Beranda / Pernikahan / Istri Delapan Puluh Kilo / IDPK - Part 6. Berburu Tikus

Share

IDPK - Part 6. Berburu Tikus

Penulis: Ummu Nadin
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-08 09:00:41

Suara Satrio yang menggelagar kembali memecah keheningan. Dari nada suaranya yang terdengar penuh kebencian, Lilian sudah bisa membayangkan wajah Satrio yang sombong itu semakin terlihat menyeramkan. 

"Kok kayak rahwana ae to, Mas. Suaranya serem." Lilian mendengus mendengar suara suaminya. 

Padahal dia bicara dengan pelakor dengan suara yang begitu lembut. Giliran bicara dengan istrinya kasar.

Lilian bersiap untuk keluar kamar. Sembari menunggu mertuanya datang, dia harus menghadapi mereka sendiri terlebih dahulu. Selebihnya, biar mertuanya yang menyelesaikan.

"Untuk menjadi istrimu memang harus bermental baja, Mas. Harusnya kemarin aku minta bayaran lima puluh juta sebulan, biar setimpal," sesal Lilian. 

Apa boleh buat, surat kontrak sudah ditandatangani dengan nominal tiga puluh juta. 

"Ya, udah lah. Aku cukup bakoh kalau hanya untuk menghadapi kamu dan pelakor tidak ada akhlak itu, Mas." Lilian mengepalkan tangannya, menyemangati dirinya sendiri.

Akan berhadapan dengan sosok pelakor yang secara fisik jauh lebih sempurna darinya, jujur membuat Lilian minder. Namun, dia tidak boleh tenggelam dalam rasa insekyur tersebut, karena posisinya saat ini lebih mulia. Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, situasi dan posisi sangat menguntungkan Lilian. 

Bahkan mertuanya akan membelanya habis-habisan. Dia tahu itu.

Akhirnya, dia menuruni tangga dengan percaya diri. Apalagi mertuanya akan segera datang. Paling lama hanya butuh waktu lima belas menit mereka pasti sudah sampai rumah ini.

"Apa kamu budeg, Bloh?" Suara lantang Satrio segera menyapa gendang telinganya. 

"Ada apa to, Mas? Ndak baik loh Mas marah-marah begitu, kalau tensi tinggi bisa-bisa jadi stroke loh! Ganteng-ganteng begitu kalau di kursi roda ya, apa gunanya!" sahut Lilian cuek.

"Kurang ajar! Berani-beraninya kamu nyumpahin aku stroke!" Satrio benar-benar emosi tingkat dewa jika menghadapi Lilian.

"Aku cuma kasih tahu Lo, Mas. Nggak nyumpahin. Mbaknya itu pasti bakal ninggalin kamu kalau kamu stroke, benar kan, Mbak?" lanjut Lilian santuy.

Gadis gemoy itu memang ajaib. Tak peduli api yang membakar dadanya begitu kuat, akan tetapi dia begitu mudah menguasai diri bersikap santai sedemikian rupa.

"Heh, cintaku sama Mas Satrio itu tulus. Apapun keadaannya, aku pasti akan setia menemani Mas Satrio. Benar kan, Mas?" Sherly melirik Lilian dengan tatapan merendahkan.

"Makasih, Dek Sherly. Kamu memang terbaik, Mas nggak salah kalau milih kamu, Dek. Sudah cantik, setia, bisa menerima Mas Satrio apa adanya," balas Satrio terharu mendengarkan ucapan Sherly.

"Iya dong, Mas. Aku kan cinta kamu full tank, Mas. Nggak kurang sedikit pun." Sherly mengacungkan dua jempolnya untuk Satrio.

"Elah dalah, full tank, kayak beli bensin wae," sindir Lilian.

"Diam kamu istri matre!" bentak Satrio.

"Kamu kok sial banget Mas. Punya istri gembrot, udah gitu nggak setia. Hanya mau duit kamu saja!" ejek Sherly memprovokasi.

Satrio mendengus mendengar provokasi dari Sherly. Dia membenarkan ucapan Sherly. Jika Lilian tidak matre, dia tidak akan meminta nafkah tiga puluh juta, mobil mewah dan juga rumah. Lilian meminta semua itu bahkan di hari kedua pernikahan mereka.

"Istri matre memang harus dibuang ke laut, Mas." Sherly kembali memprovokasi karena mendapatkan pembelaan Satrio. Dia merasa punya posisi yang lebih tinggi di depan si Sebloh itu.

"Istri matre itu lebih terhormat daripada pelakor loh, Mbak. Minimal aku punya status, lah status kamu apa? Nggak lebih dari seorang pelakor!" sahut Lilian.

Gadis gemoy itu duduk di kursi makan tak jauh dari sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara tersebut.

Ada dua gelas sirup dingin yang dituang Satrio di gelas untuk menyambut Sherly. Sherly dan Satrio belum sempat meminumnya. 

Serta merta, Lilian meminumnya dari salah satu gelas.

"Makasih, ya, Mas. Udah bikinkan aku sirup dingin," ucapnya setelah meneguk separuh lebih.

"Itu bukan buat kamu, Sebloh!" pekik Satrio gusar.

"Heleh, Mas. Lha wong botol sirupnya masih ada di dekat kamu itu loh! Bikin satu lagi kan bisa to, Mas?" sahut Lilian lagi.

Kepala pria itu sudah berasap. Menghadapi Lilian tidak pernah sesederhana yang pernah dibayangkan sebelumnya. 

"Ternyata kamu diciptakan hanya dengan bakat membuat orang lain naik darah saja, Bloh," runtuk Satrio kesal luar biasa.

"Itu tergantung mindset kamu, Mas. Kalau kamu orang baik dan suka beramal sholih, kamu hanya perlu menuangkan isi botol itu ke dalam gelas. Sesimpel itu, Mas." Sekali lagi, gadis bernama Lilian itu membalas telak.

Satrio hanya bisa mendengus pelan. 

"Kenapa kue punya aku kamu makan lagi? Kan aku udah bilang dari kemarin, kalau kamu suka, beli sendiri!" Satrio baru ingat, dia memanggil Lilian turun bukan untuk berdebat, tapi untuk meminta pertanggungjawaban Lilian atas red velvet yang telah dihabiskannya.

"Lain kali kalau Mas Satrio beli, jangan satu kotak. Udah tahu istrinya juga suka, bukannya beli dua kotak. Malah marah-marah ndak jelas. Kamu itu CEO loh, Mas. Apa kata orang kalau tiap hari ribut hanya perkara kue red velvet. Apa kamu mau dikira orang miskin?" Bukannya meminta maaf, Lilian malah menyembur suaminya dengan kalimat panjang lebar. Kata-kata Lilian lebih beracun daripada racun semburan ular kobra di telinga Satrio.

"Untung aja hatiku ini bukan buatan China, Bloh. Jadi lebih bakoh!" sahut Satrio menyerah.

Satrio nyaris tidak pernah menang debat dengan Lilian. Seajaib itu Lilian membuat seorang Satrio langsung kicep.

"Jangan lemah gitu loh, Mas. Sekali-kali, Sebloh itu harus dikasih pelajaran! Harus dikasih hukuman!" Sherly tidak terima melihat Satrio kalah debat di depan mata kapalanya sendiri.

Seharusnya, dia menyaksikan Satrio memukuli istrinya itu tanpa ampun di depannya. Bukan seperti ini. 

Jujur, Sherly kecewa.

"Heh, kamu jangan ikut campur! Suami istri sedang berdebat, orang lain minggir!" sembur Lilian pada Sherly pada akhirnya.

"Mas, dia marahin aku, Mas," rajuk Lilian. Selanjutnya, pelakor cantik itu menggelendot di lengan Satrio untuk mendapatkan pembelaan pria itu.

"Ckck! Manja!" ejek Lilian.

"Maaass...." Sherly makin menjadi-jadi. Dia tidak terima diejek si Sebloh jelek itu.

"Lilian mulut kamu bisa diam nggak!" hardik Satrio. 

Dia tidak tega melihat kekasihnya yang cantik jelita itu dijadikan bulan-bulanan oleh Lilian.

"Okay, Mas. Aku diam. Kalian saja yang bicara!" sahut Lilian segera bangkit dari duduknya.

Hatinya merasa sakit melihat suaminya membela wanita lain di hadapannya. Bahkan Satrio menghardiknya dengan begitu kasar hanya demi Sherly.

"Mau kemana kamu, Bloh!" tanya Satrio gusar. Dia belum selesai dengan amarahnya. Lilian pergi seenaknya sendiri.

Sebelum Lilian menyahut, terdengar suara salam dari ruang tamu yang terbuka. 

"Masuk, Mih," sahut Lilian semringah.

"S-siapa?" tanya Satrio kelabakan.

"Siapa lagi, masak kamu lupa dengan suara ibu kamu sendiri, Mas?" Lilian menjawab santai sambil berlalu dari tempat itu. 

"Apes, Dek. Kamu harus sembunyi, Dek. Mampi dan Papi datang!" seru Satrio panik.

Jika dia ketahuan membawa Sherly ke rumah dalam semua rencananya bisa kacau balau. Bisa-bisa dia diusir dari rumahnya ink oleh papinya sendiri.

"Nggak mau, Mas. Mas Satrio harus mengenalkan aku pada mereka. Ini adalah kesempatan yang baik!" Sherly tidak mau menuruti Satrio. 

Dalam hatinya dia merasa kesal dan marah. Bukannya memperjuangkan dirinya di depan orang tuanya, Satrio malah menyuruhnya sembunyi.

"Jangan keras kepala, Dek. Nanti rencana kita bisa hancur kalau kamu nggak nurut!" Satrio semakin panik. Sherly sama sekali tidak bisa diajak kerjasama dalam hal ini.

"Pokoknya aku nggak mau sembunyi, titik!" Sherly akhirnya memilih untuk duduk manis di meja makan. 

Dia sedang memperjuangkan harga dirinya sekarang. Jelas, dia tidak mau sembunyi. Memangnya dia maling? 

Ah, rupanya Sherly lupa kalau dia memang calon maling, maling suami orang.

Satrio mengekori Sherly yang duduk di sana dengan tenang. Satrio duduk berhadapan dengan Sherly. Dia masih berusaha membujuk, masih belum terlambat untuk bersembunyi.

"Dimana tikusnya, Li?" tanya Haryo begitu mereka datang.

"Masih ada di dapur, Pih. Lilian takut," cicitnya pelan.

Wajah Lilian terlihat lemah seakan mengalami ketakutan yang luar biasa. Fatimah merengkuh Lilian sambil berkata lembut untuk menenangkan hati Lilian.

"Ndak apa-apa, Nduk. Nanti tikusnya biar digepuk papimu!" Fatimah berkata meyakinkan.

"Makasih, ya, Mih. Mamih dan Papih memang terbaik!" puji Lilian sambil mengacungkan dua jempolnya.

"Woiya jelas, Nduk. Buat kamu, apa aja pokoknya Mami dan Papi berikan." Haryo berkata meyakinkan.

Ketiganya melangkah menuju dapur. Begitu ketiganya sampai seketika mata mereka terbelalak sempurna. 

"Satrio, siapa dia?" tanya Haryo menyelidik sambil menatap gadis cantik yang duduk di meja makan.

Satrio tampak kebingungan hendak memberikan jawaban apa kepada orang tuanya. Tidak mungkin bagi Satrio mengatakan bahwa Sherly adalah kekasihnya. Bisa-bisa Haryo akan kena serangan jantung.

"Eh, ini ... anu ... dia...."

"Dia, dia, dia siapa?" sentak Haryo dengan tatapan mata tajam.

"Anu ... dia---"

"Dia itu tukang cleaning servis yang dipanggil Mas Satrio untuk ngusir tikus, Pih," potong Lilian cepat.

Aah, akhirnya tiba juga kesempatan emas untuk membuat pelakor sok cantik itu di rumah ini. Hati Lilian berteriak girang.

Sepasang mata Sherly membelalak sempurna. Dia tidak menyangka akan dijadikan bulan-bulanan sedemikian rupa oleh Lilian. Rasanya dia ingin menangis saat disebut sebagai pegawai cleaning servis. 

Sherly mencoba untuk mencari pembelaan Satrio, tapi Satrio hanya manggut-manggut membenarkan ucapan Lilian.

"Bener-bener kurang ajar!" runtuk Sherly lirih.

Sherly terpojok tanpa ada yang bisa diharapkan untuk melindungi. Jika dia bicara ngawur, sudah barang tentu hanya akan membuat orang tua Satrio tidak akan respek sama sekali dengannya. Tentu saja itu sangat merugikan posisinya.

Ternyata Lilian tidak sesederhana dugaannya. Dia bisa menciptakan situasi yang membuatnya sakit kepala, sekaligus menjatuhkan harga dirinya di level terendah.

"Ho-ho-ho.... Papi kira siapa!" Haryo bernapas lega.

Padahal dia sudah menyiapkan tongkat besar untuk memecahkan kepala tikus di dapur ini. Ternyata, putranya sudah memanggilkan tenaga ahli. 

"Baiklah, silakan dikerjakan, Mbak. Pokoknya akan saya bayar mahal jika mbaknya berhasil mengusir tikus di dapur menantu kesayangan saya ini!" Fatimah duduk di kursi sambil menghela napas lega.

"Bener, Mbk. Dapat satu tikus saya bayar seratus ribu. Kalau mbaknya dapat sepuluh, berarti saya bayar satu juta." Haryo menambahkan.

Jangan bertanya bagaimana penampakan Sherly saat mendengar perintah Haryo dan Fatimah. Kini, wajahnya sudah merah padam menahan marah dan kesal pada Sebloh yang membuatnya mati kutu. 

Sementara Satrio bernapas lega karena Lilian menemukan alasan yang tepat untuk membuat orang tuanya teralihkan. Meskipun, ya ... Sherly pasti akan mengamuk nanti sepulang dari sini.

Mereka sekeluarga duduk di meja makan sambil menikmati menu makanan yang disajikan oleh Lilian, sedangkan Sherly terpaksa kesan kemari mencari tikus sesuai dengan perintah orang tua Satrio. Benar-benar menyebalkan.

Bersambung

Bab terkait

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 7. Tidak Dapat Tikus 1

    "Cari terus sampai dapat, Mbak! Kasihan menantu saya ini phobia dengan tikus." Haryo Sasongko terus memberi instruksi. "Baik, Pak." Terlanjur basah, pilihan terbaik bagi Sherly adalah sekalian masuk ke dalam air biar basah kuyup. Dia tidak punya pilihan untuk berbalik arah. Di depannya, sang Papi dari kekasihnya menganggapnya sebagai jasa pengusir tikus. Apa boleh buat, Sherly harus terima. Terlalu beresiko jika hari ini dia mendapat penilaian buruk dari calon mertuanya itu, maka di masa depan dia tidak diterima sebagai menantu. Mengingat hal tersebut, Sherly harus menelan bulat-bulat rasa kesal di hatinya. Dalam hati, dia hanya berharap dua orang tua Satrio itu segera pergi dari rumah ini. Namun, ternyata setelah satu setengah jam berlalu. Papi dan Mami masih duduk dengan begitu santai di ruang makan. Dari sana, mereka berbincang dengan begitu hangat. Sesekali, menoleh ke arah Sherly dan memberi instruksi. "Belum ketemu tikusnya, Mbak? Katanya profesional, tapi kok kayak ngga

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 8. Tidak Dapat Tikus 2

    "Maaf, Pak. Saya tidak menemukan tikus satu pun di sini," lapor Sherly sambil terengah-engah. Dia sudah tidak tahan lagi dengan situasi menyedihkan yang sedang dialaminya.Haryo menoleh. Wajah pria tua itu terlihat tidak suka ketika menatap Sherly. Dia tidak suka mendengar laporan Sherly yang tidak berhasil menemukan tikus satu pun. Jelas-jelas, menantunya ketakutan gara-gara tikus. Masak tenaga ahli pengusir tikus tidak berhasil mengusirnya.Sungguh keterlaluan."Anda sama sekali tidak profesional, Mbak. Kenapa agensi bisa kirimkan orang nggak punya pengalaman seperti Anda, Mbak." Haryo mendegus.Jujur, dia tidak suka mendapatkan pekerja profesional tapi tidak berpengalaman seperti gadis yang datang ke rumah mereka saat ini.Tak urung, Haryo mengomelinya habis-habisan dan menyalahkan dirinya atas ketidakprofesionalan Sherly. Sebagai tenaga ahli pemburu tikus ternyata tidak memberi hasil yang diinginkan."Nama kamu siapa, Mbak?" tanya Haryo mencecar dengan pertanyaan."Sherly, Pak."

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 9. Marah

    Begitu Haryo dan Fatimah pulang, Satrio sudah tidak bisa menahan diri. Dia menarik tangan Lilian kasar setelah mengunci pintu.Sepasang netra elang Satrio menatap Lilian penuh permusuhan. Dia tidak terima melihat kekasihnya yang sangat dicintainya terlihat menyedihkan di depan orang tuanya."Hati kamu benar-benar busuk, Bloh!" raungnya tak terkendali."Apa maksud kamu, Mas?" Lilian bertanya acuh tak acuh, seakan tidak merasa tindakannya tadi adalah sebuah kesalahan fatal di mata Satrio."Kamu sengaja mempermalukan Sherly, hah?" semburnya. Kali ini dia tidak bisa menolerir apa yang dilakukan Lilian.Dia menatap Lilian dengan tatapan membunuh. Andai saja dia bisa membunuh hanya dengan pandangan matanya itu, mungkin Lilian sudah mati berkali-kali. Satrio sudah sejak tadi sore menahan kemarahan. Kali ini dia pasti akan melampiaskan kemarahan itu tanpa menahannya sedikit pun."Aku nggak paham dengan maksud kamu, Mas?" Lilian masih sok polos.Dia mengibaskan tangannya yang dicengkeram erat

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-12
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 10. Perang Dingin

    Sepasang suami istri duduk berhadap-hadapan di meja makan tanpa suara. Satrio fokus melahap nasi goreng spesial buatan Lilian. Selepas WAR semalam, keduanya saat ini sedang melakukan gencatan senjata. Perang dingin yang akan berlangsung entah berapa lama. Satrio masih sangat kesal dengan istri gendutnya itu. Sherly tidak mau memaafkan Satrio semalam. Padahal suami Lilian itu sudah berusaha menjelaskan, akan tetapi Sherly masih emosional. Hidupnya akan suram jika Sherly ngambeg, makanya dia mendiamkan Lilian. Rasa kesalnya ini harus dilampiaskan, bukan?Beberapa kali, Lilian melirik Satrio yang cuek bebek menghabiskan nasi goreng. Jujur, gadis gendut itu ingin tertawa terbahak-bahak melihat betapa lahapnya Satrio menikmati sarapan pagi ini. Seakan dia lupa bahwa itu adalah nasi goreng buatan Lilian, orang yang saat ini sedang perang dingin dengannya."Nasi gorengnya enak, Mas?" tanya Lilian.Pada dasarnya, Lilian yang mempunyai karakter terbuka dan sangat humble selalu merasa tidak t

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-14
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 11. Makan Malam

    Suara ketiplak sendal terdengar menuruni tangga. Suasana sunyi mencekam membuat suara itu bergema ke seluruh penjuru ruangan. Lilian mendengus. Belum ada tanda-tanda kepulangan Satrio. Pintu kamar pria itu tertutup rapat. Entah terkunci atau tidak, Lilian tidak pernah mencoba untuk masuk. Bukan karena dia tidak ingin, melainkan karena Satrio tidak mengizinkannya."Aarrgghh...." Lagi-lagi dia memekik kesal. Entah yang keberapa kali dia turun dari kamarnya untuk memeriksa kepulangan Satrio malam ini. Meski dia tidak bertanya, Lilian tahu pria itu sekarang sedang bersama dengan Sherly.Sekali lagi, terdengar dengusan kesal.Dia benar-benar tidak mengerti dengan kelakuannya sendiri. Kenapa dia harus menungguinya pulang?Haish, sungguh keterlaluan!"Apa kamu bersama Sherly, Mas? Baiklah, selamat bersenang-senang!" Lilian benar-benar merasa kesal.Jelas-jelas pria itu sama sekali tidak menyukainya. Jelas-jelas Satrio tidak pernah menganggap dirinya ada. Lalu, kenapa dia harus peduli deng

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-17
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 12. Rencana

    Satrio menikmati makan siang bersama Sherly di private room restoran. Perbedaan suasana hati tampak mencolok dari wajah keduanya. Satrio berkali-kali mencoba mencairkan suasana yang kaku. Sherly hari ini masih marah karena kejadian beberapa hari yang lalu."Dek, marahnya jangan lama-lama ta!" bujuk Satrio dengan wajah memelas.Sherly hanya menoleh sekilas. Lalu, dia mendengus kasar. Jika ingat kejadian sore itu, serta merta hatinya menjadi kesal setengah mati. Sekeras apapun Sherly mencoba untuk berpikir positif, dia tidak menghilangkan penghinaan yang dilakukan Lilian. Jika bukan karena Satrio berulang kali minta maaf dan membawakan barang-barang mewah untuk membujuknya, mungkin rasa kesal yang bertumpuk di hatinya semakin besar."Nanti sore mau belanja lagi?" bujuknya sekali lagi.Sherly menggeleng. Bukan karena tidak tergoda dengan ajakan Satrio. Hanya saja, dia harus memastikan posisinya terlebih dahulu. Dia ingin menjadi istri Satrio yang sah."Tumben nggak minat belanja?" Sat

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-19
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 13. Ternyata Sakit

    Dua orang wanita berpakaian seragam PDH warna khaki keluar dari ruang meeting room restoran. Mereka baru saja selesai rapat gabungan dengan perwakilan guru-guru taman kanak-kanak se-kabupaten di restoran tersebut.Keduanya adalah utusan dari sekolah mereka untuk rapat gabungan Guru TK untuk memperingati hari anak nasional minggu depan."Hanya tersisa waktu seminggu lagi, Bu Lilian. Semua sudah siap, nggeh?" tanya seorang wanita berkacamata yang melangkah beriringan dengannya menuruni tangga."Kalau menurut saya sudah siap semua, Bu Erni. Nanti kita cek lagi saja biar lebih bagus." Sambil tersenyum, Lilian menjawab dengan percaya diri."Baik. Bu Lilian selalu keren menyiapkan semuanya. Saya salut dengan jenengan, Bu," sahut Bu Erni bangga."Ah, biasa aja, Bu. Anak-anak sangat antusias, jadi mereka bisa diajak bekerja sama." Lilian sangat dekat dengan anak-anak didiknya. Dia pandai membuat lelucon untuk memeriahkan suasana.Mereka sibuk membicarakan rencana selanjutnya yang akan disiapk

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-24
  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 14. Pertengkaran

    Lilian sedang menyiapkan makan malam di meja ketika Satrio datang. Hari sudah beranjak malam, Satrio baru pulang. Tanpa harus memberi penjelasan Lilian sudah bisa menebak apa yang terjadi.Pemandangan tadi siang saat di restoran kembali berputar. Dia melihat Satrio begitu lembut memperlakukan Sherly. Sedalam apa hubungan keduanya dia juga sudah bisa melihat. Keduanya saling mencintai satu sama lain. Jika dalam sebuah novel, mungkin saja dia hanyalah menjadi tokoh antagonis yang menjadi pihak ketiga yang menguji ketulusan cinta Satrio dan Sherly. Lilian benci saat memikirkan hal tersebut."Makan malam, Mas," sapanya begitu melihat Satrio melangkah acuh tak acuh menuju kamarnya."Aku sudah makan di apartemen Sherly." Satrio menjawab dingin. Bahkan dia tidak perlu repot-repot untuk menoleh ke arah Lilian. Lilian sama sekali bukan fokus Satrio. Sekedar basa-basi pun Lilian tidak memiliki kualifikasi untuk mendapatkannya."Makan dikit aja, Mas. Aku udah terlanjur masak untuk kita berdua,

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-25

Bab terbaru

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 018. Jeweran untuk Satrio

    Fatimah masih penasaran karena Bintang dan Lilian bisa pulang bersama. Ketika keduanya turun dari mobil, Fatimah sudah tidak sabar untuk mendengarkan penjelasan dari Lilian dan Bintang."Kalian kok bisa barengan?" Fatimah mengulang pertanyaan."Ndak sengaja ketemu di jalan tadi, Mih. Ban mobil Lilian bocor, Dek Bintang yang bantu ganti ban." "Tadinya aku nggak tahu kalau dia ini istrinya Mas Satrio, Mi."Sosok Bintang yang tinggi dengan bentuk tubuh proporsional beranjak mendekati Fatimah dengan senyuman semringah. "Makanya kok nggak sampai-sampai, ternyata kebanan to, Nduk?" Fatimah menatap simpati."Nggeh, Mi. Pas lagi buru-buru malah ban bocor. Coba tadi Dek Bintang nggak bantu ganti ban," sahutnya."Alhamdulillah, kamu ini memang wong bejo, Nduk. Dimana-mana banyak orang yang welas, karena kamu orang baik." Bintang melirik kakak iparnya yang hanya bisa tersenyum canggung mendengar pujian demi pujian dari mertuanya. "Yowes ayo kita masuk. Papi udah nunggu kita di dalam." Bintan

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 17. Bertemu Bintang

    Satrio masih sibuk di depan laptop saat ponselnya yang tergeletak di meja kerja bergetar. Meski kesal karena merasa terganggu dengan dering ponsel, Satrio tetap meliriknya. Sebuah nama yang cukup akrab menyembul di layar ponsel yang menyala."Bintang? Tumben nelpon? Katanya nggak jadi pulang?" Dahinya mengernyit heran. Rasa kesal yang tadi hadir, seketika menghilang.Gegas, Satrio menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan."Halo, Dek. Gimana?" sapanya."Mas, hari ini aku jadi pulang, ya." Suara di seberang segera terdengar beberapa detik kemudian."Loh, loh. Katanya masih sibuk, nggak jadi pulang. Kok tiba-tiba berubah?" Dahi Satrio mengernyit dalam."Kebetulan agak luang hari ini dan besok, jadi aku pulang, Mas." Bintang yang berprofesi sebagai pilot dengan penerbangan internasional, beberapa bulan ini tidak bisa pulang ke Solo. Alih-alih pulang ke Solo, jadwalnya sangat padat."Cuma dua hari emang kamu nggak pilih rehat di hotel saja? Kalau maksa pulang capek di jalan, Dek?"

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 16. Diet

    "Bu Lilian, sampeyan dari kemarin kenapa terlihat tak bersemangat?" tegur Erni saat melihat Lilian berwajah kuyu tak seperti biasanya.Lilian yang menyandarkan kepalanya di meja, seketika menegakkan tubuh mendengar sapaan temannya. "Aah, endak, Bu. Cuma lagi pusing saja saya, Bu." Sejak kemarin, ada hal berat yang menjadi pemikirannya. Masalah rumah tangganya dengan Satrio membuatnya tertekan. Salah satu alasan kenapa Satrio tidak bisa menerima keberadaan Lilian sebagai istri sahnya adalah karena penampilan Lilian yang tidak menarik. Bagaimanapun, fisik juga merupakan salah satu poin penting. Satrio adalah pimpinan perusahaan, selain itu dia mempunyai fisik yang sempurna. Sementara Lilian, berpenampilan seperti karung beras seperti ini, Satrio pasti sangat malu kalau mengakui Lilian sebagai istrinya.Wanita gendut itu ingin merubah penampilan supaya terlihat lebih menarik. Paling utama, Lilian merasa sangat tidak nyaman dengan berat badannya yang melebihi ambang batas ini. Sebelu

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 15. Gagal Total

    "Nduk, bukain gerbangnya!" Terdengar suara Haryo ketika Lilian sedang menyapu halaman pagi ini.Sontak, Lilian menoleh. Di luar sana, sepasang pria dan wanita paruh baya yang mengenakan pakaian olah raga tampak letih. Mereka adalah Fatimah dan Haryo."Loh, Mih, Pih. Tumben pagi-pagi udah nyampai sini," seru Lilian sambil berjalan menuju pintu gerbang dan gudang membukanya."Namanya juga jogging ya pagi-pagi, Li. Masak iya kita jogging siang-siang," sahut Fatimah.“Iya, juga, ya. Kalau siang-siang bukan jogging, ya, Mih,” celetuk Lilian."Emang kalau siang apaan, Li?" tanya Haryo iseng."Kalau siang lari-lari, mungkin dia lagi lari dari kenyataan. Hehe...." "Hehe, kamu ini ada-ada saja, Li." Haryo tertawa kecil mendengar ucapan menantu kesayangannya itu. Fatimah yang ada di samping Haryo juga ikut tertawa. “Alhamdulillah, sudah sampai sini,” ujar Haryo menghela napas lega.Keduanya duduk di kursi teras untuk melepas lelah. Bisa dibilang, jarak antara rumah mertuanya menuju tempat ini

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 14. Pertengkaran

    Lilian sedang menyiapkan makan malam di meja ketika Satrio datang. Hari sudah beranjak malam, Satrio baru pulang. Tanpa harus memberi penjelasan Lilian sudah bisa menebak apa yang terjadi.Pemandangan tadi siang saat di restoran kembali berputar. Dia melihat Satrio begitu lembut memperlakukan Sherly. Sedalam apa hubungan keduanya dia juga sudah bisa melihat. Keduanya saling mencintai satu sama lain. Jika dalam sebuah novel, mungkin saja dia hanyalah menjadi tokoh antagonis yang menjadi pihak ketiga yang menguji ketulusan cinta Satrio dan Sherly. Lilian benci saat memikirkan hal tersebut."Makan malam, Mas," sapanya begitu melihat Satrio melangkah acuh tak acuh menuju kamarnya."Aku sudah makan di apartemen Sherly." Satrio menjawab dingin. Bahkan dia tidak perlu repot-repot untuk menoleh ke arah Lilian. Lilian sama sekali bukan fokus Satrio. Sekedar basa-basi pun Lilian tidak memiliki kualifikasi untuk mendapatkannya."Makan dikit aja, Mas. Aku udah terlanjur masak untuk kita berdua,

