Beranda / Pernikahan / Istri Delapan Puluh Kilo / IDPK - Part 3. Seksi Konsumsi

Share

IDPK - Part 3. Seksi Konsumsi

Penulis: Ummu Nadin
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-20 15:37:17

Hari minggu pagi, suara musik dangdut koplo terdengar memekakkan telinga di tempat tinggal Hendro Satrio Haryo Sasongko.

Lilian begitu asyik menikmati irama lagu sambil menggerak-gerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, ke depan ke belakang dengan begitu lincah. Seakan daging dan lemak yang ada di tubuhnya ikut menari-nari seiring dengan irama musik dangdut koplo Kartonyono Medhot Janji yang dinyanyikan oleh Mas Deny Cak Nan.

Tak peduli jika Satrio akan mengomel karena suara berisik yang sengaja diputar begitu keras. Lilian sengaja ingin membuat Satrio tidak nyaman dengan keberadaannya.

"Aku akan berbuat semauku, Mas. Begitu, kan?" Bibir gadis gendut itu menyeringai.

Dia akan membuktikan perkataan Satrio, bahwa pria itu benar-benar membiarkan Lilian berbuat semaunya. Termasuk membuat rumah ini berisik seperti pagi ini.

Sepertinya Satrio memenuhi janjinya.

Jam antik yang ada di sudut ruang keluarga telah berdentang delapan kali. Itu artinya Lilian sudah dua jam menyalakan irama musik dangdut koplo ini. Namun, pria itu tidak merasa terganggu. Buktinya, Satrio belum keluar dari kamarnya. Mungkin saja dia masih asyik bergelung di bawah selimut.

"Fix, aku bebas berbuat apapun, Gaes! Baiklah, nyanyinya lanjut terus, Mas Deny!" Lilian menyimpulkan bahwa dia boleh melakukan apapun yang dia mau.

"Hok a, hok e!" Saking khusyuknya menyimak irama dangdut koplo itu, Lilian ikut bernyanyi seakan dia sedang duet dengan Mas Deny di atas panggung.

Gadis itu terus bergerak tanpa merasa lelah. Padahal sudah dua jam dia melakukannya.

"Hok a, hok e! Aseeek!" pekiknya seiring dengan irama musik.

"Okay lah kalau begitu! Mari kita lihat seberapa besar kesabaran kamu, Mas," gumamnya sambil menyeringai.

Sudah seminggu ini dia menjadi istri Satrio. Pria itu selalu pulang larut malam. Dia pergi ke kantor setelah menyantap sarapan yang dibuatkan oleh Lilian tanpa suara. Duduk bersama di meja makan seperti orang asing tanpa apapun. Tentu saja, Lilian tidak tahan diperlakukan seperti itu.

Hari ini dia sedang melayangkan protes keras dengan suasana sepi itu dengan menyalakan musik keras-keras.

"Opo bedone aku hidup sendirian. Tinggal berdua di rumah sebesar ini, ndak pernah diajak ngomong. Beuh, tak doain kamu sariawan selama-lamanya, Mas," ocehnya sambil senam.

Pembahasan surat kontrak tempo hari adalah perbincangan terakhir antara mereka berdua. Satrio tidak bertanya apapun pada Lilian, begitu juga sebaliknya. Kecuali satu hal, Satrio mengajaknya berdebat tentang kue red velvetnya yang setiap hari hanya tersisa tiga potong.

Satrio sudah mentransfer uang tiga puluh juta yang diminta oleh Lilian untuk nafkah bulan ini. Suaminya yang sombong itu juga telah membelikannya mobil yang dipakainya untuk ke sekolah taman kanak-kanak tempatnya mengajar.

Sebagai wanita normal, tentu saja Lilian merasa bosan hanya berdiam diri seperti ini. Apa bedanya dengan dia tinggal sendiri di rumahnya?

Bahkan, Satrio belum pernah satu kalipun mengimami dirinya shalat. Aah, jangan-jangan dia tidak pernah shalat.

"Nggak bisa dibiarkan kalau begini! Boleh saja kamu tidak menganggap aku ada, Mas. Tapi mbok ya jangan meninggalkan shalat."

Baru saja Lilian akan melangkah menuju kamar Satrio, pria itu sudah melangkah menuju ruang tengah dengan muka penuh amarah.

