"Pak Lie! Anda sudah tiba?" Suara nyaring yang tiba-tiba menyapa lelaki itu, telah membuyarkan lamunannya. Seketika perhatian Lie Zhichun beralih menatap client yang duduk tidak jauh dari tempat ia berdiri. Lelaki itu tersenyum sambil menghampiri meja client. Ia menyambut uluran tangan Client-nya dengan hangat. "Sudah lama menunggu, Pak?" tanya lelaki itu berbasa-basi. "Tidak, aku baru saja tiba di sini. Silahkan anda pesan makanan anda," sahut Client-nya sambil menyerahkan buku menu pada Zhichun yang segera menerimanya. Lelaki itu melihat-lihat buku menu, dengan tatapan yang sesekali menatap ke arah Ana. "Bagaimana, Pak? Apa yang ingin anda pesan? Biar saya panggilkan pelayan," ucap lelaki berambut sebahu itu, membuyarkan fokus Zhichun. "Apa saja, samakan saja dengan Pak Chen," jawab Zhichun sambil menutup buku menunya. Ia sudah kehilangan selera makannya sejak melihat Ana bercengkrama dengan lelaki lain. Sementara Pak Chen memesan makanan, pandangan Zhichun terarah p
"Sa-satu milyar?" Ana membelalakkan kedua matanya saat mendengar nilai yang sangat fantastis. Lelaki yang duduk di sebelahnya hanya menganggukkan kepala dengan perlahan sambil mengangkat sebelah kakinya."Apakah itu kurang?" tanyanya hendak memastikan.Ana terdiam berpikir selama beberapa saat. Nilai uang itu sangat besar baginya. Bahkan meskipun ia menghabiskan waktu untuk bekerja, ia tidak mungkin bisa mendapatkan uang itu dalam waktu singkat.Ana menatap lelaki itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dia tidak terlihat seperti lelaki sembarangan. Pakaiannya rapi, dan gayanya sangat cool. Tapi untuk apa dia rela membayar 1 Milyar hanya untuk menikah dengan gadis biasa sepertinya? "Bagaimana?" Lelaki itu kembali bertanya membuyarkan lamunan Ana. "Aku tidak bisa menjawabnya sekarang. Aku perlu waktu untuk berpikir," jawabnya tanpa ragu."Baiklah, hubungi aku jika kamu sudah memutuskan."Lelaki itu mengeluarkan sebuah kartu nama di dalam dompetnya. Lalu ia menyodorkan kartu itu di
Dering telepon Ana berbunyi nyaring saat ia dan Jiang Jia baru saja keluar dari theater bioskop. Melihat nama penelepon itu, Ana langsung memisahkan diri dari temannya sebelum mengangkat panggilan itu. "Halo?" Terdengar suara wanita yang sudah tidak asing bagi Ana, dari seberang telpon. "Ya, ada apa?" sahutnya dengan enggan. "Ana, ayah kamu mengalami kecelakaan, dia membutuhkan banyak biaya untuk operasi." Deg! Jantung Ana mendadak terasa seperti berhenti berdetak. Sudah cukup lama ia tidak mendengar kabar dari ayahnya karena lelaki itu selalu sibuk, seolah menghindari telpon darinya. Hari ini ia mendapatkan kabar yang mengejutkan dari wanita itu yang merupakan ibu tirinya. "Tolong kirimi kami uang! Gaji ayahmu sudah habis untuk biaya kuliah adikmu," ucap wanita itu dari seberang telpon. "Apa? Tante tahu kan, aku kuliah di sini dengan jalur beasiswa? Bahkan untuk menghidupi kehidupanku di sini, aku bekerja part time, sama sekali tidak meminta uang dari ayah. Uan
Ana membeku selama beberapa saat memandangi Lie Zifeng yang segera beranjak dari kursinya. "Ayo, ikut aku!" titahnya memberi perintah sambil berjalan menuju ke sebuah ruangan. Ana tidak bisa menolak. Ia hanya mengikuti langkah lelaki itu tanpa banyak bertanya. Keduanya tiba di sebuah ruangan. Ana terlihat ragu-ragu. Sesekali ia memperhatikan lelaki yang berdiri di sebelahnya, yang tampak mengetuk pintu dengan perlahan. "Pak Presdir, ini aku Sekertaris Lie," ucapnya dengan nyaring. "Masuk!" sahut seseorang dari dalam ruangan, yang telah menggerakkan tangan Lie Zifeng untuk membuka gagang pintu. Saat pintu terbuka, Ana hanya mematung memandangi Lie Zifeng yang balas menatapnya dengan senyum simpul. "Silahkan masuk, dan temui Presdir," ucapnya sambil sedikit mendorong Ana masuk ke dalam ruangan, dan menutup pintu dengan perlahan. Ana tampak gugup. Ia berjalan dengan langkah pelan dan sedikit gemetar menghampiri seseorang yang duduk membelakanginya. "Permisi, Tuan...." Ana berusa
