Share

Bab 6. Kepergok Warga

Mataku membelalak ketika melihat kertas kecil dalam genggamanku bertuliskan 'call me'. Kertas yang ternyata sebuah kartu nama itu juga tertera jabatan Raka Adipratama sebagai CEO PT Ramajaya, serta nomor ponsel laki-laki itu.

Apa maksudnya? Untuk apa Raka memintaku untuk menghubunginya? Siapa dia sebenarnya?

Aku terus berpikir keras berusaha mengingat-ingat. Tapi sama sekali tak ada titik terang di pikranku.

Aku tidak boleh gegabah. Bisa saja Raka adalah salah satu musuh orang tuaku yang ingin menyingkirkanku. Sebaiknya aku tetap waspada sambil mencari informasi.

Namun bagaimana caranya? Siapa yang harus aku hubungi? Siapa yang bisa aku percaya saat ini?

Untuk sementara nomor ponsel Raka aku simpan di kontak ponselku. Sewaktu-waktu mungkin aku akan memerlukannya.

Sambil menunggu Mas Alif, aku mencoba lagi mengingat-ingat, di mana aku pernah bertemu Raka. Rasanya wajah itu tak asing bagiku. Tapi sungguh aku tak ingat siapa dia sebenarnya.

Dari sikapnya, Raka sepertinya orang baik. Semoga saja dia datang sebagai dewa penolong untukku. Walau demikian, aku tetap harus waspada.

Hingga larut malam Mas Alif belum juga pulang. Ibu, Imah dan Kak May sepertinya sudah tidur. Jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam. Apa mungkin Mas Alif masih di rumah perempuan itu? Sungguh hati ini tidak tenang.

Aku berusaha untuk memejamkan mata. Tapi tak bisa. Selama ini Mas Alif belum pernah pulang selarut ini. Apa yang dia lakukan bersama perempuan itu? Berbagai dugaan buruk mulai terlintas di benakku.

Kenapa ibu tenang-tenang saja? Apa Mas Alif sudah menghubunginya? Tapi kenapa suamiku itu tidak memberi kabar padaku?

Tiba-tiba aku bangkit saat mendengar suara-suara dari luar rumah.

"Assalamualaikum, Bu Minah ...! Cepat buka pintunya, Bu ...!"

"Bu Minah ...! Buka pintunya ...!"

Terdengar dari luar beberapa orang berteriak-teriak memanggil nama Ibu. Mereka sambil menggedor-gedor pintu depan.

Aku yang belum tertidur segera keluar dan mengintip dari jendela.

Astagfirullah ... Ada apa malam-malam begini Pak RT dan beberapa warga datang dengan wajah emosi? Apakah ada sesuatu yang terjadi pada Mas Alif?

Segera aku berlari menuju kamar Ibu dan Kak May yang letaknya bersebelahan. Kemudian gegas membangunkan ibu dan Kak May.

"Bu ... Bu ... Kak May ...! Ada Pak RT ...." Teriakku sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar ibu dan Kak May.

"Ada apa, sih? Berisik banget!" ketus Kakak iparku yang muncul di balik pintu.

"Kenapa, sih? malam-malam ribut aja!" Ibu membuka pintu dan melotot padaku

"Ada beberapa warga dan Pak RT di depan, Bu," sahutku.

"Apaa?" teriak keduanya.

Suara gedoran pintu dan teriakan warga makin keras terdengar. Dengan wajah panik ibu segera berlari keluar diikuti Kak May dan Imah.

"Ada apa ini Bapak-Bapak?" Kami tercengang melihat warga yang sudah banyak di depan rumah.

"Kalian semua harus ikut ke pos RW, karena warga telah memergoki saudara Alif dan Mela telah berzina di rumahnya."

Apaa?? Mas Alif ... Astagfirullahaladzim.

Keterangan dari Pak RT membuat kami semua terkejut. Apalagi aku. Bagai disambar petir , tubuhku bergetar mendengar kabar itu. Kakiku terasa lemas seketika. Rasanya tak sanggup lagi untuk menopang tubuh ini. Seketika aku menyandarkan tubuhku pada dinding.

Ibu dan Kak May langsung ke dalam bersiap untuk pergi.

"Bu ..., A-aku ikk ...." tenggorokanku rasanya tercekat

"Sudah kamu dirumah saja, Shinta! Biar ibu dan May yang kesana! Dasar Alif bikin malu keluarga saja," sanggah Ibu dengan wajah memerah penuh emosi.