"Bisa dikecilin nggak sih, Li?" semburnya marah.

"Dasar norak! Emang nggak ada apa musik yang lebih enak didengerin? Kampungan banget nyalain musik koplo udah kayak konser di alun-alun." Kata demi kata pedas meluncur dari mulut Satrio.

Aah, padahal baru saja Lilian merasa kesepian tanpa omelan Satrio, pria itu sudah mulai mengomel.

"Loh, suka suka aku dong, Mas. Kamu bilang sendiri aku boleh berbuat semauku, kan?" sahut Lilian cuek.

Gadis itu membatalkan rencananya untuk membangunkan Satrio karena dia ternyata sudah bangun.

Tanpa sungkan, Lilian kembali melanjutkan jogednya.

Satrio mendengus sambil memutar bola mata malas. Tubuh bulat wanita yang sudah dinikahinya itu terlihat menggelikan saat berjoged. Namun, Lilian sangat percaya diri.

Ada tawa tertahan di bibir Satrio. Sepertinya, pria itu sedang berusaha mati-matian supaya tidak tertawa.

Apa jadinya jika kali ini dia ketahuan tertawa? Pasti dia akan terlihat lemah dan Lilian akan semakin seenaknya sendiri. Harga dirinya sebagai kepala keluarga di rumah ini bisa hancur berkeping-keping.

Gadis yang memiliki bentuk tubuh berisi ... eum, lebih tepat jika disebut menggelembung itu seakan sudah begitu terlatih melakukan gerakan-gerakan senam.

Sedangkan Satrio, pria tampan pemilik bibir merah itu bersedekap menyaksikan Lilian yang bersenam dengan begitu percaya diri di depannya.

"Jangan terlalu bersemangat, Sebloh! Nanti gempa bumi!" Pada akhirnya Satrio tidak bisa menahan tawa.

Serta merta, pria itu bergaya seakan sedang terjadi guncangan gempa 7,9 skala Richter. Itu adalah ejekan untuk Lilian yang sedang sibuk melanjutkan gerakan senamnya.

"Daripada nyindir begitu, mending ikutan senam!" sahut Lilian cuek.

"Buat apa? Kamu senam aja nggak ngaruh, masih gendut kek gitu," ejeknya.

"Loh, yang penting, kan sehat to Mas. Gendut-gendut begini aku juga seksi kok."

"Ha-ha-ha, seksi apaan, hah? Body bulat kayak bola gitu kok seksi."

Sekali saja Satrio membiarkan dia berbincang dengan Lilian, mereka seperti sudah lama saling kenal. Namun sayangnya, Satrio adalah orang yang membingungkan.

Hanya dalam hitungan detik, dia bisa berubah seratus delapan puluh derajat. Lilian sudah mulai mengerti suaminya yang angin-anginan seperti kipas angin itu.

"Iya, Mas. Aku memang sekseh. Makhluk Tuhan paling sekseh."

"Beuh! Seksi konsumsi, alias tukang makan. Iya to? Ha-ha-ha." Satrio kembali tertawa puas. Rasanya puas sekali mengejek Lilian sebegitu rupa.

"Ckck! Biar aja, nanti kue red velvet kamu akan kuhabisin lagi!" ancam Lilian. Tidak peduli Satrio menatapnya dengan tatapan mengejek.

"Dasar Sendal Lily. Hobinya makan kue orang!"

Bibir pria tampan itu mengerucut kesal. Sepasang matanya nanar menatap Lilian penuh amarah. Bukan apa-apa, Satrio itu sangat suka dengan kue red velvet. Biasanya dia akan memakannya jika lembut di ruang kerjanya.

Namun semenjak keberadaan Lilian, dia hanya kebagian tiga potong tiap hari. Itu tentu saja sangat menyebalkan bagi Satrio. Kalau Lilian suka, kenapa tidak membelinya sendiri? Kenapa harus selalu memakan red velvet miliknya?

"Bukan kue orang, Mas. Lha wong itu kue punya kamu kok. Ingat, Mas. Kamu itu suamiku!" Lilian berkata kesal.

"Iya, suami bohongan!" Satrio memutar bola mata malas.

Nasib sial macam apa, dia yang setampan ini harus menikahi Lilian, sudah gendut tapi tidak sadar diri.

Satrio dan Lilian sedang tatap-tatapan saling melemparkan rasa kesal dari hati mereka.