Sebuah mobil Rolls-Royce Phantom berwarna hitam tampak berhenti di lampu merah. Seorang lelaki yang mengenakan setelan jas di balik kemudi, memperhatikan seseorang yang sudah tidak asing baginya. Wanita yang memakai kostum beruang cokelat, yang sedang beristirahat sambil meminum sebotol air mineral, telah mengalihkan perhatian Lie Zhichun sehingga ia tidak menyadari bahwa lampu lalu lintas sudah berwarna hijau. Hal itu menyebabkan pengemudi di belakangnya menyerang dengan klakson yang dibunyikan secara berulang. Lie Zhichun segera mengemudikan mobilnya, mencari tempat untuk parkir.Ia segera turun dari mobilnya, berjalan menghampiri Ana yang terlihat telah selesai beristirahat, dan kembali memakai kepala beruang untuk melanjutkan pekerjaannya, membagikan brosur pada beberapa orang yang melintas di trotoar jalan. Saat Ana memberikan selembar brosur pada seorang lelaki yang datang menghampirinya, Lelaki itu hanya menerima lembaran brosur tanpa beranjak dari tempatnya berdiri, m
Suasana di dalam mobil seketika menjadi hening dan kaku. Sesekali Ana menoleh ke arah Lie Zhichun yang tampak fokus mengemudikan mobil mewahnya. Melihat raut wajah lelaki itu yang sangat dingin, membuat Ana tidak berani untuk mengatakan sepatah kata pun. Ia beberapa kali menarik nafas panjang, kemudian kembali ia hembuskan dengan perlahan. Begitu ia lakukan secara berulang, untuk menenangkan perasaannya yang sangat kacau. Ana mengumpulkan segenap keberaniannya untuk bertanya pada lelaki itu, agar ia mendapatkan jawaban dari rasa penasaran yang telah mengganggu pikirannya. "Anu.... Kenapa kamu mendadak meminta aku untuk pindah rumah?" tanyanya dengan sedikit keraguan. Ia melirik wajah Lelaki itu yang sama sekali bergeming. "Lebih mudah mengawasimu. Aku tidak ingin kamu melakukan hal konyol seperti kemarin yang akan membuatku kehilangan muka," jawabnya tanpa memalingkan sedikit pun tatapannya dari jalanan. Ana mengangguk pelan. "Tapi, kenapa kamu memilihku sebagai istri ko
Ana merasa kikuk dan sedikit salah tingkah. Sesekali ia menatap ke arah wanita yang duduk di sebelahnya, yang tampak angkuh. Beberapa kali ia menatap ke pintu, berharap suaminya akan segera muncul dari balik sana. Waktu telah berlalu begitu lama, tapi belum ada tanda-tanda kehadiran Lie Zhichun yang membuat Ana semakin merasa tertekan. Zhao Erxi melirik tajam. Raut wajahnya terlihat masam menatap wajah Ana. "Sudah beberapa jam aku duduk di sini, tapi kamu tidak memberikan aku apa pun? Bahkan segelas air putih saja kamu tidak menyuguhkannya padaku?" sindir wanita itu yang segera memalingkan wajahnya dengan kesal. "B-baik, Nyonya. Aku akan membuatkan minuman untukmu," sahut Ana gugup. Ia beranjak dari sofa menuju ke dapur. Ia terlihat kebingungan, minuman apa yang akan dia berikan pada wanita itu? Setelah berpikir cukup lama, Ana kembali dengan membawakan segelas air putih, dan meletakkannya di atas meja yang berada di hadapan wanita itu, yang hanya melirik tajam. "Cih! Benar-be
Lie Zhichun berdecak kesal sambil sesekali menatap ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir satu jam ia menunggu Ana di salon, tapi wanita itu belum juga siap. Suara dering telpon yang berbunyi nyaring, telah memecahkan fokusnya. Ia beranjak dari kursi di ruang tunggu untuk menerima panggilan dari Mamanya. "Kamu di mana? Kenapa kamu belum juga datang?" Suara Mamanya terdengar nyaring, begitu panggilan tersambung, yang membuat telinga Lie Zhichun sedikit berdengung, sehingga ia menjauhkan ponsel dari telinganya. "Beberapa menit lagi aku akan tiba di sana," sahut lelaki itu dengan kesal, sebelum ia mengakhiri panggilan secara sepihak. Saat Lie Zhichun membalikkan tubuhnya, ia termangu selama beberapa saat, melihat wanita yang telah berdiri di hadapannya. Wanita yang mengenakan gaun panjang berwarna merah, yang pada bagian dadanya sedikit terbuka. Wanita itu terlihat sangat cantik dengan riasan tipis pada wajahnya, dan rambut yang di sanggul ke atas. "Kamu.