“Sebenarnya saya tidak percaya pada dia.” Datok Ranggih melirik Siti berganti melirik tongkat sakti yang Siti pegang.
“Datok, percayalah Siti tidak bermaksud--" kalimat Bima terjeda oleh Siti.
“Bima, wajar bila ada yang tidak percaya pada saya,” Siti menyadari betul kebodohannya 600 tahun mempercayai Serintil.
“Lalu apa yang kau inginkan sekarang Lampir?” tanya Datok Ranggih masih menilik penjelasan Siti. “Apa kau ingin Bima membukakan pusaran waktu kembali?”
“Apa kamu ingin kembali ke kehidupan lamamu Siti?” kini mata Bima berkaca-kaca. Dia tahu Siti masih terjebak pada zaman yang tidak seharusnya. Mungkinkah Siti masih ingin memperbaiki masa lalunya?
“Saya ...” Siti menjeda kalimatnya. Dia memberikan tongkat saktinya pada Bima. “Pertama saya ingin mengembalikan tongkat pusaka ini pada negara.” Lalu dia menggenggam tangan Bima seraya memandangi kedua manik ma
Semua orang mempunyai kotak kecil terkunci di dalam sebuah ruang bernama, “rahasia.” Pernahkah terpikir olehmu bagaimana tetanggamu yang ketampanannya bak Lee Dong Wook ternyata seorang pendekar mabuk, atau pernahkah kamu mengetahui kalau temanmu yang kuper ternyata adalah manusia Kalong Super. Ya, semua tertutup rapat dalam kotak pendora terkunci yang ada di dalam memori otak manusia. Seperti halnya seorang pemulung bernama Siti.“Orang gila ... orang gila ...” para bocah mengekori Siti ketika memasuki area perumahan warga. Bagaimana tidak disebut orang gila, meski waras Siti tidak punya uang untuk sekedar membeli pakaian. Dia selalu menambal pakaiannya yang sobek. Begitu juga dengan sepatu hasil curiannya yang sudah lama menganga menampakkan jari-jarinya.“Eh, dia bukan orang gila ...” Ajun bocah gembul menjatuhkan bungkusan tahu bulatnya begitu melihat Siti di depan mata. Dia mengernyit lalu mengumpat di belakang tubuh Dodo.“Lu kenapa sih?!” tanya Dodo tak ingin Ajun menggelandoti
Siti tidak dapat hidup tanpa Kumbang. Dia terus mencari kekasihnya yang hilang. Tidak kalah pun dia dengan kesusahan meski harus meninggalkan harta dan takhtanya, Siti rela asalkan bisa bersama Kumbang. Suatu hari ketika perdagangan asing di buka. Diam-diam Siti mengikut kapal pelayaran ke Nusantara tepatnya ke pulau Sumatra. Dari mulut ke mulut Siti mendengar kabar kalau Datuk termasyhur itu tidak lagi tinggal di Minang Kabau, dia menghilang, benar-benar menghilang.“Kau dengar kemarin baru saja terjadi perampokan lagi di kampung kita.”“Iya, sekarang sering sekali terjadi hal meresahkan di sini. Perampokanlah, penculikan anak gadis, sampai anak bayi pun jadi korban.”“Itulah, semenjak Datuk Kumbang pergi dari kampung, banyak penjahat yang berdatangan.”Siti yang tengah minum di warung makan menjadi tertarik dengan percakapan lelaki di sebelahnya. Dia sedikit mendekat ke arah para pemuda itu. “Adakah Tuan sekalian tahu keberadaan Datuk Kumbang sekarang?”Para pemuda di samping Siti m
Berdarah-darahlah dada itu. Kumbang menunduk menengok luka yang seketika membuat lumpuh tubuhnya. Dipegangnya panah sembari menengadahkan kepala menatap kekasihnya. Matanya memerah, mulutnya bergetar mengucap, “Dinda ....”Siti terkesiap menangkap tubuh roboh Kumbang. Pandangannya berkeliling berupaya mencari bantuan di tengah hiruk pikuk pertempuran. Tidak ada, tidak ada yang bisa menolong kumbang bahkan ketika sekuat tenaga Siti menyalurkan tenaga dalamnya.Kumbang memucat, bibirnya melirih pelan, “Din-da ....”“Datuk, bertahanlah. Bertahan, kita tak akan terpisah lagi selepas ini.” Siti masih terus berusaha memulihkan Kumbang yang terkena panah beracun. Racun yang dibubuhkan Serintil pada ujung tombak, pedang dan anak panah pasukannya.“Meski keadaannya seperti ini. Awak bersyukur masih bisa dipertemukan dengan Dinda.” Tangan gemetar Kumbang terangkat bermaksud menyeka air mata kekasihnya. Namun belum juga sampai, kelopak mata kumbang mengatup. Tangannya jatuh tergelepai menyentuh
Setahun berlalu, Siti memberi waktu untuk Kumbang berpikir, ya mungkin dia akan berpikir dan tersadar jika Siti adalah wanita si buruk rupa yang sebenarnya sangat Kumbang cintai. Cinta pasti akan membawa Kumbang kembali kepada Siti. Dia meyakini itu sampai rasa rindunya tidak dapat terbendung lagi. Siti pun memutuskan untuk menengok Kumbang di kampung halamannya.Siti tahu penampilannya pasti akan menarik perhatian. Dia menutupi segala keburukan yang ada pada tubuhnya dengan jubah. Menutupi wajahnya dengan kerudung berwarna hijau yang dililitkan dari hidung sampai leher. Beberapa malam Siti datang ke desa Umayang hanya untuk menengok kumbang dari kejauhan. Setelah dia memastikan Kumbang baik-baik saja, hatinya pun lega untuk meninggalkan.Saat Siti hendak pulang, dia melihat seorang gadis yang sedang dicekik oleh siluman berkekuatan hitam. Siluman itu menghirup sari pati sang gadis hingga kulitnya menjadi kisut. Sontak Siti berlari bermaksud mengusir siluman jahat tadi.“Lepaskan dia!