"Waaah, kita mengganggu mereka, Pih. Mereka lagi tatap-tatapan romantis sambil joged dinyanyikan Mas Deny Cak Nan, Pih." Fatimah tiba-tiba sudah ada di ruangan tengah bersama Haryo.

Satrio rasanya ingin jungkir balik salto saking malunya.

Kenapa juga mami dan papinya datang dalam situasi yang memalukan seperti itu? Mereka pasti akan salah paham pada mereka.

"Waah, kalian romantis banget sih, menghabiskan minggu pagi dengan senam bareng." Haryo juga ikut berkomentar.

Sontak, Lilian garuk-garuk kepala karena ketahuan ibu mertuanya sedang senam tidak jelas seperti ini. Suara musik dangdut koplo masih meraung-raung memenuhi penjuru rumah. Tidak disangka aksinya protes pada Satrio malah membuat mertuanya salah paham.

"Lili senam biar sehat, Mih," sahutnya sambil tersipu malu.

"I-iya, Mi. Ayo, ikutan senam, Mi." Terpaksa Satrio ikut bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti irama musik.

Se-absurd apapun itu, dia tidak peduli. Asalkan mami dan papinya melihat dia dan Lilian kompak sebagai suami istri, itu sudah cukup. Lagipula tidak ada yang melihatnya bertingkah konyol seperti ini selain mereka. Beda soal kalau nanti mereka dilihat orang lain, Satrio tidak akan pernah mau melakukan hal memalukan seperti ini.

"Wah, kamu mantu yang baik, Li. Ayo, Pi kita senam. Biar sehat. Siapa tahu sakit jantung papi jadi sembuh lagi, iya to?" sahut Fatimah.

Satrio yang melihat bagaimana Lilian bersikap manis di depan ibunya hanya bisa memutar bola mata malas.

Akhirnya, mereka berjoged bersama di ruang tengah.

"Mi, Pi, aku pamit mau ke dapur dulu, ya. Mau siapin minuman." Lilian berpamitan, sedangkan Satrio dan orang tuanya masih sibuk berjoged di ruang tengah.

Gadis gendut itu bergegas meninggalkan tempat itu menuju dapur. Bibirnya menahan senyum. Padahal tadinya dia hanya melayangkan protes pada Satrio karena didiamkan selama seminggu ini.

Siapa sangka tindakannya ini malah membuat mertuanya salah paham.

"Duh, Gusti ... Slamet, Slamet!" Lilian mengurut dadanya begitu kakinya masuk di dapur.

Dia mulai sibuk membuatkan minuman untuk mertuanya yang datang berkunjung. Musik dangdut koplo masih nyaring terdengar dari ruang tengah.

"Kamu tuh! Bikin keki aja, Bloh. Untung aja aku cerdas!" Tiba-tiba suara bariton Satrio sudah berada di belakangnya.

"Mas! Jangan panggil aku Sebloh!" Lilian menatap penuh kebencian.

Dia sangat kesal kalau mendengar Satrio memanggilnya Sebloh.

"Iya, iya. Aku akan panggil kamu sendal Lily." Satrio menyahut sembari mengambil kotak kue kesukaannya dari kulkas.

"Lah, kok tinggal tiga potong lagi sih, Li." Satrio berteriak kesal.

"Iya kan udah pindah di perutku, Mas. Mau kamu ambil?" balas Lilian cuek.

"Ckck, kamu kenapa nggak beli sendiri sih! Sudah dikasih tiga puluh juta, masak nggak mau beli sendiri," omelnya.

Sudah seminggu ini dia terus saja berdebat perkara kue red velvet. Menyebalkan sekali.

"Ya Allah, Mas. Tiap hari berantem hanya karena perkara kue! Malu lah, kalau didengerin mami dan papi," keluh Lilian.

Satrio memanyunkan bibirnya kesal. Terpaksa dia makan tiga potong kue itu dalam kesal. Hatinya geram, tapi apa boleh buat, hari ini mami dan papinya datang.

"Nanti kalau mereka udah pulang, kita lanjutkan WAR!" sembur Satrio marah. Perang dunia ketiga akan segera terjadi dengan diiringi musik dangdut koplo Mas Deny Cak Nan.

