"Tuan, lepaskan aku.... Kau salah mengira seseorang," rintih Ana sambil berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Zhichun. Tanpa diduga-duga, lelaki itu membuka kedua matanya dengan lebar, membuat Ana tersentak. Jantungnya berdetak cepat saat jarak wajah mereka sangat dekat. "Xiaoxi...." lirih Zhichun yang masih dalam pengaruh alkohol. "Aku bukanㅡ " belum sempat Ana menjelaskan situasi, lelaki itu dengan cepat mengubah posisi. Kini Ana berada di bawah Zhichun yang terus menatapnya dengan aneh. "Akuㅡ" Wanita itu mendadak bungkam kala bibir Zhichun menempel pada bibirnya yang sedikit kering. Ia melumatnya lembut, yang membuat Ana merasakan sensasi aneh dalam dirinya. Tubuhnya terasa panas meskipun ruangan itu berAC. Ana tidak bisa berkutik, karena kedua tangannya ditahan oleh Zhichun. Ciuman itu semakin memanas, sehingga membangkitkan gelora yang belum pernah dirasakan oleh Ana sebelumnya. "Tuan, ahh.... hentikan," rintih Ana berusaha menahan diri kala bibir lelak
"Tuan.... Bukankah aku hanya part time bekerja di sini? Jika aku harus bekerja secara full time, aku.... aku mengundurkan diri saja," ucap Ana sedikit ragu-ragu. Ia merasa khawatir bahwa ucapannya akan semakin menyulut emosi lelaki yang duduk di hadapannya. "Kamu mengancamku?" Mata lelaki itu menatap wajah Ana dengan tajam. "Aku.... aku t-tidak mengancam. Aku hanya...." Belum sempat Ana melanjutkan ucapannya, Zhichun menggebrak meja dengan keras. Hal itu membuat Ana tersentak. "Kamu pikir, sehebat apa dirimu? Silahkan pergi, dan jangan pernah kembali lagi!" teriak lelaki itu sambil menunjuk ke arah pintu keluar. Ana bergegas meninggalkan ruangan. Dia tidak ingin lelaki itu semakin marah padanya. "Cih! Apa-apaan dia? Dia yang memintaku untuk bekerja di sini, dia juga yang memecatku. Dasar lelaki sinting!" gerutu Ana saat ia berjalan keluar meninggalkan gedung. Suara dering telpon berbunyi nyaring, yang membuat Ana merasa terkejut. Ia merogoh ke dalam tas jinjingnya
PLAKk!!!! Sebuah tamparan keras tak dapat dihindari oleh Ana, yang secara tiba-tiba mendarat di pipinya. Ana menoleh, menatap seorang lelaki yang berdiri di hadapannya dengan tatapan kemarahan yang menyala di kedua matanya. Ana tidak mengerti, kenapa lelaki itu begitu marah padanya. Entah kesalahan apa yang telah ia buat. Ia sendiri tidak tahu. Ana mengusap pipinya perlahan yang masih terasa perih. Pipinya yang semula putih, menjadi kemerahan dan terdapat tanda samar yang membentuk sebuah tangan. "Ada apa? Kesalahan apa yang telah aku buat kali ini?" tanya Ana dengan ekspresi wajah yang datar. Sebisa mungkin ia menahan emosinya yang terasa seperti akan meledak. "Kamu masih bertanya?" balas lelaki itu dengan senyuman bengis. "Aku tidak tahu kesalahanku di mana," jawab Ana pelan. Ia memalingkan wajahnya dari Zhichun yang semakin lama membuatnya muak. "Kamu tidak berhak berbicara seperti itu pada Xiaoxi! Kamu harus ingat, bahwa pernikahan kita hanyalah sebuah kontrak!" kecam lela
Ana membelalakkan kedua matanya dengan lebar saat ia mencicipi sushi dan sashimi yang telah dibuat oleh Jia untuk Xiao Nai. Sepertinya bukan hanya Ana saja yang merasakan masakan Jia yang terasa mengerikan. Ana menatap Xiao Nai yang tampak bersusah payah mencoba untuk menelan makanan yang telah masuk ke dalam mulutnya. "Bagaimana? Enak kan?" tanya Jia menatap wajah Ana dan Xiao Nai secara bergantian. wajahnya terlihat penuh dengan harap. Ana dan Xiao Nai tampak kompak menganggukkan kepala mereka dengan perlahan, sambil mencoba tersenyum di depan wanita yang terlihat sangat senang. "Kalau begitu, besok aku akan membuatkan lagi makan siang untuk kalian," ucap Jia penuh dengan semangat. "Eh, tidak perlu repot-repot, Jia. Besok sepertinya aku membawa bekal ke kampus," sahut Ana dengan cepat. "Bagaimana denganmu, Nai-Nai?" Jia menatap wajah lelaki itu dengan penuh harap. Xiao Nai menatap wajah Ana selama beberapa saat. Wanita itu tampak tersenyum menahan tawa. "A
