“Haduh, anak itu, kelakuannya benar-benar. Huh, …?”
Derian yang tadinya sedang menggerutu, tiba-tiba saja langsung tersentak begitu mata merah menggoda miliknya, menangkap sesosok Qilistaria yang menundukkan wajah dengan tubuh yang terlihat bergetar akibat dari gemetaran.
“I-istri!” serunya panik, bergegas menghampiri Qilistaria dengan tergesa-gesa, “Tidak apa-apa, Istri. Tidak apa-apa,” hibur Derian berusaha menenangkan, dengan duduk berjongkok di samping kursi Qilistaria.
Sementara, untuk Qilistaria sendiri. Tampaknya ia tak bisa mendengar apa pun yang dikatakan oleh Derian sekarang. Dikarenakan, di dalam pikirannya saat ini … rupa-rupanya telah dipenuhi oleh berbagai macam terkaan buruk, yang cukup menyakitkan perasaan.
Selesai sudah. Rifa membencinya.
Tatapan itu, emosi yang terkandung di dalam mata merah yang mena
“Istri, Anda mau makan apa hari ini?”Hari ini, Derian begitu perhatian terhadap istrinya lagi.….“Istri, ada satu buket bunga mawar merah yang ingin dicium olehmu. Apa Anda tidak mendengarkan, bahwa bunga-bunga mawar ini mengatakan, 'Aku mencintaimu selalu', hm?”Di keesokan hari, ia memberikan bunga mawar merah memesona, yang ditanam dan dibesarkan dari sejak masih benih, … oleh adiknya sendiri.….“Istri, mau berjalan-jalan sore bersama Saya ke pematang ladang, untuk melihat matahari terbenam?”Lusa hari, ia mengajak istrinya, Qilistaria, untuk jalan-jalan.….Begitu saja terus, sampai seminggu telah berlalu semenjak Qilistaria datang kemari.Hal itu, membuat Rifa yang kesal ketika melihat gelagat kakaknya yang
“Ah, terima kasih, Rifa.”Derian merasa senang.Dia mengambil asongan bekal makan siang yang adiknya bungkusan untuk di makan di ladang nanti, kemudian mengalihkan pandangannya ke sang istri yang juga ikut mengantarkannya sampai ke teras depan.“Istri, Saya pergi dulu,” pamitnya, yang dibalas dengan anggukan kecil dari Qilistaria.Tak enak karena hanya mengangguk, Qilistaria pun segera bersuara, “Hati-hati di jalan, Suami.”Memberangkatkan diri dengan langkah yang ringan dan hati yang terasa riang, Derian pergi meninggalkan Rifa dan Qilistaria, … yang tengah berdiri bersebelahan di teras rumah dengan perasaan yang tidak nyaman.“Anda pasti merasa senang sekali ya, dimanjakan sampai sebegitunya selayaknya seorang Tuan Putri,” celetuk Rifa tiba-tiba, masuk ke dalam rumah dengan diikuti oleh sang kakak ipar.Duduk di kursi meja makan dengan kaki yang bertumpang, Rifa melanjutkan, “Ah, tidak. Saya salah. Memang nyatanya benar, bahwa Anda adalah seorang Putri. Anda itu kan, … merupakan ana
“Apakah Anda sedang menyapu sekarang?”Berdiri di ambang pintu keluar dengan tangan yang berpangku di depan dada, beserta bahu yang bersandar pada bibir pintu, … Rifa melihat Qilistaria menyapu rumah menggunakan gerakannya yang kaku sekarang, dengan pandangan bosan.“I-iya," sahut Qilistaria, menjawab dengan gagap pertanyaan tersebut.Apakah caranya menyapu ini salah? Tetapi, seingatnya, ia sering kali melihat Rifa menyapu rumah dengan cara seperti ini. Dengan memegang ujung sapu menggunakan kedua tangan, lalu menggerakkannya secara berulang-ulang ke tempat yang ingin disapu, … seterusnya membuang hasil sapuan ke satu tempat yang ingin dituju sebagai tempat membuang debu.“Jika ingin menyapu, maka sekalian menyapu secara bersih. Pastikan Anda menyapu bagian bawah dari benda-benda yang sekiranya ada di lantai, dengan mengangkatnya sebentar.”Rifa mendemonstrasikan omongannya itu dengan mengangkat atau menggeser benda-benda yang ada di lantai sebentar, yang kemudian segera disapu oleh