Bersambung

Bab terkait

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 4. Jemuran Belum Kering

    Seorang gadis dengan postur tubuh 155cm dan berat badan delapan puluh kilo menuruni tangga. Kali ini ada yang berbeda dengan penampakan Lilian. Satu stel seragam pencak silat warna hitam dengan ukuran triple XL membalut tubuhnya yang gemoy.Ikat kepala warna putih melingkar di kepalanya yang terbalut kerudung senada dengan sabuk putih yang melingkar pinggangnya yang sama sekali tidak langsing.Langkahnya terhenti di ruang tengah. Di sana, sosok Satrio sedang duduk bersandar di sofa dengan malas sembari menonton salah satu channel televisi.Malam ini pria sombong itu tidak keluar. Setelah seharian penuh bercengkrama dengan mami dan papinya juga istrinya yang super super gemoy itu, Satrio tidak ingin pergi kemanapun."Mas!" panggilnya lantang.Satrio melirik dengan ekor mata penampakan yang ada di hadapannya itu. Bibirnya menganga demi melihat sosok pendekar gemoy tersebut."Jadi ndak? Aku udah siap, Mas!" ucapnya.Lilian bersedekap di depan suaminya dengan memasang wajah dingin dan dat

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-20
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 5. Pelakor Tidak Ada Akhlak

    Mobil sedan mewah milik Hendro Satrio Haryo Sasongko meluncur memasuki halaman luas di rumah mewahnya. Wajah pria tampan itu terus menyunggingkan senyuman, karena sore ini ada yang tidak biasa.Ya, sore ini Satrio mengajak Sherly pulang. Dia sengaja melakukan hal ini untuk membalas semua rasa kesal pada Lilian semalam.Istri gendutnya itu semakin tidak tahu diri. Selain meminta kompensasi yang besar, Lilian bahkan tanpa sungkan menyindirnya melakukan selingkuh. Tentu saja Satrio tidak terima.Selama ini dia setia dengan Sherly. Bahkan bisa dibilang, Sherly adalah satu-satunya wanita yang dicintainya. Adapun jika Satrio sampai menikah dengan Lilian, itu adalah sebuah musibah yang sama sekali tak diinginkannya."Masuk, Dek Sherly! Anggap aja rumah sendiri," ajak Satrio pada seorang gadis cantik berpakaian seksi yang diajaknya pulang sore ini.Keduanya melangkah memasuki rumah sambil bergenggaman tangan, mesra. Satrio tidak melepaskan pandangan pada wajah cantik Sherly sedikit pun. Mema

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 6. Berburu Tikus

    Suara Satrio yang menggelagar kembali memecah keheningan. Dari nada suaranya yang terdengar penuh kebencian, Lilian sudah bisa membayangkan wajah Satrio yang sombong itu semakin terlihat menyeramkan. "Kok kayak rahwana ae to, Mas. Suaranya serem." Lilian mendengus mendengar suara suaminya. Padahal dia bicara dengan pelakor dengan suara yang begitu lembut. Giliran bicara dengan istrinya kasar.Lilian bersiap untuk keluar kamar. Sembari menunggu mertuanya datang, dia harus menghadapi mereka sendiri terlebih dahulu. Selebihnya, biar mertuanya yang menyelesaikan."Untuk menjadi istrimu memang harus bermental baja, Mas. Harusnya kemarin aku minta bayaran lima puluh juta sebulan, biar setimpal," sesal Lilian. Apa boleh buat, surat kontrak sudah ditandatangani dengan nominal tiga puluh juta. "Ya, udah lah. Aku cukup bakoh kalau hanya untuk menghadapi kamu dan pelakor tidak ada akhlak itu, Mas." Lilian mengepalkan tangannya, menyemangati dirinya sendiri.Akan berhadapan dengan sosok pelak

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-08
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 7. Tidak Dapat Tikus 1