"Apakah dia benar-benar membuat sushi ini sendiri?" gumam Zhichun dalam hatinya. Ia memperhatikan lagi tamago sushi yang masih tersisa di dalam kotak makan siang Ana. Ia mengambil satu lagi, dan memakannya dengan perlahan. Ia mengambil lagi, dan lagi hingga sushi itu tidak bersisa. Hal itu membuat Ana merasa terkejut. Ia menarik kotak makan siangnya dari tangan Zhichun. "Kau memakan habis semua sushi ini?" pekik Ana tidak percaya dengan apa yang telah ia lihat. Ana menatap wajah Zhichun dengan tatapan mata yang tajam. Lelaki itu terlihat kesulitan menelan semua makanan yang tertampung di mulutnya. "Aku susah payah membuat ini untuk Xiao Nai, bagaimana aku menjelaskan padanya?" rengek Ana yang mulai merasa kesal. "Bagus dia tidak mencicipi masakanmu! Jika dia memakannya, dia pasti akan trauma untuk makan seumur hidupnya," ucap Zhichun asal, sebelum ia berlalu pergi dari hadapan Ana yang tampak berpikir. "Apakah semengerikan itu masakan buatanku?" gumamnya yang masi
"Sa-satu milyar?" Ana membelalakkan kedua matanya saat mendengar nilai yang sangat fantastis. Lelaki yang duduk di sebelahnya hanya menganggukkan kepala dengan perlahan sambil mengangkat sebelah kakinya."Apakah itu kurang?" tanyanya hendak memastikan.Ana terdiam berpikir selama beberapa saat. Nilai uang itu sangat besar baginya. Bahkan meskipun ia menghabiskan waktu untuk bekerja, ia tidak mungkin bisa mendapatkan uang itu dalam waktu singkat.Ana menatap lelaki itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dia tidak terlihat seperti lelaki sembarangan. Pakaiannya rapi, dan gayanya sangat cool. Tapi untuk apa dia rela membayar 1 Milyar hanya untuk menikah dengan gadis biasa sepertinya? "Bagaimana?" Lelaki itu kembali bertanya membuyarkan lamunan Ana. "Aku tidak bisa menjawabnya sekarang. Aku perlu waktu untuk berpikir," jawabnya tanpa ragu."Baiklah, hubungi aku jika kamu sudah memutuskan."Lelaki itu mengeluarkan sebuah kartu nama di dalam dompetnya. Lalu ia menyodorkan kartu itu di
Dering telepon Ana berbunyi nyaring saat ia dan Jiang Jia baru saja keluar dari theater bioskop. Melihat nama penelepon itu, Ana langsung memisahkan diri dari temannya sebelum mengangkat panggilan itu. "Halo?" Terdengar suara wanita yang sudah tidak asing bagi Ana, dari seberang telpon. "Ya, ada apa?" sahutnya dengan enggan. "Ana, ayah kamu mengalami kecelakaan, dia membutuhkan banyak biaya untuk operasi." Deg! Jantung Ana mendadak terasa seperti berhenti berdetak. Sudah cukup lama ia tidak mendengar kabar dari ayahnya karena lelaki itu selalu sibuk, seolah menghindari telpon darinya. Hari ini ia mendapatkan kabar yang mengejutkan dari wanita itu yang merupakan ibu tirinya. "Tolong kirimi kami uang! Gaji ayahmu sudah habis untuk biaya kuliah adikmu," ucap wanita itu dari seberang telpon. "Apa? Tante tahu kan, aku kuliah di sini dengan jalur beasiswa? Bahkan untuk menghidupi kehidupanku di sini, aku bekerja part time, sama sekali tidak meminta uang dari ayah. Uan
Ana membeku selama beberapa saat memandangi Lie Zifeng yang segera beranjak dari kursinya. "Ayo, ikut aku!" titahnya memberi perintah sambil berjalan menuju ke sebuah ruangan. Ana tidak bisa menolak. Ia hanya mengikuti langkah lelaki itu tanpa banyak bertanya. Keduanya tiba di sebuah ruangan. Ana terlihat ragu-ragu. Sesekali ia memperhatikan lelaki yang berdiri di sebelahnya, yang tampak mengetuk pintu dengan perlahan. "Pak Presdir, ini aku Sekertaris Lie," ucapnya dengan nyaring. "Masuk!" sahut seseorang dari dalam ruangan, yang telah menggerakkan tangan Lie Zifeng untuk membuka gagang pintu. Saat pintu terbuka, Ana hanya mematung memandangi Lie Zifeng yang balas menatapnya dengan senyum simpul. "Silahkan masuk, dan temui Presdir," ucapnya sambil sedikit mendorong Ana masuk ke dalam ruangan, dan menutup pintu dengan perlahan. Ana tampak gugup. Ia berjalan dengan langkah pelan dan sedikit gemetar menghampiri seseorang yang duduk membelakanginya. "Permisi, Tuan...." Ana berusa