Lie Zhichun berdecak kesal sambil sesekali menatap ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir satu jam ia menunggu Ana di salon, tapi wanita itu belum juga siap.
Suara dering telpon yang berbunyi nyaring, telah memecahkan fokusnya. Ia beranjak dari kursi di ruang tunggu untuk menerima panggilan dari Mamanya. "Kamu di mana? Kenapa kamu belum juga datang?" Suara Mamanya terdengar nyaring, begitu panggilan tersambung, yang membuat telinga Lie Zhichun sedikit berdengung, sehingga ia menjauhkan ponsel dari telinganya. "Beberapa menit lagi aku akan tiba di sana," sahut lelaki itu dengan kesal, sebelum ia mengakhiri panggilan secara sepihak. Saat Lie Zhichun membalikkan tubuhnya, ia termangu selama beberapa saat, melihat wanita yang telah berdiri di hadapannya. Wanita yang mengenakan gaun panjang berwarna merah, yang pada bagian dadanya sedikit terbuka. Wanita itu terlihat sangat cantik dengan riasan tipis pada wajahnya, dan rambut yang di sanggul ke atas. "Kamu...." Lelaki itu tidak bisa berkata-kata. Ia hanya bisa menelan air salivanya. "Apakah aku terlihat aneh?" Ana yang terlihat tidak percaya diri, memperhatikan gaun yang ia kenakan. Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya pelan. Ia segera memalingkan pandangannya dari Ana. "Ayo, kita pergi! Kita sudah terlambat," ucapnya sebelum ia beranjak pergi menuju ke mobilnya yang telah terparkir di depan salon. *** Ana memperhatikan ke sekelilingnya. Sebuah ruangan besar di penuhi dengan orang-orang yang terlihat sangat berkelas. "Sial! Kemana sih lelaki itu? Bisa-bisanya dia meninggalkan aku sendirian di sini," gumam Ana dengan gelisah. Perhatian Ana tersita pada sebuah meja prasmanan yang menghidangkan banyak makanan. Ia memegangi perutnya yang mulai terdengar bunyi keroncongan. "Ah, sial! Aku lapar sekali! Sejak pagi aku bahkan belum sempat makan." Ana celingukan memperhatikan orang-orang yang tampak sibuk mengobrol secara berkelompok sambil menikmati segelas wine. Ana berjalan mendekat menuju ke meja prasmanan. Ia mengambil piring kecil untuk makan beberapa buah yang telah dipotong. "Hai!" Suara asing yang tiba-tiba terdengar menyapa dari arah belakang Ana, membuat wanita itu tersentak. Ia menoleh, dan melihat seorang lelaki paruh baya dengan kepala botak tersenyum menggodanya. Ana menelan buah yang sempat tertahan di mulutnya. Ia tampak gugup di hadapan lelaki asing yang tidak ia kenali. "Kamu datang ke sini dengan siapa?" tanyanya memulai pembicaraan. "Aku...." Belum sempat Ana menjawab, lelaki itu telah lebih dulu memotongnya. Ia mengusap lengan Ana dengan perlahan. "Apakah kamu datang ke pesta ini untuk mencari lelaki kaya?" ujar lelaki berkepala botak itu dengan tatapan yang seperti elang yang siap menerkam mangsanya. Bibirnya melengkungkan sebuah senyuman nakal, yang membuat Ana merasa takut. "Tidak, aku...." Lelaki itu seolah tidak memberi kesempatan pada Ana untuk berbicara. Dia dengan cepat menarik tangan Ana, dan mengendusnya dengan penuh hasrat. Ana yang tampak shock karena mendapatkan perlakuan seperti itu dengan tiba-tiba, membuat ia secara spontan menarik tangannya dari lelaki itu, dan menamparnya dengan keras, sehingga keduanya menjadi pusat perhatian orang-orang yang berada di sana. "Sialan! Wanita jalang! Beraninya kamu menamparku! Apa kamu tidak tahu siapa aku?" geram lelaki botak itu dengan kesal sambil memegangi pipinya yang tampak memerah. "M-maafkan aku, tuan.... Aku tidak sengaja," ucap Ana lirih. Tubuhnya sedikit gemetar menghadapi kemarahan lelaki yang berdiri di hadapannya. Bahu lelaki botak itu terlihat naik turun. Wajahnya memerah karena emosi dalam dirinya telah memuncak. Saat ia mengayunkan salah satu tangannya, bersiap untuk membalas tamparan Ana, tiba-tiba saja sebuah tangan yang kekar, menahan tangan lelaki botak itu, yang membuatnya tampak terkejut. "Lie Zhichun?" "Jangan menyentuh wanitaku," tegas lelaki itu sambil menghempaskan tangan lelaki botak itu dengan kasar. "Apa maksudmu? Wanita itu yang lebih dulu menggodaku!" Lie Zhichun mengalihkan pandangannya. Ia menatap Ana yang masih tampak ketakutan. Wanita itu hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "Aku memandangmu karena kamu adalah Pamanku. Tapi, jangan pernah merendahkan harga diriku. Wanita yang telah kau goda itu adalah istriku!" Kedua mata lelaki botak itu membelalak dengan lebar. ***Lie Zhichun menarik tangan Ana, berjalan keluar dari gedung dengan raut wajah yang kesal. Keduanya masuk ke dalam mobil yang terparkir di halaman parkir. Lie Zhichun menarik nafas yang terasa berat. Tatapan matanya kosong menatap ke depan kaca mobil. Setelah merasa agak tenang, lelaki itu mengemudikan mobilnya, meninggalkan gedung pesta. "Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu malu," ucap Ana dengan penuh penyesalan. Wajahnya tertunduk dalam, tidak berani menatap lelaki yang duduk di kursi kemudi. "Lupakan saja," sahutnya pelan. Seketika suasana menjadi hening. Ana tidak berani mengatakan sepatah kata pun. Suara dering telpon yang tiba-tiba berbunyi nyaring, telah memecahkan keheningan yang berlangsung cukup lama. Lie Zhichun segera menepikan mobilnya untuk menjawab panggilan dari Mamanya. "Halo?" sahutnya dengan enggan, begitu panggilan telah tersambung. "Zhichun, apa kau sudah gila? Apa yang kau lakukan pada Pamanmu? Apa yang kau lakukan itu telah menjadi perbincangan para ta
"Kamu kapan kembali ke China?" tanya Lie Zhichun sambil berjalan masuk ke dalam, dan diikuti oleh Ana, juga wanita yang menjadi tamu mereka hari ini. Sesekali Zhichun menoleh ke belakang, menatap wajah wanita itu dengan senyuman hangat di bibirnya. Itu adalah kali pertama Ana melihat senyuman Lie Zhichun yang tulus. "Aku baru tiba kemarin sore," sahutnya lembut. Ia duduk di sebelah Lie Zhichun, di sofa yang berada di ruang tamu. "Oh ya? Kenapa tidak menghubungiku? Aku kan bisa menjemputmu di Bandara?" "Bukankah kamu bilang belakangan ini sibuk?" "Ya, memang benar, tapi jika kamu mengatakannya padaku, aku akan meluangkan waktu untuk menjemputmu." Wanita itu tidak menyahut. Ia hanya tersenyum malu, sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. "Ana? Apa yang kamu lakukan di sana?" Perhatian Lie Zhichun mendadak tersita pada wanita yang sejak tadi berdiri di hadapan mereka. Ia menatap wanita itu dengan heran. "Cepat buatkan jus jeruk untuk Xiaoxi! Berikan sedikit susu ya
Ana menghela nafasnya dengan berat. Selama beberapa detik perhatiannya tersita pada Jiang Jia yang datang menghampirinya bersama dengan seorang pemuda yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Keduanya duduk di sebelah Ana yang sedikit menggeser tubuhnya. "Kamu kenapa? Hari ini terlihat lesu. Apakah kamu ada masalah dengan suamimu?" tanya Jia yang menyadari raut wajah sahabatnya yang tidak bersemangat. Ana menatap wajah Jia sebentar, sebelum ia kembali mengalihkan pandangannya. "Aku ada masalah di tempat kerjaku yang baru. Para seniorku sepertinya tidak menerima kehadiranku. Mereka bahkan tidak memberikan aku pekerjaan, dan membiarkan aku hanya duduk diam di kursi kerjaku," sahut Ana dengan nada putus asa. "Kenapa kamu tidak kembali bekerja di perusahaan lama?" "Lelaki itu tidak mengijinkanku." "Kalau begitu, abaikan saja seniormu. Jika mereka membiarkanmu santai, biarkan saja. kamu bisa memanfaatkan waktumu untuk bermain game. Pun, kamu tetap digaji kan?" Ana menat
Lie Zhichun duduk menempati kursinya sambil mengangkat satu kakinya. Ia menatap wajah Ana yang duduk di hadapannya dengan tatapan mata yang dalam. "Kamu ingin menempati posisi apa?" tanya lelaki itu yang pada akhirnya memecahkan keheningan yang berlangsung cukup lama. "Apa saja. Tapi aku ingin bekerja sendirian, tidak bergantung pada orang lain. Aku benci dengan mereka yang bermuka dua," keluh Ana dengan suara yang terdengar putus asa. Lie Zhichun menarik nafas panjang. Ia tampak berpikir dengan serius. "Pengalaman apa yang kamu miliki selama bekerja?" tanyanya hendak memastikan. "Aku pernah menjadi kasir di minimarket dan bekerja dibagian promosi," jawab wanita itu dengan penuh semangat. Lie Zhichun kembali berpikir untuk beberapa saat. Ia memegangi dagunya. "Baiklah, untuk sementara kamu menjadi assisten pribadiku. Karena Sekertaris Lie masih berada di luar kota. Setelah ia kembali, aku akan kembali memikirkan posisimu." "Jadi, apa yang harus aku kerjakan saat i
"Kamu Ana, kan?" Terdengar suara seorang lelaki yang tiba-tiba muncul dari arah belakang Ana. Ia menoleh, dan melihat Xiao Nai tersenyum hangat, memperlihatkan senyuman manisnya. "Xiao Nai?" Ana membalas senyuman serupa. Ia memperhatikan ke sekelilingnya selama beberapa saat, sebelum ia kembali menatap wajah lelaki itu. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan heran. "Aku bekerja part time di sini." Mata Xiao Nai melirik ke arah belakang Ana. Ia melihat wanita itu sedang mengantre untuk membeli coffee di Cafe tempat ia bekerja. "Oh ya? Kebetulan sekali.""Kamu datang untuk membeli secangkir coffee?" Ana menarik nafas kasar. "Bukan secangkir. Tapi sepuluh cangkir," gumamnya sedikit mengeluh. "Oh ya? Kamu memesan coffee sebanyak itu untuk siapa?" "Bosku. Dia adalah Bos yang paling menyebalkan." Xiao Nai tertawa renyah. "Kalau begitu, kamu resign saja, dan bekerja di sini bersamaku. Kebetulan ada posisi yang kosong di sini." "Jika aku bisa. Tapi sayangnya aku tidak bisa.