    "Cari terus sampai dapat, Mbak! Kasihan menantu saya ini phobia dengan tikus." Haryo Sasongko terus memberi instruksi. "Baik, Pak." Terlanjur basah, pilihan terbaik bagi Sherly adalah sekalian masuk ke dalam air biar basah kuyup. Dia tidak punya pilihan untuk berbalik arah. Di depannya, sang Papi dari kekasihnya menganggapnya sebagai jasa pengusir tikus. Apa boleh buat, Sherly harus terima. Terlalu beresiko jika hari ini dia mendapat penilaian buruk dari calon mertuanya itu, maka di masa depan dia tidak diterima sebagai menantu. Mengingat hal tersebut, Sherly harus menelan bulat-bulat rasa kesal di hatinya. Dalam hati, dia hanya berharap dua orang tua Satrio itu segera pergi dari rumah ini. Namun, ternyata setelah satu setengah jam berlalu. Papi dan Mami masih duduk dengan begitu santai di ruang makan. Dari sana, mereka berbincang dengan begitu hangat. Sesekali, menoleh ke arah Sherly dan memberi instruksi. "Belum ketemu tikusnya, Mbak? Katanya profesional, tapi kok kayak ngga

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 8. Tidak Dapat Tikus 2

    "Maaf, Pak. Saya tidak menemukan tikus satu pun di sini," lapor Sherly sambil terengah-engah. Dia sudah tidak tahan lagi dengan situasi menyedihkan yang sedang dialaminya.Haryo menoleh. Wajah pria tua itu terlihat tidak suka ketika menatap Sherly. Dia tidak suka mendengar laporan Sherly yang tidak berhasil menemukan tikus satu pun. Jelas-jelas, menantunya ketakutan gara-gara tikus. Masak tenaga ahli pengusir tikus tidak berhasil mengusirnya.Sungguh keterlaluan."Anda sama sekali tidak profesional, Mbak. Kenapa agensi bisa kirimkan orang nggak punya pengalaman seperti Anda, Mbak." Haryo mendegus.Jujur, dia tidak suka mendapatkan pekerja profesional tapi tidak berpengalaman seperti gadis yang datang ke rumah mereka saat ini.Tak urung, Haryo mengomelinya habis-habisan dan menyalahkan dirinya atas ketidakprofesionalan Sherly. Sebagai tenaga ahli pemburu tikus ternyata tidak memberi hasil yang diinginkan."Nama kamu siapa, Mbak?" tanya Haryo mencecar dengan pertanyaan."Sherly, Pak."

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 9. Marah

    Begitu Haryo dan Fatimah pulang, Satrio sudah tidak bisa menahan diri. Dia menarik tangan Lilian kasar setelah mengunci pintu.Sepasang netra elang Satrio menatap Lilian penuh permusuhan. Dia tidak terima melihat kekasihnya yang sangat dicintainya terlihat menyedihkan di depan orang tuanya."Hati kamu benar-benar busuk, Bloh!" raungnya tak terkendali."Apa maksud kamu, Mas?" Lilian bertanya acuh tak acuh, seakan tidak merasa tindakannya tadi adalah sebuah kesalahan fatal di mata Satrio."Kamu sengaja mempermalukan Sherly, hah?" semburnya. Kali ini dia tidak bisa menolerir apa yang dilakukan Lilian.Dia menatap Lilian dengan tatapan membunuh. Andai saja dia bisa membunuh hanya dengan pandangan matanya itu, mungkin Lilian sudah mati berkali-kali. Satrio sudah sejak tadi sore menahan kemarahan. Kali ini dia pasti akan melampiaskan kemarahan itu tanpa menahannya sedikit pun."Aku nggak paham dengan maksud kamu, Mas?" Lilian masih sok polos.Dia mengibaskan tangannya yang dicengkeram erat

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-12
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 10. Perang Dingin

    Sepasang suami istri duduk berhadap-hadapan di meja makan tanpa suara. Satrio fokus melahap nasi goreng spesial buatan Lilian. Selepas WAR semalam, keduanya saat ini sedang melakukan gencatan senjata. Perang dingin yang akan berlangsung entah berapa lama. Satrio masih sangat kesal dengan istri gendutnya itu. Sherly tidak mau memaafkan Satrio semalam. Padahal suami Lilian itu sudah berusaha menjelaskan, akan tetapi Sherly masih emosional. Hidupnya akan suram jika Sherly ngambeg, makanya dia mendiamkan Lilian. Rasa kesalnya ini harus dilampiaskan, bukan?Beberapa kali, Lilian melirik Satrio yang cuek bebek menghabiskan nasi goreng. Jujur, gadis gendut itu ingin tertawa terbahak-bahak melihat betapa lahapnya Satrio menikmati sarapan pagi ini. Seakan dia lupa bahwa itu adalah nasi goreng buatan Lilian, orang yang saat ini sedang perang dingin dengannya."Nasi gorengnya enak, Mas?" tanya Lilian.Pada dasarnya, Lilian yang mempunyai karakter terbuka dan sangat humble selalu merasa tidak t

