"Masih di sini?"Nada tentunya sangat terkejut melihat Tama melalui jendela kamar yang masih saja duduk di kursi yang tersedia di teras, padahal sudah tiga jam berlalu.Bahkan Nada sudah tidur dengan nyenyak di dalam sana.Entah apa yang ada di pikiran duda lapuk itu, sehingga melakukan hal tersebut.Nada pun akhirnya keluar, menghampiri Tama. Sekaligus ingin bertanya langsung alasan mengapa masih berada di rumahnya."Om!" Seru Nada.Tama pun menyadari bahwa ada Nada di dekatnya, hingga matanya pun beralih pada sumber suara.Wajah khas bangun tidur, dengan rambut yang acak-acakan membuat Tama merasa semakin penasaran pada seorang Nada yang selalu tampil cantik di matanya.Meskipun sebenarnya, hanyalah apa adanya tanpa polesan make up sama sekali seperti selama ini."Halo Om!" Nada menyadari Tama hanya diam saja, tak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh pria duda tersebut.Tama pun menarik napas, tetapi tidak berbicara sama sekali."Om!" Pekik Nada yang kesal karena Tama hanya diam, se
"Apaan sih Om?" Meskipun bibir Nada terus menggerutu tetap saja Tama membawanya pergi.Tak perduli sama sekali pada apapun yang keluar dari mulut bocah itu.Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah apartemen milik Tama."Om, ngapain ke sini?"Tama langsung saja menarik Nada, lagi-lagi tidak perduli pada apa yang dikatakannya oleh wanita tersebut."Om!" Nada pun menghempaskan tangan Tama setelah memasuki sebuah unit apartemen."Bukankah kau mengatakan akan menurut pada ku barusan?"Nada diam sambil mengingat apa yang diucapkannya barusan, bahkan Nada tidak mengelak sama sekali."Ya terus?" Nada pun melempar tubuhnya pada sofa, dirinya baru bangun tidur. Masih mengumpulkan nyawa, bukannya malah di tarik paksa begini bukan?"Ya sudah, temani aku!""Nada, baru bangun tidur Om! Kasih waktu Nada buat cuci muka dulu palingan!" Mulut Nada pun komat-kamit, karena kesal pada Tama."Tidak perduli, tidak mencuci muka juga kau sudah cantik!" Tama juga ikut duduk di samping Nada, sambil tangannya b
Nada terus saja melihat gambar pada ponsel Tama, sampai akhirnya melihat sebuah foto yang cukup mencengangkan sekali."Kak Fikri?" Nada pun menutup mulutnya secepat mungkin, tetapi matanya masih saja menatap layar ponsel Tama.Meyakinkan bahwa penglihatannya tidak salah, dan itu benar Fikri."Mereka kuliah bareng?" Tanya Nada melihat foto wisuda kedua pria itu.Nada pun merasa semakin ketakutan, andai saja Fikri tahu dirinya bekerja dengan Tama sudah pasti habislah dirinya.Belum lagi kalau laki-laki ini mengatakan bahwa dirinya sudah banyak menghabiskan uang Tama.Ya ampun.......Nada menatap wajah Tama yang dengan mata terlelap di atas pahanya, entah apa yang terjadi pada dirinya setelah ini semua.Apakah dirinya masih bisa bernapas? Sudah pasti dirinya akan sangat dianggap memalukan sekali seakan orang tuanya atau Kakaknya tak memiliki apa-apa.Padahal nyatanya tidak, dirinya terlahir dari keluarga berada, dan tak mungkin meminta uang pada orang lain meskipun ada sesuatu hal yang m
Dua hari pun berlalu, seakan semuanya begitu lambat berjalan.Nada merasa ada yang berbeda, semenjak dua hari tak bertemu dengan Tama rasanya ada yang kurang.Tak ada lagi orang yang membuatnya kesal, hingga ingin sekali untuk bertemu kembali.Entah apa yang terjadi pada bocah itu, hingga hari-harinya juga seakan tak lagi berwarna semenjak itu.Nada pun menatap layar ponselnya, apa yang diharapkan oleh Nada?Tama menghubungi dirinya, tapi tidak. Dan membuatnya semakin lesu, hingga akhirnya pucuk di cinta ulan pun tiba.Ponsel Nada pun bergetar dan tertulis nama Tama di sana.Nada pun menggosok kedua matanya, memastikan tidak salah dalam membaca.Setelah itu barulah menjawab panggilan tersebut."Halo Om," jawab Nada dengan senyum yang berbinar, tetapi sungguh dirinya sangat merindukan Tama.Duda lapuk yang biasanya membuatnya terus saja kesal.Tama hanya diam saja, mendengar suara Nada sungguh membuatnya lebih baik.Namun bagaimana dengan Nada? Kesal.Tentu, sebab Tama hanya diam saja