Lie Zhichun termangu di depan ruang ICU. Ia berdiri di depan pintu, dan mematung selama beberapa saat, sebelum ia memutuskan untuk membuka pintu tersebut. Ia menarik nafas panjang, dan menghempaskan secara kasar. Ia berjalan dengan langkah berat menuju ke tempat pembaringan. Di dalam ruangan yang sangat dingin, ia menatap seorang lelaki paruh baya yang tampak terbaring tak sadarkan diri. Sudah hampir tiga bulan Papanya mengalami koma karena kecelakaan yang telah menimpanya. Bahkan pihak rumah sakit sudah menyerah untuk menangani Papanya, yang kemungkinan mengalami mati otak. Papanya masih bisa bernafas karena alat bantu pernafasan yang terpasang di tubuhnya. Meskipun dokter sudah menyarankan untuk mencabut alat bantu pernafasan dari rumah sakit, Zhichun dan juga Neneknya menolak keras. Karena mereka masih memiliki harapan untuk lelaki itu. Lie Zhichun menggenggam erat tangan Papanya, sebelum ia beranjak pergi meninggalkan ruangan ICU. Dalam perjalanan menuju ke halaman pa
Suara dentuman musik keras, dan suasana yang hiruk pikuk di dalam ruangan yang remang-remang. Beberapa orang tampak berjoget di bawah cahaya lampu warna-warni dengan keadaan yang setengah mabuk. Lie Zhichun duduk merenung di depan meja bar sambil menikmati minuman alkoholnya yang entah sudah berapa gelas ia teguk. "Pelayan, berikan aku segelas lagi!" ucapnya dengan keadaan yang sudah setengah sadar. Seorang bartender yang bekerja di tempat itu, hanya menuruti permintaan Zhichun tanpa mempertimbangkan lagi keadaannya, yang pada akhirnya membuat lelaki itu benar-benar mabuk. Ia tertidur di depan meja bartender. Sampai menjelang dini hari, saat tempat hiburan itu hendak tutup, Zhichun masih tak beranjak dari tempatnya. "Permisi, tuan.... Kami sudah akan tutup," tegur salah seorang manager di tempat itu. Ia berusaha mengguncang-guncang tubuh Zhichun yang lemas, bahkan lelaki itu hampir terjatuh dari tempatnya. "Bagaimana ini, Pak?" tanya salah seorang pegawai yang mulai frus
"Tuan, lepaskan aku.... Kau salah mengira seseorang," rintih Ana sambil berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Zhichun. Tanpa diduga-duga, lelaki itu membuka kedua matanya dengan lebar, membuat Ana tersentak. Jantungnya berdetak cepat saat jarak wajah mereka sangat dekat. "Xiaoxi...." lirih Zhichun yang masih dalam pengaruh alkohol. "Aku bukanㅡ " belum sempat Ana menjelaskan situasi, lelaki itu dengan cepat mengubah posisi. Kini Ana berada di bawah Zhichun yang terus menatapnya dengan aneh. "Akuㅡ" Wanita itu mendadak bungkam kala bibir Zhichun menempel pada bibirnya yang sedikit kering. Ia melumatnya lembut, yang membuat Ana merasakan sensasi aneh dalam dirinya. Tubuhnya terasa panas meskipun ruangan itu berAC. Ana tidak bisa berkutik, karena kedua tangannya ditahan oleh Zhichun. Ciuman itu semakin memanas, sehingga membangkitkan gelora yang belum pernah dirasakan oleh Ana sebelumnya. "Tuan, ahh.... hentikan," rintih Ana berusaha menahan diri kala bibir lelak