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-14
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 11. Makan Malam

    Suara ketiplak sendal terdengar menuruni tangga. Suasana sunyi mencekam membuat suara itu bergema ke seluruh penjuru ruangan. Lilian mendengus. Belum ada tanda-tanda kepulangan Satrio. Pintu kamar pria itu tertutup rapat. Entah terkunci atau tidak, Lilian tidak pernah mencoba untuk masuk. Bukan karena dia tidak ingin, melainkan karena Satrio tidak mengizinkannya."Aarrgghh...." Lagi-lagi dia memekik kesal. Entah yang keberapa kali dia turun dari kamarnya untuk memeriksa kepulangan Satrio malam ini. Meski dia tidak bertanya, Lilian tahu pria itu sekarang sedang bersama dengan Sherly.Sekali lagi, terdengar dengusan kesal.Dia benar-benar tidak mengerti dengan kelakuannya sendiri. Kenapa dia harus menungguinya pulang?Haish, sungguh keterlaluan!"Apa kamu bersama Sherly, Mas? Baiklah, selamat bersenang-senang!" Lilian benar-benar merasa kesal.Jelas-jelas pria itu sama sekali tidak menyukainya. Jelas-jelas Satrio tidak pernah menganggap dirinya ada. Lalu, kenapa dia harus peduli deng

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-17

Bab terbaru

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 018. Jeweran untuk Satrio

    Fatimah masih penasaran karena Bintang dan Lilian bisa pulang bersama. Ketika keduanya turun dari mobil, Fatimah sudah tidak sabar untuk mendengarkan penjelasan dari Lilian dan Bintang."Kalian kok bisa barengan?" Fatimah mengulang pertanyaan."Ndak sengaja ketemu di jalan tadi, Mih. Ban mobil Lilian bocor, Dek Bintang yang bantu ganti ban." "Tadinya aku nggak tahu kalau dia ini istrinya Mas Satrio, Mi."Sosok Bintang yang tinggi dengan bentuk tubuh proporsional beranjak mendekati Fatimah dengan senyuman semringah. "Makanya kok nggak sampai-sampai, ternyata kebanan to, Nduk?" Fatimah menatap simpati."Nggeh, Mi. Pas lagi buru-buru malah ban bocor. Coba tadi Dek Bintang nggak bantu ganti ban," sahutnya."Alhamdulillah, kamu ini memang wong bejo, Nduk. Dimana-mana banyak orang yang welas, karena kamu orang baik." Bintang melirik kakak iparnya yang hanya bisa tersenyum canggung mendengar pujian demi pujian dari mertuanya. "Yowes ayo kita masuk. Papi udah nunggu kita di dalam." Bintan

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 17. Bertemu Bintang

    Satrio masih sibuk di depan laptop saat ponselnya yang tergeletak di meja kerja bergetar. Meski kesal karena merasa terganggu dengan dering ponsel, Satrio tetap meliriknya. Sebuah nama yang cukup akrab menyembul di layar ponsel yang menyala."Bintang? Tumben nelpon? Katanya nggak jadi pulang?" Dahinya mengernyit heran. Rasa kesal yang tadi hadir, seketika menghilang.Gegas, Satrio menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan."Halo, Dek. Gimana?" sapanya."Mas, hari ini aku jadi pulang, ya." Suara di seberang segera terdengar beberapa detik kemudian."Loh, loh. Katanya masih sibuk, nggak jadi pulang. Kok tiba-tiba berubah?" Dahi Satrio mengernyit dalam."Kebetulan agak luang hari ini dan besok, jadi aku pulang, Mas." Bintang yang berprofesi sebagai pilot dengan penerbangan internasional, beberapa bulan ini tidak bisa pulang ke Solo. Alih-alih pulang ke Solo, jadwalnya sangat padat."Cuma dua hari emang kamu nggak pilih rehat di hotel saja? Kalau maksa pulang capek di jalan, Dek?"