“Wow.”Pagi hari tiba, Rifa sudah disuguhi oleh kedua sejoli pasangan suami-istri, yang sedang bermesraan secara tidak langsung dengan beralasan mengerjakan pelatihan memasak.“Pemandangan macam apa ini?”Mata merah Rifa menangkap sang kakak tersayangnya, melabuhkan telapak tangan di punggung tangan sang kakak ipar, … yang saat ini diajarkan memegangi pisau dengan benar untuk memotong-motong bahan makanan.“Ah! R-rifa! B-begini, … I-ian memenuhi permintaanku untuk mengajariku cara memasak.”“Qilia sudah meminta tolong kepada Kakak, jadi Kakak harus segera memenuhi permintaannya.”Ian? Qilia? Woah, cepat sekali.Apa kakak iparnya itu sebegitu ingin dekatnya dengan dirinya, sampai-sampai berusaha untuk melakukan segala hal yang ia katakan?“Haaah~ minggir.” Rifa berjalan menghampiri, menyepak Derian tuk menyingkir dari sisi Qilistaria, lalu mendelik si laki-laki berambut dan bermata serupa seperti kopiannya itu dengan tatapan sinis.“Kalau mau belajar memasak, sekalian kepada ahlinya sa
“Huahh~”Memandangi indahnya hamparan ladang yang tampak begitu memesona dari tapakan pematang sana, dengan banyaknya tanah yang terlihat seperti dibajak di hari-hari kemarin, … mata Qilistaria tampak begitu berbinar-binar. Banyak tanah yang dicangkul dan digunduk sebaris-sebaris memanjang, membingkai tanaman muda yang baru tumbuh.“Tanaman apa ini?” tanya Qilistaria antusias, menunjuk salah satu tanaman berdaun segitiga lonjong selayaknya pita besar yang menjuntai, yang di mana daunnya juga memiliki sedikit roma bulu halus. Merundukkan tubuhnya dengan tangan yang memegang lutut tepat di samping Qilistaria, Derian menjawab pertanyaan sederhana itu dengan wajah yang dipenuhi banyak raut keceriaan.“Ini tanaman jagung. Baru bisa dipanen setelah tiga sampai empat bulan dari waktu tanam.”“Sungguh? Selama ini yang kutahu hanya jagungnya saja. Aku baru tahu bentuk tanamannya sekarang.”Tak berselang lama dari mengucapkan hal barusan, Qilistaria kembali bersuara ceriwis untuk menanyakan t
“Rifa dan Qilia pulang saja lebih dulu. Aku akan menyelesaikan ini dalam beberapa waktu lagi, lalu pergi ke suatu tempat sebentar.”Hari sudah mulai menjelang waktu sore. Derian menyuruh kedua perempuan yang sangat ia sayangi itu untuk segera pulang, dari pada membuat mereka harus menunggunya di sini sampai selesai.“Baiklah.”Memungut wadah kosong bekas makan siang tadi dan menenteng kembali cangkul kecil di tangan, Rifa mengajak sang kakak ipar tuk segera beranjak.“Ayo, Kak Qilia.”“Ah! B-biar aku bawakan, … yang ini,” tukas Qilistaria langsung menyambar tentengan bekas makan siang mereka bertiga tadi, dari tangan Rifa. Yah, paling tidak, ia ingin sedikitnya memberikan bantuan sekecil apa pun yang kemungkinan akan diterima.Bergegas meninggalkan ladang berdua, Rifa berjalan di depan yang kemudian diikuti oleh Qilistaria dengan baik.Untuk sampai ke rumah, mereka harus melewati pasar tradisional terlebih dahulu.Semuanya berjalan dengan sangat indah. Qilistaria juga menikmati sua
