan.Ternyata alasan Tama menjadi seorang duda karena dikhianati oleh istrinya.Bahkan pengkhianat itu juga terbilang cukup menjijikan, dimana sahabat yang sudah di tolong tega berbuat demikian.Entah seperti apa cara kedua
"Masih di sini?"Nada tentunya sangat terkejut melihat Tama melalui jendela kamar yang masih saja duduk di kursi yang tersedia di teras, padahal sudah tiga jam berlalu.Bahkan Nada sudah tidur dengan nyenyak di dalam sana.Entah apa yang ada di pikiran duda lapuk itu, sehingga melakukan hal tersebut.Nada pun akhirnya keluar, menghampiri Tama. Sekaligus ingin bertanya langsung alasan mengapa masih berada di rumahnya."Om!" Seru Nada.Tama pun menyadari bahwa ada Nada di dekatnya, hingga matanya pun beralih pada sumber suara.Wajah khas bangun tidur, dengan rambut yang acak-acakan membuat Tama merasa semakin penasaran pada seorang Nada yang selalu tampil cantik di matanya.Meskipun sebenarnya, hanyalah apa adanya tanpa polesan make up sama sekali seperti selama ini."Halo Om!" Nada menyadari Tama hanya diam saja, tak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh pria duda tersebut.Tama pun menarik napas, tetapi tidak berbicara sama sekali."Om!" Pekik Nada yang kesal karena Tama hanya diam, se
"Apaan sih Om?" Meskipun bibir Nada terus menggerutu tetap saja Tama membawanya pergi.Tak perduli sama sekali pada apapun yang keluar dari mulut bocah itu.Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah apartemen milik Tama."Om, ngapain ke sini?"Tama langsung saja menarik Nada, lagi-lagi tidak perduli pada apa yang dikatakannya oleh wanita tersebut."Om!" Nada pun menghempaskan tangan Tama setelah memasuki sebuah unit apartemen."Bukankah kau mengatakan akan menurut pada ku barusan?"Nada diam sambil mengingat apa yang diucapkannya barusan, bahkan Nada tidak mengelak sama sekali."Ya terus?" Nada pun melempar tubuhnya pada sofa, dirinya baru bangun tidur. Masih mengumpulkan nyawa, bukannya malah di tarik paksa begini bukan?"Ya sudah, temani aku!""Nada, baru bangun tidur Om! Kasih waktu Nada buat cuci muka dulu palingan!" Mulut Nada pun komat-kamit, karena kesal pada Tama."Tidak perduli, tidak mencuci muka juga kau sudah cantik!" Tama juga ikut duduk di samping Nada, sambil tangannya b
Nada terus saja melihat gambar pada ponsel Tama, sampai akhirnya melihat sebuah foto yang cukup mencengangkan sekali."Kak Fikri?" Nada pun menutup mulutnya secepat mungkin, tetapi matanya masih saja menatap layar ponsel Tama.Meyakinkan bahwa penglihatannya tidak salah, dan itu benar Fikri."Mereka kuliah bareng?" Tanya Nada melihat foto wisuda kedua pria itu.Nada pun merasa semakin ketakutan, andai saja Fikri tahu dirinya bekerja dengan Tama sudah pasti habislah dirinya.Belum lagi kalau laki-laki ini mengatakan bahwa dirinya sudah banyak menghabiskan uang Tama.Ya ampun.......Nada menatap wajah Tama yang dengan mata terlelap di atas pahanya, entah apa yang terjadi pada dirinya setelah ini semua.Apakah dirinya masih bisa bernapas? Sudah pasti dirinya akan sangat dianggap memalukan sekali seakan orang tuanya atau Kakaknya tak memiliki apa-apa.Padahal nyatanya tidak, dirinya terlahir dari keluarga berada, dan tak mungkin meminta uang pada orang lain meskipun ada sesuatu hal yang m
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada