Share

Bab 2. Siapa Lelaki Baik Hati Itu?

"Maira?" Sontak aku terlonjak ketika seseorang memanggil nama 'Maira'. Nama yang tak asing bagiku.

Astaga! siapa laki-laki ini? Kenapa ia tahu nama kecilku?

"Shinta! Apa yang pecah?" Tiba-tiba ibu datang menghampiriku. Wajah mertuaku itu merah padam. Tatapannya nyalang padaku. Beliau pasti sangat marah.

"G-gelas, Bu," sahutku bergetar. Aku masih shock dengan kejadian di ruang tamu tadi. Tubuhku masih gemetar. Bulir bening pun telah luruh di kedua pipiku. Berkali-kali aku mencoba menghapusnya dengan punggung tanganku.

Sementara laki-laki yang menabrakku tadi masih terus menatapku. Entah kenapa aku merasa tak asing dengan tatapan teduh itu. Sungguh hati ini terasa damai melihat tatapan pria itu.

"Hai, Kak Raka. Mau ke toilet? Yuk, aku antar!" Tiba-tiba imah datang menghampiri laki-laki yang ternyata bernama Raka itu. Imah sepertinya memang berusaha untuk mencari perhatian Raka.

"Oh, ya. Makasih, Dek Imah," sahutnya ramah. Bibirnya melengkung menciptakan sebuah senyuman. Imah nampak sangat bahagia mendapat respon dari Raka. Mereka pun melangkah ke belakang menuju kamar mandi.

"Shinta! Ngapain kamu ikut-ikutan liatin Raka? Mentang-mentang ada laki-laki tampan dan kaya. Dasar perempuan gatal kamu!" Aku terlonjak ketika ibu mertua menegurku dengan suara yang cukup keras, hingga beberapa teman Mas Alif yang berada tak jauh dari ruang tengah, menoleh ke arahku. Sontak aku tertunduk.

"Sana cepat bereskan pecahan gelas tadi!" bentak ibu seraya berkacak pinggang di hadapanku.

Apa? Kembali ke ruang tamu? Apa aku sanggup?

"Hei, Shinta! Malah bengong. Cepat sana kerjakan!" teriak ibu dengan mata melotot ke arahku.

Dengan membuang napas kasar, berusaha kuatkan hati. Aku melangkah kembali ke ruang tamu dengan membawa kain pel, sapu dan pengki. Sementara Ibu mertuaku terus mengawasiku dengan sudut matanya.

Perlahan mendekati pecahan gelas yang masih berserakan di lantai. Tampak para wanita itu sudah pindah duduk dari tempat semula. Tanpa melihat sekitar, kupunguti satu persatu pecahan kaca dan memasukkannya ke dalam plastik sampah.

"Nih sekalian!"

"Aduh ..."

Tiba-tiba seseorang melemparkan tumpukan tissue bekas hingga mengenai wajahku. Sungguh dada terasa sesak bagaikan terhimpit batu yang sangat besar. Siapa yang tega memperlakukan aku seperti ini?

"Hei! Yang sopan, dong!" Teriak seseorang membelaku. Siapa pemilik suara bariton itu? Namun aku tak berani menoleh. Saat ini pasti semua mata sedang menuju ke arahku.

Tiba-tiba seseorang ikut berjongkok di sebelahku, membantuku membersihkan lantai basah dengan pecahan kaca dan tissue bekas yang berserakan.

"Raka, ngapain sih ikut-ikut bantuin pembantu?" Ternyata wanita yang bernama Mela itu kembali berkata sinis.

Sementara Laki-laki bernama Raka itu hanya diam. Tangannya dengan cekatan membantuku memasukkan pecahan kaca, lalu mengepel lantai hingga kering.

Sungguh aku tak percaya dengan apa yang aku lihat. Pria berpakaian rapi layaknya seorang bos itu mau membantuku melakukan hal yang menurutku tidak pantas untuknya.

Sementara suamiku sama sekali tak peduli padaku. Ibu mertua pun tetap hanya mengawasiku dari jauh.

"T-terima kasih," lirihku seraya meraih plastik dan sapu dari tangan Raka. Kemudian dengan cepat aku segera masuk kembali ke dalam. Sekilas aku sempat melihat Raka mengangguk dan tersenyum ramah padaku.

Ya Tuhan, siapa laki-laki yang baik hati itu? Tidak hanya wajahnya yang tampan, tapi juga hatinya tulus membantuku.

Raka juga tahu nama kecilku. Nama di saat kedua orang tuaku masih hidup. Ketika aku belum di pindahkan ke panti asuhan oleh orang-orang yang membenciku. Mereka berharap aku akan menderita. Dan apa yang mereka inginkan terjadi hingga saat ini.

"Dasar wanita penggoda! Apa yang kamu katakan pada Raka?" Aku terlonjak ketika tiba-tiba Mas Alif mengikutiku ke dalam dan lantas berteriak memarahiku di dapur.

Aku menggeleng. Mataku berembun. Betapa nyeri hati ini mendengar tuduhan Mas Alif. Tega sekali dia bilang aku ini wanita penggoda. Bukankah dia lihat sejak tadi apa saja yang aku lakukan? Tanpa sadar akhirnya air mataku kembali luruh. Satu tanganku menekan dada, menahan nyeri dan sesak.

"Asal kamu tahu ya, Aku dan teman-teman sedang mencoba untuk melamar pekerjaan di perusahaan Raka. Jangan sampai gara-gara kamu semua jadi kacau! Paham kamu?"  Mas Alif kembali membentakku seraya menunjuk-nunjuk wajahku. Matanya melotot dengan wajah menggelap.

"Tega sekali kamu,Mas. Seharusnya kamu yang membelaku di sana. Bukan laki-laki itu." Aku memberanikan diri untuk menjawab. Suamiku itu justru tampak semakin emosi mendengar sahutanku.

"Halaah! Memang kamu mau cari perhatian sama si Raka itu, kan? Mentang-mentang dia tampan dan kaya. Jangan mimpi kamu! Wanita dekil kayak kamu, melirikpun dia tidak akan sudi," ketus Mas Alif seraya berlalu dari hadapanku. Mungkin ia kembali ke ruang tamu menemui teman-temannya.

Wanita dekil katanya. Ya, memang sehari-hari aku seperti ini. Karena memang tak punya pakaian bagus. Karena bertumpuk pekerjaan setiap waktu yang membuatku tak sempat merias diri. Semua pekerjaan di rumah ini dibebankan padaku. Aku pun tak kuasa membantah. Karena hanya bentakan dan cacian yang akan aku terima.

Dulu aku sangat bahagia ketika Mas Alif datang kepada ibu panti untuk melamarku. Pada saat itu aku berharap laki-laki itu akan membuatku bahagia dan menjadikan aku sebagai ratunya. Namun itu hanyalah menjadi harapanku saja. Kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Keluarga Mas Alif yang tak pernah setuju jika Mas Alif menikahiku, gadis yatim piatu yang tak diketahui asal usulnya, selalu memperlakukan aku dengan tidak ramah.

"Buruan masak! Melamun aja kerjanya. Dasar menantu tidak berguna! Mending si Mela aja yang jadi menantuku dari dulu. Sudah cantik, pintar pula. Nggak malu-maluin kayak kamu!" ketus Ibu mertua yang ternyata sudah berdiri bertolak pinggang di pintu dapur.

"I-iya, Bu," sahutku sambil menghapus air mata yang mulai mengalir dengan lengan bajuku. Aku tak ingin Ibu melihatku menangis.

Setelah melihatku mulai bekerja, Ibu beranjak ke ruang tengah dan kembali asik dengan gawainya di atas sofa panjang.

Aku mulai mengeluarkan isi dua kantong belanja di atas meja. Membersihkan beberapa sayuran yang tadi aku beli dipasar. Kemudian  bergegas meraih bahan-bahan makanan yang hendak aku olah dari dalam lemari pendingin. Aku harus segera menyelesaikan  pekerjaan memasak ini sebelum ibu kembali datang dan memarahiku dengan alasan kerja terlalu lama. Belum lagi Kak May dan Imah yang sebentar-sebentar menyuruh ini dan itu.

Seperti itulah setiap hari perlakuan yang aku dapatkan dari keluarga ini. Entah sampai kapan aku bisa bertahan berada di sini.

Dalam hati ini berdoa, semoga laki-laki bernama Raka itu adalah malaikat penyelamat yang Tuhan kirimkan untukku.

Komen (33)
goodnovel comment avatar
Diyanah diyanah
cerita nya seru
goodnovel comment avatar
Ma E
Semangat Shinta semoga kedepannya kau bahagia
goodnovel comment avatar
Nani Kusnandi
jangan dikasih lemah shinta min.jadikan wanita yg tegar dan tegas.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status