Semua pandangan-pandangan yang mengerikan tadi itu benar-benar menyeramkan. Qilistaria merasa ingin bersembunyi di dalam sini saja. Selamanya.Derian bilang barusan, bahwa Derian telah mendengarkan semua kejadiannya dari Rifa, … bukan? Apa itu berarti, Derian juga telah mendengarkan tentang dirinya yang telah menepis tangan adiknya itu?Ah, pasti iya. Karena itu pula, Derian jadi ingin mendatanginya untuk mengkonfirmasi semua kebenarannya, … lalu memutuskan hukuman berupa perceraian dengannya, bukan?Semenjak, Derian memang sudah lebih banyak menghabiskan waktu selama bertahun-tahun bersama Rifa dibandingkan bersamanya, … tentu saja Derian akan memihak satu-satunya orang berdarah keluarga.“Qilia~ aku tahu pintunya tidak dikunci. Tetapi, karena kamu belum mengizinkanku masuk, … aku tidak masuk. Jadi, sekarang … tolong izinkan aku masuk, ya?”Mendapati ada suara lemah lembut yang bertutur kata secara halus itu, membuat Qilistaria segera menutup daun telinganya untuk tidak mendengark
Cemas, gelisah, khawatir, dan gugup dengan perasaan yang sangat berlebihan, … tengah menghinggapi relung hatinya sang adik bungsu putri keluarga petani Aesundarishta ini, sampai-sampai membuat keringatnya mengucur deras dari atas dahi.“Panasnya tidak turun-turun.”Ini sudah memasuki waktu siang pada keesokan hari selepas mendapati Qilistaria tak sadarkan diri kemarin. Namun, Rifa yang memiliki masalah ketakutan terhadap orang sakit yang terbaring terus-menerus di atas ranjang itu, … tak kunjung mendapatkan respons positif dari si penimbul rasa traumanya kembali.Pemandangan saat ini benar-benar telah mengingatkannya kembali ke ingatan kelam di mana ia harus menyaksikan sendiri, tentang bagaimana ibu yang sakit keras tak memiliki kemampuan tuk berobat karena kondisi keuangan yang sangat buruk di waktu itu, … berakhir dengan sekarat lalu mati di tempat. “Kakak. Kak Rian.”Mengguncang-guncangkan tangan sang kakak laki-laki yang saat ini masih sibuk mengompres dan menyeka wajah, leher,
-“Bagaimana? Adikmu lucu sekali bukan?”--“….”-Derian kecil melongo lebar.Manik mata merahnya yang bulat itu memandang lamat-lamat akan bayi di dekapan sang ibu, dengan sorot berkilaunya yang kini didominasi oleh rasa penasaran.-“Unggaa~!”-Bayi berambut merah serupa seperti milik Derian yang tengah menggolekkan tubuhnya di dekapan sang ibu itu, menggeliat pelan dan juga menguap membukakan mulutnya yang kecil.Sangat menggemaskan sekali, sampai-sampai itu membuat pipi Derian menghangat akibat disapu oleh semburat merah.-“Mungil~!”- tukas Derian terkagum-kagum, seraya merundukkan wajahnya supaya lebih dekat lagi dengan wajah bayi merah tersebut.-“Bu, memangnya ada ya … makhluk semungil ini? Dia sepelti boneka, bukan manusia~!”--“Hoho, tentu saja ada. Bahkan, di mata Ibu, kamu juga masih sama kecilnya … Ian.”--“Mana mungkin! Ian sudah besal tahu!”--“Pfft! Begitu ya?”-Ibu Derian terkekeh pelan mendengarnya.Dia merasa senang sekali, kalau anak pertamanya … ternyata menerima keha
“….”Hening mendera, membuat mereka berlima seolah-olah memeragakan patung yang membisu.Bagaimana tidak? Mereka ini tidak salah mendengarnya lo, kalau gadis itu baru saja memanggil nama lengkap dari Ryuuki di kawasan yang baru anak itu jelajahi!?Orang macam apa gadis ini? Latar belakangnya, sama misteriusnya dengan senyuman yang masih ia pamerkan.SRUK~!Gadis asing itu melepaskan genggaman tangan dari Ryuuki, tanpa sedikit pun melepaskan arah pandangnya.Akan tetapi, … tunggu sebentar.Apakah mungkin, gadis itu benar-benar orang asing?“….”Tidak.Rasanya, Qilistaria pernah melihatnya pada suatu waktu, dan suatu tempat.Namun, entah kapan dan di mana ia merasa pernah bertemu dengan gadis berpenampilan kurang lebih serupa dengan gadis di hadapan Ryuuki tersebut.Yang jelas, ingatannya membesitkan sesuatu, kalau Qilistaria sungguh pernah mengalami pertemuan itu.“Sebenarnya, siapa k—!”—QUOONG~!Suara trompet besar yang memekakkan telinga, memotong pertanyaan yang hendak Ryuuki ajuka