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 16. Diet

    "Bu Lilian, sampeyan dari kemarin kenapa terlihat tak bersemangat?" tegur Erni saat melihat Lilian berwajah kuyu tak seperti biasanya.Lilian yang menyandarkan kepalanya di meja, seketika menegakkan tubuh mendengar sapaan temannya. "Aah, endak, Bu. Cuma lagi pusing saja saya, Bu." Sejak kemarin, ada hal berat yang menjadi pemikirannya. Masalah rumah tangganya dengan Satrio membuatnya tertekan. Salah satu alasan kenapa Satrio tidak bisa menerima keberadaan Lilian sebagai istri sahnya adalah karena penampilan Lilian yang tidak menarik. Bagaimanapun, fisik juga merupakan salah satu poin penting. Satrio adalah pimpinan perusahaan, selain itu dia mempunyai fisik yang sempurna. Sementara Lilian, berpenampilan seperti karung beras seperti ini, Satrio pasti sangat malu kalau mengakui Lilian sebagai istrinya.Wanita gendut itu ingin merubah penampilan supaya terlihat lebih menarik. Paling utama, Lilian merasa sangat tidak nyaman dengan berat badannya yang melebihi ambang batas ini. Sebelu

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 15. Gagal Total

    "Nduk, bukain gerbangnya!" Terdengar suara Haryo ketika Lilian sedang menyapu halaman pagi ini.Sontak, Lilian menoleh. Di luar sana, sepasang pria dan wanita paruh baya yang mengenakan pakaian olah raga tampak letih. Mereka adalah Fatimah dan Haryo."Loh, Mih, Pih. Tumben pagi-pagi udah nyampai sini," seru Lilian sambil berjalan menuju pintu gerbang dan gudang membukanya."Namanya juga jogging ya pagi-pagi, Li. Masak iya kita jogging siang-siang," sahut Fatimah.“Iya, juga, ya. Kalau siang-siang bukan jogging, ya, Mih,” celetuk Lilian."Emang kalau siang apaan, Li?" tanya Haryo iseng."Kalau siang lari-lari, mungkin dia lagi lari dari kenyataan. Hehe...." "Hehe, kamu ini ada-ada saja, Li." Haryo tertawa kecil mendengar ucapan menantu kesayangannya itu. Fatimah yang ada di samping Haryo juga ikut tertawa. “Alhamdulillah, sudah sampai sini,” ujar Haryo menghela napas lega.Keduanya duduk di kursi teras untuk melepas lelah. Bisa dibilang, jarak antara rumah mertuanya menuju tempat ini

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 14. Pertengkaran

    Lilian sedang menyiapkan makan malam di meja ketika Satrio datang. Hari sudah beranjak malam, Satrio baru pulang. Tanpa harus memberi penjelasan Lilian sudah bisa menebak apa yang terjadi.Pemandangan tadi siang saat di restoran kembali berputar. Dia melihat Satrio begitu lembut memperlakukan Sherly. Sedalam apa hubungan keduanya dia juga sudah bisa melihat. Keduanya saling mencintai satu sama lain. Jika dalam sebuah novel, mungkin saja dia hanyalah menjadi tokoh antagonis yang menjadi pihak ketiga yang menguji ketulusan cinta Satrio dan Sherly. Lilian benci saat memikirkan hal tersebut."Makan malam, Mas," sapanya begitu melihat Satrio melangkah acuh tak acuh menuju kamarnya."Aku sudah makan di apartemen Sherly." Satrio menjawab dingin. Bahkan dia tidak perlu repot-repot untuk menoleh ke arah Lilian. Lilian sama sekali bukan fokus Satrio. Sekedar basa-basi pun Lilian tidak memiliki kualifikasi untuk mendapatkannya."Makan dikit aja, Mas. Aku udah terlanjur masak untuk kita berdua,

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 13. Ternyata Sakit

    Dua orang wanita berpakaian seragam PDH warna khaki keluar dari ruang meeting room restoran. Mereka baru saja selesai rapat gabungan dengan perwakilan guru-guru taman kanak-kanak se-kabupaten di restoran tersebut.Keduanya adalah utusan dari sekolah mereka untuk rapat gabungan Guru TK untuk memperingati hari anak nasional minggu depan."Hanya tersisa waktu seminggu lagi, Bu Lilian. Semua sudah siap, nggeh?" tanya seorang wanita berkacamata yang melangkah beriringan dengannya menuruni tangga."Kalau menurut saya sudah siap semua, Bu Erni. Nanti kita cek lagi saja biar lebih bagus." Sambil tersenyum, Lilian menjawab dengan percaya diri."Baik. Bu Lilian selalu keren menyiapkan semuanya. Saya salut dengan jenengan, Bu," sahut Bu Erni bangga."Ah, biasa aja, Bu. Anak-anak sangat antusias, jadi mereka bisa diajak bekerja sama." Lilian sangat dekat dengan anak-anak didiknya. Dia pandai membuat lelucon untuk memeriahkan suasana.Mereka sibuk membicarakan rencana selanjutnya yang akan disiapk

