Share

Bab 3

Ana membeku selama beberapa saat memandangi Lie Zifeng yang segera beranjak dari kursinya.

"Ayo, ikut aku!" titahnya memberi perintah sambil berjalan menuju ke sebuah ruangan.

Ana tidak bisa menolak. Ia hanya mengikuti langkah lelaki itu tanpa banyak bertanya.

Keduanya tiba di sebuah ruangan. Ana terlihat ragu-ragu. Sesekali ia memperhatikan lelaki yang berdiri di sebelahnya, yang tampak mengetuk pintu dengan perlahan.

"Pak Presdir, ini aku Sekertaris Lie," ucapnya dengan nyaring.

"Masuk!" sahut seseorang dari dalam ruangan, yang telah menggerakkan tangan Lie Zifeng untuk membuka gagang pintu.

Saat pintu terbuka, Ana hanya mematung memandangi Lie Zifeng yang balas menatapnya dengan senyum simpul.

"Silahkan masuk, dan temui Presdir," ucapnya sambil sedikit mendorong Ana masuk ke dalam ruangan, dan menutup pintu dengan perlahan.

Ana tampak gugup. Ia berjalan dengan langkah pelan dan sedikit gemetar menghampiri seseorang yang duduk membelakanginya.

"Permisi, Tuan...." Ana berusaha mengintip sosok di balik kursi kerja, yang tanpa di duga segera memutar kursinya, membuat Ana tersentak merasa terkejut.

Kedua mata Ana membelalak dengan lebar, saat melihat sosok lelaki yang duduk di hadapannya masih muda dan juga tampan.

"Kamu...." Belum sempat lelaki itu melanjutkan ucapannya, Ana dengan cepat memotongnya.

"Namaku Ana Maria. Usiaku 19 tahun. Aku seorang mahasiswi di Universitas Shenzhen," ucapnya dengan nyaring dan terlihat sedikit salah tingkah.

Lelaki itu hanya mengatupkan bibirnya dengan rapat, memandangi Ana dari ujung rambut hingga ujung sepatu yang ia kenakan.

"Ini kontrak perjanjian selama kita menikah," ucap lelaki itu sambil menyodorkan sebuah berkas di dalam map plastik berwarna biru di hadapan Ana.

Ana melirik sebentar sebelum ia meraih berkas itu dan membaca perjanjian yang tertulis di sana.

Setelah selesai membaca, dia segera menandatangani kontrak itu di atas sebuah materai.

"Ikut aku ke kantor sipil! Kita harus mendaftarkan pernikahan kita sebelum kantor tutup," ucapnya seraya bangkit dari tempat duduk, berjalan mendahuluinya menuju keluar gedung perusahaan, dan diikuti oleh wanita itu.

Ana duduk di sebelah lelaki itu dengan perasaan gugup. Ia berkeringat dingin karena ini adalah pertama kalinya ia naik mobil bersama dengan lelaki.

"Kenakan sabukmu," titahnya memberi perintah.

Ana terdiam selama beberapa saat, ia melirik ke arah lelaki itu. "Aku.... tidak tahu cara memakai sabuk," ucap Ana lirih, yang telah menyita perhatian dari lelaki itu.

"Ck!" Lelaki itu berdecak merasa kesal. Ia mendekat ke kursi Ana untuk membantunya mengenakan sabuk. Posisi keduanya yang sangat dekat, membuat jantung Ana berdegup kencang. Ia bisa mencium aroma kayu manis pada tubuh lelaki itu.

Keduanya pun berangkat ke kantor sipil. Lelaki itu mengemudi dengan kecepatan tinggi.

***

"Aku masih ada urusan di kantor. Kamu pulang saja sendiri," ucap lelaki itu setelah keduanya keluar dari kantor sipil.

Ana hanya termangu memandangi lelaki yang mengenakan setelan jas rapi itu meninggalkannya. Ia menaiki sebuah mobil Roll Royce phantom berwarna hitam, dan melaju dengan kecepatan tinggi.

Pandangan Ana beralih menatap sebuah buku kecil berwarna merah, yang merupakan buku nikahnya bersama dengan lelaki yang ia ketahui bernama Lie Zhichun.

Kemudian ia meraih ponselnya dengan raut wajah berseri, memandangi saldo di rekeningnya yang memiliki nominal fantastis, yang tidak pernah ia capai sebelumnya.

Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba ponsel Ana berdering nyaring. wanita itu bergegas meraih ponselnya yang berada di saku celana jeans yang ia kenakan.

Ana termangu selama beberapa saat memandangi layar ponselnya yang merupakan panggilan dari ibu tirinya.

"Halo?" Terdengar suara yang lembut dari seberang telpon menyapa Ana.

"Ya, tante? Ada apa? Bukankah aku sudah mentransfer uang untuk pengobatan ayah?" ketus Ana, seolah ia enggan untuk menerima panggilan itu.

"Ayahmu perlu menebus obat dari rumah sakit. Harga obatnya sangat mahal," jawab wanita itu tanpa basa-basi lagi.

"Berapa?"

"Sekitar 50 juta."

"Apa? Kenapa begitu mahal?"

"Aku ingin membelikan obat yang terbaik untuk ayahmu. Jika kamu tidak ingin ayahmu cepat sembuh, aku tidak perlu menebus obatnya."

"Baiklah, berikan aku waktu untuk mencari uang tambahan," sahut Ana sebelum ia mengakhiri panggilannya secara sepihak.

Ana terdiam selama beberapa saat. Pikirannya tampak menerawang jauh.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status