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 13. Ternyata Sakit

    Dua orang wanita berpakaian seragam PDH warna khaki keluar dari ruang meeting room restoran. Mereka baru saja selesai rapat gabungan dengan perwakilan guru-guru taman kanak-kanak se-kabupaten di restoran tersebut.Keduanya adalah utusan dari sekolah mereka untuk rapat gabungan Guru TK untuk memperingati hari anak nasional minggu depan."Hanya tersisa waktu seminggu lagi, Bu Lilian. Semua sudah siap, nggeh?" tanya seorang wanita berkacamata yang melangkah beriringan dengannya menuruni tangga."Kalau menurut saya sudah siap semua, Bu Erni. Nanti kita cek lagi saja biar lebih bagus." Sambil tersenyum, Lilian menjawab dengan percaya diri."Baik. Bu Lilian selalu keren menyiapkan semuanya. Saya salut dengan jenengan, Bu," sahut Bu Erni bangga."Ah, biasa aja, Bu. Anak-anak sangat antusias, jadi mereka bisa diajak bekerja sama." Lilian sangat dekat dengan anak-anak didiknya. Dia pandai membuat lelucon untuk memeriahkan suasana.Mereka sibuk membicarakan rencana selanjutnya yang akan disiapk

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 12. Rencana

    Satrio menikmati makan siang bersama Sherly di private room restoran. Perbedaan suasana hati tampak mencolok dari wajah keduanya. Satrio berkali-kali mencoba mencairkan suasana yang kaku. Sherly hari ini masih marah karena kejadian beberapa hari yang lalu."Dek, marahnya jangan lama-lama ta!" bujuk Satrio dengan wajah memelas.Sherly hanya menoleh sekilas. Lalu, dia mendengus kasar. Jika ingat kejadian sore itu, serta merta hatinya menjadi kesal setengah mati. Sekeras apapun Sherly mencoba untuk berpikir positif, dia tidak menghilangkan penghinaan yang dilakukan Lilian. Jika bukan karena Satrio berulang kali minta maaf dan membawakan barang-barang mewah untuk membujuknya, mungkin rasa kesal yang bertumpuk di hatinya semakin besar."Nanti sore mau belanja lagi?" bujuknya sekali lagi.Sherly menggeleng. Bukan karena tidak tergoda dengan ajakan Satrio. Hanya saja, dia harus memastikan posisinya terlebih dahulu. Dia ingin menjadi istri Satrio yang sah."Tumben nggak minat belanja?" Sat

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 11. Makan Malam

    Suara ketiplak sendal terdengar menuruni tangga. Suasana sunyi mencekam membuat suara itu bergema ke seluruh penjuru ruangan. Lilian mendengus. Belum ada tanda-tanda kepulangan Satrio. Pintu kamar pria itu tertutup rapat. Entah terkunci atau tidak, Lilian tidak pernah mencoba untuk masuk. Bukan karena dia tidak ingin, melainkan karena Satrio tidak mengizinkannya."Aarrgghh...." Lagi-lagi dia memekik kesal. Entah yang keberapa kali dia turun dari kamarnya untuk memeriksa kepulangan Satrio malam ini. Meski dia tidak bertanya, Lilian tahu pria itu sekarang sedang bersama dengan Sherly.Sekali lagi, terdengar dengusan kesal.Dia benar-benar tidak mengerti dengan kelakuannya sendiri. Kenapa dia harus menungguinya pulang?Haish, sungguh keterlaluan!"Apa kamu bersama Sherly, Mas? Baiklah, selamat bersenang-senang!" Lilian benar-benar merasa kesal.Jelas-jelas pria itu sama sekali tidak menyukainya. Jelas-jelas Satrio tidak pernah menganggap dirinya ada. Lalu, kenapa dia harus peduli deng

  • Istri Delapan Puluh Kilo    IDPK - Part 10. Perang Dingin

    Sepasang suami istri duduk berhadap-hadapan di meja makan tanpa suara. Satrio fokus melahap nasi goreng spesial buatan Lilian. Selepas WAR semalam, keduanya saat ini sedang melakukan gencatan senjata. Perang dingin yang akan berlangsung entah berapa lama. Satrio masih sangat kesal dengan istri gendutnya itu. Sherly tidak mau memaafkan Satrio semalam. Padahal suami Lilian itu sudah berusaha menjelaskan, akan tetapi Sherly masih emosional. Hidupnya akan suram jika Sherly ngambeg, makanya dia mendiamkan Lilian. Rasa kesalnya ini harus dilampiaskan, bukan?Beberapa kali, Lilian melirik Satrio yang cuek bebek menghabiskan nasi goreng. Jujur, gadis gendut itu ingin tertawa terbahak-bahak melihat betapa lahapnya Satrio menikmati sarapan pagi ini. Seakan dia lupa bahwa itu adalah nasi goreng buatan Lilian, orang yang saat ini sedang perang dingin dengannya."Nasi gorengnya enak, Mas?" tanya Lilian.Pada dasarnya, Lilian yang mempunyai karakter terbuka dan sangat humble selalu merasa tidak t

DMCA.com Protection Status