“Ladang? Kita akan pergi ke sana? Sungguh?”“Ya.”“Ayah yakin, kau bisa mengurus ladang? Bukankah para bangsawan seperti kita tidak pernah mengurusi sesuatu semacam itu secara langsung?”“Harusnya sih begitu. Tapi kan, Ayah rindu dengan masa-masa saat menjadi petani dulu.”“Ayah pernah menjadi seorang petani?!”Perjalanan menuju ladang yang sering kali digarap oleh Derian untuk menghasilkan hasil alam, ternyata tidak terlalu membosankan akibat diisi oleh obrolan yang berpusat dari pertanyaan-pertanyaan Ryuuki.“Apa salahnya dengan menjadi petani? Kan menyenangkan bisa melihat tumbuhan tumbuh dan menghasilkan manfaat bagi kita?”“Hanya … kaget saja. Aku tak menyangka kalau Ibu mau menikah dengan orang seperti Ayah.”“Hei, kamu ini …!”Derian tertawa kecil.Dia kemudian mencubit cuping hidung Ryuuki, dan membuat anak itu tersentak sebentar karena jalur pernapasannya disabotase.Sambil mengusap-usap hidungnya yang kena cubit gemas barusan, Ryuuki kembali berceloteh.“Aku bicara apa adany
“…!?”Yurish memegangi pipinya heboh. Matanya terbelalak tidak percaya, dan wajahnya dipenuhi oleh keringat dingin.Meski gerakannya sangat signifikan seperti itu, kendati demikian, mulutnya tetap setia untuk terus terkatup.Jangan lupakan pula dengan kehadiran rona merah yang mulai menjalar menghiasi parasnya yang indah itu.Semua gerak-gerik aktifnya dalam merespons perbuatan Rifa barusan, telah berhasil membuat satu orang lagi di dekat mereka, yakni si penjaga lapak permainan, menghela nafasnya dengan ogah.“Duh, nasib~ nasib. Dunia hanya milik pasangan kekasih saja. Sedangkan yang jomblo, kami cuma menumpang,” gerutunya pelan.Tak menghiraukan orang yang seperti menjadi seekor nyamuk pengganggu di dekat mereka, Rifa mengulaskan senyuman paling manis yang pernah ia singgungkan.“Ayo kita pergi lagi,” ajaknya, dilanjutkan dengan membalikkan tubuh dan mulai berjalan meninggalkan Yurish di belakang, sembari asyik memeluk dan mengelus-elus boneka kucing putih itu.“T-tunggu!”Sebelum p
“Dibeli~! Dibeli~!”“Sotongnya kak? Sotongnya dek~!”“Suvenir cantik~! Siapa yang mau suvenir cantik~? Hanya empat keping perak saja, kalian sudah bisa membawa pulang suvenir yang cantik~!”Hiruk pikuk keramaian pasar malam ini membawa pengalaman baru bagi Yurish.Dia yang anteng berjalan sembari bersebelahan serta bergandengan tangan dengan Rifa itu, tak bisa menolong sepasang bola mata miliknya supaya berhenti jelalatan.Mulutnya pula, sesekali terlihat menganga, menunjukkan ekspresi jujurnya yang memang terkagum-kagum dengan indahnya pasar malam.“Pak, beli sosis bakarnya dua ya.”“Siap, Nona muda!”Yurish mengalihkan kekagumannya, tuk digantikan dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.Dia menatap Rifa di sampingnya dan tukang sosis bakar yang tengah sibuk menyiapkan pesanan barusan, secara bergantian dalam beberapa kali.Si pria yang mewarnai rambutnya menjadi hitam kembali, namun, kali ini ia mewarnainya bukan secara manual melainkan menggunakan sihir hitam, merasa sangat gugup.Di