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 12. Rencana

    Satrio menikmati makan siang bersama Sherly di private room restoran. Perbedaan suasana hati tampak mencolok dari wajah keduanya. Satrio berkali-kali mencoba mencairkan suasana yang kaku. Sherly hari ini masih marah karena kejadian beberapa hari yang lalu."Dek, marahnya jangan lama-lama ta!" bujuk Satrio dengan wajah memelas.Sherly hanya menoleh sekilas. Lalu, dia mendengus kasar. Jika ingat kejadian sore itu, serta merta hatinya menjadi kesal setengah mati. Sekeras apapun Sherly mencoba untuk berpikir positif, dia tidak menghilangkan penghinaan yang dilakukan Lilian. Jika bukan karena Satrio berulang kali minta maaf dan membawakan barang-barang mewah untuk membujuknya, mungkin rasa kesal yang bertumpuk di hatinya semakin besar."Nanti sore mau belanja lagi?" bujuknya sekali lagi.Sherly menggeleng. Bukan karena tidak tergoda dengan ajakan Satrio. Hanya saja, dia harus memastikan posisinya terlebih dahulu. Dia ingin menjadi istri Satrio yang sah."Tumben nggak minat belanja?" Sat

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 11. Makan Malam

    Suara ketiplak sendal terdengar menuruni tangga. Suasana sunyi mencekam membuat suara itu bergema ke seluruh penjuru ruangan. Lilian mendengus. Belum ada tanda-tanda kepulangan Satrio. Pintu kamar pria itu tertutup rapat. Entah terkunci atau tidak, Lilian tidak pernah mencoba untuk masuk. Bukan karena dia tidak ingin, melainkan karena Satrio tidak mengizinkannya."Aarrgghh...." Lagi-lagi dia memekik kesal. Entah yang keberapa kali dia turun dari kamarnya untuk memeriksa kepulangan Satrio malam ini. Meski dia tidak bertanya, Lilian tahu pria itu sekarang sedang bersama dengan Sherly.Sekali lagi, terdengar dengusan kesal.Dia benar-benar tidak mengerti dengan kelakuannya sendiri. Kenapa dia harus menungguinya pulang?Haish, sungguh keterlaluan!"Apa kamu bersama Sherly, Mas? Baiklah, selamat bersenang-senang!" Lilian benar-benar merasa kesal.Jelas-jelas pria itu sama sekali tidak menyukainya. Jelas-jelas Satrio tidak pernah menganggap dirinya ada. Lalu, kenapa dia harus peduli deng

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 10. Perang Dingin

    Sepasang suami istri duduk berhadap-hadapan di meja makan tanpa suara. Satrio fokus melahap nasi goreng spesial buatan Lilian. Selepas WAR semalam, keduanya saat ini sedang melakukan gencatan senjata. Perang dingin yang akan berlangsung entah berapa lama. Satrio masih sangat kesal dengan istri gendutnya itu. Sherly tidak mau memaafkan Satrio semalam. Padahal suami Lilian itu sudah berusaha menjelaskan, akan tetapi Sherly masih emosional. Hidupnya akan suram jika Sherly ngambeg, makanya dia mendiamkan Lilian. Rasa kesalnya ini harus dilampiaskan, bukan?Beberapa kali, Lilian melirik Satrio yang cuek bebek menghabiskan nasi goreng. Jujur, gadis gendut itu ingin tertawa terbahak-bahak melihat betapa lahapnya Satrio menikmati sarapan pagi ini. Seakan dia lupa bahwa itu adalah nasi goreng buatan Lilian, orang yang saat ini sedang perang dingin dengannya."Nasi gorengnya enak, Mas?" tanya Lilian.Pada dasarnya, Lilian yang mempunyai karakter terbuka dan sangat humble selalu merasa tidak t

DMCA.com Protection Status