Aku tak berani membantah. Mungkin memang sebaiknya aku di rumah saja. Pasti tak akan sanggup melihat Mas Alif berdua dengan perempuan itu di sana.

Kemudian Ibu dan Kak May mengikuti Pak RT, bergegas pergi menuju pos RW yang berada di dekat rumah perempuan itu. Sementara Imah kembali masuk ke kamarnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Aku terduduk di teras rumah. Tak kuhiraukan angin malam yang menusuk tulang. Entah bagaimana nasib rumah tanggaku nanti. Apa Mas Alif akan menceraikanku?  Jika itu terjadi, ke mana aku harus pergi? Tanpa terasa air mataku sudah mengalir deras.

Hampir tengah malam Ibu dan Kak May tidak kunjung pulang. Beberapa pesan yang aku kirim  untuk Mas Alif, satupun tak ada yang dibaca.

Aku putuskan untuk masuk kamar dan melaksanakan salat sunah, memohon petunjuk pada Yang Maha Kuasa. Hingga malam hampir pagi, akhirnya aku terlelap.

-------

Saat subuh aku terjaga, terdengar ada yang mengetuk pintu kamarku.

"Shinta, Shinta, bangun kamu!"

Perlahan aku bangkit dari tempat tidur dan kemudian membuka pintu.

Nampak wajah kak May dari balik pintu kamar. Sepertinya kakak iparku itu belum tidur sama sekali. Raut kelelahan jelas terlihat dari wajahnya.

"A-ada apa, Kak? Kak May baru pulang?" sahutku.

"Buruan kamu masak yang banyak! Kita akan ada tamu pagi ini!"

"Tamu siapa, Kak? Bagaimana Mas Alif?" tanyaku bingung. Sungguh aku penasaran dan tak tenang belum mendapat kabar tentang Mas Alif.

"Sudah nggak usah banyak tanya! Buruan kerjakan aja!" bentaknya, kemudian berlalu ke kamarnya.

Segera aku mandi dan salat subuh, kemudian memasak bahan-bahan makanan yang ada di kulkas. Sesekali kulihat ponsel, pesanku masih belum dibaca oleh Mas Alif.

"Shinta, tolong ambilkan jas hitam milik Alif di lemari! Cepat!" Entah dari mana tiba-tiba ibu datang menghampiriku ke dapur.

"Astaghfirullahaladzim ..., untuk apa Mas Alif memakai jas, Bu?" tanyaku gemetar.

"Banyak tanya kamu! Nanti juga kamu akan tahu sendiri!" protes ibu dengan nada ketus.

Dengan langkah gontai aku beranjak ke kamar mengambil jas hitam yang terakhir kali di pakai Mas Alif saat menikahiku. Apakah kali ini juga dipakai untuk ...ah.

"Ini jasnya, Bu ..." Aku menghampiri Ibu ke kamar. Ternyata ibu sedang sibuk merias diri.

"Taruh saja di situ," sahutnya seraya menunjuk tempat tidurnya.

Kak May dan Imah juga terlihat rapi dan cantik. Ya Allah, apakah dugaanku ini benar? Tolong kuatkan hati hamba ...

"Assalamualaikum ..."

"Waalaikumsalam ..."

Aku menjawab salam beberapa tamu yang baru saja datang. Entah siapa mereka. Seorang laki-laki  setengah tua membawa sebuah map. Dua orang lainnya  seperti sepasang suami istri , nampak seumuran dengan Ibu. Sepertinya mereka bukan tetangga di sini. Wajah keduanya seperti sedang marah. Siapa mereka sebenarnya?

"Bapak dan Ibu mau ketemu siapa?" tanyaku ramah.

Sepasang suami istri itu tak menjawab. Wajah merekapun tak bersahabat.

"Kami di minta ke sini, karena akad nikahnya akan dilangsungkan di sini.," jawab  laki-laki paruh baya yang membawa map.

Sontak aku terlonjak. Jantungku berdegup kencang.

Akad nikah? Siapa yang akan menikah?

Comments (19)
goodnovel comment avatar
Dahlia Anwar
kenapa bertahan Ama laki lak tolol ih
goodnovel comment avatar
Safika Nurul
namanya juga cerita fiksi.. ......
goodnovel comment avatar
Qurata Aini Rizki
ceritanya seru bangets suka kali
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status