“Dia sudah tidur?” Derian bertanya pelan sekali, seakan-akan ia tengah berbisik.Menghampiri kekasih tambatan hati yang tengah memandangi putra mereka dari ambang pintu kamar, Duke berambut merah menyala itu memeluk Qilistaria dari belakang, dan melabuhkan dagunya pada bahu sang istri.“Eh-hm. Begitulah,” balas Qilistaria sama pelannya, menutup rapat pintu kamar anak mereka secara hati-hati.“Bagaimana dengan Rifa?” Tanya Qilistaria balik, selagi menimpali tangan Derian yang melingkari perutnya itu dengan jari-jemarinya yang mengusap lembut.CHUP~!Derian melayangkan kecupan singkat pada pipi Qilistaria sejenak, seterusnya menjawab, “Dia pergi keluar. Katanya ingin melihat-lihat sekeliling tempat ini setelah lama tidak berkunjung ke sini.”“Begitu ya?”“Kalau sudah begini, Qilia ….”“Hm? Kenapa, Ian?”“… Pindah ke kamar, yuk?”~•••~“Woah~! Semuanya tidak banyak berubah ya?”Rifa merasa nostalgia.Dia yang sedang berjalan-jalan santai menyusuri perkampungan tempatnya menghabiskan masa
“Huhhh? Apa ini?!” Ryuuki memekik histeris. Setelah menghabiskan waktu beberapa jam tuk menahan rasa pegal sewaktu mengendarai kereta kuda, hal yang dihadapi oleh Ryuuki saat ini adalah … pedesaan?! Apa maksudnya ini?! Apakah mereka akan melakukan piknik di tempat yang kumuh?! Kalau benar begitu, mendingan Ryuuki tinggal di Duchy saja! “Ini adalah tempat yang bersejarah untuk Ibu, Ryuuki.” “Ehh?!” Yang benar saja?! Tempat ini?! Sebuah rumah kecil yang sepi bertempat di tengah-tengah hutan, jauh ke pemukiman penduduk?! “Ini adalah rumah tempat ayah dan bibimu menghabiskan masa kecilnya, dan juga tempat pertama di mana Ibu merasa diterima.” Benar, itu adalah rumah yang sempat ditinggali oleh Qilistaria, sebuah rumah panggung yang luasnya dapat ditinggali oleh tiga, sampai lima orang sekaligus. Rumah yang ditinggalkan karena dijual, untuk menambah biaya pindah tempat tinggal ke kawasan yang lebih tenang, selepas kejadian tak mengenakan menimpa Qilistaria dulu. Derian kembali
“Humm~!” Ryuuki merajuk. Dia mengerutkan keningnya dan menekuk bibir akibat merasa sebal. Anak itu berlaku cemberut untuk sekarang, dikarenakan sudah seminggu lamanya, … ia tak dapat berdekatan dengan sang ibu. Di mana, ia sudah dilarang untuk tidur bersama, dimandikan oleh ibunya, dan belajar di ruang kerja … secara tegas. “Ada apa, Tuan muda?” Berdiri di samping meja belajarnya yang kali ini kembali ke tempat asalnya ia biasa belajar, … adalah sang ajudan dari Duke, Estevan. Estevan yang berwajah cerah, bersikap riang, dan berhati lapang, … karena gajinya dinaikkan sebanyak dua kali lipat akibat sarannya terhadap sang Duke sangat efektif dan juga begitu membantu. Buktinya, Estevan bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri saat ini. Yakni, sang Duchess kembali menaruh perhatian baru terhadap majikan utamanya. “Apa Anda kesulitan dengan sesuatu? Beritahu Saya!” seru Estevan sembari tersenyum lebar, yang entah mengapa terasa begitu mengesalkan di mata Ryuuki. “Kau tak perlu
“…?” Qilistaria memberanikan diri tuk sedikit menolehkan kepalanya ke belakang. Begitu ia menoleh seperti itu, dirinya pun langsung dipertemukan dengan wajah suaminya, Derian, yang menyorotkan netra merah menyala miliknya supaya memandang Qilistaria lamat-lamat. Manik mata yang seindah batu rubi itu berkontak mata dengan milik Qilistaria secara intens, seolah-olah … dirinya tengah memancarkan segenap perasaannya, hanya lewat lirikkan mata. “… H-hp!” Qilistaria mengulum bibir. Dia membelalakkan mata, dan spontan menahan nafas sewaktu menyadari kalau wajah Derian semakin mendekat. Bahkan, pangkal hidung mereka saja sempat bersinggungan untuk sebentar. Tak kuat dengan aksi yang membuat wajahnya jauh semakin memerah lagi, wanita berstatus ibu satu anak itu pun memejamkan matanya pasrah. Dia akan menerima apa pun yang hendak Derian berikan saat ini secara senang hati, dan dengan dada yang menggebu-gebu akibat jantung berdebar kencang. Namun, …. “Ughh! Minggir~!” SRUAK