Satu minggu pun sudah berlalu, artinya selama itu pula tidak ada komunikasi antara Nada dan juga Tama.Apakah Nada baik-baik saja? Tentu saja tidak, semuanya benar-benar begitu sulit untuk dimengerti oleh pikirannya.Rasa rindu itu bahkan semakin menjadi-jadi hingga benar-benar merusak suasana hati.Begitu juga dengan Sarah yang menjadi saksi saat-saat Nada melalui setiap harinya tanpa Tama."Nada, makan nasi goreng yuk. Aku laper nih.""Aku lagi males banget deh, serius," tolak Nada."Kamu belum makan dari pagi.""Iya sih, tapi aku nggak laper. Gimana dong?""Aku aja yang beli nasi gorengnya, kamu tunggu di sini. Nanti, kita makan sama-sama di rumah, gimana?" Sarah pun memberikan sebuah ide yang diangguki oleh Nada."Setuju deh.""Ya udah, aku naik motor aja biar lebih cepat. Kalau ibu pulang bilangin aku nggak lama.""Siip!"Nada pun duduk sendirian di teras, sambil menunggu Sarah kembali.Menikmati malam ini yang begitu menyedihkan, hari-hari yang berlalu tanpa Tama dan itu sangatl
Tama tidak tahu lagi harus berbicara seperti apa pada Nada.Semua yang keluar dari mulutnya hanya membuat amarah Nada semakin meninggi saja, dirinya benar-benar putus asa."Nada, aku sangat merindukanmu. Apa kau mengerti?" "Nggak! Bohong! Buktinya kau membeli ku dengan uang dan semua barang mahal itu, aku tidak butuh! Kalau cinta ya cinta saja, tidak usah membeli ku dengan benda dan uang!" "Membeli?" Tama terperangah mendengar apa yang dikatakan oleh Nada.Hingga akhirnya Nada pun berbalik badan dan langsung mendongkak menatap Tama penuh kemarahan."Ya sudah, mana semua barang-barang tadi. Berikan pada ku, kemudian tiduri aku seperti wanita yang kau temui di club'malam itu!""Nada!" Tama pun meninggikan nada bicaranya, sungguh apa yang dikatakan oleh Nada begitu membuat amarahnya membuncah.Bagaimana bisa wanita itu berpikir demikian, apakah tidak tampak cinta di matanya.Nada pun meneguk saliva, masih dengan amarahnya meskipun matanya mulai berkaca-kaca karena bentakan keras Tama b
Semuanya seakan begitu indah, bahkan sekelilingnya seakan dipenuhi dengan taburan bunga mawar merah seakan kian menambah kesan bahagia.Dan Sarah menyadari itu, matanya melihat sendiri saat Nada senyum-senyum sendiri seperti orang gila di pagi hari ini.Bahkan mengunyah sarapan dengan senyuman, membuat Sarah pun berinisiatif untuk mengerjai Nada.Menaburkan bubuk capai pada sarapan Nada, hingga akhirnya ter-batuk-batuk.Uhuk-uhuk.Nada pun cepat-cepat meneguk mineral, hingga membuatnya lebih baik.Sementara Sarah malah tertawa dengan terbahak-bahak melihat wajah Nada."Ahahahhaha......." Sarah sampai mengetuk meja, sebab akhirnya Nada bisa tersadar dari lamunanya.Hingga mata Nada pun melihat bubuk cabai di tangan Sarah.Kemudian melihat sarapannya dan menebak Sarah yang menambahkan bubuk cabai pada sarapannya."Kamu sengaja masukin bubuk cabai?" Mata Nada pun mengarah tajam pada Sarah, ingin rasanya mengunyah Sarah hidup-hidup detik ini juga."Ahahahhaha, iya." Sarah mengakuinya, bah
"Eeeee, hihi.....Maaf Om. Kelepasan," Nada pun menutup mulutnya dengan kedua tangannya.Rasanya sangat malu sekali saat tiba-tiba bersendawa setelah kekenyangan.Puas berbelanja Tama pun mengajaknya untuk makan terlebih dahulu, sebab Tama memang belum sarapan pagi sama sekali.Sedangkan Nada tentunya setuju saja, sampai akhirnya makan dengan lahapnya.Sementara Tama hanya tersenyum melihat kelakuan konyol Nada.Wanita yang memang bertingkah aneh dan membuatnya merasa nyaman.Di saat wanita di luar sana menunjukan sesuatu yang paling bagus dari dirinya, namun tidak dengan Nada yang malah bertingkah layaknya seperti anak kecil yang apa adanya.Dan jangan lupa panggilan Nada barusan, Om? Sungguh sangat lucu sekali.Tapi bagaimana lagi, sebab Tama pun mengerti akan Nada yang mungkin sudah terlanjur nyaman dengan panggilan tersebut.Meskipun demikian tetap saja perlahan harus di arahkan dengan baik, sebab Tama tak ingin orang lain menganggapnya membawa keponakannya sendiri."Om, Nada ke to