Sejak saat itu, saat semua orang menganggapnya adalah penyihir jahat--Lampir benar-benar mengikuti saran Serintil. Tidak ada gunanya menjadi manusia baik, bila tidak ada yang mempercayai dirinya adalah makhluk baik. Untuk apa ilmu yang dia pelajari selama ini kalau bukan untuk menguasai dunia. Menyingkirkan manusia-manusia munafik, lelaki hidung belang dan para penguasa yang tamak harta. Tak terkecuali menyingkirkan semua orang yang menyakiti hatinya. Malam itu Siti menyelinap ke desa Umayang mengendap ke rumah Kumbang dan keluarga kecilnya. Melihat kekasihnya yang jahanam itu bersenda gurau dengan istri dan anaknya. Luntur sudah rasa cinta berganti kebencian yang tersirat dalam gelap bola mata Siti. “Datuk! Datuk!” seseorang mengetuk pintu rumah Kumbang. “Ada apa? Kenapa napas kau naik turun begitu?” tanya Kumbang saat mengetahui pemuda di depan pintu membungkuk memegangi lutut seolah telah menempuh jarak yang jauh untuk sampai. “Tadi, ada warga yang melihat Mak Lampir terbang mem
“Heh gelandangan, senaknya aja tidur di depan ruko! Pergi! Pergi sana!” teriakan lelaki gempal membangunkan pagi Siti yang terasa dingin. Dia mengucak mata terus terduduk belum sepenuhnya tersadar sampai si lelaki mengambil sapu dan memukulkan gagang sapu tadi ke lantai sambil berseru menggelegar, “disuruh pergi malah bengong! Lu tuli?! Cepetan pergi sana!” Mau tak mau Siti bangkit dari lantai. Dia mengikuti langkah kakinya entah ke mana tak ada tujuan. Teringat apa yang dikatakan oleh Nenek Serintil, bahwasanya dunia itu memanglah kejam. Manusia-manusia itu baik pada orang-orang berduit. Orang-orang yang mempunyai harta dan takhta, dan semua itu telah lenyap darinya. Perut Siti mulai tidak bersahabat. Lupalah dia belum makan sejak kemarin siang. Dilihatnya tukang jajanan di sepanjang jalan, lantas Siti meraba kantong bajunya yang bolong hingga jari-jari tangannya terlihat dari luar. Malang nian nasib mantan putri Champa dan penguasa kegelapan. Tak ada cara lain baginya untuk mengeny
“Rupanya Lu malingnya! Ayo, bangun!” Bima menarik kasar Siti, wanita aneh bertubuh langsing layaknya wanita muda tapi berwajah tua. “Wah, memang harus diberi pelajaran! Kenapa lu nyuri?!”Siti tidak menjawab, dia merasa tidak perlu menjawab pertanyaan orang asing, apa gunanya? Melihat Siti diam saja, Bima merasa diremehkan. “Bukannya jawab! Lu tuli?!” hardik Bima, sebelah tangannya terangkat untuk memukul Siti. Tapi begitu mengingat dia perempuan, apalagi melihat luka-luka pada wajahnya, Bima menjadi tidak tega. “Gue tanya sekali lagi, kenapa lu nyuri?!”“Lapar! Saya lapar!” jawab Siti sambil membelalak.“Yang lu curi bukan makanan tapi perhiasan.” Untung perhiasan itu sudah dikembalikan warga pada pemiliknya dan si pemilik tidak membuat laporan lebih lanjut. Sayangnya Bima merasa perlu mengamankan pencuri seperti Siti yang mungkin akan berulah lagi.“Saya mencuri ya karena untuk ditukarkan makanan!” Perempuan itu memegang perutnya, Bima yakin dia memang kelaparan. Untuk apa juga Bim
“Terus enggak ada keluarganya yang lain?!” Bima mendesah lemah begitu tidak ada yang mau merawat bayi malang dalam gendongnya.“Enggak ada yang di Jakarta. Satu di luar negeri yang satunya lagi di Bengkulu. Lu aja Bim, masalahnya anak-anak gue hiperaktif semua. Takurnya malah dibuat mainan sama anak-anak, mana istri gue dagang. Enggak bisa lah. Coba tanya Siska.” Edo yang sedang mengetik laporan melirik Siska, polisi wanita yang baru saja datang.“Ada berita apa nih? Ih lucu banget.” Siska menaruh tasnya cepat-cepat begitu melihat bayi montok itu. “Anak siapa ini?”Bima langsung memberikan bayi itu pada Siska. “Anak korban kecelakaan. Enggak ada yang mau rawat. Lu aja ya, lagian cuma sementara kok sampai keluarganya datang.”“Eh, kok gitu!” Siska tampak keberatan.“Lu kan perempuan, masih single. Sedang kita ini laki-laki mana ngerti ngurus bayi,” timpal Edo yang langsung dapat tanggapan dari Siska.“Enggak bisa gitu dong. Lu kan tahu gue tinggal sendiri. Kalau gue tugas tiba-tiba, te